Anda di halaman 1dari 7

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,

BERSAMA YANG DICINTAI

Cinta itu laksana pohon di dalam hati. Akarnya adalah ketundukan kepada
kekasih yang dicintai, buahnya adalah ketaatan kepadanya dan air yang
menghidupinya adalah menyebut namanya.

Allah telah mensifati Diri-Nya, bahwa Dia mencintai hamba-hamba-Nya yang


Mukmin dan mereka pun juga mencintai-Nya. Allah mengabarkan bahwa mereka
lebih mencintai Allah dan Dia mensifati Diri-Nya, bahwa Dia penuh kasih dan
Dia-lah kekasih yang patut dicintai, seperti yang dikatakan Al-Bukhary.
Kasih adalah cinta yang tulus. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang Mukmin
dan mereka juga mencintai-Nya.

Al-Bukhary meriwayatkan di dalam shahihnya dari hadits Anas bin Malik


Radhiyallahu Anhu, dia berkata,

"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang apa yang beliau


riwayatkan dari Robb-nya, Dia berfirman,

"Barangsiapa meremehkan penolong-Ku, berarti dia telah menampakkan


peperangan dengan-Ku. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku seperti
melaksanakan apa yang Ku-fardhukan kepadanya, dan tidaklah hamba-Ku
senantiasa mendekat kepada-Ku dengan nafilah-nafilah (mengerjakan
ibadah-ibadah sunnah), hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya maka
Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar. Aku menjadi
pandangannya yang dia gunakan untuk memandang. Aku menjadi tangannya yang
dia gunakan untuk memegang. Aku menjadi kakinya yang dia gunakan untuk
berjalan. Dengan-Ku dia mendengar, dengan-Ku dia memandang, dengan-Ku dia
memegang dan dengan-Ku dia berjalan. Seandainya dia meminta kepada-Ku,
niscaya Aku benar-benar memberikan kepadanya permintaannya, dan seandainya
dia berlindung kepada-Ku, niscaya Aku benar-benar melindunginya."

Dari hadits tersebut terlihat bahwa Allah memenuhi segala kebutuhan


hamba-Nya yang mukmin, memenuhi tuntutan-tuntutannya dan melindunginya jika
dia meminta perlindungan kepada-Nya.

Paman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Abu Thalib pernah berkata


kepada beliau, "Wahai anak saudaraku, aku tidak melihat Robb-mu melainkan
Dia selalu patuh kepadamu."

Beliau bersabda kepadanya, "Dan engkau wahai pamanku, andaikan engkau patuh
kepada-Nya, Dia pun juga akan patuh kepadamu." (Ibnu Hajar menyebutkan
kisah ini dalam Al-Ishabah, dalam masalah biografi Abu Thalib).

Di dalam tafsir Ibnu Abi Nujaih, dari Mujahid tentang firman Allah, "Dan
Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya", dia berkata, "Artinya
kesayangan yang dekat. Jika Ibrahim meminta kepada-Nya, maka Allah
memenuhinya, dan jika Ibrahim berdoa kepada-Nya, maka Allah mengabulkannya."
Allah mewahyukan kepada Musa Alaihis-Salam, "Wahai Musa, jadilah kamu
seperti apa yang Ku-kehendaki, niscaya Aku akan menjadi seperti yang kamu
kehendaki."

(Ya Allah, hidupkanlah hatiku dengan cinta-Mu dan jadikanlah aku bagi-Mu
seperti yang Engkau cintai)

Perhatikanlah huruf ba' (dengan) dalam firman-Nya, "Bi yasma'u, bi


yubshiru, bi yubthisyu, bi yamsyi". Hal ini menjelaskan makna firman-Nya,
"Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar", dan
seterusnya. Jika dia mendengar, maka dia mendengar dengan Allah, jika
melihat dia melihat dengan Allah, jika memegang dia memegang dengan Allah,
jika berjalan dia berjalan dengan Allah. Hal ini menegaskan firman Allah di
dalam Al-Qur'an,

"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang


berbuat kebaikan." (An-Nahl: 128)

"Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik."


(Al-Ankabut: 69)

"Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman." (Al-Anfal: 19)

Begitu pula firman Allah, yang diriwayatkan Rasulullah Shallallahu Alaihi


wa Sallam dari-Nya,

"Aku bersama hamba-Ku selagi dia menyebut-Ku dan kedua bibirnya bergerak
bersama-Ku."

Kebersamaan yang dinafikan di dalam ayat ini adalah ditujukan kepada


kekasih dan penolong-penolongnya. Perhatikan bagaimana Allah menjadikan
cinta-Nya kepada hamba, yang bergantung kepada hamba itu sendiri yang
melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah dan upayanya mendekatkan
diri dengan mengerjakan ibadah-ibadah nafilah (sunnah), bukan dengan yang
lain. Jadi cinta kepada Allah bukanlah hanya sekedar diucapkan dan mengaku
mencintai, tetapi adalah ditunjukan dengan laku perbuatan bersegera kepada
ketaatan, bersegera menjalankan yang difardhukan oleh Allah, dan banyak
melaksanakan ibadah-ibadah sunnah dengan keikhlasan, dan selalu berusaha
untuk melakukan hal-hal yang disukai Allah dan membuat Allah ridha.

Di dalam Ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa


Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Jibril berseru, 'Sesungguhnya


Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia!' Maka para penghuni langit
mencintainya, kemudian dijadikan orang-orang yang menyambutnya di muka bumi."

Dalam lafazh Muslim disebutkan,

"Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril
seraya berfirman, 'Sesungguhnya Aku mencintai Fulan, maka cintailah
dia!' Beliau bersabda, 'Maka Jibril mencintai hamba itu, kemudian berseru
di langit, dengan berkata, 'Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka
cintailah dia!' Lalu para penghuni langit mencintainya'. Beliau bersabda,
'Kemudian dijadikan orang-orang yang menyambutnya di bumi. Dan, jika Dia
memurkai seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril, seraya berfirman,
'Sesungguhnya Aku memurkai Fulan. Maka murkailah dia!' Beliau bersabda,
'Maka Jibril memurkai hamba itu, Kemudian dia berseru di langit,
'Sesungguhnya Allah memurkai Fulan, maka murkailah dia!' Kemudian dijadikan
orang-orang yang murka kepadanya di bumi."

Dalam lafazh lain dalam riwayat Muslim, dari Suhail bin Abu Shalih, dia
berkata, "Kami sedang berada di Arafah. Lalu Umar bin Abdul Aziz lewat,
yang saat itu merupakan musim haji. Orang-orang bangkit memandang ke
arahnya. Saya berkata kepada bapakku,

"Wahai bapak, kulihat Allah mencintai Umar bin Abdul-Aziz."


"Mengapa begitu?" tanya bapakku.
"Karena di dalam hati manusia ada cinta kepadanya," jawabku.

Bapakku berkata, "Sesungguhnya aku pernah mendengar Abu Hurairah


Radhiyallahu Anhu menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam, kemudian dia menyebutkan hadits di atas. Hadits tersebut juga
diriwayatkan At-Tirmidzy, dan di bagian akhir ada tambahan, yaitu berupa
firman Allah,

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang
Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang." (QS
Maryam: 96).

Ada di antara orang salaf yang menafsiri ayat ini, bahwa Allah mencintai
mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang dicintai hamba-hamba-Nya.

Di dalam Ash-Shahihain, dari hadits Anas Radhiyallahu Anhu, bahwa ada


seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang
hari kiamat. Beliau bertanya, "Apa yang telah engkau persiapkan untuk
menghadapinya?"

"Tidak ada sama sekali. Hanya saja saya mencintai Allah dan Rasul-Nya."
Jawab orang itu.

Beliau bersabda, "Engkau beserta orang yang engkau cintai."

Anas Radhiyallahu Anhu berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang membuat kami
gembira seperti kegembiraan kami tatkala mendengar sabda Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam,

"Engkau beserta orang-orang yang engkau cintai."

Didalam riwayat At-Tirmidzy, dari Anas, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi


wa Sallam bersabda, "Seseorang itu beserta orang yang dicintainya dan dia
mendapatkan apa yang diupayakannya."

Muslim meriwayatkan di dalam Shahih-nya, dari hadits Abu Hurairah


Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,
"Allah berfirman pada hari kiamat, 'Manakah orang-orang yang saling
mencintai dengan keagungan-Ku? Pada hari ini Aku melindungi mereka di bawah
lindungan-Ku, pada hari yang tiada perlindungan selain perlindungan-Ku."

Di dalam Jami' Abu Isa At-Tirmidzy, disebutkan dari hadits Mu'adz bin Jabal
Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Saya pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"Allah Azza wa Jalla berfirman, 'Orang-orang yang saling mencintai dengan


keagungan-Ku memiliki mimbar-mimbar dari cahaya, beserta para nabi dan
syuhada."

Di dalam Al-Muwaththa dari hadits Abu Isris Al-Khaulany, dia berkata,

"Saya memasuki masjid Damascus. Di sana ada seorang pemuda yang wajahnya
berseri-seri. Sementara orang-orang berkerumun di sekelilingnya. Jika
mereka memperdebatkan suatu masalah, maka mereka mengembalikan masalah itu
kepada pemuda tersebut, lalu mereka mengambil pendapatnya. Saya bertanya,
siapa pemuda tersebut. Mereka menjawab, dia adalah Mu'adz bin Jabal.
Keesokan hari saya cepat-cepat pergi ke masjid. Ternyata dia lebih cepat
dariku dan kudapatkan dia sedang mendirikan shalat. Saya menunggu hingga
seusai shalatnya, baru kemudian saya menghampirinya dari arah belakangnya.
Saya mengucapkan salam kepadanya, lalu berkata, "Demi Allah, saya
mencintaimu karena Allah."

"Apa? Karena Allah?" dia bertanya.


"Allah," jawabku.
"Apa? Karena Allah?" dia bertanya lagi.
"Allah," jawabku.
"Apa? Karena Allah?" dia bertanya lagi.
"Allah," jawabku.

Dia memegang ujung jubahku, lalu menarikku mendekatinya, seraya berkata,

"Terimalah kabar gembira ini. Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah


Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman,
'Kecintaanku pasti tertuju kepada orang-orang yang saling mencintai karena
Aku, orang-orang yang duduk bersama karena Aku, orang-orang yang saling
berkunjung karena Aku dan orang-orang yang saling memberi karena Aku'."

Dalam Sunan Abu Daud dari hadits Abu Dzarr Radhiyallahu Anhu, dia berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"Amal yang paling utama ialah mencintai karena Allah dan membenci karena
Allah."

Di dalam Sunan Abu Daud juga disebutkan dari Umar bin Al-Khaththab
Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,

"Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah itu ada orang-orang yang mereka


itu bukan nabi dan bukan pula para syuhada', namun mereka bersama para nabi
dan para syuhada' pada hari kiamat dalam kedudukan mereka karena anugerah
dari Allah"

Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, maukah engkau kabarkan kepada kami,


siapakah mereka itu?" Beliau menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang
saling mencintai dengan ruh Allah tanpa ada hubungan kekerabatan di antara
mereka dan ikatan harta yang mereka ambil. Demi Allah, wajah mereka
benar-benar cahaya dan sesungguhnya mereka berada di atas cahaya. Mereka
tidak takut selagi orang-orang merasa takut dan mereka tidak bersedih hati
selagi orang-orang merasa bersedih hati."

Setelah itu beliau membaca ayat,


Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tiada ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati'." (QS Yunus: 62)

Dalam Shahih Muslim disebutkan dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di desa


lain. Lalu Allah mengutus seorang malaikat untuk menunggu di jalan yang
dilaluinya. Tatkala orang itu sudah mendekat, malaikat bertanya, 'Hendak
kemana engkau?' Orang itu menjawab, 'Aku hendak ke tempat saudaraku di desa
ini'. Malaikat bertanya, 'Apakah engkau mempunyai kenikmatan yang akan
engkau ambil darinya?' Orang itu menjawab, 'Tidak. Hanya saja aku
mencintainya karena Allah Ta 'ala'. Malaikat berkata, 'Sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, (untuk mengabarkan) bahwa Allah mencintaimu
sebagaimana engkau mencintai saudaramu karena Allah'."

Seseorang berkata kepada Mu'adz bin Jabal, "Sesungguhnya saya mencintaimu


karena Allah."
Mu'adz menjawab, "Yang membuatmu mencintaiku juga mencintaimu."

Dalam Sunan Abu Daud disebutkan bahwa seorang laki-laki ada di samping
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kemudian ada laki-laki yang lewat
di sana. Orang yang ada di samping beliau berkata, "Wahai Rasulullah, saya
benar-benar mencintai orang itu."
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya, "Apakah engkau sudah
memberitahukannya?"
"Tidak," jawabnya.
"Beritahukanlah cintamu itu padanya," sabda beliau.
Maka orang itu menemui orang yang dimaksud, lalu berkata kepadanya,
"Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah."
Orang yang dicintainya berkata, "Yang membuatmu mencintaiku juga mencintaimu."

Di dalam Shahih Muslim, disebutkan dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu


Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

"Demi diriku yang ada di Tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga sehingga
kalian beriman, dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling mencintai.
Maukah jika kutunjukkan kepada kalian jika kalian mengerjakannya, maka
kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian."

Al-Imam Ahmad berkata, "Kami diberitahu Hajjaj bin Muhammad At-Tirmidzy,


kami diberitahu Syarik, dari Abu Sinan, dari Abdullah bin Abu Al-Hudzaly,
dari Ammar bin Yasir, bahwa rekan-rekannya sedang menungguinya. Tatkala
Ammar sudah keluar, maka mereka berkata, "Apa yang membuatmu terlambat
menemui kami wahai Al-Amir?"

Ammar bin Yasir menjawab, "Akan kuberitahukan kepada kalian, bahwa seorang
saudara kalian dari orang-orang yang terdahulu, yaitu Musa Alaihis-Salam
pernah bersabda, "Wahai Robb-ku, beritahukanlah kepadaku siapakah orang
yang paling Engkau cintai?"

Allah bertanya, "Untuk apa?"


Musa menjawab, "Agar aku bisa mencintainya seperti cinta-Mu padanya."
Allah berfirman, "Yaitu hamba yang berada di ujung atau di pinggir dunia,
lalu ada hamba lain di ujung dunia atau di pinggir dunia lain yang tidak
melihatnya namun mendengarnya, jika hamba yang pertama ditimpa musibah,
maka seakan-akan musibah itu juga menimpa dirinya dan jika hamba yang
pertama tertusuk duri, seakan-akan duri itu juga menusuknya. Dia tidak
mencintainya melainkan karena Aku. Itulah makhluk yang paling kuncintai."
Musa berkata, "Wahai Robb-ku, Engkau menciptakan makhluk, namun Engkau
memasukkan mereka ke dalam api neraka atau menyiksa mereka."
Lalu Allah mewahyukan kepada Musa semua makhluk-Nya, kemudian berfirman,
"Tanamlah tumbuhan!" Maka Musa melakukannya.
Allah berfirman, "Siramilah tumbuhan itu!" Maka Musa melakukannya seperti
yang dikehendaki Allah. Lalu Musa memetik buahnya dan menyimpannya.
"Apa yang kamu lakukan terhadap tanamanmu wahai Musa?" Allah bertanya.
"Aku memanennya semua dan menyimpannya." Jawab Musa.
"Apakah kamu tidak menyisakan sedikit pun darinya?"
"Aku menyisakan yang tidak baik atau yang tidak kuperlukan," jawab Musa.
Allah berfirman, "Begitu pula Aku, yang tidak menyiksa kecuali orang yang
tidak ada kebaikannya."

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

(Ya Allah, hidupkanlah hatiku dengan cinta-Mu dan jadikanlah aku bagi-Mu
seperti yang Engkau cintai)

(Sumber: Bahasan utama disandarkan pada karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah:


"Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu")

(Ya Allah, hidupkanlah hatiku dengan cinta-Mu dan jadikanlah aku bagi-Mu
seperti yang Engkau cintai)

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxx

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,

Hanya sebuah kisah "kecil"........ mudah-mudahan bermanfaat sebagai bahan


renungan....

Wahb bin Munabbih bercerita:


Ada seorang raja yang hendak naik kendaraan menuju suatu tempat di bumi,
lalu ia meminta pakaian untuk dipakainya. Maka ia tidak menyukai pakaian
itu, lalu meminta pakaian yang lain beberapa kali sehingga ia memakai
pakaian yang disukainya.

Selain itu, ia pun meminta hewan kendaraan, lalu kendaraan didatangkan.


Maka ia tidak menyukai kendaraan itu sehingga hewan-hewan kendaraan lain
didatangkan kepadanya. Lalu ia menaiki yang terbagus di antaranya.

Maka Iblis datang, lalu ia meniup pada lubang hidungnya dengan sekali
tiupan. Lalu ia memenuhi raja itu dengan kesombongan. Kemudian raja itu
berangkat disertai rombongan berkuda tanpa memandang manusia karena
kesombongannya.

Lalu datang kepadanya seorang laki-laki yang buruk rupanya. Laki-laki itu
mengucapkan salam. Tetapi raja tidak membalas salamnya. Lalu laki-laki itu
memegang tali kendali hewan kendaraannya. Maka raja itu berkata,

"Lepaskanlah tali kendali itu. Engkau telah melakukan perkara besar."


Laki-laki itu berkata, "Sesungguhnya aku punya keperluan kepadamu."
Raja itu berkata, "Sabarlah sehingga aku turun."
Laki-laki itu berkata, "Tidak, sekarang saja."
Maka laki-laki itu memaksa raja di atas tali kendali hewan kendaraannya.

Raja berkata, "Sebutkanlah keperluanmu". Laki-laki itu berkata, "Itu


rahasia." Maka laki-laki itu mendekatkan kepalanya kepada raja dan berbisik
seraya berkata, "Aku adalah malaikat pencabut nyawa."
Maka berubahlah raut muka raja itu dan bergetarlah lidahnya, lalu berkata,
"Biarkanlah aku sehingga aku kembali kepada keluargaku dan memenuhi
keperluanku, serta aku berpisah dengan mereka." Malaikat pencabut nyawa
berkata, "Tidak, demi Allah. Engkau tidak akan melihat keluargamu dan
barang-barang milikmu selama-lamanya."

Lalu malaikat pencabut nyawa itu mencabut nyawa raja. Maka raja itu
terjatuh seperti sepotong kayu.

"Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang


yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
mempunyai keberuntungan yang besar." (QS Fushshilat: 35)

(Ya Allah, jadikanlah kami satu di antara hamba-hamba-Mu yang sabar dan
mendapat keberuntungan yang besar itu, amien)

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,


Jenny

Anda mungkin juga menyukai