Anda di halaman 1dari 6

Stenosis Pulmonal (SP)

Prevalensi

SP terjadi pada 8% hingga 12% dari semua penyakit jantung bawaan (PJB). SP
sering dikaitkan dengan PJB lain, seperti tetralogy of Fallot (TOF), ventrikel
tunggal, dan penyakit jantung yang lain.

Patologi

1. SP dapat terjadi pada : valvular, subvalvular (infundibular), supravalvular dan


didalam kavitas ventrikel kanan (contoh : double chambered right ventricle).
2. Pada SP valvular, terjadi penebalan pada katup pulmonal, dengan fusi atau
tidak terbentuknya komisura dan orifisium yang sempit. Besar ventrikel kanan
biasanya normal, pada bayi dengan critical SP (katup hampir atretik), ventrikel
kanan biasanya hipoplastik. Katup displastik (terdiri dari jaringan yang
menebal, tidak teratur, tidak bergerak dan anulus katup pulmonal kecil yang
bervariasi) sering terlihat dengan sindrom Noonan.
3. SP infundibular jarang terjadi; biasanya berhubungan dengan defek septum
ventrikel seperti yang terlihat pada TOF (lihat Gambar 13-1, B).
4. Pada SP terjadi hipertrofi serta penyimpangan pita otot (pita otot ini berjalan di
antara septum ventrikel dan dinding anterior) membagi kavitas ventrikel kanan
ke dalam ruang proksimal bertekanan tinggi dan ruang distal bertekanan rendah
(double chambered right ventricle). Sebuah “dimple” di permukaan halus
ventrikel kanan dapat ditemukan selama operasi (lihat Bab 15).
5. Pada SP supravalvular (atau stenosis arteri pulmonal), prevalensinya 2%
hingga 3% dari semua pasien PJB. Stenosis mungkin tunggal, melibatkan arteri
pulmonalis utama (lihat Gambar 13-1) atau salah satu cabangnya, atau
multipel, melibatkan cabang arteri pulmonalis perifer utama dan beberapa
arteri pulmonalis yang lebih kecil (tidak ditampilkan). Kelainan yang
umumnya terkait SP adalah stenosis katup pulmonal, VSD, dan TOF. Stenosis
arteri pulmonalis perifer sering berhubungan dengan sindrom kongenital;
seperti Sindrom Williams, sindrom Noonan, sindrom Alagille, sindrom Ehlers-
Danlos, dan sindrom Silver-Russell atau sindrom rubela kongenital. Stenosis
arteri pulmonalis akan dibahas lebih jauh di bab 15.

Manisfestasi Klinis
Riwayat
1. Anak-anak dengan SP ringan sepenuhnya asimtomatik. Dispnea terjadi saat
aktivitas dan mudah mengalami kelelahan dapat terjadi pada SP sedang.
Gagal jantung atau nyeri dada eksersional dapat terjadi pada kasus yang berat.
2. Bayi yang baru lahir dengan SP kritis biasanya disertai seperti dengan intake
makan yang buruk, takipnea, dan sianosis.

Pemeriksaan Fisik (Gambar 13-2)


1. Kebanyakan pasien tidak sianotik dan berkembang dengan baik. Sianotik dan
takipnea dapat didapatkan pada bayi baru lahir dengan SP kritis.
2. Bunyi tap ventrikel kanan dan thrill sistolik dapat ditemukan di perbatasan
sternum kiri atas (dan kadang-kadang di takik suprasternal)

Gambar 13-1. Tipe anatomi SP. A. Stenosis valvular. B. Stenosis infundibular


C. Stenosis supravalvular.

Gambar 13-2. Temuan jantung stenosis katup pulmonal. Suara abnormal


ditampilkan dengan warna hitam. Titik-titik mewakili area dengan thrill sistolik.

3. Pada SP valvular, klik ejeksi sistolik dapat didapatkan pada perbatasan


sternum kiri. S2 dapat meluas dan P2 dapat berkurang intensitasnya. Murmur
sistolik ejeksi tipe (grade 2–5 dari 6) paling baik didengar di perbatasan
sternum kiri atas. Bila stenosis makin berat, maka bising jantung makin keras
dan makin panjang.
4. Hepatomegali dapat ditemukan jika terjadi gagal jantung kongestif.
5. Pada bayi baru lahir dengan SP kritis, dapat ditemukan sianotik (disebabkan
oleh right to left shunt).
6. Pada pasien dengan stenosis arteri pulmonalis perifer, terdengar bising mid-
sistolik pada daerah katup pulmonal, dan dijalarkan ke aksila dan punggung.
Elektrokardiografi
1. Pada SP yang ringan EKG dalam batas normal.
2. Deviasi ventrikel kanan dan hipertrofi ventrikel kanan dapat ditemukan pada
SP derajat sedang.
3. Hipertrofi atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan dapat ditemukan pada
SP derajat sedang.
4. Pada neonatus dengan SP kritis dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri
karena hipoplastik ventrikel kanan.
Ekokardiografi
1. Ekokardiografi dua dimensi pada short-axis view di parasternal (lihat Gambar
5-2) memperlihatkan katup katup pulmonal tebal dengan gerak sistolik
terbatas (doming). Long-axis view subkostal (lihat Gambar 5-5)
memperlihatkan temuan serupa. Ukuran dari anulus katup pulmonal dapat
diperkirakan. Arteri pulmonalis utama sering mengalami dilatasi (pelebaran
poststenotic).
2. Penelitian Doppler dapat memperkirakan gradien tekanan di katup stenosis
dengan menggunakan persamaan Bernoulli yang disederhanakan. Tampilan
ekokardiografi yang multipel, termasuk short-axis parasternal, long-axis
subkostal, harus digunakan untuk mendapatkan aliran kecepatan maksimum.
Tekanan gradien yang diukur menggunakan eko Doppler sedikit lebih besar
dari puncak-ke-puncak gradien tekanan sistolik yang diukur dengan
kateteritasi jantung. Tingkat keparahan SP (yang diukur dengan gradien
Doppler) dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Ringan: gradien tekanan kurang dari 35 hingga 40 mm Hg (atau tekanan
sistolik ventrikel kanan <50% dari tekanan ventrikel kiri).
b. Sedang: gradien tekanan 40 hingga 70 mm Hg (atau tekanan sistolik
ventrikel kanan 50% -75% dari tekanan ventrikel kiri).
c. Berat: gradien tekanan lebih besar dari 70 mm Hg (atau tekanan sistolik
ventrikel kanan ≥75% tekanan ventrikel kiri).
3. Displasia katup ditandai oleh penebalan, imobilitas, hipoplasia anulus katup
pulmonal.
4. Pada neonatus, gradien tekanan Doppler mungkin menurunkan tingkat
keparahan SP karena pengaruh tekanan arteri pulmonalis.
Gambar 13-3. Gambaran posteroanterior pada radiografi dada dengan SP valvular.
Perhatikan dilatasi poststenosis yang ditandai dengan tanda panah dan
vaskularisasi pulmonal yang normal.

Riwayat SP
1. Keparahan SP biasanya tidak progresif pada SP derajat ringan. Contohnya,
lebih dari 95% pasien dengan gradien Doppler inisial kurang dari 25 mmHg
tidak memerlukan operasi hingga umur 25 tahun (karena minim komplikasi).
Sebagian besar pasien SP derajat ringan (<35 mmHg) dalam kondisi klinis
yang baik tanpa membutuhkan intervensi.
2. Pada SP derajat sedang atau berat, tingkat keparahan cenderung berkembang
seiring bertambahnya usia.
3. Gagal jantung kongestif dapat terjadi pada pasien dengan stenosis berat.
Kematian mendadak dapat terjadi pada pasien SP derajat berat ketika
melakukan aktifitas fisik berat.
4. Tanpa manajemen yang tepat, sebagian besar neonatus SP kritis tidak dapat
bertahan hidup(lihat Bab Pengelolaan)

Manajemen
Medis
1. Neonatus dengan SP kritis dan sianosis membutuhkan tatalaksana emergensi
untuk mengurangi jumlah mortalitas.
a. Kondisi klinis neonatus dapat meningkat sementara dengan infus
prostaglandin E1 infus, yang akan membuka kembali duktus arteriosus.
b. Balloon valvuloplasty adalah prosedur pilihan pada neonatus yang sakit
kritis. Penurunan gradien tekanan dapat dicapai pada lebih dari 90%
dari neonatus dgn SP kritis.
c. Beberapa dari neonatus ini tidak mampu mempertahankan aliran darah
melalui katup pulmonal akibat ventrikel kanan yang hipoplastik. Oleh
sebab itu, tatalaksana di bawah ini sangat mungkin diberikan : 1) infus
prostaglandin jangka panjang (3 minggu), 2) stenting duktus, 3) operasi
systemic-to-pulmonary shunt
d. Pada neonatus, komplikasi prosedur balon lebih sering terjadi
dibandingkan dengan pasien yang lebih tua, dengan tingkat kematian
hingga 3%, tingkat komplikasi utama 3,5%, dan tingkat komplikasi
ringan 15%.
e. Sekitar 15% dari pasien membutuhkan reintervention (mengulangi
valvuloplasty atau operasi untuk stenosis infundibular atau displastik
katup).
f. Katup displastik akan mengalami maturasi setelah prosedur balon.

2. Balon valvuloplasti adalah prosedur pilihan untuk stenosis valvular pada


semua usia.
a. Indikasi pemasangan balon adalah sebagai berikut :
1) Gradien tekanan saat istirahat lebih besar dari 40 mmHg dengan
kondisi pasien dibius di laboratorium kateterisasi.
2) Jika gradien kateterisasi sebesar 30 hingga 39 mmHg, prosedur
balon mungkin masih dapat dilakukan.
3) Adanya gejala klinis pada SP dengan gradien kateterisasi lebih besar
dari 30 mmHg. Gejala yang mungkin timbul adalah angina, sinkop
atau presinkop, dan exertional dyspnea.
4) Pasien dengan displastik katup pulmonal, seperti yang biasa terlihat
pada sindrom Noonan.
b. Hasil: Terapi balon valvuloplasti membawa risiko yang sangat rendah,
tidak menyakitkan, lebih murah dibandingkan operasi, dan
mempersingkat masa mondok di rumah sakit.
1) Hasil yang baik dicapai pada 85% pasien katup stenosis. Re-stenosis
setelah dilatasi balon sangatlah jarang.
2) Regurgitasi paru setelah dilatasi balon sering terjadi pada 10%
hingga 40% pasien. Regurgitasi paru biasanya dapat ditoleransi
dengan baik. Oleh karena itu, pemilihan balon lebih kecil dari yang
disarankan sebelumnya (yaitu, 120% –140% dari anulus) mungkin
dapat digunakan.
3) Setelah sembuh dari SP berat (baik dengan balon atau operasi),
hipertrofi infundibulum dinamik dapat menyebabkan gradien
tekanan yang persisten, dengan prevalensi langka dari hasil terapi
yang fatal ("suicidal right ventricle"). Propranolol dapat diberikan
untuk mengurangi obstruksi hiperdinamik infundibular. Pengurangan
gradien ini terjadi secara bertahap selama beberapa minggu.

3. Pembatasan aktifitas tidak dibutuhkan pada pasien SP, kecuali pada SP


derajat berat (gradien Doppler > 70 mmHg).
Operasi
Indikasi dan Waktu
1. Bedah valvotomi harus dibatasi pada pasien dengan lesi yang lebih kompleks
atau pasien yang memiliki kontraindikasi dan gagal pada terapi balon
valvuloplasti.
2. Jenis-jenis penyulit lainnya (misalnya, stenosis infundibular, anomali bundel
otot ventrikel kanan) dengan gradien tekanan yang signifikan memerlukan
operasi secara elektif.
3. Jika balon valvuloplasti tidak berhasil atau tidak tersedia, bayi dengan SP
kritis membutuhkan operasi secara darurat.

Anda mungkin juga menyukai