Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“THALASEMIA”

Dosen Pembimbing :
Endang Purwaningsih S.Kep., Ns M.Kep

DISUSUN OLEH :
Tazkiyah Ainun N. A. (201601118)
Frida Ferinia K (201701020)
Junaidi Mahendra (201701026)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN PONOROGO
2019
KATA PENGANTAR

i
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmad dan karunianya kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan masalah ini
yang berjudul“Thalasemia”.Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak.

Kami menyadari bahwa didalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karena itu dengan rendah hati kami berharap kepada pembaca untuk memberikan
masukan, saran dan kritik yang sifatnya membangun guna penyempurnaan makalah ini.

Ponorogo, 09 Agustus 2019

Kelompok 5

DAFTAR ISI

ii
Kata Pengantar .................................................................................................. ii
Daftar Isi .................................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................. 3
2.1 Definisi Thalasemia ........................................................................................ 3
2.2 Etiologi Thalasemia ........................................................................................ 4
2.3 Patofisiologi Thalasemia ................................................................................. 4
2.4 Manifestasi Klinis Thalasemia ........................................................................ 6
2.5 Klasifikasi Thalasemia .................................................................................... 8
2.6 Komplikasi pada Thalasemia .......................................................................... 10
2.7 Pemeriksaan Penunjang pada Thelesemia ...................................................... 12
2.8 Penatalaksanaan Thelesemia ........................................................................... 14
2.9 Asuhan Keperawatan pasien Thelesemia ........................................................ 16
BAB III .................................................................................................. 24
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 24
3.2 Saran .................................................................................................. 25
Daftar Pustaka .................................................................................................. 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas . Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik
dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-
daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur tengah, sub benua
India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia atau
Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalasemia β.
Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau
lebih gen thalasemia. (Kliegam,2012).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua
kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin
yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah
merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh.
Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap
tahunnya.(Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini
diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang
memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu
gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia
trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang
mewarisi dua sifat gen, di mana satu dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai
penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak
mewarisi dua sifat gen.(Williams,2005)
dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen.
Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai
pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa

1
keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi
atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia
akan menderita penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalassemia
intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan
transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia major atau
disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi
darah dan perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia major mulai
menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini
terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan
keperawatan pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia bukan hanya
mengalami gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehingga perlu
mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi thalasemia ?
2. Apa etiologi thalasemia ?
3. Bagaimana patofisiologi thalasemia?
4. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
5. Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
6. Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui teori tentang thalasemia
2. Mahasiwa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit thalasemia pada
anak

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan, dkdikarakteristikan
dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin(Muscari, 2005)
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013 )
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk
rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi,
dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah.
(Kliegman,2012).

B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak
diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor
genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang
diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami
kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah
gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia
jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,
dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut
berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari
ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak

3
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka
anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain
adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang
tidak dapat ditularkan banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak menderita
Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak
mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka
anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita
Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006)

Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah


1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa globin

C. Patofisiologi

4
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin
alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada.
Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah
sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang
dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai
beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak
adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai
alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi,
yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil
badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam
hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan
dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar
dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-
4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan
ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)

D. Manifestasi Klinis

5
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar
mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa anemia
ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah
efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan,
cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap,
kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan
keterlambatan perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel
resultan yang mengakibatkan :
a. Splenomegali
b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang
b. wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
d. jantung.
e. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
f. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
g. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
h. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini
karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha bekerja
lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-kelamaan
jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah
jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana,
selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi
kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini
terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan
hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita
thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)

6
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala
klinis(Doenges,2000) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan
tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan
setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan,
haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar
meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah
dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah.
Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila.
Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl) Gejala deformitas tulang, hepatomegali
dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi
nampak pada masa dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin,
bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
· Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
· Thalasemia intermedia
· Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC)
menjadi rendah dan dapat mencapai nolElektroforesis hemoglobin
memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadangditemukan juga
hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga
mempunyai HbE maupun HbS.
7
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena
kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis
rantai beta.

E. Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA
pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi
normal.Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
b. Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada masih
bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia
terkena thalasemia.
c. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
d. Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan
terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan
eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
e. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
f. Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis.
HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga
rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai
β sendiri (β 4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami
presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.
Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl)
dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
g. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
h. Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb
Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga
rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa
ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6

8
g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH,
dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini
akan beberapa jam setelah kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalasemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
b. Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun
hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun
hanya sedikit.
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
a. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalasemia. Gejala
penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya
bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan :
· Lemah
· Pucat
· Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
· Berat badan kurang
· Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
b. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya
hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang normal
namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh
splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
· Gizi buruk
· Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
· Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali), Limpa
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah:

9
· Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
· Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi
kelabu karena penimbunan besi

F. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan kekuatan
pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan
terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta mayor,
yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun
sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung
menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang
lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel
darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
· Nyeri persendian dan tulang
· Osteoporosis
· Kelainan bentuk tulang
· Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.

3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)


Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang memiliki
bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam
limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak
efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan
sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa merupakan satu-
satunya cara untuk mengatasi masalah ini.

10
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis,
disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa,
hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak
Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa hal,
seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di mana
sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh
karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan
sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan
mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi. Para
penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat
mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon
mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat
akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang
dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
· Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
· Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak
penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya.
Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki masa
pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.

G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan

11
apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang
berguna untuk skrining.
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter
jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x
(MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Maureen, 1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh
sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut
(Ngastiyah, 1997).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah.
Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%,
Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa
mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb
H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.
Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula
membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau
Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis

12
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia
malah dapat juga menentukan mutasi yang berlagsung

H. Penatalaksanaan
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi
yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian
deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk
mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu
lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan
asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi
dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang
berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat,
mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap
penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam jangka
8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6
malam/minggu.

Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
1. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%)
atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2. Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila
limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat
perdarahan cukup besar.

13
3. Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4. Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu
membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus
dianjurkan minum teh.
5. Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur
diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena
biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.

Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu
membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi
kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja
lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa,
pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat
mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah
berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada
organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman ,
sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung,
kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas
terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat
mempunyai keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B,
hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak
thalassemia menjadi rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25%
anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25%
anak sakit thalassemia mayor
4. Penatalaksanaan Pencegahan.
a. Pencegahan primer
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang

14
homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25
% Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal
dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari,
tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun dirawat diruang Delima dengan keluhan kulit
kekuningan, sesak nafas, mual, muntah. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan RR 32 x/mnt,
Nadi 96 x/mnt, suhu 37‫ ﹾ‬C, Terdapat retraksi intercostae, Anak tampak lelah, pucat dan lemas,
hepatomegaly, konjungtiva anemis, hasil pemeriksaan laboratorium Hb 7,7 mg/dl. Diagnosa
Thalasemia

NO DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI

15
1 DS : Ketidakefektifan hiperventilasi
Keluarga pasien mengatakan sesak pola nafas
nafas

DO :
Px tampak sesak, terdapat retraksi
intercostae, konjungtiva anemis
RR 32 x/mnt
Nadi 96 x/mnt
2 DS : - Keletihan Kelesuan fisiologis
(anemia)
DO :
Px tampak lelah, pucat dan lemas,
konjungtiva anemis, sesak nafas dan
terdapat retraksi intercostae
HB 7,7 mg/dl
RR 32 x/mnt
Nadi 96 x/mnt
suhu 37‫ ﹾ‬C

A. Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan dan kriteria hasil
NOC

 respiratory status : ventilation

 respiratory status : airway patency

 vital sign status

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama......pasien


menunjukkan keefektifan pola nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :

16
 mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)

 menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)

 tanda - tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi
NIC

 posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

 pasang mayo bila perlu

 lakukan fisiotherapi dada jika perlu

 keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction

 auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

 berikan bronkodilator

 berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab

 atur intake untuk cairan mengoptialkan keseimbangan

 monitor respirasi dan status oksigen

1. bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea

2. pertahankan jalan nafas yang paten

3. observasi adanya tanda - tanda hipoventilasi

4. monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

5. monitor vital sign

6. informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi nafas


dalam untuk memperbaiki pola nafas
7. ajarkan bagaimana batuk efektif

8. monitor pola nafas.

2. Keletihan berhubungan dengan Kelesuan fisiologis (anemia)

17
Tujuan dan kriteria hasil
NOC:
 Endurance
 Contrentation
 Energy Contervation
 Nutrional Status: Energy
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama......pasien
menunjukkan keletihan dibuktikan dengan kriteria hasil :
 Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik
 Kecemasan menurun
 Istirahat Cukup

NIC
Energy Management
 Observasi adanya Pembatasan Klien dalam melakukan aktivitas
 Kaji adanya faktor yang menyebabkan keletihan
 Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur
 Bantu aktivitas sehari-hari sesuai dengan kebutuhan
 Konsultasi dengan ahli gizi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah talasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki makna “laut”,
digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai defisiensi pada
kecepatan produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb (Wong, 2009).
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang
utama adalah :
1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling sering
ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).

18
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang di
daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Pada talasemia β minor, terdapat sebuah
gen globin β yang normal dan sebuah gen abnormal. Talasemia mayor adalah
penyakit yang mengancam jiwa. Talasemia mayor β disebabkan oleh mutasi titik
(kadang-kadang delesi) pada kedua gen globin β, menyebabkan terjadinya anemia
simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar hemoglobin fetal.
Tingkat keparahan dari talasemia intermedia berada diantara talasemia minor dan
talasemia mayor. Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi.Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk
yang lebih berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning
(jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran
limpa. Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi
darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromatosis).

Prosedur Penatalaksanaan
· Transfusi darah rutin
· Splenektomi
· Transplantasi sel induk hemopoietik merupakan satu-satunya pilihan kuratif
(hanya direkomendasikan untuk anak yang memiliki donor saudara yang
sesuai).
· Risiko kerusakan organ akibat kelebihan beban zat besi setelah transfusi rutin
dapat diminimalkan dengan pemberian jangka panjang obat kelasi, seperti
desferioksamin, yang berikatan dengan zat besi dan memungkinkan zat besi
diekskresikan kedalam urine (Chris Brooker, 2009).
Pemeriksaan Penunjang
· riwayat keluarga dan klinis
· Hb, MCV, MCH, hitung eritrosit, apus darah
· tes solubilitas untuk HbS;
· elektroforesis Hb: kadar HbS dan HbA2.

19
B. Saran
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca maupun penulis.
Kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan, karena penulis sadar bahwa
penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna.dan kami sangat mengharapkan kritik dan
saran itu dari pembaca.untuk penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia,
A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

20
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information. Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta : MediaCtion
Publishing
Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U Pandit.Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta :
PT. Fajar Interpratama

21

Anda mungkin juga menyukai