Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah
adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
GCS
yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam
kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata (Eye),
bicara (Verbal) dan gerakan (Motorik). Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Namun, hasil pemeriksaan GCS pada orang dewasa dan bayi jelas berbeda, karena perbedaan
respon antara orang dewasa dan bayi saat diberi rangsangan.
Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar/menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Verbal (bicara) :
(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon
Motorik (gerakan) :
(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Kesimpulan :
1. Composmentis : 15-14
2. Apatis : 13-12
3. Delirium : 11-10
4. Somnolen : 9-7
5. Stupor : 6-4
6. Coma : 3
Persepsi mengenai penilaian GCS dapat menunjukkan nilai yang berbeda karena terdapat
beberapa kemiripan penilaian berdasarkan respon klien. Untuk menghindari perbedaan
penilaian terhadap satu respon yang ditunjukkan klien, maka tenaga kesehatan harus mampu
memahami detail dan prinsip kriteria penilaian GCS.
Misalnya untuk pemeriksaan eye (mata). Nilai 4 dan 1 memiliki perbedaan yang jelas.
Sehingga akan sedikit kemungkinan untuk terjadi salah interpretasi. Namun, untuk
membedakan antara nilai 2 dan 3 maka perlu mengingat kata kunci nyeri. Ketika klien
berespon dengan sentuhan (bukan nyeri) maka nilainya adalah 3. Namun jika berespon
dengan rangsang nyeri maka nilainya adalah 2.
Pemeriksaan nadi
Pasien harus diperiksa di ruangan yang terang dan hangat. Pada
lingkungan yang dingin, dapat terjadi vasokonstriksi perifer
sehingga mengurangi denyut nadi perifer.
Tempat pemeriksaan (tempat tidur) posisinya diatur dengan
sedemikian rupa agar cukup leluasa dalam pemeriksaan pasien
dari kedua sisi.
Skala Intensitas
0 tidak ada denyut yang teraba
+1 denyut samar, tapi denyut telah terdeteksi
+2 intensitas denyut sedikit kurang dari normal
+3 Normal
+4 denyut melompat
Intensitas denyut nadi
Referensi
1. Mowlavi A, Whiteman J, Wilhelmi B, et al. Dorsalis pedis
arterial pulse: palpation using a bony landmark. Postgrad Med
J. 2002; 78(926): 746–7.
2. Baruch MC, Warburton DER, Bredin SSD, et al. Pulse
Decomposition Analysis of the digital arterial pulse during
hemorrhage simulation. Nonlinear Biomed Phys. 2011; 5: 1.
3. Brearley S, Shearman CP, Simms MH. Peripheral pulse
palpation: an unreliable physical sign. Ann R Coll Surg Engl.
1992; 74(3): 169–71.
4. O'Rourke MF, Pauca A, Jiang XJ. Pulse wave analysis. Br J
Clin Pharmacol. 2001; 51(6): 507–22.
5. Dormandy JA. Palpation of peripheral pulses: a difficult art.
Ann R Coll Surg Engl.1992; 74(3): 155.
Tempat Pengukuran
Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan di:
TANDA-TANDA VITAL
Ada Empat tanda vital utama secara rutin di pantau oleh para medis dan penyedia layanan
kesehatan adalah Suhu tubuh, Denyut nadi, laju pernafasan dan Tekanan darah. Vital
Signs berguna dalam mendeteksi atau pemantauan masalah medis. Pemeriksaan tanda
vital dilakukan saat pertama kali anda mendapat perawatan medis, dan apabila anda dicurigai
menderita suatu penyakit serius pemeriksaan vital Signs ini terus dilakukan secara berulang dan
terus dievaluasi untuk mengetahui perkembangan penyakit.
Selain oleh petugas medis mengukur tanda-tanda vital juga bisa anda lakukan di rumah, asalkan
anda memiliki peralatan dan mengetahui metode dan cara mengukur tanda-tanda vital. apalagi
buat anda yang menderita penyakit Hypertensi sebaiknya anda belajar atau meminta dokter anda
untuk mengajariCara pemeriksaan Vital Signs, sehingga anda bisa melakukan kontrol tanda
vital anda secara mandiri.
Metode pengukuran vital signs Suhu tubuh seseorang dapat dilakukan melalui salah satu cara
berikut:
1. Melalui mulut. Suhu dapat diambil melalui mulut baik menggunakan termometer kaca
klasik, atau termometer digital yang lebih modern untuk mengukur suhu tubuh.
2. Melalui Dubur. Suhu diukur pada dubur menggunakan termometer kaca / digital
cenderung 0,5-0,7 derajat F lebih tinggi daripada oral.
3. Melalui ketiak / Suhu aksila. Dapat diambil di bawah lengan menggunakan termometer.
Suhu yang diambil oleh jalur ini cenderung 0,3-0,4 derajat F lebih rendah dibandingkan
suhu oral.
4. Di telinga. Sebuah termometer khusus dengan cepat dapat mengukur suhu gendang
telinga, yang mencerminkan suhu inti tubuh (suhu organ internal).
5. Di kulit. Sebuah termometer khusus dengan cepat dapat mengukur suhu kulit di dahi.
Perhatian : mengukur suhu tubuh pada anak-anak tidak dianjurkan dilakukan melalui oral,
karena beresiko terjadinya kecelakaan seperti pecahnya termometer karena digigit oleh anak
akibat kurangnya kesadaran anak-anak saat dilakukan pengukuran suhu tubuh. terutama
pada termometer kaca yang mengandung merkuri, merkuri merupakan zat beracun yang
menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia Karena risiko pecah.
Denyut Nadi normal untuk orang dewasa sehat berkisar 60-100 denyut per menit. Denyut nadi
dapat meningkat dengan olahraga, penyakit, cedera, dan emosi. Pemeriksaan tanda vital Denyut
nadi yang biasa dilakukan pada arteri radial pada pergelangan tangan, pada siku ( arteri brakialis
), di leher terhadap arteri karotis, di belakang lutut ( arteri poplitea ), atau di kaki dorsalis pedis
atau arteri tibialis posterior . Denyut nadi biasanya diukur dengan menggunakan stetoskop atau
secara langsung menggunakan jari dengan menekan nadi penderita selama 60 detik (atau selama
15 detik dan kemudian kalikan dengan empat untuk menghitung denyut per menit).
4. Tekanan darah
Tekanan darah diukur dengan alat pengukur tekanan darah yang disebut dengan Tensimeter dan
stetoskop, tekanan darah merupakan kekuatan darah mendorong dinding arteri. Setiap kali
jantung berdetak memompa darah melalui arteri ke seluruh tubuh. tekanan darah normal
seseorang dipengaruhi oleh usia, dan aktivitas fisik yang dilakukan. karena itu pemeriksaan
tekanan darah dilakukan ketika beristirahat paling tidak sekitar 15 menit setelah melakukan suatu
aktifvitas fisik.
Tekanan darah normal yaitu 120/80 MmHg. ukuran tekanan darah dibagi menjadi dua yaitu
sistolik dan Diastolik. Sistolik mengacu pada tekanan dalam arteri saat jantung berkontraksi dan
memompa darah ke seluruh tubuh. sedangkan diastolik, mengacu pada tekanan di dalam arteri
saat jantung beristirahat dan mengisi dengan darah. Pada bayi tekanan darah lebih rendah
daripada orang dewasa.
Selain keempat tanda-tanda vital diatas, gambaran kondisi umum kesehatan seseorang juga bisa
diukur dengan tanda vital tambahan seperti tingkat nyeri yang dialami penderita serta kadar gula
darah juga bisa dijadikan ukuran untuk menentukan derajat kesehatan. Artikel
sebelumnya Pentingnya imunisasi dasar pada anak.
Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal
Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal
sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan
kesadaran
Gambar 1. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk
memeriksa jalan nafas dan pernafasan.
Tindakan
Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukanmaneuver jaw thrust dengan
hati-hati dan mencegah gerakan leher.
Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger yaitu
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.
Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan
pembersihan manual dengan sapuan jari.
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan
nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada
tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukanmaneuver Heimlich.
Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger
Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jaw thrust,
pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger sweep,
pengisapan/suction.
Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi :cricotirotomi, trakeostomi.
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau
hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.
Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan
jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung
tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.
Abdominal thrust
Chest thrust
Back blow
Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!
Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral
Nilai apakah ada suara nafas tambahan.
Gambar4. Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya! Pangkal lidah tampak
menutupi jalan nafas
Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan korban pada tempat
yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!
Chin Lift
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.
Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan
fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi
tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.
Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt.
Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.
Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan
barisan gigi atas
Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan
penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban,
sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan
lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus
terpisah dan gerakan yang jelas.
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi
paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh
di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke
arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang
dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan
yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau
belakang kursi
Gambar 9. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back
blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang
punggung/vertebrae)
Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah
kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan
terlentang, lakukanchest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan
RJP
Pengertian
: Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung
Tujuan : Untuk mengatasi henti nafas dan henti jantung sehingga dapat pulih kembali
Indikasi :
1. Henti nafas (Respiratory Arrest), henti nafas yang bukan disebabkan gangguan pada jalan nafas dapat
terjadi karena gangguan pada sirkulasi (asistole, bradikardia, fibrilasi ventrikel)
2. Henti jantung (Cardiac Arrest) dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti:
Hipoksemia karena berbagai sebab
Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesia)
Gangguan irama jantung (aritmia)
Penekanan mekanik pada jantung (tamponade jantung, tension pneumothoraks)
Diagnosis :
Perhatian :
Pada pasien yang telah terpasang monitor EKG dan terdapat gambaranasistole pada layar monitor, harus
selalu dicek denyut nadi karotis untuk memastikan adanya denyut jantung. Begitu juga sebaliknya pada
pasien terpasang monitor EKG yang telah di-RJP terdapat gambaran gelombang EKG harus diperiksa
denyut nadi karotis untuk memastikan apakah sudah teraba nadi (henti jantung sudah teratasi) atau hanya
gambaran EKGpulseless. Jika nadi karotis belum teraba maka RJP dilanjutkan
Tindakan
Tanpa alat :
a.1 (satu) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar dengan perbandingan 2 :
30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF) dan jantung
(perabaan nadi karotis). Jika masih henti jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan
b. 2 (dua) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar yang dilakukan oleh
masing-masing penolong secara bergantian dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5
siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti
jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan dengan berganti orang.
Dengan alat :
Untuk mencapai hasil RJP yang lebih baik harus segera diusahakan pemasangan intubasi endotrakeal
Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan
Mengecek nadi dan pernafasan
Penolong sudah kelelahan
Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal
Initial Assesment adalah proses penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari
kematian pada pasien gawat darurat.
Tujuannya mencegah semakin parahnya penyakit dan menghindari kematian korban dengan penilaian
yang cepat dan tindakan yang tepat. Meliputi :
1. Persiapan,antara lain
a. Fase pra rumah sakit, harus ada koordinasi yang baikantara dokter di rumah sakit dengan petugas
lapangan sehingga rumah sakit dapat mempersiapkan diri. Pada fase ini dititikberatkan pada stabilisasi
pasien yang menyangkut penjagaan jalan nafas, kontrol perdarahan dan syok, immobilisasi pasien dan
transportasi pasien.
b. Fase rumah sakit, harus mempersiapkan diri sebelum pasien tiba seperti perlengkapan airway, cairan
kristaloid yang telah dihangatkan, perlengkapan monitoring, alat-alat proteksi diri dan tenaga medis dan
penunjangnya sendiri.
2. Triage
3. Survei primer
4. Resusitasi
6. Survei sekunder
Survey Primer
Pengertian
Tujuan : Untuk mengetahui kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian
dilakukan tindakan life saving.
Pernafasan (breathing)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada
pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas,
keteraturan nafas atau tidak
Perdarahan (circulation)
cek kesadaran
Adakah cedera kepala?
Adakah cedera leher?
perhatikan cedera pada tulang belakang
Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang timbul tetapi cegah
hipotermi/kedinginan
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan
sempurna dan fasilitas tersedia.
Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring
(mayo), pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.
Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan
nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang
yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar
Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan
e. Proteksi servikal
Secondary survey
Pengertian
: Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat
dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari
kepala sampai kaki (head to toe)
Tujuan : Untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga
dapat ditangani lebih lanjut
Prosedur :
Anamnesis :
A : Alergi
Pemeriksaan fisik :
b. Tingkat kesadaran
d. Trauma, kelainan
e. Keadaan kulit
c. Mata
d. Hidung
Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat trauma
e. Mulut
Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/ tidak
f. Bibir
g. Rahang
h. Kulit
i. Leher
Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas tulang
leher
3. Periksa dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan,
perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas
4. Periksa perut
6. Periksa pelvis/genetalia
Perhatian !
D : Deformitas
E : Ekskoriasi
C : Contusio
A : Abrasi
P : Penetrasi
B : Bullae/Burn
L : Laserasi
S : Swelling/Sembab
3. Pada dugaan patah tulang selalu dimulai dengan pertanyaan adakah : P-I-C
P : Pain
I : Instabilitas
C : Crepitasi
Pemeriksaan anamnesis dan tanda vital
Posted on 18 December 2013 by pramesemara
Sebagai calon tenaga medis atau paramedis, tentu diharapkan memiliki kecakapan yang baik dalam melakukan beberapa keterampilan
klinis mendasar. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali secara dini kita dihadapkan dengan berbagai permasalahan kesehatan
masyarakat. Terutama ketika mengadakan kegiatan pelayanan kesehatan yang menuntut kemampuan memberikan konsultasi dan
pemeriksaan fisik yang sederhana.
Dua kemampuan klinis yang minimal harus dipahami dan layak untuk dipraktekkan oleh mahasiswa di bidang ilmu kesehatan adalah
keterampilan anamnesis dan pemeriksaan tanda-tanda vital tubuh (Vital Signs). Acapkali hanya dengan melakukan wawancara
mendalam dan ditambah memeriksa tanda-tanda vital menggunakan peralatan-peralatan sederhana sudah cukup untuk mendukung
penegakkan diagnosis suatu penyakit.
1. Keterampilan Anamnesis
Anamnesis merupakan pondasi utama dan modal awal dari berbagai keterampilan klinis yang ada di dunia medis. Anamnesis adalah
bentuk wawancara sederhana di antara tenaga medis dengan pasien yang bertujuan untuk mengingat kembali perjalanan alamiah dari
penyakit dan mendapatkan segala informasi yang mendukung tegaknya diagnosis.
Informasi yang diperoleh anamnesis bisa dari autoanamnesis melalui wawancara langsung pada pasien dan heteroanamnesis dengan
mewawancarai keluarga, kerabat maupun orang-orang terdekat dari pasien. Usahakan untuk selalu melakukan autoanamnesis agar
mendapat kondisi riil dari penyakit pasien dengan bahasa yang terbuka, tanpa tekanan, dan peran tenaga medis sebagai pengarah
atau penanya.
Umumnya terdapat langkah-langkah panduan untuk melakukan anamnesis yang baik yang sering disebut dengan konsep Basic
Four (B4) atau Fundamental Four (F4) dan Sacred Seven (S7). Prosedur awal dari anamnesis adalah selalu memulainya dengan
menanyakan keluhan utama (Chief Complaint atau CC) dari penyakit atau gangguan kesehatan yang menyebabkan atau mendorong
pasien untuk datang memeriksakan diri atau berobat.
Terapkan Basic Four sebagai materi anamnesis yang mampu menggali lebih luas problem kesehatan yang dialami pasien. Konsep B4
berisi ;
1. Riwayat Penyakit Sekarang (Present History) yang mendalami pemahaman pemeriksa terhadap CC dengan menggunakan
S7,
2. Riwayat Penyakit Dahulu (Past History) yang berusaha menggali riwayat penyakit dan kondisi kesehatan yang lalu,
3. Riwayat Kesehatan Keluarga (Family History) untuk mengetahui kondisi kesehatan keluarga pasien termasuk adanya
penyakit keturunan, dan
4. Riwayat Sosial (Social History) sebagai tambahan untuk mendapatkan informasi yang menggambarkan kondisi masyarakat
dan lingkungan di sekitar pasien.
Dilanjutkan dengan anamnesis tambahan sebagai upaya mengeksplorasi secara spesifik berbagai keluhan atau tanda dari penyakit
sesuai konsep Sacred Seven(S7). Tujuh hal yang ditanyakan dalam S7, antara lain ;
Korotkov-I : Bunyi denyut nadi mulai terdengar, tetapi masih lemah dan mengeras setelah tekanan diturunkan 10-15 mmHg
yang nilainya sesuai dengan tekanan sistolik.
Korotkov-II : Bunyi denyut nadi terdengar seperti suara bising jantung atau murmur sepanjang 15-20 mmHg berikutnya.
Korotkov-III : Bunyi denyut nadi menjadi lebih kecil kualitasnya, lebih jelas dan lebih keras untuk selama 5-7 mmHg
berikutnya.
Korotkov-IV : Bunyi denyut nadi akan meredup sampai kemudian menghilang setelah 5-6 mmHg berikutnya.
Korotkov-V : Titik ketika bunyi denyut nadi menghilang yang nilainya sesuai dengan tekanan diastolik.
Masalah yang umum ditemukan adalah hipertensi dengan nilai TD yang tinggi sebagai hasil peningkatan tekanan yang berlebihan dari
dinding arteri. Bisa juga ditemukan kondisi hipotensi dengan nilai TD yang rendah sebagai hasil penurunan tekanan dinding arteri.
Selisih nilai antara tekanan siastolik dan tekanan diastolik disebut tekanan nadi dan dalam kondisi normal menunjukkan nilai 30-50
mmHg.
Tabel 1. Klasifikasi Dan Manajemen Tekanan Darah Untuk Usia Pasien Di Atas 18 Tahun (JNC-VII, 2003)
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Siastolik (mmHg) Diastolik(mmHg)
Normal <120 dan <80
Pre-Hipertensi 120–139 atau 80–89
Hipertensi Tahap-1 140–159 atau 90–99
Hipertensi Tahap-2 ³160 atau ³100
Frekuensi ; Normal bernilai 60-100 kali permenit. Bila frekuensi nadi lebih dari 100 kali permenit disebut takikardia,
sedangkan frekuensi nadi kurang dari 60 kali permenit disebut bradikardia. Pemeriksaan DN diukur dengan menghitung
denyutan dalam 15 detik dan hasilnya dikalikan empat untuk mendapatkan perkiraan nilai DN permenit. Jika terdapat
gangguan jantung, maka DN harus dihitung selama satu menit. Frekuensi nadi meningkat saat deman, kecuali pada demam
tifoid yang justru menurun DN dan kondisi tersebut disebut bradikardi relatif.
Irama ; Harus ditentukan apakah teratur (reguler) atau tidak teratur (irreguler). Pada keadaan normal, DN lebih lambat saat
ekspirasi dibandingkan inspirasi yang disebut sinus aritmia. Pada keadaan fibrilasi atrium, DN sangat irreguler, frekuensinya
lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi denyut jantung dan disebut pulsus defisit. Pada gangguan hantaran jantung
(aritmia) dapat terjadi dua atau tiga DN yang terpisahkan oleh interval panjang yang disebut pulsus bigeminus dan pulsus
trigeminus. Terkadang teraba ekstra-sistole, yaitu DN datang lebih dahulu dari seharusnya dan diikuti dengan interval
panjang. Pada kelainan jantung koroner ditemukan pulsus alternans, yaitu DN kuat dan lemah yang terjadi secara
bergantian.
Isi ; Menilai cukup, kecil (pulsus parvus) atau besar (pulsus magnus) DN. Pulsus parvus didapatkan pada perdarahan, infark
miokardial, efusi perikardial, dan stenosis aorta. Sedangkan pulsus magnus terjadi pada keadaan deman atau ketika bekerja
keras. Pada inspirasi DN akan lebih lemah dibandingkan pada waktu ekspirasi karena sewaktu inspirasi darah ditarik ke
rongga thorak yang disebut pulsus paradoksus.
Kualitas ; Tergantung pada tekanan nadi, apabila tekanan nadi besar maka pengisian dan pengosongan nadi akan
berlangsung mendadak yang disebut pulsus celer (abrupt pulse). Apabila pengisian dan pengosongan berlangsung lambat
disebut pulsus tardus (plateau pulsus), misalnya stenosis aorta.
OPA
Tentang Oropharyngeal Airway (OPA)
Oropharyngeal Airway (OPA) adalah suatu alat biasanya terbuat dari plastik yang dirancang untuk dimasukkan ke dalam
rongga faring posterior di sepanjang lidah. Pemasangan alat ini bertujuan untuk membebaskan jalan napas, ketika teknik head
tilt chin lift dan jaw thrust belum mampu membuka jalan napas secara adekuat. Selain itu, alat ini juga dapat mencegah lidah
jatuh kebelakang atau tertelan.
Indikasi
Oropharyngeal Airway (OPA) digunakan pada pasien tidak sadar untuk mencegah lidah supaya tidak jatuh ke belakang faring
yang dapat menutupi jalan napas. Oropharyngeal Airway (OPA) juga dapat mencegah gigitan korban yang dilakukan
pemasangan intubasi. Oropharyngeal Airway (OPA) juga dapat digunakan pada korban yang mendapatkan oksigenasi melalui
bag mask untuk memudahkan ventilasi dan mencegah insuflasi gastric.
Terdapat 2 cara pemasangan OPA, yang pertama adalah tanpa bantuan alat dan yang kedua
mengganakan bantuan Tongue Spatel. Cara pertama dilakukan dengan cara menyisipkan OPA secara
terbalik (up slide down), dengan bagian cekungan menghadap keatas, masukkan hingga menyentuh
dindingpalatum (langit-langit mulut) lalu putar 180 derajat dan susuri sehingga lidah benar-benar ditekan
bukan didorong oleh OPA. cara pertama tidak dianjurkan terhadap bayi dan anak-anak, karena dapat
merusak mulut dan faring. Cara kedua yaitu dengan menggunakan bantuan Tongue Spatel, atau sudip
lidah, caranya, tekan lidah dengan tongue spatel kemudian luncurkan OPA dengan menyusuri lidah
dengan cekungan menghadap kebawah (TIDAK DIBALIK). setelah memasang OPA, pada pangkal OPA
JANGAN DIPLASTER, karena jika pasien tiba-tiba memiliki reflek muntah OPA akan terdorong bebas
keluar sehingga tidak malah menyebabkan aspirasi. jika pasien dengan bunyi nafas snoring namun ada
reflek muntah, maka solusinya adalah pemasangan NPA (Naso-pharyngeal Airway), namun kendalanya
adalah tidak semua rumah sakit siap sedia dengan alat ini.
Komplikasi yang dapat muncul
- Trauma mulut, gigi, lidah, dan mukosa mulut
- Muntah atau aspirasi
- Obstruksi jalan napas
Referensi
America Academy of pediatric (AAP). Pediatric for Prehospital Professional (2bd ed). Boston : Jones dan Bartlet.
American Heart Association (AHA). (2005). Textbook of advanced life support. Dallas : Autor.
Vrocher, D & Hopson, L. 2004. Basic Airway Management and Decision-Making. J.R Robbert & J.R. Hedges (Eds), Clinical in Emergency
Medicine (4th ed., pp. 53-68). Philadelphia : Saunders.
Clark, D.Y. 2009. “Oral Airway Insertion” in Proehl, J.A., Emergency Nursing Procedure. Saunders, an imprint of Elseiver Inc. St Louis,
Missouri.
Edwards, G.J. 2005, “Airway Management” in Newberry, Lorene, Criddle, Laura. Sheehy’s Manual of Emergency Care. –Ed. 6-. Missouri
: Elseveir Mosby