HAKIKAT PSIKOLOGI
Istilah psikologi berasal dari Bahasa Inggris yaitu “psychology”. Psychology berasal dari
Bahasa Yunani yaitu “psyche” yang berarti jiwa, soul, mind, spirit, ruh; dan “logos” yang
berarti ilmu, nalar, logika. Jadi secara etimologis (menurut arti kata) psikologi artinya
ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, proses
maupun latar belakangnya, dan psikologi sering diartikan dengan ilmu jiwa.
Dalam dunia akademis, ditemukan beragam definisi untuk membatasi psikologi sebagai
sebuah ilmu. Secara umum, John B. Waston (1878 - 1958), seorang ahli behaviorisme,
menyatakan bahwa psikologi merupakan bagian dari ilmu alam yang menjadikan
perilaku manusia sebagai pokok masalah (John B.Watson, 1919). Sebagai tambahan,
Morgan menekankan sisi tingkah laku hewan juga sebagai objek studi psikologi.
(Morgan 1961).
Menurut Kurt Koffka (1925), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku mahluk
hidup dalam hubungannya dengan dunia luar. Menurut Norman Munn (1951), psikologi
secara umum didefinisikan sebagai "ilmu mengenai perilaku". Dalam buku karya Robert
S. Woodworth dan Donald G. Marquis yang berjudul “Psychology”, psikologi adalah
ilmu yang mempelajari aktivitas individu sejak masih dalam kandungan sampai
meninggal dunia dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Psikologi juga dipahami sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kondisi mental
manusia, sebagaimana ditulis oleh Miller bahwa psikologi sebagai ilmu yang mencoba
menjelaskan, memprediksi mental kontrol dan perilaku peristiwa (Miller, 1974);
Psychology is a scientific study of behavior and mental processes (Carter dan Seifert,
2013) atau psikologi adalah studi ilmiah tentang proses perilaku dan mental. Hal yang
sama disampaikan oleh Carter dan Seifert bahwa Psikologi sebagai studi ilmiah tentang
perilaku individu dan proses mental. (Gerrig & Zimbardo, 2005) & (Wortman, Loftus,
Weacer, 1999).
[1]
TUJUAN MEMPELAJARI PSIKOLOGI
Tujuan mempelajari psikologi adalah sebagai berikut pertama, untuk mengetahui
perbuatan-perbuatan jiwa dan kemampuan jiwa sebagai sarana untuk mengenal
tingkah laku manusia, kedua untuk mengetahui perilaku manusia sebagai upaya
menyesuaikan diri dan berhubungan dengan orang lain, sehingga memudahkan
memahami, ketiga untuk mengatasi permasalahan sosial atau setidaknya mengurangi
problem sosial, keempat untuk membiasakan peka terhadap perasaan orang lain,
kelima menjadikan kehidupan yang lebih baik, bahagia, dan sempurna.
[2]
pemecahan masalah, pengetahuan psikologi akan membantu dalam memecahkan
masalah sehari-hari yang lebih efektif.
[3]
2. Buat sebuah diagram alur disertai penjelasan tentang sejarah aliran psikologi?, dari
aliran psikologi yang anda, aliran mana yang anda anggap lebih mengoptimalkan
psikologi sebagai ilmu tentang perilaku?, sertakan argumentasinya!
ALIRAN-ALIRAN
PSIKOLOGI
1. St. Agustinus-Metode
3. Introspective
4. (Transendensi) Rene 1. Wilhelm Wundt-
2. Thomas Aquinas- Descartes- eksperimental self-
Manusia: Soul dan fisik manusiajiwa observation/
dan raga introspection
Aliran 2. E.B. Titchener-
Pergeseran pemahaman Fisiologis- Strukturalisme
God-centeredness dikembangkan
menjadi Human- riset-riset
centeredness/Sekularisas Tokoh: Pierre
i/ Humanity Flourens, dll Abad Ke-20
Tokoh : Plato, Aristoteles Aliran
Psikofisiologis-
Subjective
experience 3. Fungsionalisme-William
Tokoh: Gustav T. James
Fechner, dll 4. Strukturalisme-
Aliran Evolusi Wilhelm Wundt
Tokoh: C. 5. Behaviorisme- John B.
Darwin Watson
6. Psikoanalisa-Sigmund
Freud
7. Psikologi Gestalt-Max
Wertheimer
8. Psikologi Humanistik-
Abraham Maslow
Abr
[4]
ALIRAN YANG LEBIH MENGOPTIMALKAN PSIKOLOGI SEBAGAI ILMU
TENTANG PERILAKU
Menurut saya, aliran yang lebih mengoptimalkan psikologi sebagai ilmu tentang
perilaku adalah Psikologi Humanistik. Tokoh Psikologi Humanistik adalah Abraham
Maslow. Abraham Maslow mengungkapkan ketidakpuasan dengan Teori Psikologi
Behavioristik dan Psikoanalisis.
Dalam psikologi, Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950-
an sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis.
Aliran Psikoanalisa berpendapat bahwa manusia berasal dari konflik masa kanak –
kanak dan tekanan – tekanan biologis atau secara alamiah dikendalikan oleh alam
bawah sadarnya, sedangkan Aliran Behavioristik berpendapat bahwa manusia
berasal dari suatu sistem kompleks yang bertingkah laku menurut cara sesuai hukum
yang ada atau dibentuk oleh lingkungan. Aliran ini secara eksplisit memberikan
perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam
pengembangan teori psikologis.
Bagi banyak kalangan, psikologi humanistik juga adalah suatu ungkapan dari
pandangan dunia yang lebih luas, serta merupakan bagian dari kecenderungan
humanistik universal yang mengejawantahkan diri dalam ilmu-ilmu pengetahuan
sosial, pendidikan, biologi, dan filsafat ilmu pengetahuan.
[5]
Menurut kamus ilmiah popular awal kata humanistik, human berarti, mengenai
manusia atau cara manusia. Humane berarti berperikemanusiaan. Humaniora berarti
pengetahuan yang mencakup filsafat, kajian moral, seni, sejarah, dan bahasa.
Humanis, penganut ajaran dan humanisme yaitu suatu doktrin yang menekan
kepentingan-kepentingan kemausiaan dan ideal (humanisme pada zaman renans
didasarkan atas peradaban Yunani Purba, sedangkan humanisme modern
menekankan manusia secara ekslusif). Jadi humanistik adalah rasa kemanusiaan.
[6]
8) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah : Merespon perasaan siswa Menggunakan ide-
ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang Berdialog dan
berdiskusi dengan siswa Menghargai siswa Kesesuaian antara perilaku dan
perbuatan Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk
mementapkan kebutuhan segera dari siswa) Tersenyum pada siswa.
3. Uraikan mengenai obyek psikologi?, metode penelitian dalam psikologi? dan paparkan
kasus nyata beserta penyelesaiannya dengan menggunakan metode riset psikologi?
OBYEK PSIKOLOGI
Menurut Lynn C. Robertson,
Objects in the environment exist in different locations. In turn, parts of objects take
their place at different locations within an object, and parts themselves have spatial
structure.
Lingkungan memengaruhi setiap apa yang terdapat di dalamnya, begitu pula halnya
manusia. Maka manusia yang hidup di lingkungan tertentu akan juga dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya, begitu pula sikap, sifat, cara berpikir, emosi dan karakter
manusia yang muncul di dalam keseharian yang biasa digunakan sebagai obyek
penelitian psikologi.
[7]
Objek psikologi dibagi menjadi dua, yaitu pertama, objek material adalah sesuatu yang
dibahas, dipelajari dan diselidiki atau sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran, kedua,
objek formal adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh seorang
peneliti terhadap objek materialnya.
Namun setiap jenis ilmu psikologi memiliki objek penelitiannya masing-masing. Seperti
psikologi umum menyelediki dan mempelajari kegiatan-kegiatan atau aktifitas-aktifitas
psikis manusia pada umumnya yang dewasa, yang normal dan yang beradab.
Sedangkan psikologi khusus menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhususan dari
aktivitas-aktivitas psikis manusia seperti perilaku menyimpang dari hal-hal yang umum.
METODE PENELITIAN
1. Penelitian Dasar (basic research) disebut juga penelitian murni (pure research) atau
penelitian pokok (fundamental research) adalah diarahkan untuk mengetahui,
menjelaskan, dan memprediksikan fenomena-fenomena alam dan sosial. Penelitian
dasar yang diperuntukan bagi pengembangan suatu ilmu pengetahuan serta
diarahkan pada pengembangan teori-teori yang ada atau menemukan teori baru.
Penelitian dasar memberikan sumbangan besar terhadap pengembangan serta
pengujian teori-teori yang akan mendasari penelitian terapan.
[8]
2. Penelitian Terapan atau applied research dilakukan berkenaan dengan kenyataan-
kenyataan praktis, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
dihasilkan oleh penelitian dasar dalam kehidupan nyata. Penelitian terapan berfungsi
untuk mencari solusi tentang masalah-masalah tertentu. Tujuan utama penelitian
terapan adalah pemecahan masalah sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan manusia baik secara individu atau kelompok maupun untuk
keperluan industri atau politik dan bukan untuk wawasan keilmuan semata (Sukardi,
2003).
4. Penelitian Eksploratif adalah penelitian yang dilakukan untuk mencari sebab atau
hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu dan dipakai untuk mengetahui secara
persis dan spesifik mengenai objek penelitian. Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan induktif, yaitu suatu pendekatan
dengan mengambil suatu kesimpulan secara umum dari fakta-fakta nyata yang ada
di lapangan.
[9]
penelitian ini berfungsi menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.
Penelitian eksplanatori ini menguji hipotesis yang diajukan agar dapat menjelaskan
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat baik secara parsial maupun
simultan yang ada dalam hipotesis tersebut.
7. Penelitian Kuantitatif merupakan salah satu upaya pencarian ilmiah (scientific inquiry)
yang beroperasi dengan aturan-aturan yang ketat mengenai logika, kebenaran,
hukum-hukum, dan prediksi (Watson, dalam Danim 2002). Fokus penelitian
kuantitatif diidentifikasikan sebagai proses kerja yang berlangsung secara ringkas,
terbatas dan memilah-milah permasalahan menjadi bagian yang dapat diukur atau
dinyatakan dalam angka-angka. Penelitian ini dilaksanakan untuk menjelaskan,
menguji hubungan antar variabel, menentukan kasualitas dari variabel, menguji teori
dan mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif (untuk meramalkan suatu
gejala).
8. Penelitian Kualitatif sifatnya deskriptif analitik dan induktif. Penelitian kualitatif tidak
dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan yakni fakta empiris Data yang
diperoleh berupa hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis
dokumen, catatan lapangan. Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan
pada hasil. Data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan apa,
mengapa, dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil suatu kegiatan.
berlangsung.
[ 10 ]
CONTOH KASUS PSIKOLOGI
Penelitian tentang kondisi psikologi pada biseksual yang merupakan studi kasus pada
mahasiswa biseksual di Yogyakarta ini bertujuan untuk menggambarkan tahap menuju
keadaan sebagai biseksual yang dimulai dari masa kanak-kanak hingga usia dewasa
sekarang ini, sejauh mana kendala untuk menjadi biseksual yang terkait dirinya sendiri,
lingkungannya, dan agama, serta untuk mengetahui kondisi psikologi mereka masing-
masing. Penelitian ini mengkaji kondisi psikologi pada kaum mahasiswa biseksual
dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan studi kasus. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, pengalaman hidup, dan
observasi serta triangulasi dengan teori dan sumber. Penelitian ini dilakukan terhadap
tiga orang mahasiswa biseksual yang menempuh pendidikan di Yogyakarta yaitu satu
orang mahasiswa puteri dan dua orang mahasiswa putera.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga informan mempunyai latar belakang dan
lingkungan sosial yang berbeda mengapa mereka terjun ke dalam kondisi ini sehingga
penyebab biseksual antara satu sama lain pun berbeda. Latar belakang itu pulalah
yang menyebabkan problematika yang dialami kaum biseksual terdapat banyak
perbedaan. Di samping itu, gambaran dimensi kesejahteraan psikologi pada kaum
[ 11 ]
biseksual pun satu tidak sama satu sama lain, sesuai dengan sejauh mana
problematika dan tahapan kehidupan yang telah mereka jalani.
Pada ketiga informan, kecenderungan untuk menjadi biseksual dimulai pada masa
remaja. Ketiganya juga mengalami kendala yang sama, yaitu adanya konflik
intrapersonal seperti kebingungan identitas diri, kurangnya penerimaan masyarakat,
dan adanya pertentangan dalam nilai agama. Problematika tersebut kemudian
menyebabkan kondisi psikologis pada ketiga informan berupa kurangnya penerimaan
terhadap keadaan diri sendiri, merasa rendah diri, perasaan bersalah, dan berdosa,
kejenuhan adanya keinginan untuk kembali menjadi heteroseksual murni, dan kesulitan
dalam menjalin hubungan asmara dengan orang lain.
4. Uraikan hubungan psikologi dengan induk semua ilmu (filsafat)? dan paparkan pula
hubungan psikologi dengan ilmu lainnya?, berikan contoh kasus nyata yang solusi dari
kasus tersebut menunjukkan adanya hubungan antara psikologi dengan ilmu lainnya?
[ 12 ]
Dalam perbincangan psikologi metafisik dijelaskan apa dan siapa manusia dalam
konsentrasi telaah akan jiwa. Dengan kata lain akan bisa dimengerti apakah hakekat
jiwa manusia itu. Banyak teori filsafat menerangkan hal itu, seperti: Filsafat Plato yang
mengatakan bahwa jiwa tidak ada hubungannya dengan badan, jiwa memiliki
kehidupan sendiri dalam alam diatas keindraan; Filsafat Aristoteles yang membedakan
banyak jiwa yaitu: jiwa vegetatif, jiwa animal dan jiwa yang berfikir; Filsafat Descartes
yang melihat badan dan jiwa (hal fisis dan hal psikis) sebagai dua substansi yang
mempunya sifat heterogen. Sifat utama dari badan adalah sifat ruang dan sifat utama
dari jiwa adalah fikir (Kohnstamm & Palland, 1984).
Hal senada juga disampaikan oleh Prof. Louis O. Kattsoff (dalam Sutrisno, 1994)
meliputi: (1) teori yang memandang jiwa sebagai substansi yang terpisah dengan
substansi yang lain, (2) teori yang memandang jiwa sebagai pemeran atau pelaku
dalam proses kegiatan-kegiatan, (3) teori yang memandang jiwa sebagai proses itu
sendiri secara organis, (4) teori yang menyintesakan jiwa dengan tingkah laku.
Rene Descartes di abad ke-16 yang memandang jiwa sebagai substansi tersendiri lain
dari badan, yang menurutnya hakekat jiwa adalah pemikiran, sementara hakekat badan
adalah keluasan. Sedangkan James B.Pratt (dalam Sutrisno, 1994) menegaskan
bahwa hubungan antara jiwa dan badan itu amatlah rumit dan berbeli-belit, karena
cukup sukar untuk menjelaskan apa dan siapa manusia dari segi eksplanasi akan jiwa.
Penjelasan James B. Pratt itulah yang mempengaruhi psikologi dalam
perkembangannya sebagai ilmu, dimana tidak lagi dirumuskan sebagai ilmu jiwa, akan
tetapi lebih sebagai penyelidikan mengenai tingkah laku.
[ 13 ]
Kajian-kajian psikologi yang membahas tentang sikap dan perilaku manusia, cukup
dihiasi oleh pengaruh-pengaruh pandangan pemikir filsafat yang tidak lain juga telah
mempengaruhi telaah keilmuan dari filsafat ilmu. Sebagai contoh obyek kajian dalam
filsafat ilmu yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi juga banyak dibicarakan dalam
kajian ilmu psikologi. Seperti model-model epistemologi dalam filsafat ilmu
(rasionalisme, empirisme, kritisme, positifisme, dan fenomenologi) juga banyak dibahas
dalam aliranaliran psikologi yang cukup berpengaruh dalam arah pemikiran para ahli
dalam bidang kajian keilmuannya.
[ 14 ]
manusia bukan ”objek” murni, manusia dipelajari sebagai “subyek” yang aktif,
berkembang, dinamis, dan lain-lain.
[ 15 ]
sebagai dua buah lingkaran yang saling berpotongan, di antara luasan potongan
tersebut saling tumpang tindih yang artinya saling melekat. Psikologi dan sosiologi
keduanya berhubungan dengan cara perilaku individu dalam kelompok sosial,
psikologi berkepentingan dalam cara bagaimana perilaku individu diorganisasikan
sehingga merupakan suatu “kepribadian”, sedang sosiologi mendalami cara
bagaimana individu sebagai suatu pribadi berhubungan dengan individu lain.
[ 16 ]
penyakit ini pun beragam, lewat hubungan seksual, penggunan jarum suntik, maupun
narkoba. Sampai sekarang belum ditemukan obat yang paten untuk mengobati penyakit
ini. Satu-satunya obat yang dikonsumsi oleh ODHA ialah obat antiretrovital yang
ditemukan sejak tahun 1996, namun itu belum juga memberikan hasil yang efektif,
hanya sebagai daya tahan.
Jumlah penderita masih terus meningkat seiring dengan perjalanan waktu. Di Indonesia
sendiri, sampai akhir 2010 secara kumulatif jumlah kasus AIDS dilaporkan sebanyak
22.726 kasus yang tersebar di 32 provinsi. Kasus tertinggi didominasi usia produktif
yaitu 20-29 tahun (47%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,9%), dan kelompok
umur 40-49 tahun (9,1%). Dari jumlah itu 4.250 kasus atau 18,7% di antaranya
meninggal dunia. Kasus terbanyak dilaporkan dari provinsi DKI Jakarta, diikuti Jabar,
Jatim, Papua, Bali, Kalbar, Jateng, Sulsel, Sumut, dan Riau. Dari data yang diperoleh
berdasarkan survailans tes HIV, Papua menduduki urutan pertama dengan 173,69
prevalensi per 100.000 penduduk. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Papua
yang hanya 1% dari seluruh penduduk Indonesia, atau sekitar 2,8 juta jiwa dari
penduduk Indonesia maka jelas bahwa HIV/AIDS bukanlah masalah sederhana.
Penyebarannya telah mencapai tahap yang sangat kritis. Kita dapat membuat praduga
bahwa bisa saja ada banyak kasus HIV/AIDS yang belum dilaporkan di Papua dan
umumnya penderita yang terinfeksi virus HIV lebih tinggi dibandingkan jumlah kasus
AIDS yang diketahui. Dr. Ronald Jonathan MSc, dalam seminar “Global Disease 2nd
Continuing Professional Development” di Bandar Lampung pada akhir tahun 2009
mengatakan bahwa jumlah kasus terinfeksi HIV/AIDS hingga 2010 akan mencapai
antara 93 ribu hingga 130 ribu kasus. Hal ini berlaku sesuai prinsip fenomena gunung
es. Jumlah penderita HIV/AIDS yang tampak atau yang dilaporkan hanyalah 5-10
persen dari jumlah keseluruhan. Sungguh ironi.
[ 17 ]
masyarakat yang terkena dampak HIV/AIDS, diikuti dengan analisis terhadap level
permasalahan.
1. Analisis Sejarah
Kasus HIV/AIDS di tanah Papua memiliki sejarahnya tersendiri. HIV di Papua
ditemukan pertama kali di Merauke pada tahun 1992. Dikatakan bahwa HIV/AIDS
dibawa oleh para nelayan asal Thailand dan para PSK yang berada di pesisir selatan
Papua tersebut. Namun, di sini kita dapat menyelidiki dan menarik kesimpulan bahwa
penyakit ini justru telah diderita jauh lebih lama dari waktu ditemukan itu. HIV/AIDS
mungkin telah merasuk ke dalam tubuh masyarakat Papua sebagai akibat kontak
dengan dunia luar, terutama dengan pendatang dari luar Papua telah terjadi bertahun-
tahun sebelumnya.
Setelah ditemukan, kasus HIV/AID semakin meningkat dari tahun ke tahun dan
menyebar ke seantero Papua. Tahun 2000, jumlah ODHA telah mencapai 427 orang.
Jumlah ini kian meningkat sampai tahun 2006, tercatat 2770 terinfeksi virus ini. Di tahun
yang sama, tercatat bahwa Timika menjadi tempat penyebaran HIV/AIDS tertinggi di
Papua, sebanyak 1019 orang disusul Merauke sebanyak 834 orang. Data terakhir yang
diperoleh ialah bahwa pada tahun 2010 yang lalu, ODHA di Papua telah meningkat
menjadi 3665 orang, dengan angka kematian mencapai 580 orang, suatu peningkatan
yang cukup drastis.
Penyakit ini memiliki karakter khusus karena amat berkaitan dengan perilaku seksual
masyarakat. Kenyataan bahwa pemerintah telah mengadakan kampanye dan
penyuluhan mengenai penyakit HIV/AIDS ini. Namun sampai saat ini belum terdapat
suatu kebijaksanaan terpadu yang menunjukkan suatu political will yang kuat pada
pemerintahan daerah untuk memerangi ‘bahaya maut’ ini. Suatu tim khusus didirikan
untuk menangani problem tersebut dan bekerjasama dengan kelompok agama-agama
dalam mensosialisasikan bahaya serius penyakit tersebut. Namun demikian,
tampaknya tim kesehatan kewalahan dalam menghambat penyebaran penyakit HIV/
AIDS baik karena pelayanan kesehatan yang tidak mampu menjangkau seluruh sudut
Papua maupun karena unsur pendukung perkembangan perilaku seksual bebas seperti
perdagangan pekerja seksual, perdagangan miras, narkoba, industri hiburan malam,
[ 18 ]
dan industri perjudian, tetap tak terkontrol secara efektif. Perang terhadap HIV/AIDS
masih dipersulit karena pelbagai kepentingan ekonomis yang tidak mau diganggu:
misalnya salah satu sumber penyebaran HIV/AIDS terdapat pada tempat pelayanan
seks di pelosok-pelosok, dimana terdapat pengumpulan kayu gaharu; sama halnya
dengan kompleks pelayanan seks pada perusahaan-perusahaan di pedalaman. Selain
itu, ada suatu stigmatisasi, dimana masyarakat memiliki stereotip negatif terhadap
ODHA, mendiskreditkan orang tersebut bahkan mendiskriminasinya dari kehidupan
umum. Hal ini menjadikan orang untuk menolak memeriksakan kesehatannya karena
takut jangan sampai ia tertular HIV/AIDS sehingga didiskriminasi oleh masyarakat di
tempat asalnya. Di samping itu, pengetahuan yang tidak memadai tentang bahaya
hubungan seksual ‘sembarangan’ atau tanpa pengaman juga memungkinkan
seseorang cepat tertular HIV/AIDS.
Salah satu faktor eksternal yang membantu perkembangan HIV/AIDS adalah kehadiran
PT. Freeport di Timika yang menjadikannya ‘daerah uang’. Banyak pendatang dari
daerah lain di Papua maupun dari luar Papua yang mencari peruntungan di Timika.
Kehadiran mereka tentu tidak hanya membawa dampak positif, melainkan juga dampak
negatif. Tingginya HIV/AIDS dapat saja menjadi salah satu akibat dari keadaan ini.
Pertemuan dan hubungan antar manusia, yang mungkin saja tidak diketahui latar
belakang kesehatannya, dapat mempercepat penyebaran epidemi ini. Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa faktor penularan HIV/AIDS di Papua didominasi oleh
hubungan seksual.
2. Analisis Struktur
a. Analisa Ekonomi
Seperti telah dijelaskan sedikit dalam analisa sejarah di atas bahwa tanah Papua
dijadikan sebagai tempat mengadu nasib berbagai masyarakat dari berbagai belahan
bumi Indonesia. Alasannya, tanah Papua memiliki berbagai sumber daya yang dapat
dijadikan sumber pemasukan dan untuk kelangsungan hidup. Dengan adanya pabrik di
mana-mana, program-program pemerintah, dan pemekaran daerah di berbagai sudut
Papua, menciptakan tawaran pekerjaan yang menggiurkan sehingga banyak orang
hadir di tanah ini dengan berbagai profesi. Ada yang positif dan ada yang negatif,
semuanya bertujuan untuk mencari kehidupan. Seorang wanita penjaja seks komersial
[ 19 ]
(PSK) yang dianggap bekerja secara tidak halal pun mempunyai tujuan yang sama
dengan orang yang bekerja secara halal, yakni mencari uang guna hidup. Meskipun
tujuan PSK itu baik, di lain pihak timbul dampak negatif karena bentuk pekerjaannya
sebagai objek pemuas nafsu yang sangat rentan terhadap HIV/AIDS. Ditambah lagi
kenyataan bahwa dewasa ini orang dapat melakukan segala cara demi mendapatkan
apa yang diinginkan bagi dirinya. Seorang wanita yang bukan penjaja seks sekalipun,
dapat menyerahkan anggota tubuhnya yang paling berharga guna memperoleh
keinginannya. Seorang pria baik-baik, bahkan tokoh pejabat yang seharusnya menjadi
panutan rakyat, dapat menyimpang dari nilai-nilai bersama demi memuaskan nafsunya.
Tak dipungkiri pula berbagai faktor lain pun membawa dampak HIV/AIDS dalam
masyarakat. Kita dapat menyebutkan miras, judi, narkoba dan berbagai hal lain sebagai
jalan menuju HIV/AIDS.
Menjadi jelas bahwa penyakit ini tidak bisa ditanggulangi dari segi medis belaka seperti
halnya penyakit yang lain. Penanggulangan dan pencegahannya harus didasarkan
pada kebijakan pemerintah dalam menangani perdagangan Pekerja Seks Komersial
(PSK), minuman keras, narkotika, dan industri perjudian, dan dalam menangani
kegiatan ekonomis yang resmi maupun liar. Selama perangkat hukum dan tindakan
hukum tidak tegas dan tidak efektif, kiranya penyakit HIV/AIDS hanya akan meningkat
makin tajam. Jika kita mengambil contoh bagaimana kelompok ibu-ibu di Biak, Timika,
Merauke, dan Wamena berdemo soal Miras, judi, dan PSK, kiranya terindikasi secara
kuat bahwa pemerintah belum mengambil tindakan yang sistematik guna mengurangi
dan mencegah penyebaran penyakit mematikan itu.
Semua hal saling kait-mengait, tumpang tindih, dan berbelit-belit. Apa yang kelihatan
sebagai suatu permasalahan ternyata memiliki akar-akar yang panjang. Namun, satu
tujuan yang pasti ialah adanya hubungan kuat dengan faktor ekonomi. Rumusan yang
secara singkat dapat saya berikan terhadap analisa di bidang ini ialah, tanah Papua
sebagai sumber kehidupan, tempat di mana banyak orang dari berbagai latar belakang
datang, bertemu, berhubungan, dan akibat negatif yang terjadi ialah timbul berbagai
macam problem sosial, salah satunya penyebaran HIV/AIDS yang semakin hari
semakin tinggi.
[ 20 ]
b. Analisa Budaya
Perilaku seksual yang salah kiranya dapat menjadi faktor utama tingginya penyebaran
HIV/AIDS dari bidang budaya. Mungkin saja masyarakat belum memiliki kesadaran
untuk mengendalikan perilaku seksualnya. Faktor lain pun menjadi alasan mengapa
perilaku seksual tidak dapat dikontrol dengan baik. Masuknya berbagai jenis miras,
perjudian dan hiburan membuat masyarakat terlena. Glamor kehidupan modern dengan
berbagai tawaran hedonistis dan materialistis membuat masyarakat lupa akan nilai-nilai
luhur yang pernah ditanam lewat adat-istiadat dan ajaran agama. Akibatnya, kontrol
terhadap kehidupan pun seakan sirna begitu saja.
Di lain pihak, ditemukan beberapa budaya tradisional yang ternyata meluruskan jalan
bagi perilaku seksual yang salah ini. Meskipun kini tidak lagi nampak, budaya tersebut
pernah berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat. Misalnya saja, upacara Ezam
Uzum pada suku Marind-Anim. Pada ritus adat ini kepala adat atau pemimpin upacara
mengadakan hubungan seksual dengan ibu-ibu janda sebanyak tiga sampai lima orang
ibu. Tujuannya ialah untuk mendapatkan sperma yang akan digunakan untuk
kepentingan upacara, karena sperma melambangkan kesucian dan dapat mengusir
setan. Di samping itu, adanya budaya poligami dalam masyarakat pun menjadi salah
satu faktor cepatnya penularan HIV/AIDS. Poligami mengandaikan adanya hubungan
seksual berganti pasangan, ini merupakan penyebab timbulnya penyakit kelamin yang
berujung pada HIV/AIDS. Aspek budaya ini setidaknya berhubungan dengan
penghayatan hidup perkawinan. Jika budaya telah mencanangkan seperti itu, kesetiaan
hidup perkawinan dipertaruhkan.
Menurut pengakuan seorang penderita HIV positif dari Pegunungan Bintang, dirinya
tertular melalui hubungan seksual secara bebas. Pada umumnya, para orang tua di
daerah Kebena mendidik anak dengan keras. Anak dilarang pacaran atau berhubungan
dengan lelaki lain. Maka, anak-anak pacaran secara sembunyi-sembunyi, di hutan atau
tempat yang jauh dari rumah. Secara adat hal ini dapat dibenarkan, namun jika
dimelihat secara jeli akibat yang dapat ditimbulkan bahwa kebijakan orang tua tersebut
adalah hal yang keliru. Anak-anak pacaran jauh dari rumah (hutan), kontrol terhadap
anak pun berkurang. Akibatnya, perilaku seksual yang menyimpang dapat saja terjadi.
[ 21 ]
Kiranya masih banyak faktor budaya yang dapat dianalisis sebagai penyebab realita
yang terjadi. Faktor-faktor tersebut pun akan saling berhubungan dan menciptakan
masalah demi masalah. Tidak gampang mengubah suatu budaya atau kebiasaan yang
telah lama dilakukan oleh masyarakat. Tetapi usaha-usaha positif untuk menyadarkan
masyarakat harus terus digalakkan. Peran dari berbagai instansi yang berlandaskan
keprihatinan harus terus ditumbuhkan agar tidak tercipta suatu budaya baru yang justru
akan menghancurkan masyarakat di tanah Papua, yakni budaya HIV/AIDS.
PERKEMBANGAN FISIK
Untuk dapat memahami konsep perkembangan, terlebih dahulu perlu memahami
pertumbuhan, kematangan dan perubahan. Perkembangan tidak terbatas pada
pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya terkandung
serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari
fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan
melalui pertumbuhan, pematangan dan belajar.
Kematangan merupakan suatu potensi yang dibawa individu sejak lahir, timbul dan
bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pula perkembangan tingkah laku
individu. Kematangan mula-mula merupakan hasil dari adanya perubahan-perubahan
tertentu dan penyesuaian struktur pada diri individu, seperti adanya kematangan
[ 22 ]
jaringan-jaringan tubuh, saraf dan kelenjar-kelenjar yang disebut dengan kematangan
biologis.
Kematangan pada aspek psikis, meliputi keadaan berpikir, rasa, kemauan. Perubahan
yang terjadi dalam perkembangan dapat dibagi kepada empat bentuk , yaitu perubahan
dalam ukuran besarnya, dalam proporsinya, hilangnya bentuk atau ciri-ciri lama, timbul
atau lahirnya bentuk atau ciri-ciri baru.
Tugas perkembangan menurut Havighurst ialah tugas yang harus dilakukan dan
dikuasai individu pada tiap tahap perkembangannya.
1) Tugas perkembangan bayi 0,0 – 2,0: berjalan, berbicara, makan makanan padat,
kestabilan jasmani.
2) Tugas perkembangan anak usia 3,0 – 5,0: mendapat kesempatan bermain ,
bereksperimen dan bereksplorasi, meniru, mengenal jenis kelamin, membentuk
pengertian sederhana mengenai kenyataan sosial dan alam, belajar mengadakan
hubungan emosional, belajar membedakan salah dan benar serta mengembangkan
kata hati juga proses sosialisasi.
3) Tugas perkembangan usia 6,0-12,0: belajar menguasai keterampilan fisik dan
motorik, membentuk sikap yang sehat mengenai diri sendiri, belajar bergaul dengan
teman sebaya, memainkan peranan sesuai dengan jenis kelamin, mengembangkan
konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan
keterampilan yang fundamental, mengembangkan pembentukan kata hati,moral
dan sekala nilai, mengembangkan sikap yang sehat terhadap kelompok social dan
lembaga.
4) Tugas perkembangan anak usia 13,0-18,0: menerima keadaan fisiknya dan
menerima peranannya sebagai perempuan dan laki-laki, menyadari hubungan –
[ 23 ]
hubungan baru dengan teman sebaya dan kedua jenis kelamin, menemukan diri
sendiri berkat refleksi dan kritik terhadap diri sendiri, mengembangkan nilai-nilai
hidup.
5) Tugas perkembangan masa dewasa awal (18/21 – 30 tahun): memilih pasangan,
belajar hidup sebagai pasangan dalam perkawinan memulai kehidupan
berkeluarga,memperkembangkan dan mendidik anak, mengelola kehidupan
keluarga,menilai dan memantapkan pekerjaan, mengambil tanggung jawab sebagai
warga masyarakat dan Negara, menemukan kelompok sosial bagi dirinya.
6) Tugas perkembangan masa pertengahan (30 – 55 tahun): mencapai tanggung
jawab social sebagai warga masyarakat, membangun dan memantapkan standar
kehidupan ekonomi dalam keluarganya, membantu remaja atau anak belasan
tahun menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berbahagia,
memantapkan kegiatan-kegiatan dalam mengisi waktu senggang, mengadakan
hubungan yang lebih akrab kepada suami atau isteri sebagai manusia, menerima
dan menyesuaikan diri pada perubahan-perubahan fisiologis pada masa
pertengahan, menyesuaikan diri pada orang tua yang sudah lanjut usia.
7) Tugas perkembangan pada masa tua menyesuaikan diri pada keadaan
menurunnya kemampuan atau kekuatan fisik dan kesehatan. Menyesuaikan diri
pada masa pensiun dan berkurangnya penghasilan, menyesuaikan diri dengan
meninggalnya pasangan hidup, membangun hubungan aktif dengan salah satu
kelompok sosial yang sesuai dengan umurnya, berusaha menemukan dan
memberikan bantuan sosial sebagai warga negara, menyusun bentuk dan cara
hidup yang disesuaikan dengan keadaan fisik mereka.
PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perkembangan seorang anak membawa implikasi pada perkembangan mental dan
kognitif anak. Secara umum Piaget mengemukakan bahwa semua anak berkembang
melalui urutan yang sama, meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda
satu sama lainnya. Perkembangan mental anak terjadi secara bertahap dari tahap yang
paling rendah beranjak ke tahap yang lebih tinggi. Semua perubahan yang terjadi
[ 24 ]
merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengubah atau meningkatkan tahap
perkembangan moral berikutnya.
Piaget memandang bahwa bahwa kognitif merupakan hasil dari pembentukan adaptasi
biologis. Perkembangan kognitif terbentuk melalui interaksi yang konstan antara
individu dengan lingkungan.
Tahapan-tahapan kognitif menurut Piaget memiliki kaitan yang sangat erat dengan
empat karakteristik, yaitu: 1. Setiap anak pada usia yang berbeda akan menempatkan
cara-cara yang berbeda secara kualitatif, utamanya dalam cara berfikir atau
memecahkan permasalahan yang sama. 2. Perbedaan cara berfikir antara anak satu
dengan yang lain seringkali dapat dilihat dari cara mereka menyusun kerangka berfikir
yang saling berbeda. Dalam hal ini terdapat serangkaian langkah yang konsisten sesuai
dengan tingkat perkembangan usianya. 3. Setiap anak memiliki cara berfikir yang akan
membentuk satu kesatuan yang terstruktur. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap tahap
yang dilalui seorang anak akan diatur sesuai dengan cara berfikir. 4. Setiap urutan dari
tahap kognitif pada dasarnya merupakan suatu integrasi hirarki dari apa yang telah
dialami sebelumnya.
Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi hingga
dewasa. Tahapan perkembangan menurut Piaget (Mohammad Surya: 2003) terbagi
atas empat tahapan, yaitu:
1) Tahapan sensori-motor : 0 – 1,5 Tahun
2) Tahapan pre-operasional : 1.5 – 6 Tahun
3) Tahapan concrete operasional : 6 – 12 Tahun
4) Tahapan formal operational : 12 tahun ke atas.
Pada tahap sensori-motor (0 – 1,5 Tahun), aktivitas kognitif berpusat pada aspek alat
dria dan gerak. Pada tahap ini anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan
melalui alat darinya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi
perkembangan kognitif selanjutnya. Aktivitas sensori-motor terbentuk melalui hasil dari
[ 25 ]
interaksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh anak belajar bicara karena terbiasa
melihat orang dewasa bicara dan mengikuti ucapannya.
Pada tahan pre-operational ( 1,5 – 6 Tahun), anak telah menunjukkan aktivitas kognitif
dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Anak sudah dapat memahami realitas di
lingkungan dengan menggunakan tanda-tanda dan symbol. Cara berfikir anak pada
tahapan ini belum sistematis, belum konsisten, dan belum logis.
Cara berfikir anak pada peringkat ini ditandai dengan ciri (a) transductive reasoning,
yaitu cara berfikir deduktif akan tetapi belum logis, (b) ketidakjelasan hubungan sebab
akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab akibat tapi belum logis, (c) animism, yaitu
menganggap bahwa benda itu hidup seperti dirinya, (d) artificialism, yaitu kepercayaan
bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia, (d)
perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang ia lihat atau
dengar, (e) mental experiment, yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk
menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya, (g) centration, yaitu anak
memusatkan perhatiannya kepada suatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri
yang lain, (h) egocentrism, artinya anak melihat dunia lingkungannya menurut
kehendaknya sendiri. Sebagai contoh pada tahap perkembangan ini anak sudah
mengenal dirinya dan sifat ke-aku-annya sedang tinggi. Untuk itu dalam proses
pembelajaran guru sebaiknya memperhatikan kebutuhan siswa dan membantu siswa
dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya, karena pada tahapan ini siswa sangat
ingin diperhatikan.
Pada tahap concrete operational (6- 12 tahun) anak telah dapat membuat pemikiran
tentang situasi atau hal konkrit secara logis. Perkembangan kognitif pada tahap ini
memberikan kecakapan anak untuk berkenaan dengan konsep-konsep klasifikasi,
hubungan, dan kuantitas. Konsep kualifikasi adalah kecakapan anak untuk melihat
secara logis persamaan-persamaan suatu kelompok objek dan memilihnya
berdasarkan ciri-ciri yang sama. Konsep hubungan adalah kematangan anak
memahami hubungan antara suatu perkara dengan perkara lainnya. Konsep kuantitas
[ 26 ]
yaitu kesadaran anak bahwa suatu kuantitas anak tetap sama meskipun bentuk fisiknya
berubah.
Menurut Anda pembelajaran mana yang dapat lebih memberikan pemahaman kepada
siswa lebih baik tentang suatu konsep?
Ya betul tentu pembelajaran yang dilakukan oleh Bu Siti lebih memberikan pengaruh
yang lebih baik, karena untuk menjelaskan suatu konsep Bu Siti menggunakan media
untuk memperjelas suatu konsep. Seperti yang Anda ketahui bahwa pada tahap belajar
concrete operasional siswa masih perlu diberikan contoh-contoh konkret dalam
menguasai suatu konsep.
Pada tahap formal operasional (12 tahun ke atas), perkembangan kognitif ditandai
dengan kemampuan individu untuk berfikir secara hipotesis dan berbeda dengan fakta,
memahami konsep abstrak, dan mempertimbangkan kemungkinan cakupan yang luas
dari suatu perkara yang sempit. Perkembangan kognitif pada tahap ini menuju ke arah
proses berfikir ke arah yang lebih tinggi. Pada tahap perkembangan ini siswa sudah
dapat diajak berfikir abstrak, sehingga dalam proses pembelajaran metode
pembelajaran pemecahan masalah atau diskusi dapat diterapkan.
PERKEMBANGAN SOSIAL
John.W. Santrock mengemukakan, perkembangan sosial anak salah satunya dapat
dilihat dari kemampuannya bersosialisasi dengan teman sebayanya. Oleh karena itu,
maka timbullah istilah populer/terabaikan dalam proses sosialisasi anak dengan teman
sebaya. Ahli perkembangan telah membedakan lima status sebaya, diantaranya adalah
1) Anak-anak yang populer sering dinominasikan sebagai sahabat dan jarang tidak
[ 27 ]
disukai oleh sebaya mereka. 2) Anak-anak rata-rata menerima nominasi positifdan
negatif rata-rata dari sebaya mereka. 3) Anak-anak yang diabaikan jarang
dinominasikan sebagai sahabat tetapi tidak dibenci oleh sebaya mereka. 4) Anak-anak
yang ditolak jarang dinominasikan sebagai sahabat dan dibenci secara aktif oleh
sebaya mereka. 5) Anak-anak kontroversial sering dinominasikan sebagai teman baik
seseorang tetapi juga sebagi orang yang tidak disukai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status dalam teman sebaya anak-anak populer
memiliki sejumlah kemampuan sosial yang membuat mereka disukai. Peneliti telah
menemukan bahwa anak yang populer menguatkan, mendengarkan lebih baik,
memelihara jalur komunikasi yang terbuka dengan sebaya, bahagia, mengendalikan
emosi negatif mereka, menjadi dirinya sendiri, menujukkan antusiasme dan kepedulian
pada orang lain, serta lebih percaya diri tanpa memuji diri sendiri.
Anak-anak yang diabaikan terlibat dalam tingkat interaksi yang rendah dengan sebaya
mereka dan sering digambarkan sebagai pemalu oleh sebaya. Anak-anak yang ditolak
sering kali memiliki masalah penyesuaian yang lebih serius dibanding anak-anak yang
diabaikan. Satu studi terbaru menemukan bahwa, di taman kanak-kanak, anak-anak
yang ditolak oleh sebaya cenderung kurang terlibat dalam partisipasi di kelas, lebih
cenderung mengutarakan keinginan untuk menghindari sekolah dan cenderung lebih
sering merasa kesepian dibanding anak-anak yang diterima oleh sebaya mereka.
(John. W. Santrock, 2007)
PERKEMBANGAN MORAL
Tahap perkembangan moral manusia tidak bisa dilepaskan dari tokoh Lawrence
Kohlberg (American 1927-1988. Konsep kunci atau utama dalam memahami
perkembangan moral adalah proses INTERNALISASI – Yaitu perubahan yang terjadi
dalam perkembangan di mana awalnya perilaku itu dikendalikan oleh kekuatan di luar
diri individu menjadi dikendalikan oleh standar dan prinsip-prinsip internal Tahapan
Moral Kohlberg, yakni:
[ 28 ]
1) Tingkat 1 Pra- Konvensional (4-9 tahun): Tidak adanya internalisasi terhadap nilai-
nilai moral. Penilaian tentang moral didasarkan pada hadiah atau hukuman yang
berasal dari luar dirinya
Stadium 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
Stadium 2. Orientasi minat pribadi ( Apa untungnya buat saya?)
2) Tingkat 2 Konvensional (10-15 tahun) Ada proses internalisasi, hanya masih
sebagian atau sedang. Penilaian individu sebagian didasarkan oleh standar pribadi
(internal) tapi ada juga yang berdasarkan standar orang lain (orangtua)
Stadium 3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas ( Sikap anak baik)
Stadium 4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial ( Moralitas hukum
dan aturan)
3) Tingkat 3 Pasca- Konvensional (> 16 tahun) Proses internalisasi sudah terjadi
secara utuh dan penilaian moral tidak lagi menggunakan standar orang lain.
Mengenali adanya alternatif dalam memberikan penilaian, mengeksplorasi setiap
alternatif dan akhirnya memutuskan mana yang paling pas sesuai dengan nilai
pribadi yang diyakininya.
Stadium 5. Orientasi kontrak social
Stadium 6. Prinsip etika universal ( Principled conscience = berprinsip )
CONTOH KASUS:
Dilihat dari pelaku yang merupakan anggota DPR, jelas bahwa yang bersangkutan
adalah orang dewasa yang telah menjalankan peran-peran politik yang dimiliki sebagai
anggota dewan. Artinya tidak ada seorangpun yang menyangsikan bahwa yang
bersangkutan adalah orang dewasa yang baik secara fisik dan psikis siap dimintai
pertanggungjawaban sebagai orang dewasa.
[ 30 ]
Mempertimbangkan usia, pendidikan, dan jabatan sosial yang melekat pada dirinya
jelas menunnjukkan bahwa yang bersangkutan tidak bisa dilepaskan dari kewajiban etis
dan tututan moralitas yang berlaku di masyarakat. Usia di atas 16 tahun, menunjukkan
bahwa yang bersangkutan sudah tidak dilepaskan dari kontrak sosial yang melekat
pada dirinya, lebih dari itu yang bersangkutan juga tidak bisa lepas dari tanggungjawab
etika universal atas seluruh praktik dan perilaku sosial yang dijalankannya.
[ 31 ]