Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tulisan ini merupakan salah satu pengalaman konkrit dalam mengikuti kegitan
pengembangan diri berkelanjutan melalui pelatihan. Penulis mencoba mengangkatnya
dengan maksud untuk berbagi pengalaman dalam mengelola pendidikan atau untuk
dapat melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah di satuan
pendidikan ke arah yang lebih baik. Tulisan ini juga sekaligus dapat dijadikan salah
satu model penyusunan laporan pengembangan diri berkelanjutan bagi kepala
sekolah.

Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, dituntut untuk
memiliki kemampuan. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, disebutkan ada
lima kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah, yaitu : (1) kompetensi
kepribadian; (2) kompetensi manajerial; (3) kompetensi kewirausahaan; (4)
kompetensi supervisi; dan (5) kompetensi sosial. Dari sejumlah kompetensi tersebut,
dalam tulisan ini sesuai dengan judulnya dibatasi pada kajian kompetensi kepala
sekolah di bidang manajerial.Ruang lingkup tugas manajerial kepala sekolah,
sebagaimana dikemukakan oleh Mulyasa (2010 : 23), bahwa :

Tugas manajerial ini meliputi aktivitas sebagai berikut : a) Menyusun rencana


pengembangan sekolah (RPS); b) Mengelola program pembelajaran; c)
Mengelola kesiswaan; d) Mengelola sarana dan prasarana; e) Mengelola
personal sekolah; f) Mengelola keuangan sekolah; g) Mengelola hubungan
sekolah dan masyarakat; h) Mengelola administrasi sekolah; i) Mengelola
sistem informasi sekolah; j) Mengevaluasi program sekolah; dan k)
Memimpin sekolah.

Dengan demikian, tugas kepala sekolah dalam bidang manajerial berkaitan dengan
manajemen sekolah. Manajemen pendidikan tersebut, mencakup proses
“perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pergerakan (actuating), dan
pengawasan (controlling) sebagai suatu proses untuk menjadikan visi menjadi aksi”
(Mulyasa, 2004 : 7).

Sedangkan kompetensi manajerial kepala sekolah, diatur dalam Permendiknas Nomor


13 Tahun 2007, meliputi :

a) Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan


perencanaan;
b) Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan
kebutuhan;
c) Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber
daya sekolah/madrasah secara optimal;
d) Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju
organisasi pembelajar yang efektif;
e) Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan
inovatif bagi pembelajaran peserta didik;
f) Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya
manusia secara optimal;
g) (g) Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka
pendayagunaan secara optimal;
h) Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka
pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/
madrasah;
i) Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru,
dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik;
j) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran
sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional;
k) Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip
pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien;
l) Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung
pencapaian tujuan sekolah/madrasah;
m) Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung
kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah;
n) Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung
penyusunan program dan pengambilan keputusan;
o) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan
pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah; dan
p) Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program
kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta
merencanakan tindak lanjutnya.

Pelaksanakan tugas pokok manajerial kepala sekolah di satuan pendidikan sebagai


suatu sistem organisasi, dimaksudkan untuk mencapai tujuan, yaitu untuk dapat
meningkatkan kualitas pendidikan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Karena
“upaya peningkatan mutu pendidikan erat kaitannya dengan kemampuan manajerial
kepala sekolah” (Agustina, 2009 : 176). Dengan demikian, “keberhasilan peningkatan
mutu pendidikan menjadi tanggung jawab kepala sekolah” (Sudrajad, 2004 : 9).Oleh
karena itu, dibutuhkan adanya pelaksanan tugas kepala sekolah di bidang manajerial
secara profesional. Ini akan menentukan pelaksanaan fungsi kepala sekolah dengan
baik. “Dalam pradigma baru manajemen pendidikan, sedikitnya kepala sekolah harus
mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader,
innovator, motivator (EMASLIM)” (Mulyasa, 2004 : 98).

Untuk dapat menjadi kepala sekolah yang profesional, harus memiliki komitmen
“untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus
mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan
yang sesuai dengan profesinya” (Saud, 2009 : 7). Ini berarti, setiap kepala sekolah
dituntut untuk meningkatkan kemampuan manajerialnya secara berkesinambungan,
serta melaksanakan tugas dan fungsinya dengan strategi yang tepat.

Tuntutan pengembangan kemamuan manajerial kepala sekolah menjadi dibutuhkan,


sehubungan dengan keterbatasan yang ada pada diri sebagai manusia. Pengakuan diri
ini diperlukan, mengingat manusia bukan mahluk yang serba bisa. Apalagi menurut
Mulyasa (2004 : 73), bahwa “tidak semua kepala sekolah memiliki wawasan yang
cukup memadai untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah”.
Kemampuan manajerial kepala sekolah semakin penting untuk ditingkatkan “sejalan
dengan semakin kompeleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki
dukungan kinerja yang semakin efektif dan efesien. Di samping itu, perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya yang diterapkan dalam kegiatan
pendidikan di sekolah juga cenderung bergerak maju semakin pesat sehingga
menuntut penguasaan secara profesional” (Mulyasa, 2004 : 25).

Perkembangan yang semakin maju tersebut, mendorong perubahan kebutuhan peserta


didik dan masyarakat. Kebutuhan yang makin meningkat itu, memicu semakin
banyaknya tuntutan peserta didik yang harus dipenuhi untuk dapat memenangkan
persaingan di masyarakat. Dengan kemampuan manajerial yang kuat, kepala sekolah
akan dapat memenuhi tuntan kebutuhan tersebut.

Menyadari hal di atas, pengembangan kemampuan manajerial kepala sekolah


merupakan kebutuhan yang bersifat mendesak untuk segera dipenuhi dan diasah
secara berkelanjutan. Pengembangan kemampuan tersebut, bisa dilakukan melalui
“pendidikan dan pelatihan fungsional” (Kemendiknas, 2011 : 5).Model peningkatan
kemampuan manajerial ini, merupakan tindakan yang “dianggap efektif” (Agustina,
2009 : 114). Dampak dari hasil kegiatan peningkatan kemampuan yang diikuti atau
dilaksanakan, terlihat dari pemanfaatan kemampuan yang telah diperoleh.
Implementasi dari hasil pengembangan kemampuan tersebut, merupakan tujuan dan
sasaran terpenting dari suatu kegiatan pengembangan diri. Karena “pengembangan
SDM tidak hanya sekedar meningkatkan kemampuan, tetapi juga menyangkut
pemanfaatan kemampuan tersebut” (Mulyasa, 2004 : 23).

Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba untuk memaparkan kegiatan


pengembangan kemampuan manajerial yang pernah diikuti, melalui
model Pelatihan Pelatih (TOT) Pengembangan Sekolah Terpadu yang difasilitasi oleh
Australia Indonesia Basic Education Program (AIBEP).

2. Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Waktu pelaksanaan Pelatihan Pelatih (TOT) Pengembangan Sekolah


Terpaduatau Whole School Development (WSD), berlangsung antara bulan Juli 2007 –
Januari 2010, terdiri dari tujuh seri, yaitu : (1) Seri Sosialisasi, tanggal 15 - 17 Juni
2007; (2) Seri A, tanggal 27 Nopember - 1 Desember 2007; (3) Seri B, tanggal 14 - 18
Desember 2007; (4) Seri C, tanggal 2 - 6 Maret 2008; (5) Seri D, tanggal 6 – 10 April
2008; (6) Seri E, tanggal 8 – 12 Juni 2008; dan (7) Seri Tambahan, tanggal 21 – 23
Januari 2010.

3. Tujuan dan Lama Penyelenggaraan Kegiatan


a. Tujuan Mengikuti Kegiatan

Memiliki kemampuan dalam mengelola dan melaksanakan manajemen


pendidikan secara efektif dan efesien untuk meningkatkan mutu pendidikan di
satuan pendidikan.

b. Lama Penyelenggaraan Kegiatan

Kegitan sosialisasi selama 3 hari (22 jam), kegiatan inti (seri A – E) selama 25
hari (180 jam), dan seri tambahan selama 3 hari (22 jam). Jumlah keseluruhan,
yaitu selama 31 hari (224 jam).

c. Penyelenggaraan Kegiatan

Pelatihan Pelatih (TOT) Pengembangan Sekolah Terpaduatau Whole School


Development (WSD)diselenggarakan oleh Australia Indonesia Basic Education
Program (AIBEP), bertempat di Hotel Padma Legian Kuta Bali untuk Seri
Sosialisasi, dan Seri A – E bertempat di Hotel Jayakarta Senggigi Lombok Barat
Nusa Tenggara Barat, serta Seri Tambahan di Hotel Sentosa Senggigi. Pelatih
(tutor, nara sumber) terdiri dari adviser nasional. Sedangkan peserta berasal dari
unsur kepala sekolah, guru, komite sekolah (ketua) dan pengawas pendidikan
(pengawas pembina) dari Unit Sekolah Baru (USB) yang dibangun oleh AIBEB di
wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Bali. Pelatihan dilaksanakan
dengan strategi dan metode diskusi, ceramah bervariasi, tanya jawab,
dokumentasi, ujuk kerja, prsentasi, studi mandiri terbimbing, observasi/kunjungan
lapangan, wawancara, dan rekreasi.
BAB II
KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI

1. Urain Rinci Tujuan Kegiatan

a. Seri Sosialisasi, bertujuan untuk memahami kebijakan-kebijakan pemerintah di


bidang pendidikan dewasa ini.
b. Seri A, bertujuan untuk memahami tentang Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.
c. Seri B, bertujuan untuk memahami tentang penyusun dan
mengembangkan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Rencana Kerja dan
Anggaran Sekolah (RKAS).
d. Seri C, bertujuan untuk memahami tentang langkah-langkah penyusunan
dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
e. Seri D, bertujuan untuk memahami tentang arti penting partisipasi masyarakat
(PSM), komite sekolah, serta langkah-langkah penyusunan program kerja komite
sekolah..
f. Seri E, bertujuan untuk memahami arti dan kegunaan monitoring dan evaluasi
(monev) terhadap seluruh program kerja sekolah serta langkah-langkah
penyusunan monev.
g. Seri Tambahan, bertujuan untuk memahami tentang manajemen pengelolaan aset
sekolah dan langkah-langkah penyusunan perencanaannya.

2. Isi Materi Kegiatan dan Uraian Kesesuaiannya

a. Isi Materi Pelatihan


1. Materi Seri Sosialisasi, terdiri dari : Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undang-undang Nomor 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), semua Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) yang menyangkut SNP yang sudah
diterbitkan, Renstra Depdiknas, dan otonomi daerah.
2. Materi pelatihan Seri A, mencakup : Informasi, pengetahuan dan wawasan
yang bersifat mendasar tentang upaya mewujudkan sekolah yang berkualitas,
melalui pembinaan materiSNP, dan MBS. Secara terperinci materi pelatihan,
meliputi : (a) review dan overview; (b) pilar-pilar sekolah efektif; (c) MBS
dan studi mandiri terbimbingnya; (d) pembelajaran efektif (Contextual
Teaching and Learning /CTL); (e) PSM; (e) membangun tim yang handal; (f)
SNP dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta studi mandiri
terbimbingnya; (g) gender dalam pendidikan; (h) pendidikan inklusif; (i)
kebijakan dan program pendidikan non formal informal (PNFI); (j)
keterampilan kepemimpinan; dan (k) Rencana tindak lanjut (RTL) dan
evaluasi.
3. Materi pelatihan Seri B, mencakup : Proses penyusunan RPS (RKAS) dan
pembimbingan secara bertahap dan terstruktur dalam melaksanakan
penyusunan RKAS.Secara terperinci materi pelatihan, meliputi :
(a) review dan overview; (b) renstra dinas pendidikan; (c) materi dan
penyusunan RPS; (d) manajemen sekolah responsif gender dan pendidikan
inklusif; (e) studi mandiri terbimbing tentang visi, misi dan tujuan sekolah;
(f) pengenalan, analisis instrumen, praktek, dan pelaporan Evaluasi Diri
Sekolah (EDS); (g) penyusunan RKS berdasarkan EDS; (h) penyusunan
program dan anggaran; (i) monev; dan RTL dan evaluasi.
4. Materi pelatihan Seri C, mencakup : Tahapan penyusunan KTSP dan
pembimbingan melakukan identifikasi, analisis, dan merumuskan bahan-
bahan yang dibutuhkan untuk melengkapi komponen-komponen dan
dokumen KTSP. Secara terperinci materi pelatihan, meliputi :
(a) review dan overview; (b) reveiwRKS; (c) pengembangan KTSP dan studi
mandiri terbimbingnya; (d) kurikulum fleksibel; (e) pengembangan mulok
dan pengembangan diri; (f) penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM),
penyusunan silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP); (g) penilaian
hasil belajar; dan (h) RTL dan evaluasi.
5. Materi pelatihan Seri D, mencakup : Pelibatan dan pemberdayaan komponen-
komponen penting masyarakat dalam program dan kegiatan sekolah,
khususnya organisasi komite sekolah. Secara terperinci materi pelatihan,
meliputi : (a) review dan overview; (b) review KTSP (dokumen 1 dan 2); (c)
PSM dan komite sekolah dan studi mandiri terbimbingnya; (d) pembentukan
paguyuban kelas; (e) pelibatan dan penggalangan dana; (f) pendataan sosial
ekonomi; (g) analisis kondisi dan masalah sekolah; (h) keterampilan
bernegosiasi; (i) penyusunan program komite sekolah; dan (j) RTL dan
evaluasi.
6. Materi pelatihan Seri E, mencakup : Kegiatan menyusun instrumen monev
program sekolah, dan kegiatan praktek pembelajaran dan penerapan
instrumen monev MBS. Secara terperinci materi pelatihan, meliputi :
(a) review dan overview; (b) review program komite sekolah; (c)
menciptakan sekolah aman, nyaman dan disiplin, serta studi mandiri
terbimbingnya; (d) menciptakan sekolah sehat; (e) supervisi pembelajaran;
(f) penyusunan instrumen monev; (g) penyempurnaan penyusunan RPP dan
intsrumen monev; (h) real teaching; (i) diskusi hikmah real teaching dan
hasil kunjungan ke sekolah; dan (j) RTL dan evaluasi.
7. Materi Seri Tambahan, terdiri dari : Manajemen pengelolaan aset sekolah
dan perencanaannya.
b. Uraian Kesesuaian Materi Pelatihan

Pada umumnya materi-materi pelatihan sesuai asapek-aspek tugas dan fungsi serta
kompetensi kepala sekolah di bidang manajerial, sebagaimana telah diuraikan
pada bagian pendahuluan. Sedangkan materi-materi yang dirasa kurang sesuai
adalah yang menyangkut pendidikan non formal informal, seperti pendidikan
inklusif. Materi-materi ini bukan merupakan tanggung jawab sekolah formal
tingkat SMP umum untuk mengembangkannya, tetapi sangat berguna untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan.

Materi pelatihan diberikan dalam bentuk teori, serta dikembangkan melalui


kegiatan peraktek langsung melalui penyusunan program-program kerja
sekolah serta kunjungan lapangan ke sekolah-sekolah yang sudah maupun belum
melaksanaan program-program kerja sekolah yang tercakup dalam meteri
pelatihan. Sehingga diperoleh, baik pemahaman konsep maupun pengalaman
secara sistematis dan praktis (empirik) Dengan demikian tahapan-tahapan (proses)
yang ada dalam manajemen sekolah (MBS) dari kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan (mengawasi),
dilalui dalam kegiatan pelatiham tersebut.

3. Tindak Lanjut Hasil Kegiatan


Tindak lanjut dari kegiatan yang diikuti, telah mulai dilakukan sejak selesai mengikuti
pendidikan dan pelatihan pada seri A, dan berlanjut sampai dengan setelah seri E.
Setiap selesai kegiatan pada satu seri, peserta diberikan tugas untuk dikembangkan di
satuan pendidikan. Tugas tersebut kemudian direview dalam seri berikutnya. Bentuk
tindak lanjut yang dilakukan, diawali dengan memberikan sosialisasi dan pelatihan
kepada warga sekolah, anggota komite sekolah, perwakilan orang tua siswa dan tokoh
setempat (tokoh agama dan tokoh masyarakat). Kemudian dilanjutkan dengan
penyusunan program kerja yang menjadi tugas yang harus diselesaikan. Proses
penyusunannya dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan stakeholder tersebut,
dan di bawah pembinaan pengawas pembina.

Dari proses yang telah dilakukan itu, telah dapat dihasilkan beberapa dokumen
penting sebagai pedoman pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan, meliputi : (1)
Visi dan misi sekolah; (2) RPS yang disusun untuk jangka waktu 4 tahun, dan rencana
operasional (renop) 1 tahun; (3) KTSP disusun secara lengkap mencakup dokumen 1
dan 2; (4) Program kerja komite sekolah dalam rangka melibatkan PSM di sekolah;
(5) Program monev untuk mengevaluasi keterlaksanaan seluruh program di sekolah;
(6) Program-program turunan dari ke limabidang di atas; dan (7) regulasi sekolah,
peraturan akademik, kode etik sekolah, termasuk di dalamnya tata tertib sekolah
untuk memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan serta peserta didik. Program
yang dihasilkan itu, mulai diberlakukan pada tahun pelajaran 2008/2009. Sesuai
dengan perkembangan dan kebutuhan yang ada, telah dilakukan revisi untuk
penyesuain, misalnya : (1) pengembangan model RPS menjadi RKAS dan model
Renop menjadi RKT; (2) pengembangan kurikulum, dari model KTSP menjadi model
kurikulum sekolah; dan (3) pengembangan monev, dari model laporan akhir program
tahunan menjadi model EDS.

4. Dampak Kegiatan Pengembangan Diri


a. Dampak bagi kepala sekolah :
1. Memperoleh pemahaman konsep dan pengalaman emperik dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
2. Mengetahui dan menerapkan langkah-langkah memberdayakan warga
sekolah dan stakeholder melalui tindakan sosialisasi, pelatihan dan secara
partisipatif menyusun berbagai bentuk program kerja sekolah yang sangat
dibutuhkan, serta melalui regulasi dan peraturan akademik yang ada di
sekolah.
3. Mengetahui dan menerapkan strategi menggerakkan PSM melalui komite
sekolah. Dalam batas-batas yang wajar dilakukan melalui pelaksanaan
program “jimpitan beras” dan “tabungan akherat (tabah)” dan kemitraan
sekolah.
b. Dampak bagi guru :
1. Guru dilibatkan langsung dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik
yang diselenggarakan oleh AIBEP maupun yang dilaksanakan di tingkat
sekolah seiring dengan penyusunan program kerja sekolah maupun setelah
itu. Sehingga mereka juga memperoleh pemahaman konsep dan empirik.
2. Guru memiliki program pembelajaran operasional yang mereka susun
sendiri.
3. Guru termotivasi untuk melaksanakan pembelajaran CTL yang diperoleh
dari pelatihan.
4. Guru memanfaatkan TIK dalam pebelajaran, setelah disediakan fasilitas
jaringan komputer dan pelatihan penguasaan TIK di sekolah melalui PSM
dan kemitraan sekolah.
c. Dampak bagi peserta didik :
1. Model pembelajaran CTL yang diterapkan oleh guru, memotivasi peserta
didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran, yang setidaknya dapat
diketahui dari hasil penugasan dan pajangan hasil tugas yang diberikan
oleh gurunya.
2. Peserta didik berkompetensi secara sehat dalam meraih prestasi, sehingga
setiap pembagian raport terdapat perbedaan tingkat juara (rangking) kelas.
3. Terdapat berbagai macam pilihan pengembangan diri yang dikembangkan
sekolah untuk dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
4. Melalui pengembangan diri, peserta didik diarahkan untuk memperoleh
nilai-nilai positif guna menunjang kehidupan mereka, misalnya melalui
kegiatan keagamaan (imtaq, bimbingan membaca Al-Qur’an dan tabah),
kegiatan kepramukaan, kegiatan olahraga prestasi, kegiatan percetakan
batako, dan kegiatan kesenian.
d. Dampak bagi sekolah :
1. Sekolah memiliki tim kerja yang berfungsi aktif, misalnya tim
pengembang RKAS dan tim pengembang kurikulum sekolah.
2. Terdapat kerja sama sekolah dengan lembaga di luar sekolah, misalnya
dilakukan dengan : (1) Camat Jerowaru untuk memperoleh pinjaman
penggunaan fasilitas olahraga, (2) Puskesmas Jerowaru untuk memperoleh
pelayanan kesehatan; (3) UD Lestrasi dalam hubungannya dengan fasilitas
TIK; (4) WP3LS untuk peningkatan profesionalisme guru; dan
(5) OneDollarForMusic untuk pelatihan musik bagi pesrta didik.
3. Sekolah juga telah memiliki jaringan informasi.
4. Terjadi peningkatan prestasi akademik maupun non akademik yang
diperoleh sekolah, rata-rata di tingkat kecamatan.
5. Sekolah dapat mengembangkan lingkungannya, seperti adanya
pengamanan ruang-ruang vital dengan trali, dan tembok permanen batas
halaman sekolah, yang dibiayai melalui PSM.

Apa yang telah diraih tersebut belum maksimal, bahkan masih perlu ditingkatkan dan
dikembangkan lebih lanjut. Seperti jaringan komputer, penembokan dan
pengembangan kompetensi guru dan peserta didik. Dan tidak semua kemampuan yang
telah diperoleh dalam pelatihan, serta yang dituangkan dalam program sekolah dapat
dilaksanakan. Dalam pelaksanaan program terdapat beberapa kendala, antara lain :

1. Kemampuan dan wawasan masih terbatas untuk dapat menjadikan visi


menjadi aksi secara optimal.
2. Personalia di tingkat satuan pendidikan tidak semuanya dapat memberikan
dukungan secara penuh, ada di antara mereka yang lebih menonjolkan hak
dari pada kewajiban.
3. PSM belum dapat digalakkan secara optimal, karena adanya keterbatasan
dan pembatasan. Adanya penafsiran yang keliru tentang kebijakan “sekolah
gratis”, serta letak sekolah berada di wilayah tertinggal dengan tingkat
pendidikan masyarakat rata-rata rendah.
4. Pemerintah belum memberikan fasilitas secara merata sesuai kebutuhan
satuan pendidikan.
5. Kesempatan mengikuti pelatihan di luar sekolah yang difasilitasi oleh
pemerintah kurang. Penyelenggaraan di tingkat kabupaten, justru
pendanaannya lebih banyak berasal dari sekolah-sekolah dalam bentuk
dana gotong royong.
BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan kesimpulan bahwa strategi dan metode
(model) penyelenggaraan pelatihan yang dilaksanakan oleh AIBEP dapat
mengembangkan kemampuan manajerial kepala sekolah di SMP Negeri 4 Jerowaru, baik
secara koseptual maupun emperik. Pengembangan kemampuan manajerial kepala sekolah
dilakukan melalui proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin,
dan mengendalikan (mengawasi). Model pengembangan kemampuaan itu telah
berdampak positif juga bagi guru, peserta didik maupun sekolah. Guru dapat
meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya dalam pembelajaran, peserta didik
dapat mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik, serta sekolah telah memiliki
program kerja dan fasilitas yang semula tidak dimiliki. Sehingga terjadi peningkatan
kualitas pendidikan, walaupun belum maksimal atau perkembangannya tergolong kecil.
Peningkatan pengelolaan pendidikan tersebut, didorong juga oleh adanya dukungan dari
masyarakat (PSM) dan kemitraan sekolah.

Untuk menuju peningkatan pengelolaan pendidikan ke arah yang lebih tinggi, diperlukan
adanya pendidikan dan pelatihan di luar sekolah yang melibatkan lebih banyak guru,
dengan strategi dan metode yang bermakna. Di samping itu, makna dari “sekolah gratis”
perlu diluruskan dan di tempatkan pada konteks yang sebenarnya, serta pemberian
fasilitas pendidikan (sekolah) oleh pemerintah hendaknya secara merata dan berkeadilan

Anda mungkin juga menyukai