Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah
dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan
pengobatan.
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa.
Konjungtivitis pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada
konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru
lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep
antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan
konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis
melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke
dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu
12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak
diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk
mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes
mata yang mengandung antibiotik1.

1
BAB II
STUDI PUSTAKA

1. Definisi

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.

2. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan


dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan
dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini
berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang
dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam
konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen
penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi
kornea.

2
3. Tanda Konjungtivitis2
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau
panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Tanda penting
konjungtivitis adalah hiperemia, epifora, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi
papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid
stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati
preaurikuler.

4. Klasifikasi konjuntivitis

A. Konjungtivitis bakteri

Konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh streptococcus,


Corynebacterium diphtherica, pseudomonas, neisseria dan haemophilus.
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan purulen. Pada
kasus akut dapat juga menjadi kronis. Konjungtivitis bakteri ditandai
hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dan kornea yang jernih.
Pada konjungtivitis yang disebabkan gonorrea, infeksi yang terjadi lebih
berat, radang konjungtiva lebih berat dan disertai sekret purulen. Pada
neonatus infeksi terjadi saat berada pada jalan lahir, ditularkan oleh ibu yang
menderita penyakit GO. Pada orang dewasa penularan melalui hubungan
seksual.
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri tergantung dari temuan
agen mikrobiologisnya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dapat
diberikan antibiotik topikal. Setelah hasil laboratorium diperoleh, dapat
diberikan terapi sistemik3.

3
Gb. 2 Bacterial conjunctivitis. (A) Eyelid oedema and erythema in severe infection;
(B) diffuse conjunctival injection involving the tarsal and forniceal conjunctiva; (C)
mucopurulent discharge; (D) profuse purulent discharge; (E) superior corneal ulceration; (F)
Gram stain shows kidney-shapeddiplococcic
(Courtesy of S Tuft – fig. E; S Lewellen – fig. F)

B. Konjungtivitis virus

1. Demam faringokonjungtival

Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-400C, sakit


tenggorokan dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata.
Folikuler sering pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Mata merah
dan berair sering terjadi. Limfadenopati preaurikuler yang tidak nyeri
tekan khas ditemukan pada demam faringokonjungtival4.
Penyakit ini berjalan akut dengan gejala hiperemi konjungtiva,
folikel konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan
pseudomembran5,6.
Pengobatan spesifik tidak diperlukan karena dapat sembuh sendiri.
Biasanya hanya diberi antibiotik dan terapi simtomatik3.

4
2. Keratokonjungtivitis epidemi

Penyakit ini disebabkan oleh adenovirus 8 dan 19. Menyerang pada


kedua mata. Tahap awal infeksi pasien merasa nyeri sedang dan
mengeluarkan air mata diikuti 5-14 hari kemudian merasa fotofobia,
keratitis epitel dan kekeruhan sub epitel. Pada penyakit ini khas ditemukan
nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase akut ditandai edema palpebra,
kemosis dan hiperemi konjungtiva. Dapat juga terbentuk pseudomembran
dan diikuti simblefaron2,3.
Konjungtivitis epidemi berlangsung paling lama 3-4 minggu.
Kekeruhan kornea ditemukan ditengah kornea dan menetap berbulan-
bulan namun dapat sembuh sempurna. Pada orang dewasa terbatas di luar
mata. Namun pada anak-anak dapat ditemukan gejala infeksi seperti
demam, diare, otitis media7.
Terapi spesifik belum ada, namun dapat dikompres untuk
mengurangi gejala. Kortikosteroid sebaiknya dihindari. Antibiotik
diberikan hanya bila terjadi infeksi sekunder8,9.

3. Konjungtivitis virus herpes simpleks

Biasanya dijumpai pada anak-anak. Ditandai hiperemi, iritasi, sekret


mukoid, nyeri dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi epitelial yang
membentuk ulkus yang bercabang banyak (dendritik). Vesikel herpes
muncul pada palpebra dan disertai oedema yang berat. Nodus preaurikuler
nyeri bila ditekan. Diagnosis pasti dengan ditemukannya sel raksasa pada
pengecatan Giemsa, kultur virus dan sel inklusi intranuklear10.
Pengobatan yang sesuai dengan kompres dingin. Pengobatan saat ini
yang biasa diberikan adalah asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid
sebaiknya dihindari karena memperburuk infeksi herpes1,2.

5
Gb. 2 Konjungtivitis biral akut (a), Konjungtivitis virak kronik (b),
blefarokonjungtivitis viral (c).

C. Konjungtivitis Chlamydia3

Konjungtivitis chlamydia juga disebut trakoma, disebabkan oleh


Chlamydia trakomatis. Dapat menyerang segala umur tapi biasanya pada anak
muda dan anak-anak. Cara penularan melalui kontak langsung dengan
penderita. Inkubasinya berkisar selama 5-14 hari.
Pada pewarnaan giemsa terlihat sel polimorfonukleat, tetapi juga dapat
ditemukan sel plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas). Sel leber dapat

6
menyokong diagnosa trakoma, tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnosa yang
penting bagi trakoma.
Pasien biasanya mengeluhkan fotofobia, mata gatal dan berair. Penyakit
ini mempunyai 4 stadium4,5:
1. Stadium insipien
Terdapat hipertrofi dengan folikel kecil-kecil pada konjungtiva palpebra
superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pembuluh darah
konjungtiva. Sekret jernih dan sedikit bila tidak ada infeksi sekunder.
Kelainan kornea jarang didapatkan.
2. Stadium established
Terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang dan besar pada
konjungtiva palpebra superior. Dapat ditemukan pannus konjungtiva
(pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat)
yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat seolah-olah mengalahkan
gambaran folikel pada konjungtiva superior.
3. Stadium parut
Terdapat parut pada konjungtiva palpebra superior yang terlihat sebagai
garis putih halus sejajar margo palpebra. Parut pada limbus kornea
disebut lengkungan herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
4. Stadium sembuh
Pembentukan parut sempurna pada konjungtiva palpebra superior
sehingga menyebabkan perubahan bentuk tarsus yang dapat
mengakibatkan enteropion dan trikiasis.
Pengobatan trakoma adalah dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari
selama 3-4 minggu. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan menjaga
higienie3.

7
Gb. 3 Trachoma

D. Konjungtivitis Alergi
1. Konjungtivitis vernalis
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua
mata dan bersifat rekuren. Pada kedua mata ditemukan papil besar dengan
permukaan rata pada konjungtiva palpebra, rasa gatal yang berat, sekret
gelatin berisi eosinofil, pada kornea bisa terdapat keratitis,
neovaskularisasi dan tukak indolen. Pada tipe limbal terdapat benjolan
pada daerah limbus dan bercak Horner Trantas berwarna keputihan yang
terdapat di dalam benjolan6.
Penyakit ini mengenai pada usia muda dan insidensi pada laki-laki
sama dengan perempuan. Dua bentuk utama berupa:
Bentuk Palpebra
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret mukoid.

8
Konjungtiva palpebra inferior edema dan hiperemi, kelainan kornea lebih
berat dari bentuk limbal. Papil tampak sebagai tonjolan bersegi banyak
dengan permukaan yang rata dengan kapiler ditengahnya7,8.
Bentuk Limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel
kornea atau oesinofil pada bagian epitel limbus kornea, terbentuk pannus
dengan sedikit eosinofil9.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi
kompres dingin, natrium bikarbonat dan vasokonstriktor. Bila terdapat
tukak kornea dapat diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sdekunder
disertai siklopegik3,10.

2. Konjungtivitis flikten1
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi alergi tipe
IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus, limfogranuloma venerea,
leismaniasis, infeksi parasit. Terdapat kumpulan sel leukosit netrofil
dikelilingi sel limfosit, makrofag, dan kadang sel datia berinti banyak.
Flikten merupakan infiltrasi seluler subepitel yang terutama terdiri atas sel
limfosit.
Biasanya terlihat unilateral dan kadang mengenai kedua mata. Di
konjungtiva terlihat sebagai bintik putih dikelilingi daerah hiperemi.
Gejalanya adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia ringan
hingga berat. Bila kornea ikut terkena akan terjadi silau dan
blefarospasme.
Penyakit ini dapat sembuh dalam 2 minggu dan dapat kambuh, dan
bila terkena kornea keadaan akan lebih berat. Pengobatannya adalah
steroid topikal dan midriatik bila ada penyulit.

9
E. Konjungtivitis kimia atau iritan
Asap, asam, alkali, angin dan hampir semua substansi iritan yang
masuk ke saccus konjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa
iritan umum adalah pupuk, sabun, deodoran, spray rambut, berbagai asam dan
alkali. Di daerah tertentu, asap dan kabut dapat menyebabkan konjungtivitis
ringan2,3.
Pada luka karena asam, asam mengubah sifat protein jaringan dan
berefek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup dan menetap dalam jaringan konjungtiva, merusak selama berjam-
jam atau berhari-hari. Perlekatan konjungtiva bulbi dan palpebra dan leukoma
kornea lebih besar terjadi bila penyebabnya alkali. Gejala utamanya adalah
rasa sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia dan blefarospasme4.
Pembilasan segera dan menyeluruh pada saccus konjungtiva dengan air atau
larutan fisiologis. Dapat juga diberi kompres dingin selama 20 menit setiap
jam, atropin 2 kali sehari,bila perlu beri analgetik sistemik. Parut kornea
mungkin memerlukan transpalantasi kornea, simblefaron memerlukan bedah
plastik. Luka bakar berat pada konjungtiva dan kornea prognosis buruk
meskipun di bedah. Namun bila ditangani segera prognosisnya lebih baik5-7.

F. Konjungtivitis hemoragik akut


Merupakan penyakit konjungtivitis disertai dengan perdarahan konjungtiva. Penyakit
ini pertama kali ditemukan di Ghana, Afrika pada tahun 1969 yang menjadi pandemik.
Disebabkan oleh golongan enterovirus-70 dari golongan pikornavirus RNA. Disebabkan
oleh golongan enterovirus-70 dari golongan pikornavirus RNA dan virus coxsackie A24.
Masa inkubasi 24-48 jam dan gejala klinis mulai timbul setelah 5-7 hari terinfeksi,
dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti kelilipan, dan sakit periorbita. Edema
kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukous, fotofobia disertai lakrimasi. Biasanya
mengenai mata bilateral.
Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtiva folikuler ringan, sakit
periorbita, keratitis, adenopati preurikel, dan yang terpenting adanya perdarahan

10
subkonjungtiva yang dimulai dengan petekia. Pada tarsus konjungtiva terdapat hipertrofi
folikular dan keratitis epitelial yang berkurang spontan dala 3-4 hari.
Tanda dan gejala pada penyakit ini yaitu adanya nyeri pada mata, fotofobia, sensasi
benda asing, keluarnya air mata berlebih, hiperemia, edema palpebra, dan perdarahan
subkonjungtival. Perdarahan subkonjungtival tersebut biasanya menyebar, namun perlahan
mulai terlihat dari konjungtiva bulbar atas dan menyebar hingga ke bawah. Selain itu,
demam, malaise, myalgia, folikel konjungtiva, limfadenopati preaurikular, dan keratitis
epitelial dapat juga ditemukan pada penyakit ini.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan menemukan gejala dan tanda pada pasien.
Sedangkan, pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu:
1. PCR, untuk menemukan DNA atau RNA dari virus patogen
2. Molecular serotyping, merupakan metode identifikasi virus yang lebih cepat
daripada kultur
3. Pemeriksaan sensitivitas terhadap antibiotik
4. Pemeriksaan histologis, dapat ditemukan adanya sel mononuklear, eksudat
interselular, dan adanya perdarahan pada subkonjungtiva
5. Belum ada terapi spesifik untuk menangani penyakit ini, karena penyembuhannya
biasanya berlangsung selama 5-7 hari. Perlu untuk menjaga kebersihan diri dan edukasi
terhadap penularan penyakit ini. Selain itu, perlu untuk menghindari kontak langsung dengan
pasien.
Penyakit ini sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simptomatik. Pengobatan
antibiotik spektrum luas, sulfametamid dapat dipergunakan untuk mencegah infeksi
sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk mencegah penularan.

11
Penularannya terjadi melalui kontak langsung, air, dan peralatan yang terkontaminasi.
Beberapa negara yang menjadi endemi penyakit ini yaitu India, Ghana, Thailand, Pakistan,
Cina, Jepang, Taiwan, dan Brazil. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada negara-negara
berkembang. Usia anak-anak (10-14 tahun) merupakan usia dengan prevalensi konjungtivitis
hemoragik akut terbanyak.

12

Anda mungkin juga menyukai