Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA IBU HAMIL DENGAN ABORTUS

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1

- Tazkiyah A N A (201601118) - Annisatul Ulfiati R (201701006)


- A. Heuna Ega W (201701001) - Auliya Alfatika W (201701007)
- Adelia Wiranto P (201701002) - Bintoro Krisdiyanto (201701010)
- Anda Mar Atus S (201701003) - Daila Rahayu M D (201701011)
- Anggita Rachma P (201701004) - Dian Citra P (201701012)
- Anindia Putri Y Y (201701005) - Duwitayati Latifah (201701013)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN PONOROGO

2019

KATA PENGANTAR

i
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Keperawatan Maternitas yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU
HAMIL DENGAN ABORTUS dengan baik. Shalawat serta salam kami
sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat
beliau, serta orang-orang mukmin yang tetap istiqamah di jalan-Nya.

Makalah ini kami rancang untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Maternitas dan agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
Penerapan Prinsip ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN
ABORTUS, yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.

Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidaklah
sempurna. Kami mengharapkan adanya sumbangan pikiran serta masukan yang
sifatnya membangun dari pembaca, sehingga dalam penyusunan makalah yang akan
datang menjadi lebih baik.

Terima kasih

Ponorogo, 08 Agustus 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................ i

Kata Pengantar................................................................................................ ii

Daftar Isi......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 1
BAB II ISI

2.1 Pengertian Abortus.......................................................................... 2

2.2 Klasifikasi Abortus.......................................................................... 3

2.3 Etiologi Abortus.............................................................................. 5

2.4 Patofisiologi Abortus....................................................................... 8

2.5 Manifestasi Klinis............................................................................ 9

2.6 Pemeriksaan Diagnostik.................................................................. 9

2.7 Penatalaksanaan.............................................................................. 10

2.8 Penatalaksanaan Pasca Keguguran.................................................. 13

2.9 Pencegahan...................................................................................... 14

2.10 Komplikasi.................................................................................... 15

2.11 Prognosis....................................................................................... 17

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian ...................................................................................... 18

3.2 Pemeriksaan Fisik............................................................................ 19

3.3 Pemeriksaan Laboratorium.............................................................. 20

iii
3.4 Diagnosa Keperawatan.................................................................... 20

3.5 Intervensi Keperawatan .................................................................. 21

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan...................................................................................... 26

4.2 Saran ............................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan
yang berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu
dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda
disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut
perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan
tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat
kemungkinan hidup janin diluar uterus .
Perdarahan antepartum abortus adalah perdarahan yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada
perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu .
Perdarahan antepartum abortus yang berbahaya umumnya bersumber
pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada
kelainan plasenta umumnya kelainan servik, biasanya tidak seberapa
berbahaya. Pada perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikir
bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa Yang Dimaksud Dengan Perdarahan Atau Abortus ?
b. Apa Saja Jenis-Jenis Perdarahan Atau Abortus?

BAB II

TINJAUAN TEORI

1
2.1 Pengertian Abortus
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah
berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan
kematian janin. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran
adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim.
Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 gram,
atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses
plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami
abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam rahim .
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana
masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500
gram. Dalam ilmu kedokteran, istilah- istilah ini digunakan untuk membedakan
aborsi:
 Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma
kecelakaan atau sebab-sebab alami.
 Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang
disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
1. Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena
kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang
ibu, kadang-kadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
2. Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin
yang cacat.
3. Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-
alasan lain

2.2 Klasifikasi Abortus


Ada beberapa jenis abortus atau keguguran menurut , yaitu:
1. Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa
tindakan, dalam hal ini dibedakan sebagai berikut:
a. Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan
ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi
seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
Ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu, ibu mungkin mengalami mulas atau tidak sama sekali. Pada

2
abortus jenis ini, hasil konsepsi atau janin masih berada di dalam,
dan tidak disertai pembukaan (dilatasi serviks).
b. Abortus insipiens adalah perdarahan uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus
jenis ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi
masih di dalam rahim atau uterus.
c. Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu. Sementara sebagian masih
berada di dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan,
jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah
menonjol dari os uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti
sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret.
d. Abortus kompletus Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi
dikeluarkan sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal
kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin
sedikit dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang
mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa,
kecuali jika datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan
masih ada sisa jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan
cara dikuret.
e. Abortus Servikalis adalah pengeluaran hasil konsepsi terhalang oleh
os uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul di
dalam kanalis servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar,
berbentuk bundar, dan dindingnya menipis.

2. Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja


dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum
janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum
dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai
28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun
terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat
terus hidup.
Pengelompokan Abortus provokatus secara lebih spesifik:
a. Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus
yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang

3
dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa
ibu. Syarat-syaratnya:
- Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung
jawab profesi.
- Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama,
hukum, psikologi).
- Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya
atau keluarga terdekat.
- Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan
yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
- Prosedur tidak dirahasiakan.
- Dokumen medik harus lengkap.

b. Abortus Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa


adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan
dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.

2.3 Etiologi Abortus


Menurut , penyebab — penyebab terjadinya abortus spontanea adalah :
1. Usia di bawah 20 tahun, ibu yang terlalu muda sering kali secara fisik
maupun emosional belum matang. selain pendidikan pada umumnya
rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain.
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan
kehamilan remaja yang tidak dikehendaki.
2. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak kehamilan kurang dari 2
tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan
lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum
pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat
berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko
terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena
alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
3. Paritas ibu Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan

4
rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih
dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Risiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan
risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak
direncanakan.

Penyebab secara umum:


Penyebab dari segi martenal :
- Infeksi akut
1. Virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.
2. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
3. Parasit, misalnya malaria.
- Infeksi kronis
1. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
2. Tuberkulosis paru aktif.
3. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
4. Penyakit kronis, misalnya :
a) hipertensi
b) nephritis
c) diabetes
d) anemia berat
e) penyakit jantung
f) toxemia gravidarum
5. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.
6. Trauma fisik.
- Penyebab yang bersifat lokal:
1. Fibroid, inkompetensia serviks.
2. Radang pelvis kronis, endometrtis.
3. Retroversi kronis.
4. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga
menyebabkan hiperemia dan abortus.
- Penyebab dari segi Janin
1. Kematian janin akibat kelainan bawaan.
2. Mola hidatidosa
3. Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan
degenerasi

Adapun etiologi dari abortus prokatus adalah :

5
- Abortus Provokatus Medisinalis
1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai
dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah
meninggal (missed abortion).
2. Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
3. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker
serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi
pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh
seperti kanker payudara.
5. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
6. Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
7. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya
penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi,
nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang
berat.
8. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak
terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan
lain-lain.
9. Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
10. Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
11. Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh
diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan
abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.

- Abortus Provokatus Kriminalis


Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang
tidak dikehendaki. Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan
kehamilannya:
1. Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
2. Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak
mau untuk punya anak lagi.
3. Kehamilan di luar nikah.
4. Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah
beban ekonomi keluarga.
5. Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan,
janin cacat.
6. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest
(hubungan antar keluarga).

6
7. Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan
kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak
diinginkan.

2.4 Patofisiologi Abortus


Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan
nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu,
villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi
dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu,
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna
dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar
dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak
jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus .

2.5 Manifestasi Klinis

1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu.

2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran


menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.

3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil


konsepsi.

4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang
akibat kontraksi uterus.

7
.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah
mati
2. Pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data
laboratorium tes urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung
trombosit
4. Kultur darah dan urine
5. Pemeriksaan Ginekologi:
a. Inspeksi vulva
- Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
- Adakah disertai bekuan darah
- Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
- Adakah tercium bau busuk dari vulva
b. Pemeriksaan dalam speculum
- Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
- Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
- Apakah tampak jaringan keluar ostium
- Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina
- Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
- Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
- Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia
kehamilan
- Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
- Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
- Adakah terasa tumor atau tidak
- Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak

2.7 Penatalaksanaan
1. Abortus Iminens
a. Istirahat baring
Merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsangan mekanis.
b. Menerangkan pasien agar tidak gelisah dan khawatir

8
c. Semua pengeluaran dari vagina, pembalut wanita, kain yang terkena
darah harus diperhatikan kepada dokter atau petugas kesehatan
untuk mengetahui apakah ada jaringan yang keluar dari vagina,
d. Membersihkan vulva minimal 2 x sehari dengan cairan antiseptic
untuk mencegah infeksi.
e. Memberikan obat penenang biasanya 3 x 30 mg sehari dan preparat
hernatinik misalnya sulfas farosus 600 — 1000 mg sehari.
f. Test kehamilan dapat dilakukan, bila negatif mungkin janin sudah
mati.
g. Jangan melakukan klisma karena dapat merangsang kontraksi
uterus. Apabila terjadi obstipasi dapat diberikan laksan ringan dapat
juga berbentuk Supositoria. Dianjurkan untuk menunggu 48 jam
setelah pasien membaik, baru merangsang peristaltic usus.
h. Denyut nadi dan suhu badan diperiksa 2 x sehari bila tidak panas,
tiap 4 jam sekali jika pasien panas.
i. Dianjurkan untuk istirahat secara fisik dan mental dengan istirahat
baring sampai 2/3 hari setelah perdarahan berhenti.
j. Pemeriksaan dalam spekulum perlu untuk melihat kemungkinan
adanya lesi cerviks.
k. Diet tinggi protein dan tambahan zat besi dan vitamin G.
l. Setelah lepas dari perawatan, pasien harus banyak istirahat,
mengurangi kegiatan fisik, jangan dulu mengangkat beban berat,
menghindari kelelahan dan ketegangan jiwa, 2-3 minggu setelah
lepas perawatan jangan melakukan senggama. Bila terjadi
perdarahan ulang, segera istirahat baring dan lapor segera ke
petugas kesehatan.
2. Abortus Incomplete
a. Bila disertai syok karena perdarahan segera berikan infuse NaCl
atau cairan ringer dilanjutkan dengan transfuse!
b. Setelah syok teratasi lakukan kerokan untuk mengeluarkan sisa
konsepsi.
c. Pasca tindakan diberi suntikan ergometrin 6,2 mg Intra muskuler,
d. Bila pasien dalam keadaan anemi beri obat hematinik, sulfas
ferroscus dan vitamin C.
e. Diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
3. Abortus kompletus
a. Bila kondisi baik berikan ergometrin 3×1 tablet selama 3-5 hari.
b. Bila pasien anemi berikan hematinik, jika terlalu anemi bisa
dipertimbangkan transfuse.

9
c. Antibiotik untuk cegah infeksi.
d. Dianjurkan makan makanan tinggi protein, vitamin, mineral.

4. Abortus incipiens.
a. Sebelum dokter mendiagnosis sebagai abortus Incipiens, maka harus
ditangani sebagai abortus Iminens, kecuali bila perdarahan banyak
suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler, dan apapun yang keluar
dari vagina ditunjukkan pada dokter.
b. Apabila perdarahan tidak banyak dapat ditunggu terjadinya abortus
spontan, pertolongan dalam keadaan ini berlangsung dalam 36 jam.
Morfin sangat berguna disamping menghilangkan rasa sakit dapat
merelaksasi cerviks sehingga memudahkan ekspulsinya hasil
konsepsi.
c. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu adalah dengan segera
melakukan pengosongan uterus.
d. Pemberian infus oksitosin dapat mempercepat proses abortus.
Digunakan pada kehamilan lebih dari 12 minggu karena biasanya
perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada saat kerokan
lebih besar. Pemberian oksitosin 10 unti dalam 500 ml dekstrose 5
% dimulai 8 tetes/ menit dinaikkan sesuai kontraksi uterus sampai
terjadi abortus komplit. Bila janin sudah keluar tetapi placenta masih
tertinggal sebaiknya pengeluaran placenta secara digital.
e. Bila perdarahan banyak dan pasien harus segera mendapatkan
pertolongan dapat dilakukan pengeluaran jaringan secara digital,
f. Bila dengan demikian masih tertinggal, harus dirujuk ke rumah sakit
untuk tindakan pengosongan uteri,
g. Pengosongan kavum uteri dapat dilakukan dengan kuret vakum /
cunam abortus,
h. Suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler diberikan jika
pengosongan uterus sudah selesai dilakukan untuk mempertahankan
kontraksi uterus.
5. Abortus infeksiosus dan abortus septic
a. Bila perdarahan banyak berikan transfusi dan cairan yang cukup.
b. Berikan antibiotik yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan
pembiakan dan uji kepekaan obat). Berikan suntikan penisillin 1 juta

10
tiap 6 jam berikan suntikan streptomycin 500 mg setiap 12 jam atau
antibiotik spectrum luas lainnya.
c. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotik atau lebih
cepat bila terjadi perdarahan banyak lakukan dilatasi dan kuretase
untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
d. Infuse dan pemberian antibiotik diteruskan menurut kebutuhan dan
kemajuan penderita.
e. Pada abortus septic terapi sama saja hanya dosis dan jenis antibiotik
ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil
pembiakan dan uji kepekaan kuman.
f. Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya
perdarahan dilakukan bila keadaan umum membaik dan panas reda.

2.8 Penatalaksanaan pasca keguguran


Semua wanita yang mengalami abortus, baik spontan maupun buatan,
memerlukan asuhan pascakeguguran. Asuhan pasca keguguran menurut
, terdiri dari:
1. Tindakan pengobatan abortus inkomplit
Setiap fasilitas kesehatan seyogyanya menyediakan dan
mampu melakukan tindakan pengobatan abortus inkomplit sesuai
dengan kemampuannya. Biasanya tindakan evakuasi/kuretase hanya
tersedia di Rumah Sakit Kabupaten. Hal ini merupakan kendala
yang dapat berakibat fatal, bila Rumah Sakit tersebut sulit dicapai
dengan kendaraan umum. Sehingga peningkatan kemampuan
melakukan tindakan pengobatan abortus inkomplit di setiap tingkat
jaringan pelayanan sesuai dengan kemampuannya akan mengurangi
risiko kematian dan kesakitan.

Tindakan pengobatan abortus inkomplit meliputi :

- Membuat diagnosis abortus inkomplit.


- Melakukan konseling tentang keadaan abortus dan rencana
pengobatan.

11
- Menilai keadaan pasien termasuk perlu atau tidak dirujuk.
- Mengobati keadaan darurat serta komplikasi sebelum dan
setelah tindakan.
- Melakukan evakuasi sisa jaringan dari rongga rahim.
- Seminar
2. Konseling dan pelayanan kontrasepsi Pasca keguguran
Kesuburan segera kembali setelah 12 hari pascaabortus. Untuk itu
pelayanan kontrasepsi hendaknya merupakan bagian dari pelayanan
Asuhan Pascakeguguran. Secara praktek hampir semua jenis
kontrasepsi dapat dipakai pascaabortus.
3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu
Kejadian abortus hendaknya dijadikan kesempatan untuk
memperhatikan segi lain dari Kesehatan Reproduksi. Misalnya masalah
Penyakit Menular Seksual (PMS) dan skrining kanker ginekologik
termasuk kanker payudara.

2.9 Pencegahan
Adapun upaya — upaya penceghan terjadinya abrtus ialah :
1. Yaitu melakukan making pregnancy safer (MPS) dengan 3 pesan
kunci yaitu:
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
b. Semua komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan
adekuat
c. Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi abortus yang aman.
2. Penuhi ADIK (asam folat, dua asam amino, iron dan kalsium)
Pencegahan abortus provakatus dapat dilakukan dengan cara :
Suatu kehamilan yang tidak dikehendaki dapat dicegah
seandainya pasangan menggunakan kontrasepsi darurat. Yang
dimaksud kontrasepsi darurat adalah kontrasepsi yang dapat
mencegah kehamilan bila digunakan setelah hubungan seksual. Hal
ini sering disebut “Kontrasepsi pasca senggama” atau “morning
after pill” atau “morning after treatment “. lstilah “kontrasepsi
sekunder” atáu “kontrasepsi darurat” asalnya untuk menepis
anggapan obat tersebut harus segera dipakai/ digunakan setelah
hubungan seksual atau harus menunggu hingga keesokan harinya
dan bila tidak, berarti sudah terlambat sehingga tidak dapat berbuat
apa-apa lagi. Sebutan kontrasepsi darurat juga menekankan bahwa
dalam cara KB ini lebih baik dari pada tidak ada sama sekali.

12
Namun tetap kurang efektif dibandingkan dengan cara KB yang
sudah ada .

2.10 Komplikasi
Ada pun komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu menurut , adalah
:
1. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa
selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus,
yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum
latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus
harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal
tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan
tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati,
akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan
tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan
peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa
itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati
keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya
hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan
atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi
percobaan dengan segera.
2. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka
dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit.
Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat
yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan
pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka
panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
3. Pelekatan pada kavum uteri
Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan
miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat
mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di
beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu
tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa
jaringan tidak begitu lembut lagi.

13
4. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola
hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika
perlu hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu,
dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
5. Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka
bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi
dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga
menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus
kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya,
sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.
6. Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian
NaCl hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam
rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan
menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung,
penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan
komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian
prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare.

2.11Prognosis
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi
pada seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan
Fraser dan Llewellyn - Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu
25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2007).

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Biodata:
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama:
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang
c. Riwayat Kesehatan:
1. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien
pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti
perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus
lebih besar dari usia kehamilan.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan:
e. Riwayat pembedahan:
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
f. Riwayat penyakit yang pernah dialami:

15
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM,
jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin,
dan penyakit-penyakit lainnya.
g. Riwayat kesehatan keluarga:
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut
dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular
yang terdapat dalam keluarga.

h. Riwayat kesehatan reproduksi:


Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat
darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
i. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas:
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan
hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
j. Riwayat seksual:
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluhan yang menyertainya.
k. Riwayat pemakaian obat:
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis
dan jenis obat lainnya.
l. Pola aktivitas sehari-hari:
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan
BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan
saat sakit.

3.2 Pemeriksaan Fisik Meliputi :


a. Inspeksi:
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi
terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan
ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.
b. Palpasi :
1. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu,
derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan
kontraksi uterus.
2. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.

16
3. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau
respon nyeri yang abnormal
4. Perkusi:
1) Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi
yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau
konsolidasi.
2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
5. Auskultasi:
Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada
untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut
jantung janin

3.3 Pemeriksaan Laboratorium


a. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG,
biopsi, pap smear.
b. Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB,
apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan
menggunakan KB jenis apa.

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Devisit Volume Cairan s.d perdarahan pervagina
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kontraksi uterus
3. Cemas s.d kurang pengetahuan tentang abortus
4. Berduka b.d kehilangan
5. Resiko tinggi syok hipovolemik b.d perdarahan pervagina

3.5 Intervensi Keperawatan


1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan
Tujuan :Dalam 1x24 jam tidak terjadi devisit volume cairan,
seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria hasil: Tidak ada perdarahan, intake dan output dalam
rentan normal

No Intervensi Rasional

1. Kaji kondisi status hemodinamika Pengeluaran cairan pervaginal

17
sebagai akibat abortus memiliki
karekteristik bervariasi

2. Ukur pengeluaran harian Jumlah cairan ditentukan dari jumlah


kebutuhan harian ditambah dengan
jumlah cairan yang hilang pervaginal
3. Berikan sejumlah cairan pengganti Tranfusi mungkin diperlukan pada
harian kondisi perdarahan massif
4. Evaluasi status hemodinamika Penilaian dapat dilakukan secara
harian melalui pemeriksaan fisik

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri


Tujuan : Dalam perawatan 1x24, nyeri klien dapat berkurang atau
hilang
Kriteria hasil: Klien tidak meringis kesakitan, klien menyatakan
nyerinya berkurang

N Intervensi Rasional
o
1. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien Pengukuran nilai ambang nyeri
dapat dilakukan dengan skala
maupun dsekripsi.

2. Terangkan nyeri yang diderita klien Meningkatkan koping klien


dalam melakukan guidance
dan penyebabnya
mengatasi nyeri
3. Kolaborasi pemberian analgetika Mengurangi onset terjadinya
nyeri dapat dilakukan dengan
pemberian analgetika oral
maupun sistemik dalam spectrum
luas/spesifik

18
3. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang abortus
Tujuan : Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga
terhadap penyakit meningkat
Kriteria hasil: RR dalam rentan normal, klien tidak gelisah

No Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien Ketidaktahuan dapat menjadi


dan keluarga terhadap penyakit dasar peningkatan rasa cemas
2. Kaji derajat kecemasan yang dialami Kecemasan yang tinggi dapat
klien menyebabkan penurunan
penialaian objektif klien tentang
penyakit
3. Bantu klien mengidentifikasi penyebab Pelibatan klien secara aktif
kecemasan dalam tindakan keperawatan
merupakan support yang
mungkin berguna bagi klien dan
meningkatkan kesadaran diri
klien
4. Asistensi klien menentukan tujuan Peningkatan nilai objektif
perawatan bersama terhadap masalah berkontibusi
menurunkan kecemasan
5. Terangkan hal-hal seputar aborsi yang Konseling bagi klien sangat
perlu diketahui oleh klien dan keluarga. diperlukan bagi klien untuk
meningkatkan pengetahuan dan
membangun support system
keluarga; untuk mengurangi
kecemasan klien dan keluarga.

4. Berduka bd kehilangan
Tujuan : Dalam perawatan 1x24 jam, klien dapat mengatasi rasa
berdukanya

19
Kriteria Hasil: Klien tidak marah, menangis, dan menyesali rasa
berduka terlalu larut.

No Intervensi Rasional

1. Kembangkan hubungan saling Rasa percaya merupakan dasar untuk


percaya dengan pasien. suatu kebutuhan yang terapeutik.
Perlihatkan empati dan perhatian.
Jujur dan tepati semua janji

2. Perlihatkan sikap menerima dan Sikap menerima menunjukkan kepada


membolehkan pasien untuk pasien bahwa anda yakin bahwa ia
mengekspresikan perasaannya merupakan seseorang pribadi yang
secara terbuka bermakna. Rasa percaya meningkat.

3. Bantu pasien untuk mengerti Pengetahuan tentang perasaan-


bahwa perasaan seperti rasa perasaan yang wajar yang
bersalah dan marah terhadap berhubungan dengan berduka yang
konsep kehilangan adalah perasaan normal dapat menolong mengurangi
yang wajar dan dapat diterima beberapa perasaan bersalah
selama proses berduka. menyebabkan timbulnya respon-
respon ini.
4. Bantu pasien menentukan Umpan balik positif meningkatkan
metodametoda koping yang lebih harga diri dan mendorong
adaptif terhadap pengalaman pengulangan perilaku yang
kehilangan. Berikan umpan balik diharapkan.
positif untuk identifikasi strategi
dan membuat keputusan.
5. Dorong pasien untuk menjangkau Menguatkan keimanan dan mohon
dukungan spiritual selama waktu kekuatan kepada sang Pencipta agar
ini dalam bentuk apapun yang diberi kekuatan menghadapi
diinginkan untuknya. masalahnya

20
5. Resiko tinggi syok hipovolemik b.d perdarahan pervagina
Tujuan: Dalam 1x24 jam perawatan, tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria hasil: Tanda vital (nadi, suhu, tensi, RR) dalam rentan
normal.

No Intervensi Rasional

1. Monitor keadaan umum pasien Untuk Perawat segera mengetahui tanda-


memonitor kondisi pasien selama tanda presyok /syok.
perawatan terutama saat terjadi
perdarahan.
2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau Perawat perlu terus mengobaservasi
lebih vital sign untuk memastikan tidak
terjadi presyok / syok.

3. Jelaskan pada pasien dan keluarga Dengan melibatkan pasien dan


tanda perdarahan, dan segera laporkan keluarga maka tanda-tanda
jika terjadi perdarahan perdarahan dapat segera diketahui
dan tindakan yang cepat dan tepat
dapat segera diberikan.
4. Kolaborasi : Pemberian cairan Cairan intravena diperlukan untuk
intravena mengatasi kehilangan cairan tubuh
secara hebat.

21
5. Kaji tanda-tanda dehidrasi Dehidrasi merupakan salah satu
tanda syok hipovolemik

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari traktus genitalia yang terjadi
diatas kehamilan 28 minggu atau lebih dan sering disebut atau digolongkan
perdarahan trimester ketiga yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan
implantasi plasenta (letak rendah dan previa), kelainan insersi tali pusat atau
pembuluh darah pada selaput amnion (casa previa) dan separasi plasenta
sebelum bayi lahir, mungkin juga disebabkan karena vaginitis, polip serviks,
servisitis, varises vagina dan serviks dan lesi ganas pada vagina atau serviks.
Perdarahan Antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada akhir kehamilan
dan merupakan ancaman serius terhadap kesehatan dan jiwa baik ibu maupun
anak. Beberapa jenis-jenis perdarahan antepartum yaitu solusio plasenta,
plasenta previa dan beberapa diantaranya idopatik seperti insertio velamentosa,
vasa previa dan plasenta sirkumvalata.

3.2 Saran
Melakukan deteksi dini kemungkinan terjadinya perdarahan antepartum dan
membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka
mortalitas. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat
mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin. Penggunaan
Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa
secara cepat. Jika terjadi perdarahan antepartum sebagai tenaga kesehatan
harus melakukan penanganan sesegera mungkin. Bila perlu harus melakukan
rujukan ke Rumah sakit yang memiliki fasilitas operasi dan tranfusi darah.

22
DAFTAR PUSTAKA

23

Anda mungkin juga menyukai