LP Punominia Komunitas
LP Punominia Komunitas
Pengertian
Pneumonia komunitas atau community-acquired pneumonia (CAP) merupakan
pneumonia yang didapat di masyarakat, di mana infeksinya terjadi di luar rumah
sakit. Pneumonia didefinisikan sebagai peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit). CAP merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas yang tinggi di negara berkembang. CAP
mengakibatkan tingginya angka rawat inap terutama pada orang tua dan anak-
anak. Kebutuhan untuk rawat inap harus benar-benar dipertimbangkan karena
kebanyakan kasus CAP dapat diobati dengan berobat jalan. Selain pertimbangan
rawat inap atau rawat jalan, pertimbangan yang juga penting adalah pemilihan
antimikroba.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda saluran pernafasan dan
infeksi, serta dengan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.
Tatalaksana diberikan sesuai organisme kausal, idealnya diberikan sesuai dengan
hasil kultur namun dapat pula diberikan antibiotik spektrum luas.
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection.
B. Patofisiologi
C. Etiologi
Mikrorganisme etiologi pneumonia komunitas atau community-acquired
pneumonia (CAP) bisa bakteri, virus, jamur, dan parasit. Terdapat sedikit
perbedaan etiologi patogen penyebab CAP di daerah negara maju dibandingkan
dengan negara berkembang di Asia terkhusus Indonesia. Bakteri batang gram
negatif (gram-negative bacili/GNB) dan Staphylococcus aureus cukup sering
didapati di negara Asia namun jarang ditemukan sebagai etiologi CAP di negara
barat. Justru bakteri batang gram negatif dan S. aureus di negara barat merupakan
etiologi hospital-acquired pneumonia (HAP). [4]
Etiologi yang paling sering terutama di daerah Eropa dan Amerika
adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus
pneumoniae, Chlamydopilla pneumoniae, Legionella pneumophila, dan virus
respiratori. [2]
Pada pasien anak, patogen etiologi CAP umumnya tumpang tindih oleh bakteri
dan virus. Kombinasi patogen kebanyakan kasus adalah kombinasi Rhinovirus
dan Streptococcus pneumoniae. [5]
Selain patogen di atas, semakin banyak penelitian yang melaporkan bahwa
etiologi CAP di Indonesia adalah bakteri batang gram negatif. [6] Sebuah
penelitian di Semarang menunjukkan bahwa bakteri batang gram negatif
merupakan penyebab pneumonia yang sering. Karier Klebsiella
pneumoniae ditemui pada 15% orang tua dan 7% pada anak. [7]
Etiologi lain yang insidensinya tidak terlalu tinggi namun menjadi beban
tersendiri antara lain:
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan patogen penyebab
pneumonia nosokomial. Namun demikian, MRSA dapat pula menyebabkan CAP yang
diistilahkan sebagai community-acquired MRSA (CA-MRSA).[8]
Pneumocystis jirovecii, patogen penyebab CAP yang berhubungan dengan infeksi HIV.
Umumnya sering pada daerah dengan insidensi HIV yang tinggi.[9]
Beberapa kasus pandemi merupakan kasus CAP dengan etiologi virus yang angka
mortalitasnya tinggi seperti H5N1, H1N1, dan Mers-CoV (Middle East Respiratory
Syndrome – Corona Virus). Mers-CoV sering dialami orang yang bepergian ke Timur
Tengah dan berhubungan dengan kegiatan ibadah haji yang banyak dilakukan oleh orang
Indonesia tiap tahunnya. Namun hasil penelitian menunjukkan CAP berat yang
memerlukan rawat inap pada peserta haji bukanlah akibat Mers-CoV.[10]
Faktor Risiko
Faktor gaya hidup dan beberapa kondisi medis berhubungan dengan peningkatan
risiko terjadinya CAP pada orang dewasa, antara lain:
Umur di atas 65 tahun
Merokok
Peminum alkohol
Kondisi imunosupresif
Status nutrisi underweight
Kurangnya kebersihan gigi
Kondisi penyakit kronis seperti: PPOK, penyakit kardiovaskular, penyakit
serebrovaskular, pnyakit hepar atau ginjal kronis, diabetes melitus, dan demensia [16]
Bakteri Myobakterium tuberculosis, dengan ukuran panjang 1-4 µm dan
tebal 1,3-0,6 µm, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam
atau basil tahan asam.
D. Epidemiologi
Epidemiologi pneumonia komunitas atau community-acquired
pneumonia (CAP) di Amerika Serikat diperkirakan ~1.600 kasus per 100.000
populasi. Sedangkan di Indonesia secara nasional adalah 1,8% dimana prevalensi
tahun 2013 adalah 4,5%.
Global
2. Klasifikasi
- Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
- Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik :
- Pada tahap dini sulit diketahui.
- Ronchi basah, kasar dan nyaring.
- Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara umforik.
- Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
- Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
b. Pemeriksaan Radiologi :
- Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan
batas tidak jelas.
- Pada kavitas bayangan berupa cincin.
- Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi.
c. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
d. Laboratorium :
- Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
- Sputum : pada kultur ditemukan BTA
e. Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
6. Pathway
Mycobacterium TB
Masuk ke jalan
nafas
Tinggal di alveolus
Reaksi inflamasi
Ketidaknyamanan
pada rongga dada
dan diafragma
Alveolus mengalami
peradanagan
Nyeri Anoreksia
Masukan
peroral
menurun
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
7. Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang
perlu dikaji adalah:
a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Palpitasi
Tanda:
- Takikardia, disritmia
- Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
- Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal
- Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam
mediatinum)
- TD: hipertensi/hipotensi
- Distensi vena jugularis
c. Integritas ego:
Gejala:
- Riwayat keluarga TB
- Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
- Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
- Tidak berpartisipasi dalam terapi.
8. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat di
alveolus.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmempuan memasukkan makanan karena faktor biologi
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.
9. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak NOC: 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
efektif b.d. adanya bila perlu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
eksudat di alveolus 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
diharapkan bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil:
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu
No Indikator Awal Target pernafasan
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
1. Tidak didapatkan demam
5. keluarkan sekret dengan batuk atau suction
2. Tidak didapatkan kecemasan 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
7. Berikan pelembab udara
3. Frekuensi pernafasan sesuai
8. Atur intake untuk cairan mengoptimlkan keseimbangan
dengan yang diharapkan
9. Monitor respirasi dan status O2
4. Pengeluaran sputum pada
jalan nafas
Keterangan:
1=Keluhan ekstrim
2= Keluhan berat
3= Keluhan sedang
4= Keluhan ringan
2. Ketidakseimbangan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan dan makanan yang
nutrisi: kurang dari diharapkan kebutuhan nutrisi menjadi seimbang, dengan kriteria:
disukai
kebutuhan tubuh b.d
ketidaakmampuan 2. Berikan makanan sesuai diet dan berikan selagi hangat
mencerna, 3. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
memasukkan,
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan nutrisi yang adekuat
mengasorbsi makanan
karena faktor biologi. 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet sesuai
indikasi
6. Ukur berat badan pasien
No Indikator Awal Target
1. Masukan peroral
meningkat Ket:
2. Porsi makan yang 1=Keluhan
disediakan habis ekstrim
3. Tidak terjadi penurunan 2= Keluhan
berat badan berat
4. Dapat mengidentifikasi 3= Keluhan
kebutuhan nutrisi sedang
4= Keluhan ringan
3. Nyeri (akut) NOC : 1. Kaji nyeri secara komprehensif (skala, kualitas, lokasi dan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan , diharapkan nyeri
hilang/terkendali dengan skala : intensitas)
agen injury biologi
1 = Tidak pernah
2. Observasi reaksi pasien terhadap nyeri
2 = Jarang
3. Jelaskan faktor penyebab nyeri
3 = Kadang-kadang
4. Gunakan komunikasi terapeutik
4 = Sering
5 = Konsisten menunjukkan 5. Kaji TTV
No Indikator Awal Target 7. Ajarkan teknik relaksasi (misal : nafas dalam, pijat
3. Menggunakan metode
non-analgetik untuk
mengurangi nyeri
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th
Edition, W.B. Saunder Company, 1995.
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Johnson, Marion& Maas, Meidean. 2000. Nursing Outcome Classification. New York : Mosby.
Mccloskey, Joanne& Bulechek, Gloria. 1996. Nursing Intervention Clasification. New York: Mosby.
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Soedarsono (2000), Tuberkulosis Paru-Aspek Klinis, Diagnosis dan Terapi, Lab. Ilmu Penyakit Paru FK
Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.