TINJAUAN PUSTAKA
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. pembentukan paru
dimulai dari sebuah groove yang berasal dari foregut. Selanjutnya pada groove ini terbentuk dua
kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut primary lung bud. Bagian proksimal
foregut membagi diri menjadi dua, yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya
trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal
bronki dan cabang-cabangnya. Bronchial tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga
anak berumur 8 tahun. Ukuran alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding
toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai
Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
(O2) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida
(CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Sisa respirasi berperan untuk menukar udara
ke permukaan dalam paru-paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk
dalam pernafasan otot sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan
melembabkan udara yang masuk, juga melindungi organ lembut. Penghisapan ini disebut
Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta
tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona
konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.
a. Hidung
Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai system
pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis
partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mucus. System turbulensi
udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari 4
mikron.
b. Faring
Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian atas.
Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring.
c. Trakea
Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris
karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus kearah
faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-
Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Akan tetapi mulai bronki
sekunder, perubahan struktur mulai terjadi. Pada bagian akhir dari bronki, cincin
terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya
dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan
mempunyai silia dan zat mucus sehingga berfungsi sebagai pembersih udara. Bahan-
bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli,
2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran
gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula
struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring
1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)
2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian
dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh)
3. Melembabkan udara.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di
alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara
timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah
kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-
paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada
paparan kerja.
Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu
2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut pernapasan dalam
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut juga
pernapasan seluler.
berirama dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada otot-otot
pernapasan. Reflek bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam
pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar karbon
meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan
intraktorakal). Inspirasi terjadi bila mulkulus diafragma telah dapat rangsangan dari
nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring,
setelah dapat dapat rangsangan kemudian mengkerut datar. Dengan demikian jarak antara
stenum (tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar
maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di
dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. Ekspirasi merupakan proses pasif
yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi
apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung,
muskulus interkoatalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
2.2.1. Definisi
Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang
diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi
tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai
berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai
dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang
berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung
sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura
(Habeahan, 2009).
Menurut Depkes RI (1996) istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran
pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA
secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan
batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory
tract).
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini. Batas 14 hari ini
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongakan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Suhandayani, 2007).
2.2.2. Epidemiologi
Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun
2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak lima dari 1000 balita (Oktaviani, 2009). Setiap
anak balita diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian
yang disebabkan ISPA mencakup 20-30% (Suhandayani, 2007). Untuk meningkatkan upaya
masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat guna mencapai tujuan Indonesia Sehat 2010,
dimana salah satu diantaranya adalah Program Pencegahan Penyakit Menular termasuk penyakit
Kota medan merupakan kota terbesar ketiga yang saat ini berkembang menjadi kota
Metropolitan, data profil kesehatan kota Medan berdasarkan kunjungan di Puskesmas tahun 2003
sebesar 765.763 orang, sedangkan sampai Juni 2004 sebesar 473.539 orang, dimana penyakit
ISPA masih berada pada urutan pertama yaitu sebanyak 225.494 pasien (47,62%). Angka
tertinggi terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan yaitu sebanyak 1.293 kasus (3,3%). Di
Kabupaten Deli Serdang pada 2004, diketahui angka morbiditas kasus ISPA sebanyak 12.871
kasus (31,7%) dengan rincian 6.638 terjadi pada kelompok umur bayi (51,5%) dan 6.233 kasus
2.2.3. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya
antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan
Sumber : http://www.kcom.edu/faculty/chamberlain/website/lectures/intraurt.htm.
a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau
kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis.
merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah
virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo. Berdasarkan hasil penelitian Isbagio (2003),
mengutip penelitian WHO dan UNICEF tahun 1996, di Pakistan didapatkan bahwa 95%
S.pneumococcus kehilangan sensitivitas paling sedikit pada satu antibiotika, hampir 50%
dari bakteri yang diperiksa resisten terhadap kotrimoksasol yang merupakan pilihan
untuk mengobati infeksi pernafasan akut. Demikian pula di Arab Saudi dan Spanyol 60%
Berdasarkan hasil penelitian Parhusip (2004), yang meneliti spektrum dari 101
penderita infeksi saluran pernafasan bagian bawah di BP4 Medan didapatkan bahwa
semua penderita terlihat hasil biakan positif, pada dua penderita dijumpai tumbuh dua
galur bakteri sedangkan yang lainnya hanya tumbuh satu galur. Bakteri gram positif
dijumpai sebanyak 54 galur (52,4%) dan bakteri gram negatif 49 galur (47,6%).
Dari hasil biakan terlihat bahwa yang terbanyak adalah bakteri Streptococcus
viridans 38 galur sebesar 36,89%, diikuti oleh Enterobacter aerogens 19 galur sebesar
b. Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun
mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang
lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum
sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit. Berdasarkan hasil penelitian Maya
di RS Haji Medan (2004), didapatkan bahwa proporsi balita penderita pneumonia yang
rawat inap dari tahun 1998 sampai tahun 2002 terbesar pada kelompok umur 2 bulan - <5
tahun adalah 91,1%,22 demikian juga penelitian Maafdi di RS Advent Medan tahun
2006, didapatkan bahwa proporsi balita penderita pneumonia terbesar pada kelompok
umur 2 bulan - <5 tahun sebesar 82,1%, sementara kelompok umur <2 bulan sebesar
17,9%.23
2. Jenis Kelamin
terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan. Namun menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering
didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia muda,
dibawah 6 tahun. Menurut Glenzen dan Deeny, anak laki-laki lebih rentan terhadap ISPA
yang lebih berat, dibandingkan dengan anak perempuan. Berdasarkan hasil penelitian
Dewi, dkk di Kabupaten Klaten (1996), didapatkan bahwa sebagian besar kasus terjadi
pada anak laki-laki sebesar 58,97%, sementara untuk anak perempuan sebesar 41,03%.
3. Status Gizi
kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang
meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang
memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan
mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh. Hasil penelitian Dewi, dkk
(1996) di Kabupaten Klaten, dengan desain cross sectional didapatkan bahwa anak yang
berstatus gizi kurang/buruk mempunyai risiko pneumonia 2,5 kali lebih besar
Hasil penelitian Mustafa di Kota Banda Aceh (2006), dengan desai cross
sectional, berdasarkan hasil analisis bivariat antara penyakit ISPA dengan status gizi anak
balita menunjukkan bahwa anak balita yang menderita penyakit ISPA didapatkan 2,19
kali mempunyai status gizi tidak baik dibandingkan dengan anak balita yang tidak
menderita penyakit ISPA (p = 0.038). Salah satu penentuan status gizi adalah klasifikasi
keperluan Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita dengan mengukur berat badan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir <2.500
gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih
tinggi dari pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama
kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi
baru lahir. Berdasarkan hasil penelitian Syahril di Kota Banda Aceh (2006), didapatkan
bahwa proporsi anak balita yang menderita pneumonia dengan berat badan lahir <2.500
gram sebesar 62,2%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara kejadian pneumonia dengan balita BBLR (p <0,05). Nilai OR 2,2 (CI
95%; 1,481-4,751), artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,2 kali
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan
faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama selama minggu
pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung
zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit)
Bayi (0-12 bulan) memerlukan jenis makanan ASI, susu formula, dan makanan
padat. Pada enam bulan pertama, bayi lebih baik hanya mendapatkan ASI saja (ASI
Eksklusif) tanpa diberikan susu formula. Usia lebih dari enam bulan baru diberikan
makanan pendamping ASI atau susu formula, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika
anak tidak bisa mendapatkan ASI, seperti ibu dengan komplikas postnatal.
bahwa proporsi balita yang tidak mendapat ASI eksklusif menderita pneumonia sebesar
56,2%, sedang yang tidak menderita pneumonia 38,8%. Hasil uji statistic diperoleh
bahwa anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2 kali lebih besar pada anak
6. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit
menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya
(lumpuh layu), TBC (batuk berdarah), difteri, liver (hati), tetanus, pertusis.
tersebut. Jadwal pemberian imunisasi sesuai dengan yang ada dalam Kartu Menuju Sehat
(KMS) yaitu BCG : 0-11 bulan, DPT 3x : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1x :
9-11 bulan, Hepatitis B 3x : 0-11 bulan. Selang waktu pemberian imunisasi yang lebih
bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia pada balita dengan
status imunisasi. Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,5 (CI 95%; 2.929 – 4.413),
artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,5 kali lebih besar pada anak
yang status imunisasinya tidak lengkap.28 Berbeda dengan hasil penelitian Afrida di
Medan (2007), hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara status imunisasi bayi dengan kejadian penyakit ISPA (p>0,05).
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Berdasarkan KepMenKes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan
menetapkan bahwa kelembaban yang sesuai untuk rumah sehat adalah 40- 70%, optimum
60%.
terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa factor
kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita
sebesar 28 kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C.
Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah
tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar
aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun
bagi penghuninya menjadi meningkat.30 Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan
mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas
lantai.
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), didapatkan bahwa prevalens rate
ISPA pada bayi yang memiliki ventilasi kamar tidur yang tidak memenuhi syarat
kesehatan sebesar 69,9%, sedangkan untuk yang memenuhi syarat kesehatan sebesar
30,1%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat
menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak
yang bermakna antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian penyakit ISPA (p
<0,05).
kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak
memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan
penyakit paru dan penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), prevalens rate ISPA pada bayi yang
dirumahnya menggunakan bahan bakar untuk memasak adalah minyak tanah sebesar
76,6%, sedangkan gas elpiji sebesar 33,3%. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok
terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon
prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau
97.560.002 penduduk. Prevalensi perokok pasif pada laki-laki 32,67% atau 31.879.188
penduduk dan pada perempuan 67,33% atau 65.680.814 penduduk. Sedangkan prevalensi
perokok aktif pada laki-laki umur 10 tahun ke atas adalah sebesar 54,5%, pada
perempuan 1,2%.
Prevalensi perokok pasif pada balita sebesar 69,5%, pada kelompok umur 5-9
tahun sebesar 70,6% dan kelompok umur muda 10-14 tahun sebesar 70,5%.
Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita dan umur muda disebabkan karena
mereka masih tinggal serumah dengan orang tua ataupun saudaranya yang merokok
dalam rumah.
Berdasarkan hasil penelitian Syahril (2006), dari hasil uji statistik diperoleh nilai
OR = 2,7 (CI 95%; 1.481 – 4.751) artinya anak balita yang menderita pneumonia
risikonya 2,7 kali lebih besar pada anak balita yang terpapar asap rokok dibandingkan
Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan sakit berbeda dari satu individu
dengan individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit, persepsi terhadap penyakitnya
merupakan hal yang penting dalam menangani penyakit tersebut. Untuk bayi dan anak
balita persepsi ibu sangat menentukan tindakan pengobatan yang akan diterima oleh
anaknya.
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio
pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah
ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan
hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih
banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status
ekonominya rendah.
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi, akan lebih banyak membawa anak berobat ke
fasilitas kesehatan, sedangkan ibu dengan pendidikan rendah lebih banyak mengobati
sendiri ketika anak sakit ataupun berobat ke dukun. Ibu yang berpendidikan minimal
tamat SLTP 2,2 kali lebih banyak membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika sakit
dibandingkan dengan ibu yang tidak bersekolah, hal ini disebabkan karena ibu yang
tamat SLTP ke atas lebih mengenal gejala penyakit yang diderita oleh balitanya.
2.2.4. Patogenesis
Menurut Baum (1980), saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia
luar sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi mauapun partikel dan gas yang ada di udara amat
tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu:
2. Makrofag alveoli.
3. Antibodi.
Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran
napas yang sel-sel epitel mukosanya rusak, akibat infeksi terdahulu. Selain itu, hal-hal yang
1) Asap rokok dan gas SO₂ yang merupakan polutan utama dalam pencemaran udara.
2) Sindrom immotil.
Makrofag banyak terdapat di alveolus dan akan dimobilisasikan ke tempat lain bila
terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri,
Antibodi setempat yang ada pada saluran pernapasan ialah imunoglobulin A (IgA).
Antibodi ini banyak terdapat di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya
infeksi saluran pernapasan, seperti yang sering terjadi pada anak. Mereka dengan defisiensi IgA
akan mengalami hal yang serupa dengan penderita yang mengalami imunodefisiensi lain, seperti
penderita yang mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas
1) Karakteristik inokulum meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi jasad renik
yang masuk.
2) Daya tahan tubuh seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa, gerak mukosilia,
3) Umur mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan
memberikan gambaran klinis yang lebih buruk bila dibandingkan dengan orang dewasa.
Gambaran klinis yang buruk dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh
infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah.
2.2.5. Klasifikasi
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitismedia,
faringitis.
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai dengan alveoli,
a. Pneumonia
Definisi : Penyakit peradangan parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial.
melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama
Etiologi :
espektorasi purulen.
Pemeriksaan fisik : demam (>39°c), dispneu, takipneu, nafas cuping hidung, sianosis.
Pemeriksaan penunjang :
pleura (pleuritis)
Penatalaksanaan :
Kriteria MRS :
b. Sianosis
c. Usia <6bln
f. Imunokompromis
Oksigenasi
Pemberian cairan dan kalori yang cukup sesuai berat badan, peningkatan suhu
Sesak tidak terlalu hebat, diet enteral bertahap melalui selang nasogastrik
Sekresi lendir berlebihan inhalasi dengan salin normal
Medikamentosa :
Dosis :
Ampisilin 100mg/kgBB/hari
Kloramfenikol : 100mg/kgBB/hari
Gentamisin 5mg/kgBB/hari
Diagnosis banding :
Bronkiolitis
Payah jantung
Abses paru
Meningitis
Ileus
b. Bronkiolitis
Definisi : infeksi akut pada bronkiolus ditandai dengan obstruksi inflamasi pada
virus influenzae.
Patogenesis : invasi virus pada bronkiolus edema, akumulasi mukus & debris
Anamnesis : pada anak usia < 2 th dengan sesak nafas, mengi ygang timbul mengikuti
ISPA
Pemeriksaan penunjang
jantung, Miokarditis.
Penatalaksanaan :
c. Bronkitis
Etiologi :
Alergi : Asma
Kimiawi : Aspirasi susu, aspirasi isi lambung, Asap rokok, uap/gas yang
merangsang.
Gejala klinis :
Sifat batuk : kering yang disertai nyeri/panas subternal, riak jernih purulen
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan penunjang :
Foto thorax : peningkatan corak bronkovaskuler / bisa juga normal.
Penatalaksanaan :
atelektasis/pneumonia.
Penyakit saluran pernapasan atas dapat memberikan gejala klinik yang beragam, antara
lain:
1) Gejala koriza (coryzal syndrome), yaitu pengeluaran cairan (discharge) nasal yang
berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan. Sakit tenggorokan
(sore throat), rasa kering pada bagian posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala,
malaise, nyeri otot, lesu serta rasa kedinginan (chilliness), demam jarang terjadi.
2) Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat. Peradangan pada
faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi nasal,
batuk sering terjadi, tetapi gejala koriza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan,
malaise, rasa sakit di seluruh badan, sakit kepala, demam ringan, dan parau (hoarseness).
3) Gejala faringokonjungtival yang merupakan varian dari gejala faringeal. Gejala
faringeal sering disusul oleh konjungtivitis yang disertai fotofobia dan sering pula disertai
rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang konjungtivitis timbul terlebih dahulu dan
hilang setelah seminggu sampai dua minggu, dan setelah gejala lain hilang, sering terjadi
epidemi.
4) Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam, menggigil,
lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise, anoreksia yang timbul tiba-tiba, batuk,
sakit tenggorokan, dan nyeri retrosternal. Keadaan ini dapat menjadi berat. Dapat terjadi
5) Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak, yaitu sakit beberapa hari yang
disebabkan oleh virus Coxsackie A. Sering menimbulkan vesikel faringeal, oral dan
6) Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut (cruop), yaitu suatu kondisi serius yang
mengenai anak-anak ditandai dengan batuk, dispnea, dan stridor inspirasi yang disertai
Berdasarkan hasil penelitian, ISPA yang terjadi pada ibu dan anak berhubungan dengan
penggunaan bahan bakar untuk memasak dan kepadatan penghuni rumah, demikian pula terdapat
pengaruh pencemaran di dalam rumah terhadap ISPA pada anak dan orang dewasa. Pembakaran
pada kegiatan rumah tangga dapat menghasilkan bahan pencemar antara lain asap, debu, grid
(pasir halus) dan gas (CO dan NO). Demikian pula pembakaran obat nyamuk, membakar kayu di
dapur mempunyai efek terhadap kesehatan manusia terutama Balita baik yang bersifat akut
maupun kronis. Gangguan akut misalnya iritasi saluran pernafasan dan iritasimata.
Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana
ventilasi dapat memelihara kondisi atmosphere yang menyenangkan dan menyehatkan bagi
manusia. Suatu studi melaporkan bahwa upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat dan
sedang dapat dilakukan di antaranya dengan membuat ventilasi yang cukup untuk mengurangi
polusi asap dapur dan mengurangi polusi udara lainnya termasuk asap rokok. Anak yang tinggal
di rumah yang padat (<10m2/orang) akan mendapatkan risiko ISPA sebesar 1,75 kali
dibandingkan dengan anak yang tinggal dirumah yang tidak padat (Achmadi, 1993 dalam Badan
Faktor lain yang berperan dalam penanggulangan ISPA adalah masih buruknya
manajemen program penanggulangan ISPA seperti masih lemahnya deteksi dini kasus ISPA
terutama pneumoni, lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan, serta pengetahuan yang
kurang dari masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyaknya kasus
ISPA yang datang ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam kategori berat (Badan Penelitian
2.2.8. Penatalaksanaan
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan
sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol per oral. Bila penderita tidak mungkin
penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita
ISPA:
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis
½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali
sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
5. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna
Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan
tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka
dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang
mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh
tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas
2. Immunisasi.