Anda di halaman 1dari 17

BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Tn. D
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sambiroto, Tasikmadu Karanganyar
Tanggal periksa : 8 Februari 2018
No. RM : 01401xxx

II. ANAMNESIS

1. Keluhan utama
Mata kanan bengkak

2. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan kelopak mata dan mata kanan
bengkak sejak 1 hari yang lalu. Keluhan dirasakan terus menerus dan makin lama
makin memberat. Sebelum kelopak mata bengkak pasien sempat merendam mata
pasien dalam air rendaman melati.
Pada mulanya pasien juga mengeluh mata kanan terasa merah, pedih,
mengganjal dan nrocos pada 3 hari SMRS. Kemudian pasien berobat ke Puskesmas
dan diberikan obat tetes mata dan minum. Keluhan merah, pedih dan nrocos
dirasakan pasien berkurang, namun setelah melihat Youtube, pasien mencari
alternatif lain dengan merendam mata ke air melati.
Saat ini pasien juga mengeluh nyeri, pandangan kabur, mengganjal, nrocos, dan
merah pada mata kanannya. Cairan yang keluar dari mata, bewarna putih
kekuningan, kental dan cukup banyak. Pasien mengatakan matanya lengket di pagi
hari. Keluhan pandangan dobel, cekot cekot, silau pada mata kanan disangkal.
Keluhan demam, nyeri tenggorokan, benjolan pada leher dan belakang telinga
disangkal. Keluhan mata terkena serangga disangkal. Keluhan pada bagian wajah
terdapat benjolan-benjolan kecil di daerah dekat mata disangkal.
Pada mata kiri, tidak didapatkan adanya keluhan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat infeksi mata : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat trauma mata : disangkal
Riwayat kacamata/kontak lens : disangkal
Riwayat operasi mata : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

13
Riwayat infeksi mata : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal

5. Kesimpulan Anamnesis

OD OS
Proses Infeksi, inflamasi -

Lokalisasi Konjungtiva -

Sebab Bakterial -

Perjalanan Akut -

Komplikasi Belum ditemukan -

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi
kesan cukup
2. Vital Sign
TD : 130/80 mmHg RR : 20
x/menit
HR : 84 x/menit T :
36.70C
3. Pemeriksaan subyektif
OD OS
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh >6/60 >6/60
a. pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan

14
b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus Perifer
1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
4. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS
a. tanda radang Ada Tidak ada
Pada Regio Palpebra
b. luka Tidak ada Tidak ada
c. parut Tidak ada Tidak ada
d. kelainan warna Tidak ada Tidak ada
e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada
2. Supercilia
a. warna Hitam Hitam
b. tumbuhnya Normal Normal
c. kulit Sawo matang Sawo matang
d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Pasangan bola mata
dalam orbita
a. heteroforia Tidak ada Tidak ada
b. strabismus Tidak ada Tidak ada
c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada
d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada
e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada
b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada
c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada
d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada
5. Gerakan bola mata
a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat
b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat
d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat
e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat
f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat

6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema Ada Tidak ada
2.) hiperemi Ada Tidak ada
3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada

15
4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada
b. gerakannya
1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal
2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal
c. rima
1.) lebar 10 mm 10 mm
2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada
3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada
d. kulit
1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada
2.) warna Sawo matang Sawo matang
3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada
4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion Tidak ada Tidak ada
2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada
3.) koloboma Tidak ada Tidak ada
4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal
5.) benjolan Ada (nevus) Tidak ada
7. Sekitar glandula
lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
c.tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
8. Sekitar saccus lakrimalis
a. tanda radang Tidak ada Tidak ada
b. benjolan Tidak ada Tidak ada
9. Tekanan intraocular
a. palpasi Kesan normal Kesan normal
b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. NCT Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra
superior
1.) edema Ada Tidak ada
2.) hiperemi Ada Tidak ada
3.) sekret Ada Tidak ada
(mukopurulen)
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
b.konjungtiva
palpebra inferior
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemi Ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
c. konjungtiva fornix
1.) edema Tidak ada Tidak ada

16
2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada
3.) sekret Tidak ada Tidak ada
4.) benjolan Tidak ada Tidak ada
d. konjungtiva bulbi
1.) edema Ada Tidak ada
2.) hiperemis Ada Tidak ada
3.) sekret Ada Tidak ada
(mukopurulen)
4.)injeksi Ada Tidak ada
konjungtiva
5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
e. caruncula dan plika
semilunaris
1.) edema Tidak ada Tidak ada
2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada
3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada
11. Sclera
a. warna Putih Putih
b. tanda radang Tidak ada Tidak ada
c. penonjolan Tidak ada Tidak ada
12. Kornea
a. ukuran 12 mm 12 mm
b. limbus Jernih Jernih
c. permukaan Rata, mengkilap Rata, mengkilap
d. sensibilitas Normal Normal
e.keratoskop Tidak dilakukan Tidak dilakukan
( placido )
f. fluoresin test Tidak dilakukan Belum dilakukan
g. arcus senilis (-) (-)
13. Kamera okuli anterior

a. kejernihan Jernih Jernih


b. kedalaman Dalam Dalam
14. Iris
a. warna Cokelat Cokelat
b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan
c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampak
d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak
15. Pupil
a. ukuran 3 mm 3 mm
b. bentuk Bulat Bulat
c. letak Sentral Sentral
d.reaksi cahaya Positif Positif
langsung
e. tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
16. Lensa

17
a. ada/tidak Ada Ada
b. kejernihan Jernih Jernih
c. letak Sentral Sentral
e. shadow test (-) (-)
17. Corpus vitreum
1. Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Reflek fundus
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD OS
A. Visus sentralis jauh >6/60 >6/60
Pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
B. Visus perifer
Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Sekitar mata Radang palpebra Dalam batas normal
D. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normal
E. Pasangan bola mata dalam Dalam batas normal Dalam batas normal
orbita
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
G. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normal
H. Kelopak mata Edema (+), crusta (+) Dalam batas normal
I. Sekitar saccus lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal

J. Sekitar glandula lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal


K. Tekanan intarokular
Palpasi Kesan normal Kesan normal
Tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Non contact tonometer Tidak dilakukan Tidak dilakukan
L. Konjungtiva palpebra Hiperemis (+), oedem Dalam batas normal
(+) superior inferior
M. Konjungtiva fornix Dalam batas normal Dalam batas normal
N. Konjungtiva bulbi Hiperemis (+), oedem Dalam batas normal
(+), sekret (+)
mukopurulen
O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normal
P. Kornea
Arcus senilis (-) (-)
Q. Camera okuli anterior Dalam Dalam
R. Iris Bulat, warna coklat Bulat, warna coklat

18
S. Pupil Diameter 3 mm, bulat, Diameter 3 mm, bulat,
sentral sentral
T. Lensa Jernih Jernih

U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. GAMBAR

19
Gambar 1.0

OD Konjungtivitis bacterial

20
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. OD Konjungtivitis bacterial
2. OD Konjungtivitis viral
VII. DIAGNOSIS
OD Konjungtivitis Bacterial nongonococcal
VIII. TERAPI
1. Medikamentosa
Cloramixin eye drop (Chloramphenicol 0.2% dan Polymixin B sulfate 2.500 IU) 2

tetes/6 jam OD
Cloramidina ophtalmic ointment oles tipis/24 jam malam OD

R/ Cloramixin eye drop No. I


∫ 4 dd gtt 2 OD
R/ Cloramidina ophtalmic oinment No. I
∫ 1 dd ue OD hora somni
Pro : Tn.D (44 th)
2. Non-medikamentosa
- Debridement
- Jangan dikucek
- Jangan pegang mata
- Bersihkan sekret secara teratur
- Jaga keberihan lingkungan
- Kompres air dingin, istirahat
- Apabila dalam 2 hari belum membaik, kontrol
- Segera rujuk jika ada komplikasi (keratokonjungtivitis) atau tidak sembuh
dalam 2 minggu
IX. PROGNOSIS

OD OS
1. Ad vitam Bonam Bonam
2. Ad fungsionam Bonam Bonam
3. Ad sanam Bonam Bonam
4. Ad kosmetikum Bonam Bonam

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

21
Konjungtivitis bakterial disebabkan proses infeksi pada konjungtiva karena bakteri.
Seperti streptococcus, Corynebacterium diphtherica, pseudomonas, neisseria dan
haemophilus. Pada kasus ini konjuntivitis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis pasien :
Pasien mengeluh kelopak mata kanan bengkak setelah pasien merendam
matanya dengan air melati satu hari SMRS, sebelumnya pasien mengeluh mata
kanan merah, gatal dan nyeri 3 hari SMRS, keluhan dirasakan pasien tiba-tiba.
Pasien kemudian berobat ke Puskesmas, setelah diberikan obat keluhan
berkurang. Namun, setelah pasien mencoba merendam mata kanan dengan air
melati, keluhan menjadi bertambah parah, muncuk cairan putih kekuningan,
pandangan kabur, dan saat pagi hari, mata kanan pasien terasa lengket.
2. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum dan tanda vital didapakan pasien nampak sakit ringan,
sadar penuh, subu 36.7 C.

Pada pemeriksaan subjektif, pada pasien tidak didapatkan penurunan visus


pada kedua mata pasien, menandakan keluhan pasien tidak disebabkan karena
kelainan pada media refrakta.

Kemudian dari pemeriksaan objektif pada mata kanan, didapatkan adanya


konjungtiva palpebra dan bulbi mengalami hiperemis, edema, adanya sekret
mukopurulen, dan injeksi konjungtiva. Sedangkan pada mata kiri tidak ditemukan
adanya kelainan. Hal ini dapat disimpulkan adanya suatu proses pada mata kanan
pasien yaitu infeksi dan inflamasi yang disebabkan karena adanya bakteri. Proses
bengkak pada mata kanan pasien berlangsung satu hari yang menandakan proses
tersebut akut.

Kemungkinan organisme penyebab dari keluhan pasien adalah


Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia.

3. Penatalaksanaan :
Pengobatan kasus ini terutama adalah pengobatan kuratif, yang bertujuan
dalam eradikasi kuman penyebab infeksi. Serta pemberian edukasi kepada
keluarga dalam pencegahan terjadinya komplikasi.

22
Penatalasanaan awal pasien ini adalah rawat jalan, dan kontrol 3 hari
setelah pemberian obat. Pasien diberikan tatalaksana dengan :

1. Untuk mengeradikasi kuman penyebab keluhan pasien, Haemophillus


influenza ((gram (-)), Staphylococcus aureus (gram (+)), Streptococcus
pneumonia (gram (+)) diperlukan antibiotik spektrum luas yaitu Cloramixin
eye drop (Chloramphenicol 0.2% dan Polymixin B sulfate 2.500 IU) 2 tetes/
6 jam OD.

Chloramphenicol merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat


bakteriostatik yang aktif terhadap bakteri gram negatif dan positif aerob
maupun anaerob. Sedangkan Polymixin B aktif terhadap berbagai kuman
gram (-), khususnya P. aeruginosa. Pemberian preparat kombinasi
dimaksudkan untuk memberikan efek sinergi sehingga dapat meningkatkan
kepekaan terhadap kuman- kuman penyebab infeksi

Penggunaan sediaan tetes mata pada siang hari dimaksudkan adar tidak
mengganggu penglihatan namun, larutan mata adalah waktu kontak yang
relatif singkat antara obat dan bioavilabilitas obat mata cukup buruk jika
larutannya digunakan secara topikal untuk kebanyakan obat kurang dari 1-
3% dari dosis yang dimasukkan melewati kornea.

2. Pada malam hari untuk meningkatkan lama kontak obat dengan mata
yangterinfeksi digunakan sediaan obat salep, yaitu antibiotik spektrum luas
Cloramidina Ophtalmic oinment (Chloramphenicol 1 %)/ 24 jam pada mata
kanan.

3. Edukasi untuk membersihkan sekret secara teratur terutama di pagi hari


diperlukan untuk mencegah mata semakin lengket. Kemudian untuk bengkak
dapat diberikan kompres dingin, rasa dingin juga dapat memberikan efek
anestesi.
4. Edukasi untuk mencegah komplikasi dengan mencegah pasien untuk
mengucek mata, sehingga infeksi tidak bertambah parah. Apabila keluhan
pasien tidak membaik dalam 2 hari pasien dianjurkan untuk segera kontrol.
Kemudian apabila pada pemeriksaan didaptkan adanya komplikasi seperti
keratokonjungtivitis pasien segera dirujuk.

23
BAB V
PEMBAHASAN OBAT

A. Antibiotik : Kloramphenikol

1. Farmakokinetik

Setelah administrasi kloramfenikol melalui mata, obat terabsorpsi melalui


aqueous humour. Jumlah obat yang terpenetrasi bervariasi tergantung sediaan dan
frekuensi aplikasi (McEvoy, 2002). Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang
memiliki mekanisme kerja menghambat sisntesis protein pada tingkat ribosom. Obat ini
mengikatkan dirinya pada situssitus terdekat pada subunit 50S dari ribosom RNA 70S.

Kloramphenikol menyekatkan ikatan persenyawaan aminoacyl dari molekul


tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Ikatan tRNA pada
kodon-nya tidak terpengaruh. Kegagalan aminoacyl untuk menyatu dengan baik
dengan situs aseptor menghambat reaksi transpeptidase yang dikatalisasi oleh peptidyl

24
transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada kompleks ribosom tidak ditransfer
ke asamamino aseptornya, sehingga sintesis protein terhenti (Katzung, 2004).

3. Namapaten

Tetes mata 0.5% : Colme eye, Isotic Salmicol, Reco

Tetes mata 0.25% : Cendo Fenicol 0.25

Salep mata 1% : Cloramidina

4. Sediaan

Tetes mata sediaan 0.5%, salep mata sediaan 1%. dapat dikombinasikan dengan
antibiotik lain ataupun dengan kortikosteroid.

5. Dosis

 Dosis untuk dewasa : 1-2 tetes setiap 6-8 jam sehari (tetes mata)
: oles tipis secukupnya setiap 6-8 jam sehari (salep
mata)
6. Mekanisme

Kloramphenikol bersifat bakteriostatik yang bekerja dengan jalan menghambat


sintetis protein kuman, kloramphenikol menghambat enzim peptidik transferase yang
berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan peptida pada proses sintetis protein
kuman.

Spektrum antibakteri kloramphenikol meliputi D pneumoniae, Haemophillus,


Neisseria, Chlamydia, S aureus, dan Enterobacteriae.

7. Absorbsi

Untuk penggunaan secara topikal pada mata, kloramfenikol diabsorpsi


melalui cairan mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada penyakit
mata yaitu katarak memberi hasil yang baik namun hasil ini sangat dipengaruhi oleh dosis
dan bagaimana cara mengaplikasikan sediaan tersebut.

8. Distribusi dan Metabolisme

25
Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap. Difusi kedalam jaringan, rongga,
dan cairan tubuh baik sekali, kecuali kedalam empedu. Kadarnya dalam CCS tinggi sekali
dibandingkan dengan antibiotika lain, juga bila terdapat meningitis. Plasma-t1/2-nya
rata-rata 3 jam. Didalam hati, zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi
yang baru dilahirkan belum memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah
mengalami keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai
metabolit inaktif dan lebih kurang 10 % secara utuh (Tjay dan Rahardja, 2008).

9. Eksresi

Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urine. Perlu diingat untuk


penggunaan secara oral, obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses absorsi,
metabolisme dan ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya
pada anak dan bayi (Tjay dan Rahardja, 2008).

10. Indikasi

Untuk terapi infeksi superficial pada mata dan otitis eksterna yang
disebabkan oleh bakteri, blepharitis, katarak, konjungtifitis bernanah, traumatik
karatitis, trakhoma dan ulcerative keratitis (McEvoy, 2002).

11. Kontra Indikasi

Pada pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol (McEvoy, 2002).

12. Efek Samping

Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata.
Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk konjunctivitis, terbakar, angioneuro
edema, urtikaria vesicular/ maculopapular dermatitis (jarang terjadi) (McEvoy, 2002).

B. Antibiotik: Polimiksin B
Polimiksin B sulfat sangat mudah larut dalam air. Stabilitasnya sangat baik dalam
bentuk kering maupun dalam bentuk larutan dengansuhu dan ph fisiologik. Polimiksin B
terutama digunakan secara topikal. Aktif terhadap kuman gram negatif khususnya P
aeruginosa.
1. Farmakokinetik

26
Polimiksin tidak diserap melalui mukosa, tidak dapat menembus sawar uri dan
CSS. Polimiksin B diekskresi melalui urin dan pada gagal ginjal terjadi akumulasi dengan
cepat

2. Nama paten dan Sediaan

Kloramiksin eye drop (kombinasi Cloramphenicol 0.2%, polymyxin B sulfate


2.500 IU/mL), Inmatrol eye drop (kombinasi Polymyxin B sulfate 6000 IU, Dexametason
1g,dan neomycin sulfate 3.5g)

5. Dosis

 Dosis untuk dewasa : 1-2 tetes setiap 6-8 jam sehari (tetes mata)
Obat tetes mata mengandung 20.000 unit/ml
6. Mekanisme

Obat ini aktif terhadap kuman gram negatif, khususnya Ps. Aeruginosa. Kuman
lain yang peka adalah E.coli, Haemophillus, Klebsiella, Enterobacter, Obat ini bekerja
dengan mengganggu fungis pengaturan osmosis oleh membran sitoplasma kuman,

7. Efek Samping

Reaksi alergi jarang akibat pemberian topikal. Efek samping yang terpenting
adalah neurotoksisitas dan nefrotoksisitas yang khususnya mudah terjadi pada penderita
gagal ginjal karena terjadinya akumulasi. Dosis 1-2 microgram/ml dalam darah dapat
menimbulkan kemerahan pada muka, vertigo, ataksia, rasa mengantuk dan parestesia.
Dengan dosis terapu juga dapat terjad paralisis dan henti nafas akibat blokade
neuromuskular.

27
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtivitis, palpebra, bulbi atau fornix.
Reaksi radang dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, parasit, jamur) dan non
infeksi (iritasi, alergi, toksin). Pada pasien reaksi radang memberat pada satu hari SMRS,
merupakan reaksi akut dari anamnesis didaptkan riwayat kontak dengan bahan non steril,
dan pada pemeriksaan fisik didapatkan hiperemis, oedem, dan adanya secret
mukopurulen serta krusta kemungkinan penyebabnya adalah Haemophillus influenza,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia.
Kemudian didiagnosis dengan Konjungtivitis bacterial non gonoccocal, dan
diterapi dengan kombinasi antibiotik. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik spektrum
luas yaitu Chloramphenicol. Kloramixin eye drop merupakan kombinasi
Chloramphenicol 0.2 % dan Polymixin B sulfate 2.500 IU untuk eradikasi bakteri gram
positif maupun negatif. Sediaan lain yang dipakai untuk malam hari dipilih salep
Cloramidina Ophtalmic oinment untuk memperlama kontak obat dengan mata.
B. Saran
Ketepatan diagnosis dan terapi pada kasus konjungtivitis amatlah penting.
Seorang tenaga medis harus mengetahui tatalaksana yang tepat untuk kasus ini. Selain itu,
sebagai seorang tenaga medis sebaiknya tidak hanya memberikan tatalaksana dari aspek
farmakoterapi saja untuk kasus konjungtivitis karena kasus ini memerlukan tata laksana
non-farmakoterapi,

DAFTAR PUSTAKA

1. Ventocilla M. 2012. Allergic conjunctivitis.


http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview

28
2. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. 2007. Ocular and orbital trauma. Dalam:
General Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill Company: USA

3. Ilyas S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. 2000. Prosedur


Diagnostik dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea, Lensa,
dan Bedah Refraktif. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI. p23-31

4. Ilyas, S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M., Widodo PS


(eds). 2010. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Jakarta: Sagung Seto

5. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann;


1999. Halaman 657-9

6. Subconjungtiva Bleeding. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses Maret


2014

7. Al-Ghozi M. 2002. Konjungtivitis, dalam Buku ajar oftalmologi. Yogyakarta:


FKUMY; pp: 54-9

8. Mc Kinley Health Center. 2006. Conjunctivitis. http://www.mckinley.vive.edu

9. Hall A, Shilio B. 2005. Vernal keratoconjunctivitis. Community Eye Health;


pp: 18(53): 76-78

10. Scott IU. 2013. Viral conjunctivitis.


http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview

29

Anda mungkin juga menyukai