Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputarm dan

igo yang berarti kondisi. Vertigo diartikan sebagai perasaan atau sensasi tubuh

yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar yang

dirasakan berputar (vertigo sirkuler) namun kadang ditemukan juga keluhan

berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal (vertigo linier)(1).

Vertigo merupakan subtipe dari diziness, termasuk presinkop,

disekuilibrium dan light headedness. Dari keempat subtipe dizziness, vertigo

terjadi pada sekitar 32- 56,4% pada populasi oarng tua. Sementara itu, angka

kejadian vertigo pada anak-anak tidak diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada

populasi anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak

pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu tahun. Kejadian vertigo

lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria (1:2,7)(2).

Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, melainkan kumpulan gejala atau

sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan pada sistem vestibuler

ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Selain itu, vertigo dapat pula terjadi

akibat gangguan pada alat keseimbangan tubuh lain yang terdiri dari reseptor pada

visual (retina) dan propioseptof (tendon, sendi dan sensibilitas dalam)(3,4).

Tingkat rekurensi kejadian vertigo cukup tinggi yaitu sekitar 88% dari

seluruh kasus, hal ini sangat menganggu kualitas hidup penderita tak jarang

sampai mempengaruhi kesehatan mental penderita Oleh karena itu pada setiap
2

penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan

terarah untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya sehinnga

dapat meningkatkan kesuksesan dari terapi yang diberikan.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan(5–7)


Secara fisioanatomi alat keseimbangan tubuh terdiri dari 3 sistem yaitu,

sistem vestibuler, sistem visual dan sistem proprioseptif. Sistem vestibuler

meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral.

Labirin terletak dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea (alat

pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat keseimbangan).

Aparatus vestibularisterdiri atas dua organ otolit (sakulus dan utrikulus) dan

tiga kanalis semisirkularis yang terhubung ke utrikulus pada dasar kanalnya.

Organ otolit memberi informasi kepala relatif terhadap gravitas (yaitu, kepala

miring statik) dan juga mendeteksi perubahan kecepatan gerakan lurus (bergerak

dalam garis lurus kemanapun arahnya). Sedangkan kanalis semisirkularis

mendeteksi akselerasi atau deselerasi kepala rotasional atau angular.


4

Gambar 2.1. Sistem Vestibuler

Aparatus vestibularis , seperti duktus koklearis, berisi endolimfe yang kaya

K+ dan rendah Na+ yang disekresi oleh sel epitel. Serupa dengan organ Corti,

komponen-komponen vestibularis masing-masing mengandung sel rambut yang

berespon terhadap deformasi mekanis yang dipicu oleh gerakan endolimfe.

Gerakan endolimfe ini akan menggerakan sel-sel rambut sehingga dapat

mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi.


5

Gambar 2.2. Organ Pendengaran dan Keseimbangan

2.1.1. Organ Otolit


Organ otolit, utrikulus dan sakulus, adalah struktur berbentuk kantung yang

berada di dalam ruang bertulang di antara kanalis semisirkularis dan koklea.

Kedua organ otolit, utrikulus dan sakulus, tersusun untuk menginderai gaya linear.

Struktur sensorik kedua organ, disebut makula, terdiri dari sel rambut, massa

gelatinosa yang disebur membran otolit dan kalsium karbonat dan protein yang

disebut otolit.

Silia sel rambut terbenam dalam membran otolit dan otolit terikat pada

protein matriks di permukaan membran otolit. Bila gravitasi atau percepatan

menyebabkan otolit bergeser ke depan atau ke belakang, membran otolit

gelatinosa juga ikut bergeser, menekuk silia sel rambut dan membentuk sinyal.

Makula utrikulus mengeinderai percepatan atau perlambatan ke arah depan dan

juga miringnya kepala. Sebaliknya, makula sakulus berorientansi vertikal bila


6

kepala tegak yang membuat manusia peka terhadap gaya vertikal seperti turun

dalam elevator.

Gambar 2.3. Makula Organ Otolit

Ketika seirang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut di dalam utrikulus

berorientasi vertikal dan rambut sakulus berjajar horizontal. Pada organ otolit

utrikulus, rambut utrikulus akan bergerak oleh setiap perubahan pada gerak linear

horizontal. Sewaktu mulai berjalan, membran otolit mula-mula tertinggal di

belakang endolimfe dan sel rambut menekuk ke belakang, dalam arah berlawanan

dengan gerakan maju kepala. Ketika kecepatan langkah dipertahankan, maka

lapisan gelatinosa tersebut segera menyamai dan bergerak dengan kecepatan yang

sama dengan kepala sehingga rambut tidak lagi tertekuk. Ketika langkah berhenti,

membran otolit tetap bergerak maju sesaar sewaktu kepala kecepatan melambat

sampai berhenti, menekuk rambut ke depan.

Sakulus berfungsi serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa bagian ini

berespon selektif terhadap gerakan miring kepala menjauhi posisi horizontal


7

(misalnya bagun dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi dan deselerasi linier

vertikal (misalnya naik turun tangga atau lift).

Gerakan membran otolit ini akan menyebakan gerakan sel rambut sehingga

terjadi depolarisasi atau hiperpolarisasi. Depolarisasi meningkatkan pelepasan

neurotransmitter dari sel rambut, menyebabkan peningkatan frekuensi lepas

muatan serat aferen, sebaliknya hiperpolarisasi mengurangi pelepasan

neurotransmitter dari sel rambut, pada gilirannya mengurangi frekuensi potensial

aksi di serat aferen.

2.1.2. Canalis Semisirkularis


Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi kepala

rotasional atau angular. Masing-masing telinga mengandung tiga kanalis

semisirkularis yang tersusun dalam bidang tiga dimensi yang tegak lurus satu

sama lain. Kanalis horizontal memantau rotasi yang dikaitkan dengan perputaran,

seperti gerakan menggelengkan kepala ke kiri dan kanan untuk menyatakan

“tidak”. Kanalis posterior memantau rotasi ke kiri dan kanan, seperti perputaran

yang terjadi bila memiringkan kepala ke arah bahu. Sementara kanalis superior

peka untuk rotasi ke depan dan belakang.


8

Gambar 2.4 Krista Canalis Semisirkularis

Di salah satu ujung tiap kanalis terdapat ruang yang membesar, yaitu

ampula, yang mengandung bangunan sensorik yang dikenal sebagai krista. Krista

terdiri dari sel rambut dan massa gelatinosa yaitu kupula, yang merentang dari

dasar sampai langit-langit ampula, sehingga menutupnya. Silia sel rambut

tertanam di dalam kupula.

Akselerasi atau deselerasi sewaktu rotasi kepala dalam arah apapun

menyebabkan gerekan endolimfe paling tidak pada salah satu kanalis

semisirkularis. Pada awalnya cairan di dalam kanalis tidak bergerak searah dengan

rotasi tetapi tertinggal di belakang akibat gaya inersia. Ketika endolimfe tertinggal

di belakang sewaktu kepala mulai bergerak, cairan dalam kanalis bergerak dengan

arah yang berlawanan dengan gerak kepala. Gerakan endolimfe ini akan
9

menyebabkan kupula miring dalam arah yang berlawanan dengan gerak kepala,

menekuuk rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya.

Jika gerakan kepala berlanjut dengan kecepatan dan arah yang sama, maka

gerakan endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan arah gerak

kepala sehingga rambut-rambut tersebut kembali ke posisinya yang tidak

melengkung. Ketika gerak kepala melambat dan berhenti, terjadi situasu yang

terbalik. Endolimfe sesaat melanjutkan gerakan ke arah putaran sebelumnya, yaitu

berlawanan dengan arah lengkung sewaktu akselerasi.

Rambut-rambut di sel rambut vestibularis terdiri dari satu silium,

kinosilium, bersama dengan 20-50 mikrovilus, stereosilia, yang tersusun dalam

barisan yang semakin tinggi. Sel rambut mengalami depolarisasi atau

hiperpolarisasi bergantung apakah saluran ion terbuka atau tertutup secara

mekanis oleh pergeseran berkas rambut. Sel rambut mengalami depolarisasi

ketika stereosilia menekuk ke arah kinosilium, penekukan ke arah berlawan akan

menyebabkan hiperpolarisasi sel. Depolarisasi meningkatkan pelepasan

neurotransmitter dari sel rambut, menyebabkan peningkatan frekuensi lepas

muatan serat aferen, sebaliknya hiperpolarisasi mengurangi pelepasan

neurotransmitter dari sel rambut, pada gilirannya mengurangi frekuensi potensial

aksi di serat aferen.

Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen aparatus vestibularis

dibawa melalui nervus vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis, suatu kelompok

badan sel saraf di batang otak, dan ke serebelum, yang merupakan tempat primer

untuk pemrosesan keseimbangan. Di sini informasi vestibular diintegrasikan


10

dengan masukan dari permukaan kulit, mata, sendi dan otot untuk (1)

mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan; (2) mengontrol otot

mata eksternal sehingga mata terfiksasi ke satu titik, meskipun kepala bergerak;

dan (3) mempersepsikan gerakan dan orientasi.

Gambar 2.5 Vestibulocochlear Pathway


11

2.2. Vertigo
2.2.1. Definisi
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang

berarti berputar, dan igo yang berarti kondisi. Secara definitif vertigo merupakan

ilusi gerakan, yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar

terhadap lingkungan (vertigo subjektif) atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita

rasakan berputar (vertigo objektif). Vertigo juga dirasakan sebagai suatu

perpindahan linear atau miring, tetapi gejala seperti ini lebih jarang dirasakan(1).

Vertigo merupakan subtipe dari dizziness dan bukan merupakan suatu

penyakit, tetapi merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat

gangguan keseimbangan. Gejala vertigo harus bisa dibedakan dari gejala dizziness

lainnya seperti lightheadedness, presinkop dan disequilibrium. Pada vertigo letak

masalah biasanya terjadi pada sistem vestibuler, sentral atau perifer, sedangkan

pada gangguan keseimbangan lainnya penyebab dasarnya terjadi akibat gangguan

pada sistem keseimbangan lain (mata dan sistem propioseptif)(8).

2.2.2. Epidemiologi
Dizziness merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada pasien

dengan angka kejadian mencapai 20-30% pada seluruh populasi di dunia. Dari

keempat jenis diziness, vertigo merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan

yaitu sekitar 54%. Vertigo dapat terjadi pada semua kalangan umur, namun

meningkat 3 kali lebih tinggi pada kalangan usia lanjut daripada dewasa muda

selain itu kejadian vertigo lebih banyak dijumpai pada perempuan daripada laki-

laki (2.7:1). Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-anak tidak diketahui,
12

tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia,

dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak pernah merasakan serangan pusing

berputar dalam periode satu tahun.

Vertigo mempunyai dampak yang sangat berpengaruh terhadap kualitas

hidup penderita. Dari studi epidemiologik di Jerman, didaptkan bahwa pada 54-

74% pasien vertigo harus mendapat konsultadi mesis, 15-41% cuti sakit dari

pekerjaan, 12-40% terganggu aktivitas sehari-harinya dan 10-19% menghindar

untuk meninggalkan rumah. Selain itu, vertigo dapat menjadi pemicu atau

eksaserbasi masalah psikiatri, yang mana tidak ada hubungannya dengan defisit

pada tes neurotologik. Masalah psikis yang sering terjadi pada pasien vertigo

antara lain panic disorder (18%), generalized anxiety (13%) dan social phobia

(9%). Masalah yang tidak kalah penting akibat dari vertigo adalah jatuh. Dari data

National Health Interview Survey, 34% pasien penderita dilaporkan jatuh.

Masalah jatuh ini merupakan masalah serius apabila terjadi pada lansia(9).

2.2.3. Etiologi & Klasifikasi(1,2)


Berdasarkan penyebabnya, vertigo dibedakan menjad 2 jenis yaitu:

1) Vertigo vestibuler adalah vertigo yang timbul pada gangguan vestibuler.

Vertigo vestibuler dibagi lagi menjadi 2 jenis menurut letak lesinya

a. Vertigo vestibuler perifer

Lesi terletak pada labirin dan nervus vestibularis. Contoh kelainan

pada vertigo vestibuler perifer antara lain : BPPV, penyakit Meniere,

ototoksik, labirintis, trauma kapitis, neuronitis vestibularis, Ramsay

hunt syndrome dan neuroma akustikus.


13

b. Vertigo vestibuler sentral

Lesi terletak pada nukleus vestibularis batang orak, thalamus sampai

korteks. Contoh kelainan pada vertigo vestibuler tipe sentral antara

lain: insufisiensi a. Vertebrobasiler, infark, perdarahan, tumor otak,

sklerosis multiple, epilepsi dan radang otak.

2) Vertigo non-vestibuler (pseudovertigo) adalah masalah keseimbangan (rasa

goyang, melayang, mengambang) yang timbul pakibat gangguan pada

sistem keseimbangan lain selain sistem vestibuler (sistem proprioseptif atau

sistem visual).

Beberapa hal yang dapat menyebabkan vertigo perifer yaitu :

a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) : menyebabkan serangan

pusing transien (berlangsung beberapa detik) yang rekuren. Vertigo terjadi

karena perubahan posisi kepala yang menyebabkan kristal kalsium karbonat

dari otolit yang lepas ke dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala

atau perubahan posisi. Serangan biasanya menetap selama berminggu-

minggu sebelum akhirnya sembuh sendiri.

b. Infeksi: Neuritis vestibular akut atau labirinitis.

c. Ototoksik

d. Vaskuler: oklusi dari arteri vestibular yang merupakan cabang dari arteri

auditori internal dari arteri cerebelar inferior anterior.

e. Struktural: Fistula perilimfatik baik spontan maupun akibat trauma.

f. Metabolik: Meniere sindrom

g. Tumor: Neuroma akustik


14

2.2.4. Patomekanisme
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan

tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya

dengan apayang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang

berusaha menerangkan kejadian tersebut :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan

menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya

terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik.

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari

berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan

proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang

berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan

kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa

nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan

vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi

kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih

menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini

otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga

jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola

gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika
15

pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang -ulang akan terjadi

mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbulgejala.

4. Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha

adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis

terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

5. Teori Sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan

neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada

proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan

stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),

peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf

simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa

meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat

meneangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di

awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi

gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi

aktivitas susunan saraf parasimpatis.


16

2.2.5. Gejala dan Tanda(2)


Tabel 2.1Perbedaan gejala vertigo vestibuler dan vertigo non-vestibuler

GEJALA VERTIGO VERTIGO NON-VESTIBULER


VESTIBULER
Sifat vertigo Rasa berputar Melayang, hilang keseimbangan.

Serangan vertigo Episodik Kontinyu

Mual/muntah + -

Gangguan pendengaran +/- -

Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan Obyek visual

Situasi pencetus - Ramai orang, lalu lintas macet,

supermarket

Letak lesi Sistem vestibuler Sistem visual atau somatosensori

Tabel 2.2 Perbedaan klinis vertigo vestibuler tipe perifer dan sentral
GEJALA VERTIGO VERTIGO
VESTIBULER TIPR VESTIBULER
PERIFER TIPE SENTRAL
1. Bangkitan vertigo. Lebih mendadak. Lebih lambat.

2. Derajat vertigo. Berat. Ringan.

3. Pengaruh gerakan kepala. + -

4. Gejala autonom (mual- ++ +

muntah, keringat dingin).

5. Gangguan pendengaran tinitus, tuli. + -

6. Tanda fokal otak (kelainan - +

neurologis).
17

2.2.6. Diagnosis(1,10)
Vertigo bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan suatu gejala yang

dapat timbul akibat dari suatu penyakit. Banyak penyakit yang dapat

menimbulkan gejala vertigo dan gejala mirip vertigo. Untuk itu, dibutuhkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat untuk membedakan vertigo dan

subtipe diziness lainnya untuk menegakkan diagnosis penyakit secara tepat.

1) Anamnesis

Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigonya (apakah melayang, goyang,

berputar tujung keliling, seperti naik perahu dan sebagainya), keadaan yang

memprovokasi timbulnya vertigo (perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan

dan ketegangan), onset timbulnya vertigo (apakah timbulnya akut atau perlahan-

lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik, progresif atau membaik). Pada

anamnesis juga ditanyakan apakah ada gangguan pendengaran yang biasanya

menyertai, penggunaan obat-obatan seperti kanamisin, salisilat, antimalaria dan

lain-lain, dan adakah pennyakit sistemik seperti anemis, penyakit jantung,

hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma akustik.

2) Pemeriksaan fisik(2)

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan antara lain

a) Pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan antara lain

 Uji romberg.

Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula dengan

kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian

selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat

menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau


18

suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup

badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian

kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.

Sedangkan pada kelainan serebral badan penderita akan bergoyang

baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

 Tandem gait

Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung

jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,

perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler

penderita akan cenderung jatuh.

 Uji Unterberger, Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus

horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut

setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi

penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan

seperti orang melempar cakram yaitu kepala dan badan berputar ke

arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi

lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus

dengan fase lambat ke arah lesi.

 Uji Tunjuk Barany (past-ponting test), Penderita diinstruksikan

mengangkat lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan

lengan lurus ke depan, kemudian diturunkan sampai menyentuh

telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan


19

mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat

penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

 Uji BabinskyWeil, Penderita berjalan limalangkah Ke depan dan

lima langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata

tertutup berulang kali. Jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien

akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

b) Pemeriksaan oto-neurologi, untuk menentukan apakah letak lesinya di

sentral atau perifer. Fungsi Vestibuler :

 Uji Dix Hallpike,

Penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat dari posisi duduk di

atas tempat tidur sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis

horizontal, kemudian kepalanyadimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri.

Lakukanuji ini ke kanan dan kiri . Perhatikan apakah terdapat

nistagmus pada penderita. Perhatikan saat timbul dan hilangnya

vertigo dan nistagmus. Uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer

atau sentral. Vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10

detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau

menghilang bila tes diulang beberapa kali (fatigue) menunjukan

bahwa yang terjadi pada penderita ialah vertigo perifer. Sedangkan

jika tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih

dari 1 menit, bila diulangulang reaksi tetap seperti semula (non-

fatigue) menunjukan bahwa yang terjadi pada penderita ialah vertigo

sentral.
20

 Tes Kalori,

Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis

semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi

bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-

masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus

yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai

hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Tes ini

dapatmenententukan adanya kanal paresis atau directional

preponderance ke kiri atau ke kanan. Kanal paresis adalah

abnormalitas yang ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air

hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah

abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-

masing telinga. Kanal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau

n.VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi

sentral.

 Elektronistagmogram,

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit dengan tujuan untuk

merekam gerakan mata pada nistagmussehingga nistagmus tersebut

dapat dianalisis secara kuantitatif.

Tes Fungsi Pendengaran :

 Tes Garpu Tala,

Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli

perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli


21

konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan

schwabach memendek.

 Audiometri, Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti

Ludness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, dan Tone Decay.

c) Pemeriksaan saraf-saraf otak lainmeliputi:

acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah,

pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),

fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara

berjalan)

3) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

 Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan

lain sesuai indikasi.

 Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).

 Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),

Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).

 Pencitraan CTscan,arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).

2.2.7. Tatalaksana

Tatalaksana vertigo terbagi menjadi tatalaksana non-farmakologi,

farmakologi dan pembedahan.;

1) Tatalaksana non-farmakologi
22

Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan pada pasien dengan gejala

vertigo adalah dengan pemberian terapi manuver reposisi yang dapat secara

efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup dan

mengurangi risiko jatuh pada pasien. Kefektifan dari terapi manuver yang ada

bervariasi mulai 70%-100%. Ada lima manuver yang dapat dilakukan antara lain:

 Manuver epley

 Manuver semont

 Manuver lempert

 Forced prolonged position

 Brandt-Daroff exercise

2) Tatalaksana Farmakologi(1,11)

Secara umum, penatalaksanaan farmakologi vertigo mempunyai tujuan

utama : (1) mengeliminasi keluhan vertigo, (2) memperbaiki proses-proses

kompensasi vestibuler, dan (3) mengurangi gejal-gejala neurovegetatif atau

psikoafektif. Beberapa golongan obat yang dapat digunakan untuk penanganan

vertigo diantaranya :

a. Antikolinergik, berperan sebagai supresan vestibuler melalui reseptor

muskarinik yang, jenis obat golongan antikolinergik yang paling banyak

digunakan adalah skopolamin dan homatropin.

b. Antihistamin, penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini

merupakan antivertigo yang paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo,

dan termasuk diantaranya adalah difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat,


23

meklozin, dan prometazin. Mekanisme anti-histamin sebagai supresan

vestibuler tidak banyak diketahui, tetapi diperkirakan juga mempunyai efek

terhadap reseptor histamin sentral. Selain itu, antihistamins juga memiliki

efek antilonergik dan merangsang inhibitori monoaminergik dengan

akibabat inhibisi n. Vestibularis.

c. Histaminergik, obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan

sebagai antivertigo. Efek antivertigo betahiston yang diperkirakan berasal

dari efek vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada mikrosirkulau di daerah

telinga tengah dan sistem vestibuler.

d. Antidopaminergik, biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan mual

pada pasien dengan gejala mirip-vertigo dengan cara bekerja pada

chemoreseptor triger zone dan pusat muntah di mendula oblongata.

Sebagian besar antidopaminergik merupakan nerurolaptik. Efek

antidopaminergik pada vestibuler tidak diketahui dengan pasti, tetapi

diperkirakan bahwa antikolinergik dan antihistaminik (H1) berpengaruh

pada sistem vestibuler perifer. Beberapa antagonis dopamin yang digunakan

seperti domperidon dan metoklopramid.

e. Benzodiazepin, merupakan modulator GABA, yang akan berikatan di

tempat khusus pada reseptor GABA. Efek sebagai supresan vestibuler

diperkirakan terjadi melalui mekanisme sentral. Beberapa obat golongan ini

yang sering digunakan adalah lorazepam, diazepam dan klonazepam.

f. Anatgonis kalsium, obat ini bekerja dengan menghambat kanal kalsium di

dalam sistem vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium


24

intrasel. Flunarizin dan sinarizin merupakan penghambat kanal kalsium

yang diindikasikan untuk penatalaksanaan vertigo.

g. Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, namun harus digunakan

secara hati-hati karena adanya efek adiksi.

3) Pembedahana

Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilin,

yaitu singular neuroectomy (transeksi saraf ampula posterio) dan oklusi

kanal posterior semisirkular.

2.2.8. Komplikasi

Pada vertigo vestibular tipe perifer penderita biasnya merasa tidak nyaman,

namun menyebabkan komplikasi. Vertigo membuat penderita merasa goyang

(tidak seimbang), sehingga mempunyai risiko yang lebih besar untuk jatuh.

Sedangkan pada vertigo vestibular tipe sentral biasanya komplikasi yang

dapat timbul selain jatuhad, berupa deficit neurologis yang timbul sesuai dengan

letak lesi. Cedera vaskular dan onfark pada vertigo vestibular tipe sentral dapat

menyebabkan kerusakan permanen dan kecacatn.

2.2.9. Prognosis

Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik,

dapat terjadi remisi sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral, prognosis tergantung

dari penyakit yang mendasarinya. Infark arteri basilar atau vertebral, misalnya,

menandakan prognosis yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai