Anda di halaman 1dari 5

Rendang atau randang adalah masakan daging bercita rasa pedas yang

menggunakan campuran dari berbagai bumbu dan rempah-rempah.


Masakan ini dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan berulang-
ulang dengan santan kelapa. Proses memasaknya memakan waktu berjam-
jam (biasanya sekitar empat jam) hingga kering dan berwarna hitam pekat.
Dalam suhu ruangan, rendang dapat bertahan hingga berminggu-minggu.
Rendang yang dimasak dalam waktu yang lebih singkat dan santannya
belum mengering disebut kalio, berwarna coklat terang keemasan. Rendang
dapat dijumpai di Rumah Makan Padang di seluruh dunia. Masakan ini
populer di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya,
seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, dan Thailand. Di daerah
asalnya, Minangkabau, rendang disajikan di berbagai upacara adat dan
perhelatan istimewa. Meskipun rendang merupakan masakan tradisional Minangkabau, masing-masing daerah di
Minangkabau memiliki teknik memasak serta pilihan dan penggunaan bumbu yang berbeda. Pada tahun 2011,
rendang dinobatkan sebagai hidangan yang menduduki peringkat pertama daftar World's 50 Most Delicious Foods(50
Hidangan Terlezat Dunia) versi CNN International
KANDUNGAN BAHAN DAN CARA MEMASAK
Rendang adalah masakan yang mengandung bumbu rempah yang kaya. Selain bahan dasar daging, rendang
menggunakan santankelapa (karambia), dan campuran dari berbagai bumbu khas yang dihaluskan di
antaranya cabai (lado), serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah dan aneka bumbu lainnya yang
biasanya disebut sebagai pemasak. Keunikan rendang adalah penggunaan bumbu-bumbu alami, yang bersifat
antiseptik dan membunuh bakteri patogen sehingga bersifat sebagai bahan pengawet alami. Bawang putih, bawang
merah, jahe, dan lengkuas diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Tidak mengherankan jika rendang dapat
disimpan satu minggu hingga empat minggu.
Proses memasak rendang asli dapat menghabiskan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam), karena itulah
memasak rendang memerlukan waktu dan kesabaran. Potongan daging dimasak bersama bumbu dan santan dalam
panas api yang tepat, diaduk pelan-pelan hingga santan dan bumbu terserap daging. Setelah mendidih, apinya
dikecilkan dan terus diaduk hingga santan mengental dan menjadi kering. Memasak rendang harus sabar dan telaten
ditunggui, senantiasa dengan hati-hati dibolak-balik agar santan mengering dan bumbu terserap sempurna, tanpa
menghanguskan atau menghancurkan daging. Proses memasak ini dikenal dalam seni kuliner modern dengan istilah
'karamelisasi'. Karena menggunakan banyak jenis bumbu, rendang dikenal memiliki citarasa yang kompleks dan unik.
SEJARAH
Asal usul rendang ditelusuri berasal dari Sumatera, khususnya Minangkabau. Bagi masyarakat Minang, rendang sudah
ada sejak dahulu dan telah menjadi masakan tradisi yang dihidangkan dalam berbagai acara adat dan hidangan
keseharian. Sebagai masakan tradisi, rendang diduga telah lahir sejak orang Minang menggelar acara adat
pertamanya. Kemudian seni memasak ini berkembang ke kawasan serantau berbudaya Melayu lainnya; mulai dari
Mandailing, Riau, Jambi, hingga ke negeri seberang di Negeri Sembilan yang banyak dihuni perantau asal
Minangkabau. Karena itulah rendang dikenal luas baik di Sumatera dan Semenanjung Malaya.
Sejarawan Universitas Andalas, Prof. Dr. Gusti Asnan menduga, rendang telah menjadi masakan yang tersebar luas
sejak orang Minang mulai merantau dan berlayar ke Malaka untuk berdagang pada awal abad ke-16. “Karena
perjalanan melewati sungai dan memakan waktu lama, rendang mungkin menjadi pilihan tepat saat itu sebagai
bekal.”[6] Hal ini karena rendang kering sangat awet, tahan disimpan hingga berbulan lamanya, sehingga tepat
dijadikan bekal kala merantau atau dalam perjalanan niaga.
Rendang juga disebut dalam kesusastraan Melayu klasik seperti Hikayat Amir Hamzah yang membuktikan bahwa
rendang sudah dikenal dalam seni masakan Melayu sejak 1550-an (pertengahan abad ke-16). Kelahiran rendang tak
luput dari pengaruh beberapa negara, misalnya bumbu-bumbu dari India yang diperoleh melalui para pedagang
Gujarat, India. Karena diaduk terus-menerus, rendang identik dengan warna hitam dan tidak memiliki kuah. Rendang
kian masyhur dan tersebar luas jauh melampaui wilayah aslinya berkat budaya merantau suku Minangkabau. Orang
Minang yang pergi merantau selain bekerja sebagai pegawai atau berniaga, banyak di antara mereka berwirausaha
membuka Rumah Makan Padang di seantero Nusantara, bahkan meluas ke negara tetangga hingga Eropa dan
Amerika. Rumah makan inilah yang memperkenalkan rendang serta hidangan Minangkabau lainnya secara meluas.
Rendang juga menjadi makanan yang disajikan khusus untuk hari raya Idul Adha. Banyaknya daging kurban membuat
masyarakat Padang berlomba-lomba memasak rendang.
JENIS
1. Rendang kering adalah rendang sejati dalam tradisi memasak Minang. Rendang ini dimasak dalam waktu berjam-
jam lamanya hingga santan mengering dan bumbu terserap sempurna
2. Rendang basah, atau lebih tepatnya disebut kalio, adalah rendang yang dimasak dalam waktu yang lebih singkat,
santan belum begitu mengering sempurna, dan dalam suhu ruangan hanya dapat bertahan dalam waktu kurang dari
satu minggu. Rendang basah berwarna coklat terang keemasan dan lebih pucat.
VARIASI
1. Rendang daging (Randang dagiang): rendang daging sapi, kerbau, kambing atau domba. Adalah jenis rendang
yang paling lazim ditemukan.
2. Rendang ayam: Rendang yang terbuat dari daging ayam
3. Rendang bebek (Randang itiak): Rendang yang terbuat dari daging bebek
4. Rendang hati: Rendang yang terbuat dari hati sapi
5. Rendang telur (Randang talua): Rendang yang terbuat dari telur ayam, khas Payakumbuh
6. Rendang paru: Rendang yang terbuat dari paru-paru sapi, khas Payakumbuh
7. Rendang ikan tongkol: Rendang yang terbuat dari ikan tongkol
8. Rendang suir: Rendang khas Payakumbuh yang dibuat dari daging ayam atau sapi yang serat dagingnya disuir
atau diurai kecil-kecil. Rendang suir mirip abon, akan perbedaannya adalah serat dagingnya lebih besar dan bumbu
rendang keringnya yang khas.
Bika Ambon adalah salah satu makanan khas
jenis kue basah yang berasal dari Kota Medan,
Sumatera Utara. Kue satu ini memiliki ciri khas
dengan warnanya yang kuning dan memiliki
rongga-rongga di bagian dalamnya. Selain itu
kue Bika Ambon juga memiliki citarasa dan
aroma yang khas sehingga membuat kita
ketagihan untuk menyantapnya. Di Kota Medan
sendiri, kue Bika Ambon ini sudah sangat
terkenal dan menjadi salah satu icon kuliner
kebanggaan masyarakat di sana. Sehingga selalu
menjadi buruan para pecinta kuliner maupun para wisatawan saat berkunjung ke sana.
ASAL USUL BIKA AMBON
Saat pertama kali mendengar nama kue Bika Ambon ini, tentu kita akan mengira bahwa kue satu ini berasal dari daerah
Maluku di Indonesia timur. Namun pada kenyataannya kue Bika Ambon ini memang sangat populer di Kota Medan,
Sumatera Utara.
Dari penjelasan M. Muhar Omtatok, salah seorang budayawan dan sejarawan yang menjelaskan bahwa kue Bika Ambon ini
awalnya terilhami dari kue khas bangsa Melayu yaitu bika atau yang disebut juga dengan bingka. Kue tersebut kemudian
dimodifikasi dengan menambahkan bahan pengembang berupa Nira atau Tuak Enau. Sehingga bagian dalamnya menjadi
berongga dan memiliki rasa yang berbeda dengan kue bika khas Melayu tersebut.
Kemudian, kue ini mulai disebut dengan kue Bika Ambon karena pertama kali dijual di daerah simpang Jl. Ambon - Sei Kera,
Medan. Karena banyaknya peminat, kue ini kemudian mulai populer dan sering disebut dengan kue Bika Ambon, sesuai
dengan nama jalan tersebut. Asal usul dan nama dari Bika Ambon ini hingga kini masih menjadi kontroversi. Namun
walaupun begitu, kue Bika Ambon tetap menjadi salah satu hidangan istimewa dari masyarakat Medan.
PEMBUATAN BIKA AMBON
Bahan yang digunakan untuk membuat Bika Ambon ini diantaranya adalah tepung, telur, nira, gula, dan santan. Sedangkan
untuk bahan penyedap bisa menggunakan daun pandan, daun jeruk, atau vanilli. Dalam proses pembuatannya, pertama,
rebus santan bersama dengan daun jeruk dan daun pandan. Setelah santan tersebut didinginkan, kemudian masukan satu
per satu bahan seperti telur, tepung, gula, dan nira. Bahan tersebut diaduk hingga merata, kemudian didiamkan selama
beberapa jam sampai mengendap. Setelah itu kemudian adonan tersebut dimasukan ke dalam oven dengan api sedang, dan
tunggu hingga kue tersebut matang.
CITA RASA BIKA AMBON
Bika Ambon ini memiliki cita rasa yang sangat khas. Rasanya yang legit berpadu dengan teksturnya yang kenyal tentu
menimbulkan sensasi tersendiri saat kita menyantapnya. Selain itu aromanya yang kuat juga sangat menggugah selera.
TEMPAT KULINER BIKA AMBON
Kue Bika Ambon merupakan makanan khas yang sangat terkenal di Kota Medan, Sumatera Utara. Selain untuk dikonsumsi
sendiri, makanan satu ini juga banyak diperjual-belikan, bahkan menjadi salah satu makanan oleh-oleh khas Kota Medan.
Salah satu kawasan yang banyak terdapat penjual Bika Ambon ini adalah di kawasan Jalan Majapahit.
Menurut beberapa sumber yang kami dapatkan, disana banyak terdapat toko-toko yang menjual makanan khas satu ini.
Rasa yang ditawarkan pun juga bervariasi, mulai dari rasa pandan, coklat, keju, dan lain-lain. Walaupun tanpa menggunakan
bahan pengawet, kue Bika Ambon ini juga mampu bertahan sampai 3-4 hari.
Papeda adalah makanan berupa bubur sagu khas
Maluku dan Papua yang biasanya disajikan
dengan ikan tongkol atau mubara yang dibumbui
dengan kunyit. Papeda berwarna putih dan
bertekstur lengket menyerupai lem dengan rasa
yang tawar. Papeda merupakan makanan yang
kaya serat, rendah kolesterol dan cukup bernutrisi.
SEJARAH
Di berbagai wilayah pesisir dan dataran rendah di
Papua, sagu merupakan bahan dasar dalam
berbagai makanan.[3] Sagu bakar, sagu lempeng,
dan sagu bola, menjadi sajian yang paling banyak
dikenal di berbagai pelosok Papua, khususnya
dalam tradisi kuliner masyarakat adat di Kabupaten
Mappi, Asmat, hingga Mimika. Papeda merupakan
salah satu sajian khas sagu yang jarang
ditemukan. Antropologsekaligus Ketua Lembaga
Riset Papua, Johszua Robert Mansoben, menyatakan bahwa papeda dikenal lebih luas dalam tradisi masyarakat
adat Sentani dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, serta Manokwari.
VARIASI MENU
Pada umumnya, papeda dikonsumsi bersama dengan ikan tongkol. Namun, papeda dapat juga dikombinasikan
dengan ikan gabus, kakap merah, bubara, hingga ikan kue. Selain kuah kuning dan ikan, bubur papeda juga dapat
dinikmati dengan sayur ganemo yang diolah dari daun melinjo muda yang ditumis dengan bunga pepaya muda
dan cabai merah.
MANFAAT KESEHATAN
Dalam 100 gram sagu, terkandung energi sebesar 209 kkal, protein 0,3 gram, karbohidrat 51,6 gram, lemak 0,2
gram, kalsium 27 miligram, fosfor 13 miligram, dan zat besi 0,6 miligram.[5] Selain itu di dalam Tepung Sagu juga
terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,01 miligram dan vitamin C 0 miligram. Berdasarkan kandungan-
kandungan tersebut, sagu bermanfaat sebagai sumber utama karbohidrat atau makanan pokok, mengatasi
pengerasan pada pembuluh darah, mengatasi sakit pada ulu hati, dan perut kembung. Selain itu, kandungan indeks
glikemik yang rendah pada sagu membuatnya aman untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus.[6] Tingginya
kadar serat dalam sagu berperan sebagai pre-biotik, menjaga mikroflora usus, meningkatkan kekebalan tubuh,
mengurangi risiko terjadinya kanker usus, mengurangi risiko terjadinya kanker paru-paru, mengurangi risiko
kegemukan atau obesitas serta memperlancar buang air besar.[6]Mengonsumsi Papeda secara rutin dipercaya mampu
menghilangkan penyakit batu ginjal karena sifat Papeda yang dapat berperan sebagai pembersih organ-organ di dalam
tubuh manusia. Bagi yang sering merokok,dianjurkan juga mengkonsumsi makanan khas Papua yang satu ini karena
dapat secara perlahan membersihkan paru-paru.
Tempoyak adalah masakan yang berasal dari
buah durian yang difermentasi. Tempoyak
merupakan makanan yang biasanya dikonsumsi
sebagai lauk saat menyantap nasi. Tempoyak
juga dapat dimakan langsung, namun hal ini
jarang sekali dilakukan karena banyak yang tidak
tahan dengan keasaman dan aroma dari
tempoyak itu sendiri. Selain itu, tempoyak
dijadikan bumbu masakan.
Citarasa dari Tempoyak adalah asam, karena
terjadinya proses fermentasi pada daging
buah durian yang menjadi bahan bakunya.
Tempoyak dikenal di Indonesia, terutama
di Bengkulu, Palembang, Lampung, Jambi,
dan Kalimantan. Selain itu, makanan ini juga
terkenal di Malaysia. Di Palembang, tempoyak
dimasak dengan campuran daging ayam.
Di Lampung, tempoyak menjadi bahan dalam
hidangan seruit atau campuran untuk sambal.

SEJARAH
Tempoyak diriwayatkan dalam Hikayat Abdullah sebagai makanan sehari-hari penduduk Terengganu. Ketika Abdullah
bin Abdulkadir Munsyi berkunjung ke Terengganu sekitar tahun 1836, ia mengatakan bahwa salah satu makanan
kegemaran penduduk setempat adalah tempoyak.[1] Berdasarkan sejarah yang ada dalam Hikayat Abdullah, tempoyak
merupakan makanan khas rumpun bangsa Melayu, yaitu suku bangsa Melayu di Malaysia dan Indonesia yang terdapat
di Sumatera dan Kalimantan.
CARA PEMBUATAN
Adonan tempoyak dibuat dengan cara menyiapkan daging durian, baik durian lokal atau durian monthong (kurang
bagus karena terlalu banyak mengandung gas dan air). Durian yang dipilih diusahakan agar yang sudah masak,
biasanya yang sudah tampak berair. Kemudian daging durian dipisahkan dari bijinya, setelah itu diberi sedikit garam.
Setelah selesai, lalu ditambah dengan cabe rawit yang bisa mempercepat proses fermentasi. Namun proses
fermentasi tidak bisa terlalu lama karena akan mempengaruhi cita rasa akhir.
Setelah proses di atas selesai, adonan disimpan dalam tempat yang tertutup rapat. Diusahakan untuk disimpan dalam
suhu ruangan. Bisa juga dimasukkan ke dalam kulkas, namun fermentasi akan berjalan lebih lambat.
Tempoyak yang telah difermentasi selama 3-5 hari cocok untuk dibuat sambal, karena sudah asam dan masih ada
rasa manisnya. Sambal tempoyak biasanya dipadukan dengan ikan Teri, ikan mas, ikan mujair, ikan patin, ataupun
ikan-ikan lainnya.
Pecel atau pecal adalah makanan yang menggunakan
bumbu sambal kacang sebagai bahan utamanya yang
dicampur dengan aneka jenis sayuran. Makanan ini populer
terutama di wilayah DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur.
Asal kata dan daerah pecel belum diketahui secara pasti.
Dalam bahasa Jawa, pecel dapat diartikan sebagai 'tumbuk'
atau 'dihancurkan dengan cara ditumbuk'. Ada kemungkinan
makanan ini berasal dari Ponorogo, Jawa Timur,
karena sambal kacang yang digunakan dalam campuran
pecel mirip dengan bumbu sate Ponorogo. Makanan ini juga
mirip dengan gado-gado yang dibedakan oleh campuran
bahan dan tekstur bumbunya.
Pecel juga dapat ditemukan di Malaysia, Filipina, Thailand,
dan Suriname dengan cita rasa yang sedikit berbeda dari pecel di Indonesia karena perbedaan jenis kacang yang
digunakan
DESKRIPSI
Pecel merupakan makanan yang terdiri dari sayur yang direbus dan lauk yang dihidangkan dengan alas yang berbeda-
beda sesuai kota asal pecel, misalnya piring lidi yang disebut ingke, pincuk, atau tampah bambu. Sayuran yang
dihidangkan antara lain kacang panjang, taoge, mentimun, daun singkong, dan daun kemangi. Bumbu sambal kacang
yang disiramkan di atas pecel disebut sambal pecel yang terbuat dari campuran kencur, gula
merah, garam, cabai, kecombrang, daun jeruk purut, dan kacang tanah sangrai yang dicampur, ditumbuk, atau
diulek.[3] Selain itu, ada pula yang menambahkan daun bawang dan asam jawa ke dalam campuran air hangat untuk
mencairkan sambal pecel.

Anda mungkin juga menyukai