Anda di halaman 1dari 8

PORTOFOLIO

Sebagai Salah Satu syarat untuk menyelesaikan


Program Internship Dokter Indonesia

PERITONITIS

Disusun Oleh :

Dr. Hendra Bagaskara

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP KEMENKES


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU
KABUPATEN MUSI BANYUASIN
PROVINSI SEMATERA SELATAN
2018
PORTOFOLIO
Kasus-1
Topik Peritonitis
Tanggal (Kasus) : 10 Mei 2018 Presenter : dr. Hendra Bagaskara
Tanggal Presentasi : 16 Mei 2018 Pendamping : dr. Huratio Nelson, SpPA
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Sekayu
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Laki-laki 69 tahun, nyeri seluruh lapang perut, nyeri semakin lama semakin
berat, nyeri terutama saat di gerakan.
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang tepat
Bahan Bahasan : Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data Nama : Hidir Bin Jahari, Umur : 69 Tahun, Pekerjaan : - No. Reg :
Pasien : Alamat : Dusun II Bangun Sari, Agama : Islam 16.33.18
Suku Bangsa : Indonesia
Nama RS: RSUD Sekayu Telp : - Terdaftar sejak : 10 Mei 2018
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Peritonitis
Pasien mengalami nyeri di seluruh lapang perut sejak 2 hari yang lalu. Nyeri di rasakan
semakin lama semakin hebat dan terus menerus. Nyeri bertambah dengan pergerakan.

2. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
– Pasien tidak pernah mengeluh nyeri seluruh lapang perut sebelumnya
– Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis dan jantung disangkal.
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien sudah tidak berkerja
Daftar Pustaka:
1. Syamsuhidajat, R., Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah 2nd ed. EGC: Jakarta
2. Brunicardi, F. C., et al. 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th edition. McGraw
Hill: United States America.

3. Rhoads et all. 1971. Surgical Principal and Practise. Lippincott Turtle.


Hasil Pembelajaran
1. Penegakkan diagnosis Peritonitis
2. Patogenesis Peritonitis
3. Penatalaksanaan Peritonitis

1. Subjektif

Autoanamnesis
Keluhan Utama : Nyeri seluruh lapang perut.
RPS : Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh lapang perut sejak 2
hari yang lalu. Nyeri di rasakan semakin lama semakin hebat dan terus
menerus. Nyeri bertambah dengan pergerakan.
Pasien juga mengeluh mual dan disertai muntah 2-3 x sehari terutama saat
makan. Demam sejak 2 hari yang lalu. Bab mencret 6 x hari ini, lendir (-)
darah (-). BAK normal.

2. Objektif

Keadaan Umum : Tampak sakit berat


Tanda-Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
TD : 140/90 mmhg
Nadi : 110 x/menit, reguler
Suhu : 37,9oC
RR : 28 x/mnt

Status Generalis :
• Kepala : Simetris, deformitas (-), rambut hitam tipis, wajah pucat.
• Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),
tidak ada secret, refleks cahaya (+/+).
• Telinga : Simetris, tidak ada deformitas, otorhea (-).
• Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), lendir (-).
• Mulut : Bibir pucat (+), sianosis (-), tampak kering (+).
• Leher : Pembesaran KGB (-).
• Thorax : Simetris, retraksi (-).
• Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
• Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
• Abdomen : Perut distensi, Bising usus (menurun), Defans muskuler (+), NT di
seluruh abdomen, timpani

• Ekstremitas : Akral hangat, palmar tampak pucat (+/+), CRT < 3 detik.

Status Lokalisata :
• Inspeksi : Perut distensi
• Auskultasi : Bising usus (menurun)
• Palpasi : Defans muskuler (+) NT di seluruh abdomen
• Perkusi : Timpani
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Hasil pemeriksaan Nilai rujukan normal
Hematologi Rutin
Hb 11.9 14.0 – 16.0 gr/dL
Leukosit 14.800 5000 – 10000 sel/µL
Eritrosit 4.0 4.5 – 5.5 jt/mm³
Trombosit 249.000 150 – 400 ribu/mm3
Hematokrit 35 40 – 48 %
Hitung Jenis Lekosit
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 3 1-3%
Netrofil Batang 0 2- 6%
Netrofil Segmen 89 50 - 70 %
Limfosit 30 20 - 40 %
Monosit 5 2-8%
Golongan Darah A
Rhesus +
Gula darah sewaktu 107 80 - 120 mg/dL
Ureum 62.07 20 - 40 mg/dL
Kreatinin 1.2 0.9 - 1.3 mg/dL
Natrium 144 130 – 140
Kalium 4.0 3.3 – 5.1
Chlorida 97

Hasil BNO 3 Posisi

Posisi Setengah duduk


Posisi AP (Anterior Posterior)

Posisi LLD (Left Lateral Decubitus)

Kesan : Tampak gambaran air fluid level dan adanya gambaran pneumoperitoneum
3. Assessment
Pada kasus di atas, Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh lapang perut
sejak 2 hari yang lalu. Nyeri di rasakan semakin lama semakin hebat dan terus menerus.
Nyeri bertambah dengan pergerakan.

Secara teori Peritonitis yaitu keadaan akut abdomen yang sering dijumpai akibat
inflamasi dan infeksi selaput peritoneum rongga abdomen. Peritonitis adalah sekumpulan
gejala akibat iritasi peritoneum yang dapat disebabkan oleh bakteri, kimiawi atau darah.
Faktor fator yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas antara lain
adalah tipe penyakit primer atau penyebab, lama penyakit sebelum operasi, adanya
kegagalan organ sebelum terapi, usia serta keadaan umum pasien. Peritonitis yang
ditemukan lebih awal akan memberikan prognosis yang lebih baik.
Etiologi nya yaitu agen infeksius yang dapat masuk ke rongga peritoneum melalui
perforasi usus, luka penetrasi dinding abdomen atau paparan benda asing.

Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan menjadi :

A. Peritonitis Primer ( Spontaneus)

Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP) adalah infeksi bakteri akut cairan ascites.
Kontaminasi dari rongga peritoneum diperkirakan sebagai akibat dari translokasi
bakteri di dinding usus atau limfatik mesenterika dan jarang melalui hematogen
dengan adanya bakteremia.

B. Peritonitis Sekunder

Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,


perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering
kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker, serta strangulasi usus halus.

C. Peritonitis Tertier

Peritonitis Tertier lebih sering terjadi pada pasien immunocompromised dan pada
orang dengan kondisi komorbiditas yang sudah ada sebelumnya yang signifikan.
Peritonitis tertier juga bisa terjadi karena mendapat terapi tidak adekuat,
superinfeksi kuman dan akibat tindakan operasi sebelumnya.

Namun pada keadaan saat ini, penyebab pasti belum diketahui, oleh karena itu
penegakkan diagnosis berdasarkan klasifikasi belum bisa diketahui.

Patofisiologi terjadinya peritonitis yaitu reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh
bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk
diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi
usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding
abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum
dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding
abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat
timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus. Oleh karna itu operasi pada peritonitis umum harus
sesegera mungkin untuk dilakukan operasi.

Berdasarakan anamnesis pasien mengaku nyeri seluruh lapangan perut, hal ini
terjadi karena adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri
somatik).

Pada pemeriksaan fisik status lokalis, pada inspeksi terlihat perut os distensi
(tegang). Kemudian palpasi pada pasien ini ditemukan nyeri tekan di seluruh abdomen, ini
menunjukan adanya iritasi pada peritoneum, hal ini sangat mendukung untuk penegakkan
diagnosis peritonitis. Kemudian perkusi pada pasien ini dijumpai suara perkusi timpani
dan pada auskultasi dijumpai bising usus menurun, hal ini disebabkan karena peritoneal
yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit sebanyak 14.800 sel/µL,


yang menunjukan adanya leukositosis. Dan pada hemoglobin pasien yaitu 11.9 g/dL,
terlihat bahwasanya pasien anemia.

Hasil BNO 3 posisi pasien yang menunjukan adanya gambaran air fluid level dan
pneumoperitoneum, ini membantu untuk menegakkan diagnosis pasien sebagai peritonitis.

Pada pasien sebaiknya diberikan obat-obatan yang dari 3 aspek berupa kausatif,
simptomatik dan suportif. Untuk aspek kausatif, dapat diberikan antibiotik spektrum luas
yang sensitif terutama gram negatif dan bakteri anaerob melalui jalur intravena. Pada
pasien diberikan injeksi Ceftriaxone 2x1 gram secara intravena.
Untuk aspek simptomatik, dapat diberikan obat PPI, antiinflamasi, analgetik dan
antipiretik. Pada pasien diberikan injeksi omeprazol 2x1 vial, injeksi ketorolac 3x1 amp,
dan paracetamol 3x500 mg.
Untuk aspek suportif, pemberian oksigen, pemasangan cairan infus, dan
pemasangan kateter. Pada pasien, cairan yang digunakan adalah Asering gtt xxv/i.
Setelah diagnosis pasien ditegakkan yaitu peritonitis, maka pasien dipersiapkan
untuk menjalani pembedahan untuk dilakukan laparatomi. Bila pembedahan dilakukan
sebelum kondisi pasien semakin parah, perjalanan pascabedah umumnya tanpa disertai
penyulit.

4. Plan
Diagnosis :
Peritonitis
Pengobatan :
 Rencana tindakan operasi cito oleh dokter spesialis bedah.
 0² 5 l/i
 IVFD Asering gtt xxv/i
 Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV)
 Injeksi Omeprazol 2 x 1 vial (IV)
 Injeksi Ketorolac 3 x 1 amp (IV)
 Pct 3 x 500 mg (PO)
Edukasi :
Penjelasan secara rasional mengenai pengobatan dan tindakan lanjut yang diberikan oleh
spesialis bedah.
Konsultasi :
 Penjelasan mengenai penyebab penyakit yang terjadi.
 Penjelasan keadaan yang bisa terjadi bila penanganan bedah tidak dilaksanakan, salah
satunya yaitu bisa menyebabkan perburukan keadaan pasien sampai kematian.
 Penjelasan hal-hal yang seharusnya dilakukan dan dihindari beberapa hari setelah
operasi. Diantaranya asupan gizi harus baik, diet tinggi protein, tidak melakukan
aktifitas yang berlebihan dalam 4-6 minggu pertama setelah operasi.
Kontrol :
Kontrol post operasi di poliklinik bedah.
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harus ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Prognosis:
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai