A. Pengertian IPTEKS
Ilmu dalam bahasa Arab `ilm berarti memahami, mengerti atau
mengetahui. Ilm menurut bahasa berarti kejelasan, karena itu segala kata
yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Misalnya: `alam
(bendera), `ulmat (bibir sumbing), a`lam (gunung-gunung), `alamat (alamat),
dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang segala sesuatu.
Ilmu atau sains memiliki arti lebih spesifik yaitu usaha mencari
pendekatan rasional dan pengumpulan fakta-fakta empiris, dengan melalui
pendekatan keilmuan akan didapatkan sejumlah pengetahuan atau juga dapat
dikatakan ilmu adalah sebagai pengetahuan yang ilmiah.
Menurut Jan Hendrik Rapar menjelaskan bahwa pengetahuan ilmiah
(scientific knowledge) adalah pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan
metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang
dicapai Pengetahuan yang demikian dikenal juga dengan sebutan science.
Teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan masalah
guna mencapai suatu tujuan tertentu, atau dapat dikatakan juga teknologi
adalah ilmu tentang penerapan ilmu pengetahuan untuk memenuhi suatu
tujuan.
Teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan
penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk
memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu cara menerapkan kemampuan
teknik yang berlandaskan ilmu pengetahuan dan berdasarkan proses teknis
tertentu untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan terpenuhinya
suatu tujuan.
b. Materi pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan
berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:
1) Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter
manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2) Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara
perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta
antara dunia dengan akhirat.
3) Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
c. Model Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahmad dahlan tidak
menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran
agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi
harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.
1) Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan
Sorogal, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal
seperti sekolah Belanda.
2) Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan
di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-
buku umum.
3) Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya
terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap
sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan
hubungan guru-murid yang akrab.
1. Aspek Pedagogis
Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo
Educondum’ yaitu makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya
dengan makhluk yang lain. Jadi disini pendidikan berfungsi memanusiakan
manusia tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia
yang sebenarnya.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut
‘Psychophyisk Netral’ yaitu makhluk yang memiliki kemandirian
(selftandingness) jasmaniahnya dan rohaniah. Didalam kemandirian itu
manusia mempunyai potensi dasar yang merupakan benih yang dapat
tumbuh dan berkembang.
3. Aspek Sosiologis Dan Kultural
Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak
dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
4. Aspek Filosofis
Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu
makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.
Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik
dan dapat mendidik. Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi
khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi
dengan fitrah Allah berupa keterampilan yang dapat berkembang, sesuai
dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui
pendidikan. Oleh karena itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia tersebut
sehingga terbentuk seorang yang berkepribadian muslim. Potensi dasar
tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara dan
berkembang dengan baik. Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan
potensi dasar itu lebih berdaya guna, berfungsi secara wajar dan manusiawi.
Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia yang
diarahkan kepada manusia lain dengan harapan mereka, ini berkat
pendidikan (pengajaran) itu kelak menjadi manusia yang shaleh, yang
berbuat sebagai mana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa yang
tidak patut dilakukannya.
HUBUNGAN FITRAH DENGAN PENDIDIKAN
Sebelum kita melihat hubungan fitrah dengan pendidikan maka dilihat
dulu dari segi pengertian.
1. Fitrah adalah : kemampuan dasar yang ada pada diri seseorang yang
harus dikembangkan secara optimal.
2. Pendidikan adalah : usaha sadar orang dewasa untuk mengembangkan
kemampuan hidup secara optimal, baik secara pribadi maupun sebagai
anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai religius dan sosial sebagai
pengarah hidupnya.
Dapat disimpulkan bahwa hubungan fitrah dengan pendidikan adalah
potensi yang ada atau kemampuan jasmani dan rohaniah yang dapat
dikembangkan tersebut. Pendidikan merupakan sarana (alat) yang
menentukan sampai dimana tiitk optimal kemampuan-kemampuan tersebut
untuk mencapainya. Keutuhan terhadap pendidikan bukan sekedar untuk
mengembangkan aspek-aspek individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga
mengarahkan perkembangan kemampuan dasar tersebut kepada pola hidup
yang ukhawi. Oleh karena itu diperlukan atau keharusan pendidikan.
Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan
sebagi “fitrah tauhid” aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian
yang tidak ternoda. Menurut H.M. Arifin, fitrah adalah suatu kemampuan
dasar manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya, yang di dalamnya
terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling
berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia.
Seiring dengan lajutnya pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, peranan pendidikan akan menjadi semakin
penting. Karena di samping kemajuan ilmu pengetahuan yang menuntut
sumber daya manusia yang berkualitas (khalifah Allah dibumi). Juga
pendidikan berperan sebagai pengarah dari lajunya perkembangan
pengetahuan itu sendiri, sehingga hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu tidak akan merusak nilai manusia itu sendiri.
Al-Quran sebagai tumpuan dasar hidup dan kehidupan manusia dan
sekaligus sumber ajaran Islam memuat begitu banyak segi kehidupan. Begitu
banyak yang tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang tersirat maupun yang
tersurat, dari perihidup kemanusiaan sampai menerobos keberbagai bidang
ilmu pengetahuan.
Salah satu yang terpenting dalam ajaran Islam adalah pendidikan, yang
merupakan faktor fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi
salah satu bidang yang tercakup dalam kandungan ayat-ayat suci al-Quran
dan bahkan menjadi topik yang utama. Sebab Rasulullah sendiri diutus oleh
Allah untuk mengajarkan dan mendidik manusia untuk dapat mengenal
Allah dan Rasulnya.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan
berbagai potensi atau fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi
istimewa ini dimaksudkan agar mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai
khalifah di muka bumi dan juga untuk beribadah kepada Allah SWT.
Manusia dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan suatu proses
pendidikan, sehingga apa yang akan diembannya dapat terwujud.
Pendidikan islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang berkrebadian
muslim baik secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan segala amal
perbuatannya untuk mencari keriddhaan Allah SWT. Pendidikan Islam harus
menggunakan al-Quran sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai
teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus
berlandaskan ayat-ayat al-Quran yang penafsirannya dapat dilakukan
berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.
Dengan demikian, hakikat cita-cita Pendidikan Islam adalah melahirkan
manusia-manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain
saling menunjang. Fitrah adalah potensi diri manusia untuk lebih baik. Itulah
sebabnya potensi untuk menjadi lebih baik pada diri kita senantiasa
dodorong dan dibangkitkan. Banyak sekali orang selalu optimis, sehingga
berbagai masalah dan rintangan mampu dihadapi dengan gembira yang
akhirnya mampu membuat orang-orang disekitarnya termotivasi untuk
meningkatkan kualitas hidup. Fitrah erat kaitannya dengan citra manusia
yang merupakan gambaran tentang diri manusia yang berhubungan dengan
kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas tersebut merupakan sunnah Allah
yang ada pada manusia sejak ia dilahirkan.
Kondisi citra manusia secara potensial tidak dapat dirubah, sebab jika
berubah maka eksistensi manusia menjadi hilang, namun secara actual citra
tersebut dapat berubah sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia itu
sendiri. Sebelum kita mengetahui fitrah dan potensi manusia dalam
pendidikan Islam. Kita lihat dulu pengetian dari Pendidikan Islam itu sendiri
apa?. Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-touny al-
Syaebani, diartikan sebagai ”usaha mengubah tingkah laku individu dalam
kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam
alam sekitarnya melalui proses kependidikan”. Dan dari hasil rumusan
Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, Pendidikan Islam yaitu:
sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran
Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan
mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.
Adapun Pendidikan Islam menurut Dr. Muhammad Fadil Al-Djamaly,
Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada
kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai
dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampua ajarannya (pengaruh dari
luar). Dan Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yang
dilakukan seorang dewasa kepada anak didiknya untuk mempersiapkan
kehidupan yang lebih baik dan memiliki kepribadian muslim yang
mengimplemantasikan syari’at Islam dalam kehidupan sehari, serta hidup
bahagia didunia dan akhirat.
Dari beberapa defenisi tersebut, Pendidikan Islam, yakni pengenalan dan
pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan didalam diri manusia,
tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan
penciptaan, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat
tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan kepribadian.
Struktur manusia terdiri dari unsure jasmaniah dan rohaniah atau unsur
psiologis. Untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar
jasmaniah dan rohaniah tersebut, pendidikan merupakan sarana (alat) yang
menentukan sampai dimana titik optimal kemampuan tersebut dapat dicapai.
Namun, proses pengembangan kemampuan manusia melalui pendidikan
tidaklah menjamin akan terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk
menjadi baik menjadi baik menurut kehendak-Nya, mengingat Allah sendiri
telah menggariskan bahwa di dalam diri manusia terdapat kecenderungan
dua arah, yaitu arah perbuatan fasik (menyimpang dari peraturan) dan ke
arah ketakwaan (menaati peraturan/perintah). Seperti firman Allah dalam
surat As Syams 7-10. Dalam firman Allah tersebut menjelaskan bahwa,
manusia di beri kemungkinan untuk mendidik diri dan orang lain menjadi
sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak Allah melalui berbagai
metode ikhtairiah-Nya. Di sini tercermin bahwa manusia memiliki
kemamuan bebas (free will) untuk menentukan dirinya melalui upayanya
sendiri. Ia tak akan mendapatkan sesuatu kecuali menurut usahnya.
Dapat dilihat dalam firman Allah yakni dalam surat An Najm, 39 dan 40.
Disini menjelaskan konsepsi Islam tentang hubungan Tuhan dan Manusia
sebagai makhluk-Nya yang mengandung nilai kasih sayang bersifat
pendagogis (mendidik), yaitu tanpa ikhtiar, manusia tidak akan memperoleh
kasih sayamg Tuhan atau keberuntungan atau keberhasilan. Dengan kata
lain, rahmat dan hidayah serta taufik-Nya tidak akan diperoleh manusia
tanpa melalui ikhtiar yang benar dan sungguh di jalan Allah. Bilamana
tujuan pendidikan Islam diarahkan kepada pembentukan manusia yang
seutuhnya, berarti proses kependidikan yang harus dikelola oleh para
pendidik harus berjalan di atas pola dasar manusia dari fitrah yang telah
dibentuk Allah dalam setiap pribadi manusia.
Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang kompleks, karena di
dalamnya terdapat aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat dikembangkan
secara dialektis-interaksional (saling mengacu dan mempengaruhi) untuk
terbentuknya kepribadian yang serba utuh dan sempurna melalui arahan
kependidikan. Salah satu aspek potensial dari apa yang disebut “fitrah”
adalah kemampuan berfikir manusia dimana rasio atau intelegensia
(kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya. Para pendidik muslim sejak
dahulu menganggap bahwa kemampuan berpikir inilah yang
menjadi kriterium (pembeda) yang esensial antara manusia dan mahkluk-
makhluk lainnya. Disamping itu, kemampuan ini memiliki kapabilitas untuk
berkembang seoptimal mungkin yang banyak bergantung pada daya guna
proses kependidikan.
Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang
memiliki kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas yang menurut
pandangan Islam dinamakan “Fitrah”. Kata fitrah diambil dari kata fathara
yang berarti mencipta. Sementara pakar menambahkan, fitrah adalah
mencipta sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya. Kata fitrah
berasal dari kata (fi’il) fathara yang berarti “menjadikan” secara etimologi
fitrah berarti kejadian asli,agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi dasar,
dan kesucian. Menurut ibn al-Qayyim dan ibn al-Katsir, karena fatir artinya
menciptakan, maka fitrah artinya keadaan yang dihasilkan dari
penciptaannya itu.
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas, fitrah adalah awal
mula penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan
oleh al-Qur’an dalam konteksnya selain dengan manusia. Dalam kamus
susunan Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan, perangai,
kejadian asli. Dalam kamus Munjid kata fitrah diartikan dengan agama,
sunnah, kejadian, tabiat. Menurut Syahminan Zain (1986 : 5), bahwa fitrah
adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri
manusia, yang dibawanya sejak lahir.
Pengertian secara etimologi tersebut masih bersifat umum, untuk
mengkhususkan arti fitrah, hendaklah perhatikan firman Allah SWT dalam
Q.S Ar-Rum 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya
(sesuai dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah
menciptakan manusia diatas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun
kebanyakan orang tidak mengetahuinya”
Adapun sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah :
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah
yang menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)
Bila di interpretasikan lebih lanjut dari istilah “Fitrah” sebagaimana
tersebut dalam ayat al-Qur’an dan Hadist, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa:
صبن ي
)ت (نوُإبنلىَ ايلبجنباَبل نكيي ن18) ت
ف نم ب ف مرفبنع ي أنفنلن ينينظممريوُنن إبنلىَ يابلبببل نكيي ن
ف مخلبقن ي
( نوُإبنلىَ السسنماَبء نكيي ن17) ت
ف مسبطنح ي
(20) ت ( نوُإبنلىَ يالنير ب19
ض نكيي ن
Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-
Ghasiyah: 17-20)
Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di lingkungan umat Islam suatu
kegiatan observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu
tidak lagi bersifat kontemplatif seperti yang berkembang di Yunani,
melainkan memiliki ciri empiris sehingga tersusunlah dasar-dasar sains.
ت أنييبديِ السناَ ب
س ظهننر ايلفننساَند بفيِ يالبنذلر نوُايلبنيحبر ببنماَ نكنسبن ي
ن
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena
perbuatan tangan manusia...” (QS. Ar Rum: 41)
( ثمسم ينأيبتيِ بمين بنيعبد47) صيدتميم فننذمريوُهم بفيِ مسينبملببه إبلس قنلبييلل بمسماَ تنأيمكلميونننقاَنل تنيزنرمعيونن نسيبنع بسنبيينن ندأننباَ فننماَ نح ن
(48) صنميونن ك نسيبنع بشنداند ينأيمكيلنن نماَ قنسديمتميم لنهمسن إبلس قنلبييلل بمسماَ تميح ب ذل ب ن
Artinya: "Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun
(lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu
biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu
akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu
simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit
gandum) yang kamu simpan. (QS. Yusuf: 47-48)
( إبسن6)ك هميم نشرَر ايلبنبريسبة ب نوُايلمميشبربكيينن بفيِ نناَبر نجهننسنم نخاَلببديينن فبيينهاَ مأوُلنئب نإبسن السبذيينن نكفنمروُا بمين أنيهبل ايلبكنتاَ ب
ت نعيدءن تنيجبريِ بمين ( نجنزامؤهميم بعينند نربذبهيم نجسناَ م7) ك هميم نخييمر ايلبنبريسبة ت مأوُلنئب ن السبذيينن آننممنوا نوُنعبمملوا ال س
صاَلبنحاَ ب
ضوا نعينهم نذلب ن
) ك لبنمين نخبشنيِ نربسهم تنيحتبنهاَ يالنيننهاَمر نخاَلببديينن فبيينهاَ أنبنلدا نر ب
ضنيِ ام نعينهميم نوُنر م
(8
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan
orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal
di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga
'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha
kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada
Tuhannya. (Qs. Bayinah: 6-8)
c. Al-Qur`an Sebagai Sumber Motivasi
Al Quran mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk
melakukan penjelajahan angkasa luar dan di bumi, perhatikan firman Allah
berikut ini:
ت نوُيالنير ب
ض نفاَينفممذوُا لن تنينفممذوُن إبلس طيعتميم أنين تنينفممذوُا بمين أنيق ن
طاَبر السسنماَنوُا ب نميعنشنر ايلبجذن نوُيابلين ب
س إببن ايستن ن
ببمسيل ن
طاَءن
Artinya: Hai sekumpulan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan (sulthon). (QS. Ar Rahman: 33)
Kemudian tentang penjelajahan di bumi, perhatikan firman berikut ini:
س نوُيالنيننعاَمم نحت س
ىَ إبنذا ض بمسماَ ينأيمكمل السناَ م ت يالنير ب ط بببه نننباَ مإبنسنماَ نمثنمل ايلنحنياَبة الرَديننياَ نكنماَءء أنيننزيلنناَهم بمنن السسنماَبء نفاَيختنلن ن
َظسن أنيهلمنهاَ أنينهميم نقاَبدمريوُنن نعلنيينهاَ أننتاَنهاَ أنيممرنناَ لنييلل أنيوُ نننهاَلرا فننجنعيلنناَنها ض مزيخمرفننهاَ نوُانزيسنن ي
ت نوُ ن ت يالنير م أننخنذ ب
صمل يالننياَ ب
ت لبقنيوءم يستنفنسكمريوُنن ك نمفن ذ صييلدا نكأ نين لسيم تنيغنن بباَيلنيم ب
س نكنذلب ن نح ب
Artinya: Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah
seperti air (hujan) yang kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan
suburnya) karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang
dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya dan pemilik-
permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah
kepadanya azab kami di waktu malam atau siang, lalu kami jadikan (tanam-
tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum
pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus: 24)
e. Al-Quran Sumber Etika Pengembangan Iptek
Pada teknologi harus terkandung muatan etika yang selalu menyertai
hasil teknologi pada saat akan diterapkan. Sungguh pun hebat hasil teknologi
namun jika diniatkan untuk membuat kerusakan sesama manusia,
menghancurkan lingkungan sangat dilarang di dalam Islam. Jadi teknologi
bukan sesuatu yang bebas nilai, demikian pula penyalahgunaan teknologi
merupakan perbuatan zalim yang tidak disukai Allah SWT. Perhatikan
FirmanNya:
ك نوُلن تنيببغ يالفننساَند ك بمنن الرَديننياَ نوُأنيحبسين نكنماَ أنيحنسنن ام إبلنيي ن ك ام السدانر يالنبخنرةن نوُلن تنين ن
س نن ب
صييبن ن نوُايبتنبغ فبيينماَ آننتاَ ن
ب ايلمميفبسبديينن َض إبسن ان لن يمبح ر بفيِ يالنير ب
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash: 77)
Demikian pula sains dan teknologi modern (Barat) tidak ada yang netral
atau bebas nilai. Tetapi prioritas, penekanan, metode dan prosesnya, serta
pandangan terhadap dunia merefleksikan kepentingan masyarakat dan
kebudayaan Barat. Dalam kerangka ini sains Barat semata-mata digunakan
untuk mengejar keuntungan dan sejumlah produksi, untuk pengembangan
militer dan perlengkapan-perlengkapan perang, serta untuk mendominasi ras
manusia terhadap ras manusia lainnya, sebagaimana untuk mendominasi
alam. Dalam sistem Barat sains itu sendiri merupakan nilai tertinggi,
sehingga segala-galanya harus dikorbankan demi sains dan teknologi.
Dalam kaitan ini munculnya disiplin baru seperti sosiobiologi, eugenics
(ilmu untuk meningkatkan kualitas-kualitas spesies manusia) dan rekayasa
genetika, tidak mendorong timbulnya persaudaraan dan tanggungjawab tapi
memberi kesan bagi kaum ilmuwan bahwa merekalah penguasa jagad raya
ini.
Kemudian dalam bidang biologi, perkembangan teknologi yang pesat
diawali dengan penemuan DNA oleh Watson dan Crick pada Tahun 1953.
Sejak saat itu berbagai macam teknologi yang melibatkan perekayasaan sifat
genetic makhluk hidup mulai bermunculan. Beberapa diantaranya sangat
menakjubkan dan memungkinkan manusia berperan sebagai tuhan.
Sementara sanat Islam berbeda, ilmu yang dicari semata-mata hanya untuk
mencari karunia Allah, bukan untuk merusak sehingga menimbulkan
bencana.
F. Dampak IPTEKS
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai dampak positif dan negatif. Penilaian positif maupun negatif
ini bersifat subyektif, tergantung kepada siapa yang menilainya. Yang dinilai
negatif oleh bangsa Indonesia belum tentu juga dinilai negatif oleh bangsa
Amerika, misalnya.
Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
dirasakan, misalnya, dalam bidang teknologi komunikasi dan
informasi. Ditemukannya teknologi pesawat terbang telah membuat
manusia dapat pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat. Perjalanan haji
yang dulu dilakukan selama beberapa minggu melalui laut kini, dengan
makin lancarnya transportasi udara, dapat dilakukan hanya dalam waktu
delapan jam saja. Kemajuan di bidang televisi satelit telah memungkinkan
kita melihat Olimpiade Atlanta langsung tanpa harus keluar
rumah. Penemuan telepon genggam telah memungkinkan kita untuk
menghubungi seseorang di mana saja ia berada atau dari mana saja kita
berada. Kemajuan di bidang penyimpanan data telah memungkinkan kita
memiliki seluruh jilid Ensiklopedia Britanica dalam satu keping Compact
Disk yang beratnya kurang dari satu ons. Kemajuan di bidang komputer
telah menciptakan jaringan internet yang memungkinkan kita mendapatkan
informasi dari perpustakaan di seluruh dunia tanpa harus keluar dari
kamar. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah membuat perdagangan
internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Sekarang ini, lewat bursa
saham, orang dapat dengan mudah memiliki perusahaan di negara lain.
Dari sisi positifnya, proses ini membuat orang tidak lagi hanya
berwawasan lokal. Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat
ke seluruh dunia guna menemukan solusi. Dalam mencari pekerjaan atau
ilmu pun, ia tidak lagi membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga
pendidikan di kampungnya, kotanya, propinsinya, atau negaranya saja.
Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi kemungkinan tempat ia bekerja
atau mencari ilmu.
Dari sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak
negatif. Hal ini karena inovasi-inovasi di bidang iptek itu kebanyakan terjadi
di negara lain yang mempunyai nilai-nilai sosial, politik, dan budaya yang
belum tentu sama dengan nilai bangsa kita. Kendati teknologinya itu sendiri
dapat dianggap sebagai netral atau bebas nilai, penerapan dan pembawa ilmu
pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dikatakan selalu bebas
nilai. Sebagai contoh, kemajuan teknologi parabola telah memungkinkan
kita melihat siaran televisi Perancis tanpa ada sensor. Adegan seks dan
pamer dada wanita, yang di RCTI tidak mungkin keluar, dapat dilihat anak-
anak tanpa terpotong sensor lewat parabola itu. Banjirnya film asing di TV
nasional juga dapat mempengaruhi nilai budaya para
pemirsanya. Telenovela dan film Barat yang amat populer di TV swasta kita,
secara tidak terasa, dapat mempengaruhi para pemirsanya bahwa
perselingkuhan dalam kehidupan suami istri itu adalah hal yang biasa, bahwa
kekerasan merupakan salah satu pemecahan masalah. Film detektif bahkan
dapat menjadi 'guru' bagi para maling.
Globalisasi cara berfikir, yang menjadi salah satu dampak kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi, dapat membuat orang tidak lagi
mengacu pada nilai-nilai tradisional bangsanya belaka. Kemudahan
memperoleh informasi akan membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang
ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial,
ekonomi, budaya, maupun politik. Sebagai bangsa yang sedang membangun
jati-dirinya, proses globalisasi ini jelas merupakan tantangan yang harus
diatasi dalam upaya pembentukan manusia Indonesia yang dicita-citakan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut pengertian Barat, ilmu adalah murni ciptaan manusia, tanpa
adanya campur tangan Allah. Sedangkan menurut al-Qur’an, ilmu adalah
rangkaian keterangan teratur dari Allah (Q.S. Al-Rahman : 1-13).
Orang Barat menganggap bahwa teknologi merupakan objek yang terlahir
atas kebudayaan perilaku manusia. Menurut al-Qur’an, teknologi tercipta
karena adanya kesadaran untuk menciptakannya, bukan sebagai ambisi tiap
individu.
Sebelum Islam datang, Dr Muhammad Luthfi, ketua Kajian Timur
Tengah Universitas Indonesia, mengatakan bahwa Eropa berada dalam abad
kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu yang maju, bahkan lebih percaya
tahyul. Para ilmuwan Barat terinspirasi oleh kemajuan IPTEK yang
dibangun kaum muslimin.
Rahasia kemajuan peradaban Islam adalah karena Islam tidak mengenal
pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama.
Satu dengan yang lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan
syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan
riset-riset ilmiah.
Secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar agama dapat
berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan
spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk
pembangunan bidang iptek tentunya. Dalam kaitannya dengan
pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat menjiwai,
menggerakkan, dan mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut.
Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada
taraf tidak saling mengganggu. Pengembangan iptek dan pengembangan
kehidupan beragama diusahakan agar tidak saling tabrak pagar masing-
masing. Pengembangan agama diharapkan tidak menghambat
pengembangan iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak
mengganggu pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang timbul
antara keduanya diselesaikan dengan kebijaksanaan.
Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai dampak positif dan negatif. Dari sisi positifnya, kemajuan iptek
membuat orang tidak lagi hanya berwawasan lokal. Dalam usahanya
memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia guna menemukan
solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi membatasi diri
pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya,
propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi
kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu. Dampak negatifnya
adalah adanya globalisasi cara berfikir, yang dapat membuat orang tidak lagi
mengacu pada nilai-nilai tradisional bangsanya. Kemudahan memperoleh
informasi akan membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang ada pada
masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi,
budaya, maupun politik.
Kondisi Indonesia sekarang sudah mengikuti pada gaya Barat. Kenyataan
menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa
Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian
politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain
kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak) bangsa-
bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah SWT. Serta melawan pengaruh
buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis
(mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).
Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan
Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka
Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi
sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang
amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk
berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam
(Rahmatan lil ’Alamin).
Dalam perspektif Islam, antara iman, ilmu, amal, dan iptek tidak bisa
dipisahkan. Disana terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang
terintegrasi kedalam suatu sistem yang disebut Dinul Islam. Tauhid sebagai
kunci pokok Islam, tidak mengakui adanya pemisahan antara iman dan sains.
Segala sesuatu yang ada di alam merupakan bukti kehadiran Allah.
Pengetahuan tentang alam adalah suatu bentuk amal shaleh yang dapat
mendekatkan diri manusia kepada Allah.
B. Saran
Pengembangan IPTEK yang lepas dari keimanan tak akan bernilai ibadah
dan tak akan menghasilkan manfaat bagi manusia dan lingkungan.
Sebaliknya, pengembangan IPTEK yang didasari etika Islam akan
memberikan orientasi dan arah yang jelas, serta mampu mengoptimalkan
manfaat IPTEK dan meminimalisir dampak negatif IPTEK bagi manusia dan
alam. Orang yang melandaskan ilmunya dengan keimanan, pengembangan
dan pemanfaatan IPTEK tidaklah ditujukan sebagai tuntutan hidup semata,
tetapi juga merupakan refleksi dari ibadah kepada Allah. Ia menjadi sarana
peningkatan rasa syukur dan ketakwaan kepada Allah. Oleh karena itu, kita
harus sebisa mungkin menyeimbangkan antara iptek dan agama.