Anda di halaman 1dari 8

BAB1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronis


yang menyerang persendian terutama sendi sinovial. Faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya rematik adalah tingkat pengetahuan, pekerjaan /
aktivitas dan pola makan dan genetik, jenis kelamin, infeksi, berat badan/obesitas,
usia, selain ini faktor lain yang mempengaruhi terhadap penyakit Rematik adalah
tingkat pengetahuan penyakit Rematik sendiri memang masih sangat kurang, baik
pada masyarakat awam maupun kalangan medis (Mansjoer, 2011). Rematik
merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas diseluruh
dunia yang secara simetris mengalami peradangan sehingga akan terjadi
pembengkakan, nyeri dan ahirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi
dan akan mengganggu aktivitas/pekerjaan (Sarwono, 2001).
Penderita nyeri sendi di seluruh dunia mencapai 355 juta jiwa artinya 1dari
6 orang di dunia mengalami nyeri sendi. WHO melaporkan 20% penduduk dunia
terserang penyakit nyeri sendi. Hampir 8% orang berusia diatas 50 tahun memiliki
keluhan nyeri sendi (Nugroho,2008). Pravelansi rheumatois arthritis relative
konstanyakni berkisar antara 0,5%-1% di seluruh dunia, misalnya Amerika,
Yakima, Pima dan suku-suku di Amerika Utara memiliki prevalensi 7%, India
0,75%, sedangkan di Jerman sekitar1/3 orang menderita Rheumatoid arthritis
(Suarjana, 2009). Berdasarkan hasil penelitian terakhir dari Zeng QY et al
2008,prevalensi nyeri rheumatoid arthritis di Indonesia mencapai 23,6% atau
55,743,200 jiwa (Zeng et al..,2008). Rheumatoid arthritis umumnya menyerang
sendi-sendi kecil,90% dengan keluhan utama adalah nyeri atau kaku sendi.
Angkat kejadian nyeri sendi di Indonesia relative tinggi yaitu1-2% dari total
populasi penduduk yang ada (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI,2013). Prevalensi arthritis berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan di Indonesia 11,9% dan berdasarkan diagnosis atau gejala
24,7%. Di daerah Bali 19,3%,Aceh 18,3%,Jawa Barat 17,5% dan Papua 15,4%.
Prevaelensi arthritis berdasarkan diagnosis tenanga kesehatan di nusa tenggara
timur 33,1%, Jawa Barat 32,1%,Bali 30% (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,2013).

Salah satu pengobatan alternative adalah dengan memberdayakan


tanaman obat dan rempah seperti cengkeh, jahe dan tanaman anti inflamasi lain.
Pemanfaatan tanaman jahae di karenakan adanya karakteristik khas yang bisa
dibentuk menjadi produk baru. Ciri khas jahe yang hangat dan segar
memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai balsem. Di Cina, jahe segar dan
kering dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Dalam Traditional Chinese
Medicine (TCM), jahe segar yang disebut sheng-jiang digunakan untuk
menyembuhkan flu dan mual sementara jahe kering yang disebut gan-jiang
berguna untuk menyembuhan sakit perut, batuk, diare dan rematik. Percobaan
yang dilakukan pada tikus di Cina dan Eropa menunjukkan bahwa jahe dapat
menyembuhkan sakit dan peradangan. Kandungan senyawa dalam rimpangnya
menjadikan jahe memiliki ciri khas hangat dan segar. Senyawa tersebut salah
satunya adalah oleoresin, yang menyebabkan rasa pedas dan harum pada jahe.
Oleoresin inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan balsem. Oleoresin
diperoleh dengan cara mengekstraksi rimpang jahe dengan pelarut organik
(Bernasconi et al. 1995).

Minyak atsiri banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri


parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring agent. Biasanya, minyak atsiri
yang berasal dari rempah digunakan sebagai flavoring agent makanan. Bahkan
dewasa ini sedang dikembangkan penyembuhan penyakit dengan aromatheraphy,
yaitu dengan menggunakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman. Selain itu,
minyak atsiri dari beberapa jenis tumbuhan bersifat aktif biologis sebagai anti
bakteri dan anti jamur sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada
makanan dan sebagai antibiotik alami.

Salah satu penghasil olahan minyak atsiri adalah tanaman jahe. Jahe
merupakan salah satu komoditas ekspor rempah-rempah Indonesia yang
memberikan peranan cukup berarti dalam penyerapan tenaga kerja dan
penerimaan devisa negara. Volume permintaan jahe dan produk olahannya terus
meningkat seiring dengan makin berkembangnya industri makanan dan minuman
di dalam negeri yang menggunakan bahan baku jahe. Minyak atsiri yang disuling
dari jahe berwarna kuning bening sampai kuning tua. Dari latar belakang yang di
paparkan di atas pada PKM-P ini kami mengangkat judul yaitu ”Balmin-hee
(Balsem minyak jahe) optimalisasi pemanfaatan rimpang jahe melalui balsam
sebagai alternative analgetik alami pada lansia dengan Rheumatoid arthritis” di
PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin. Penelitian ini tujuan nya agar masyarakat
Indonesia lebih memanfaatkan tanaman yang mudah tumbuh ditanah Indonesia
tanpa mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung bahan kimia yang berbahaya
dan biaya yang mahal.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaharuh balsem minyak jahe terhadap nyeri


Rheumatoid arthritis pada lansia

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh pemberian balsem minyak jahe terhadap


intensitas nyeri pada lansia PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.
1.4 Target Luaran

Berdasarkan rencana kegiatan yangtelah di susun maka target luaran yang


di harapkan setelah dilaksanakan program kreativitas mahasiswa bagi masyarakat
1. Seminar hasil dari kegiatan yang dilakukan
2. Publikasi ilmiah pada jurnal nasional
3. Publikasi pada media cetak
4. Video hasil kegiatan penelitian yang di unggah pada akun media youtube

1.5 Manfaat penelitian


Untuk menemukan solusi dari permasalahan Rheumatoid arthritis yang
menyerang lansia PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.

BAB 2. LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Arthritis Rheomatoid


Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit
autoimun sistemik (Symmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan
multisistem yang etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan
dengan destruksi sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan peradangan
sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris
(Dipiro, 2008). Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang
menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari
lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012).
Nyeri pada penderita artritis reumatoid adalah gejala yang sering terjadi
pada lansia. Nyeri pada penyakit artritis reumatoid terutama disebabkan oleh
adanya inflamsi yang mengakibatkan dilepasnya mediator-mediator kimiawi,
kinin dan mediator kimiawi lainya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri.
Prostaglandin berperan dalam meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang
disebabkan oleh suatu rangsangan stimulus (Smeltzer & Bare, 2002)
Pada artritis reumatoid nyeri dan inflamasi disebabkan oleh terjadinya
proses imunologik pada sinovia yang mengakibatkan terjadinya sinovitis dan
pembentukan pannus yang akhirnya menyebabkan kerusakan sendi. Pada artritis
gout adanya deposit kristal asam urat pada sinovial/rongga sendi akan
mengakibatkan terjadinya inflamasi. (Nugroho, 2009).
Nyeri pada artritis reumatoid bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang hilang
timbul. Rasa nyeri akan menambahkan keluhan mudah lelah karena memerlukan
energi fisik dan emosional yang ekstra untuk mengatasi nyeri tersebut. Nyeri pada
artritis reumatoid bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang hilang timbul. Rasa nyeri
akan menambahkan keluhan mudah lelah karena memerlukan energi fisik dan
emosional yang ekstra untuk mengatasi nyeri tersebut. Nyeri juga dapat
menyebabkan pasien menggunakan energi yang lebih besar dalam melaksanakan
tugas-tugas dengan cara yang begitu banyak menimbulkan nyeri. Serangan nyeri
juga dapat menganggu tidur pasien sehingga mempengaruhi tingkat keadaan
mudah lelah (Brunner & Suddart, 2002)

2.2 Jahe
Salah satu pengobatan alternative adalah dengan memberdayakan tanaman
obat dan rempah seperti cengkeh, jahe dan tanaman anti inflamasi lain.
Pemanfaatan tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc) adalah tanaman herba
tahunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini umumnya dipanen pada
kisaran umur 8-12 bulan, tergantung keperluan. Kalau untuk konsumsi segar,
misalnya untuk bumbu masak, jahe dipanen pada umur 8 bulan. Kalau untuk
keperluan bibit dipanen umur 10 bulan atau lebih. Namun bila untuk keperluan
asinan jahe dan jahe awet, tanaman jahe dipanen pada umur muda yakni 3-4
bulan. Jahe juga diperlukan untuk bahan baku obat tradisional dan fitofarmaka.
Keuntungan bersih usaha budidaya tanaman jahe bisa mencapai Rp 21 juta lebih.
Lingkungan tumbuh tanaman jahe mempengaruhi produktivitas dan mutu
rimpang/umbi, karena pembentukan rimpang ditentukan terutama oleh kandungan
air, oksigen tanah dan intensitas cahaya. Tipe iklim (curah hujan), tinggi tempat
dan jenis tanah merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih
daerah/lahan yang cocok untuk menanam jahe. Pembentukan rimpang akan
terhambat pada tanah dengan kadar liat tinggi dan drainase (pengairan) kurang
baik, demikian juga pada intensitas cahaya rendah dan curah hujan rendah.
Peranan air dalam perkembangan umbi/rimpang sangat besar, sehingga apabila
kekurangan air akan sangat menghambat perkembangan umbi.
Tanaman jahe akan tumbuh dengan baik pada daerah yang tingkat curah
hujannya antara 2500-4000 mm/tahun dengan 7-9 bulan basah, dan pH tanah 6,8-
7,4. Pada lahan dengan pH rendah bisa juga untuk menanam jahe, namun perlu
diberikan kapur pertanian (kaptan) 1-3 ton/ha atau dolomit 0,5-2 ton/ha. Tanaman
jahe dapat dibudidayakan pada daerah yang memiliki ketinggian 0-1500 m dpl (di
atas permukaan laut), namun ketinggian optimum (terbaik) 300-900 m dpl. Di
dataran rendah (< 300 m dpl), tanaman peka terhadap serangan penyakit, terutama
layu bakteri. Sedang di dataran tinggi diatas 1.000 m dpl pertumbuhan rimpang
akan terhambat/kurang terbentuk.

2.3 Minyak Atsiri


Salah satu produk olahan jahe yang sangat bermanfaat adalah minyak atsiri
jahe. Minyak atsiri jahe banyak digunakan dalam berbagai bidang industri, seperti
industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring agent. Biasanya,
minyak atsiri yang berasal biologis sebagai anti bakteri dan anti jamur sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan dan sebagai antibiotik
alami.

Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna kuning bening sampai
kuning tua. Minyak atsiri jahe sebagaimana minyak atsiri lainnya adalah minyak
yang mudah menguap karena terdiri atas campuran komponen yang mudah
menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Zingiberene merupakan
senyawa sesqui-terpen khas minyak atsiri Zingiberaceae khususnya jahe yang
memberikan aroma minyak jahe. Senyawa khas minyak atsiri jahe lainnya adalah
zingiberol, geraniol, dan felandren. Jahe kering umumnya mengandung minyak
atsiri sebanyak 1-3% (Purseglove, 1972).

Kadar minyak atsiri tumbuhan dipengaruhi oleh tingkat kematangan atau


umur panen, bagian organ yang disuling, musim pemanenan, tanah dan iklim,
varietas atau spesies yang ditanam serta faktor lingkungan lainnya (Guenther,
1987). Sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan atau
hidrodistilasi (Stahl-Biskup dan Sa’ez, 2002). Kelemahan hidrodistilasi antara lain
adalah kemungkinan hilangnya komponen-komponen minyak atsiri karena larut
dalam air (Damjanovic, 2003). Penggunaan temperatur yang tinggi pada proses
hidrodistilasi akan menyebabkan komponen-komponen yang sensitif terhadap
panas akan mudah rusak sehingga kualitas minyak atsiri yang dihasilkan menjadi
rendah (Pourmortazavi dan Hajimirsadeghi, 2007).

2.4 Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah menciptakan usia lebih dari 60 tahun (Maryam, Ekasari, Rosidawati,
jubaedi, & Batubara, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, 2008).

Lanjur usia adalah periode penutup dalam hidup seseorang. Masa ini
dimulai dari umur 60 tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya
perubahan bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Proses menua
(lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain (Nugroho, 2000).

Berdasarkan definis secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)


apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kempampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah
keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi & Makhfudli, 2009).
BAB 3. Metode Penelitian

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Eksperimental satu factor
mengunak desain penelitian Post test only control grup design yaitu hasil analisis
dilakukan di akhir penelitian dimana kelompok penelitian di bagi menjadi dua
kelompok control yang tidak di berikan perlakuan dan kelompok eksperimen
dengan di berikan perlakuan berupa BALMIHE (balsem minyak atsiri tanaman
jahe).

3.2. tempat dan waktu pelaksanaan

3.2.1. waktu penelitaian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan januari – mei 2020

3.2.2. tempat penelitian


Penelitian dilaksanakan PSTW Sabai nan aluih sicincin

3.3. Variabel
Variable penelitian ini terbagi menjadi dua variable, variable indipenden
adalah pemeberian BALMIHE dan variable dependen intensitas rasa nyeri yang
dirsakan penderita atritis remathoid

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. pembuatan balsem minyak atsiri jahe


1. Panaskan vaselin dan lilin lebah seagai bahan dasar balsem
2. Campurkan minyak atsiri jahe yang di dapatkan dari hasil destilasi
3. Hasil campuran di masukkan kedalam pot balsem
4. Dinginkan

3.4.2. pemeriksaan intensitas nyeri atritis remathoid


Pengukuran nyeri atritis remathoid diukur dalam bentuk derajat skala pada
gambar dibawah ini :

Kemudian rasanya nyeri di tanyakan dan di catat dalam bentuk skala nyeri.
3.4.3. pemberian perlakuan balsem minyak atsiri jahe

3.5. Teknik analisis data


Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji simple T test dengan
kepercayaan 95%. Pengolahan data menggunakan computerisasi dengan
penggunaan aplikasi SPSS Version 17.00.

BAB 4 Biaya dan Jadwal Kegiatan


4.1 Anggaran biaya
Penggunaan anggaran yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebesar Rp
12.500.000,-

Table 1. ringkasan anggaran biaya kegiatan


No Jenis pengeluaran Biaya
1 Peralatan penunjang Rp 3.128.000
2 Bahan habis pakai Rp 1.172.000
3 Perjalanan Rp 4.300.000
4 Lain-lain : adminitrasi, publikasi, Rp 3.900.000
laporan
Total Rp 12.500.000

4.2 Jadwal kegiatan

No Jenis Kegiatan Bulan


1 2 3 4 5
1. Persiapan bahan
uji
2. Penyulingan
minyak atsiri
3. Pembuatan balsem
4. Kegiatan penelitian
5. Pengumpulan data
6. Analisis data
7. Finalisasi laporan
hasil
DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, Joseph T., Talbert, Robert L.,et al. (2008). The seventh edition of the
benchmark evidence-based pharmacotherapy. USA: McGraw-Hill
Companies Inc.

Dam Janovic, B.M.,(2003) , A Comparison Between The Oil, Hexane Extract


And Supercritical Carbon Draxide Extract Of Juniperus Communis L.,
Journal Of Essention Oil Researeh, 1-3

Effendi, Ferry & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori


Dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta : Selemba Medika

Guanther, E., 1987, Minyak Atsiri, Jilid III, Diterjemahkan Oleh Kateren, 103,
Universitas Indonesia, Jakarta

Helmick, Et Al. 2008. Estimates Of The Prevalence Of Arthritis And Other


Rheumatic Conditions In The Unitad States. Part I. Di Akses Melalui :
Http: //Www.Ncbi.Nih.Gov/Pubmed/ 18163481

Maryam, R..S., Ekasari, M.F., Rosidawati, Jubaedi, A.Batu Bara, 1, 2008.


Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatan. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, W. (2000). Keperawatan Gensntik. Jakarta : EGC

Symmon, Debora, Dkk,2006. The global burdm of rheumatoid arthritis in the year
2000.

Smeltzer, C. Suzanne, Bare, G. Brenda. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical


Bedah, vol 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ridawati, Jenie, B.S.L.,Djuwita, I., dan Sjamsuridza, W. (2011) : Aktivitas


Antifungal Minyak Atsiri Jinten Putih terhadap Candida parapsilosis
SS25, C. orthopsilosis NN14, C. metapsilosis MP27, dan C. etchellsii
MP18, Jurnal, Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Saputera, B. (2012) : Identifikasi Dan Pengujian Kadar Sineol Dalam Produk


Minyak Kayu Putih Dengan Metode Gas Chromatography-Mass
Spectrometry (GC-MS), Skripsi, Sekolah Tinggi Farmasi Bandung.

Anda mungkin juga menyukai