PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia,
siapa saja dan kapan saja. Berdasarkan prevalensi data menurut World Healthof
tahun 2013 menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat
5,8% korban cedera atau sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan
jenis fraktur yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada bagian ekstremitas
atas sebesar 36,9% dan ekstremitas bawah sebesar 65,2%. Hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2015 juga menyebutkan bahwa kejadian kecelakaan lalu lintas di
daerah Jawa Tengah sebanyak 6,2% mengalami fraktur. Menurut Desiartama &
Aryana (2017) di Indonesia kasus fraktur femur merupakan yang paling sering
yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%),
(62,6%) dan jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).4,5% Puncak
distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan
akibat benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung (Helmi, 2012).
Salah satu penatalaksanaan yang sering dilakukan pada kasus fraktur femur
kesemutan, nyeri, kekakuan otot, bengkak atau edema serta pucat pada anggota
oleh beberapa faktor salah satunya adalah kurang atau tidak dilakukannya
2014). Hasil penelitian Lestari (2014) menyebutkan bahwa mobilisasi dini atau
penyembuhan dan lamanya hari rawat. Kenyataannya tidak semua pasien setelah
operasi setelah 24 jam lebih memilih untuk diam ditempat tidur (bedrest),
namun bedrest selama 24 jam setelah pembedahan tidak dianjurkan lagi (Perry
& Potter, 2010). Menurut Kozier & Erb (2010) hampir semua jenis pembedahan,
serta faktor emosional yang salah satunya yaitu kecemasan (Widuri, 2010).
respons terhadap stress yang umumnya memiliki fungsi adaptif yang memotivasi
kita untuk bersiap menghadapi segala situasi. Namun, ketika kecemasan itu
kecemasan pada pasien post operasi fraktur ekstermitas bawah lebih besar
(2010), orang yang depresi, khawatir dan cemas sering tidak tahan melakukan
sehingga pasien mengalami kelelahan secara fisik dan emosi. Pasien dengan
hasil fungsional dari pasien selain seberapa baik kita memperbaiki fraktur
rawat inap tersebut adalah pasien dengan kasus fraktur femur sebanyak
18 orang yaitu 8 orang mengalami fraktur batang femur (shaft of femur),
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kelompok mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
dan benar.
b. Mampu menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur secara baik dan benar.
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur secara baik dan benar.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur secara baik dan benar.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur secara baik dan benar.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang dilakukan pada
femur
D. Manfaat Penelitian
fraktur femur.
kepada pasien.
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar didalam tulang
kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan bawah dari kolumna
femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian
ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan yang disebut kondilus
lateralis, diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang
diantaranya :
1) Otot anterior femur
a. Quardriceps femoris
b. Rektus femoris
c. Vastus lateralis
d. Vastus medialis
e. Vastus intermedius
f. Pectineus
g. Sartorius
h. Iliopsoas
2) Otot medial femur
a. Adduktor longus
b. Adduktor brevis
c. Adduktor magnus
d. Gracilis
e. Osturator eksternus
3) Otot posterior femur
a. Semimembranousus
b. Semitendinosus
c. Bisep femoris
Sistem persyarafan yang berada pada tulang femur (Moffat & Faiz, 2002), antara lain:
1. Syaraf anterior femur, yaitu nervus femoralis adalah saraf yang mensuplai otot
fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai bawah
dalam tubuh manusia yang mempersarafi regio cruralis dan pedis serta otot-
otot bagian di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan pedis,
B. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan atau
bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri.
Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur
femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur
kecelakaan.
2. Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan posisi
miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalan.
Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan
eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi
pada wanita tua yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis (Mansjoer, 2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
1) Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul,
diselubungi oleh otot terbesar dan terpanjang, fraktur femur biasanya diakibatkan
oleh kekuatan yang sangat besar. Fraktur ini memiliki implikasi pada
kemungkinan untuk cidera lain. (McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale
Julia.2011).
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah).
Fraktur femur disebut terbuka apabila terdapat hubungan langsung antara tulang
dengan udara luar. Kondisi ini secara umum disebabkan oleh trauma langsung pada
paha. Paha mendapat distribusi darah dari percabangan arteri iliaka. Secara
anatomis pembuluh darah arteri mengalir disepanjang paha dekat dengan tulang
paha, sehingga apabola terdapat fraktur femur juga akan menyebabkan cidera pada
arteri femoralis yang berdampak pada banyak nya darah yang keluar sehingga
beresiko tinggi terjadi nya syok hipovolemik. Distribusi saraf feriver berjalan pada
sepanjang tulang femur sehingga adanya fraktur femur akan mengakibatkan saraf
terkompresi, menyebabkan respon nyeri hebat yang beresiko terhadap kondisi syok
neurogenik pada fase awal trauma. Respon dari pembengkakan hebat terutama
pada fraktur femur area dekat persendian akan memberikan respon sindrom
kemampuan suatu kompartemen atau ruang lokal. (Helmi Noor Zairin, 2012).
C. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur (Muttaqin, 2018) terbagi menjadi:
1. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang
tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.
Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2.
trokanter minor.
3. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur
daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang jatuh
dan mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi antara
trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal cenderung bergeser secara
posteomedial.
biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian.
5. Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur dan
batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur terjadi karena
adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial dan putaran sehingga
dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran terjadi karena tarikan otot.
Klasifikasi Fraktur Secara Umum
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) yaitu:
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh)
tanpa komplikasi.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
seperti:
3. Hair Line Fraktur (patah retidak rambut).
4. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
dan overlapping).
4. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
5. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada
sekitarnya.
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
perdarahan)
E. Patofisiologi
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosterium serta pembuluh
darah didalam korteks, dan jaringan lunak disekitarnya akan mengalami disrupsi.
Hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta dibawah
menyebabkan sel-sel dari jaringan lunak disekitarnya serta akan menginvasi daerah
fraktur dan aliran darah keseluruh tulang akan mengalami peningkatan. Sel-sel
muda dari jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikasi, yang juga disebut
kalus). Osteoid ini akan mengeras disepanjang permukaan luar korpus tulang dan
pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast mereabsorpsi material dari tulang
avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10%
3. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius olh perawat yang
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur diafisis femur. Perawat dapat
melakukan pengenalan dini dan pengawasan yang optimal apabila telah mengenal
sebagai berikut:
a. Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersift tertutup.
b. Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada
bebrapa jenis fraktur lainnya. Oleh karena itu setiap perawat penrlu
tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan. Pada beberapa situasi, perawat akan
lanjut. Perawat yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang baik dapat
perawat perlu mencurigai adanya non union. Oleh karena itu, diperlukan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis
fraktur.
2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma)
kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah
sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi
dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu
meliputi:
a. Terapi konservatif
b. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
hebat.
4. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a. Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnyatrauma,
skan tulang, temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
b. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
c. Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering muncul pada fraktur femur baik yang fraktur
terbuka dan fraktur tertutup, meliputi:
1. Nyeri
2. Kerusakan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri
4. Resiko tinggi trauma
5. Resiko tinggi infeksi
6. Kerusakan integritas kulit
7. Ansietas
F. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Manajemen nyeri 198 NIC: Manajemen nyeri 198
1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk membantu
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
komprehensif mengkaji kebutuhan
dengan Kriteria hasil Noc: Kontrol nyeri & Tingkat
2. Kontrol lingkungan yang dapat
intervensi, dapat
nyeri (247, 577)
mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengidentifikasikan
Indikator Kaji Capai
ruangan, pencahayaan dan
a. Kontrol nyeri terjadinya nyeri
1. Mengenali kapan 2 5 kebisingan. 2. Lingkungan yang
3. Ajarkan penggunaan teknik non-
nyeri terjadi nyaman dapat
2 5 farmakologi (relaksasi nafas dalam,
2. menggambarkan menurunkan reaksi
faktor penyebab 3 5 terapi music, akupresure, distraksi,
terhadap stimulasi
3. menggunakan massase, dll)
3 5 dari luar dan
tindakan pencegahan 4. Dorong pasien untuk memonitor
4. melaporkan meningkatkan
nyeri dan menangani nyeri dengan
relaksasi sehingga
perubahan gejala tepat 3. Untuk meningkatkan
2 5
terhadap nyeri NIC: Pemberian Analgetik 247 ventilitas maksimal
b. Tingkat Nyeri
2 5 1. Tentukan lokasi, karakteristik dan oksigenasi
1. Nyeri yang
4. Untuk meningkatkan
dilaporkan 3 5 kualitas dan keparahan nyeri sebelum
2. Panjangnya periode kemampuan
mengobati pasien.
2 5 pasien terhadap
nyeri 2. Cek perintah pengobatan, meliputi
3. Mengerang & pengontrolan nyeri
dosis obat, frekuensi obat analgesik
menangis yang diresepkan
4. Ekspresi nyeri wajah 3. Cek adanya riwayat alergi obat NIC: Pemberian Analgetik
tidak bisa istirahat 4. Tentukan pilihan obat analgetik
247
Berikan analgetik sesuai paruh
1. Untuk mengetahui
waktunya terutama pada nyeri berat. lokasi
nyeri,karakteriatik
kualitas dan
keparahan nyri
sebelum mengobati
2. Untuk mengetahui
pengobatan analgesik
yang diresepkan
3. Untuk mengetahui
adanya riwayat alergi
obat
4. Untuk menentukan
pilihan obat analgesik
sesui waktu terutama
pada nyeri berat
2 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Peningkatan Latihan 338 1. Untuk menetapkan
1. Hargai keyakinan individu terkait
mobilitas fisik 24 jam diharapkan tidak mengalami gangguan kemampuan atau
latihan fisik
mobilitas fisik dengan kriteria hasil : NOC, kebutuhan pasien dan
2. Gali hambatan untuk melakukan
Pergerakan dan toleransi terhadap aktivitas (452, memudahkan pilihan
latihan
582) 3. Dukung individu untuk memulai / intervensi
2. Untuk menentukan
melanjutkan latihan.
4. Lanjutkan latihan bersama individu intervensi yang tepat
3. Untuk mendukung
jika diperlukan.
5. Libatkan keluarga atau orang yang individu melanjukan
Indikator Kaji Capai
memberi perawatan. latihan
1. Pergerakan 6. Monitor kepatuhan individu terhadap 4. Untuk melanjutkan
a. Gerakan otot
3 5 latihan latihan jika
b. Gerakan sendih
c. Bergerak dengan 3 5 diperlukan
mudah 3 5 5. Untuk menentukan
2. Toleransi terhadap
pemberian perawatan
aktivitas 6. Untuk mengetahui
a. saturasi oksigen
monitor kebutuhan
3
ketika beraktifitas
individu terhadap
b. Frekuensi nadi 5
3
latihan
ketika beraktifitas
c. Frekuensi 3
5
pernafasan ketika
beraktifitas 3
5
d. Kekuatan tubuh
bagian bawah
3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Pengurangan Kecemasan 319 1. Untuk menghindari
1. Gunakan pendekatan yang tenang
24 jam diharapkan tidak mengalami gangguan ketakutan dan
dan meyakinkan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil : NOC, Tingkat menciptakan hubungan
2. Nyatakan dengan jelas harapan
kecemasan (572) saling percaya
kepada klien
2. Untuk menciptakan
3. Jelaskan semua prosedur termasuk
atau memberikan rasa
sensasi yanga kan dirasakan yang
keyakinan
mungkin akan dirasakan selama
3. Untuk mengurangi
prosedur dilakukan.
kecemasan klien dan
4. Berikan objek yang menunjukan
Indikator Kaji Capai
memberikan informasi
perasaan aman
5. Atur penggunaan obat-obatan untuk kepada klien
4. Untuk membantu klien
mengurangi kecemasan secara tepat
mengeksternalisasikan
kecemasan yang
a. Meremas- remas 3 5 dirasakan
5. Untuk mengurangi
tangan
b. Perasaan gelisah kecemasan
3 5
c. Wajah tegang
d. Rasa cemas yang 3 5
disampaikan secara 3 5
lisan
e. Fatigue
3
5
Post Operasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Manajemen nyeri 198 NIC: Manajemen nyeri 198
1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk membantu
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
komprehensif mengkaji kebutuhan
dengan Kriteria hasil Noc: Kontrol nyeri & Tingkat
2. Kontrol lingkungan yang dapat
intervensi, dapat
nyeri (247, 577)
mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengidentifikasikan
Indikator Kaji Capai
ruangan, pencahayaan dan
c. Kontrol nyeri terjadinya nyeri
1. Mengenali kapan 2 5 kebisingan. 2. Lingkungan yang
3. Ajarkan penggunaan teknik non-
nyeri terjadi nyaman dapat
2 5 farmakologi (relaksasi nafas dalam,
2. menggambarkan menurunkan reaksi
faktor penyebab 3 5 terapi music, akupresure, distraksi,
terhadap stimulasi dari
3. menggunakan massase, dll)
3 5 luar dan meningkatkan
tindakan pencegahan 4. Dorong pasien untuk memonitor
4. melaporkan relaksasi
nyeri dan menangani nyeri dengan
3. Untuk meningkatkan
perubahan gejala tepat
ventilitas maksimal dan
terhadap nyeri NIC: Pemberian Analgetik 247
2 5 oksigenasi
5. Tingkat Nyeri
5. Nyeri yang 5. Tentukan lokasi, karakteristik 4. Untuk meningkatkan
2 5
dilaporkan kualitas dan keparahan nyeri sebelum kemampuan pasien
6. Panjangnya periode 3 5 mengobati pasien. terhadap pengontrolan
nyeri 6. Cek perintah pengobatan, meliputi
2 5 nyeri
7. Mengerang & dosis obat, frekuensi obat analgesik NIC: Pemberian Analgetik
menangis yang diresepkan 247
8. Ekspresi nyeri wajah 7. Cek adanya riwayat alergi obat
5. Untuk mengetahui lokasi
8. Tentukan pilihan obat analgetik
tidak bisa istirahat
nyeri,karakteriatik
Berikan analgetik sesuai paruh
kualitas dan keparahan
waktunya terutama pada nyeri berat.
nyri sebelum mengobati
6. Untuk mengetahui
pengobatan analgesik
yang diresepkan
7. Untuk mengetahui
adanya riwayat alergi
obat
8. Untuk menentukan
pilihan obat analgesik
sesui waktu terutama
pada nyeri berat
2 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 NIC : Manajemen Energi 177 a. untuk mencegah
a. Bantu pasien dalam melakukan
Aktivitas jam diharapkan intoleransi aktifitas teratasi dengan terjadinya kekakuatan
aktivitas sehari – hari yang teratur
kriteria hasil : NOC Daya Tahan dan Tingkat otot, dekubitus dan
sesuai kebutuhan (ambulasi,
Ketidaknyamanan (80, 576) untuk melatih
berpindah, bergerak dan perawatan
kekuatan otot
diri) b. untuk mencegah
b. Anjurkan aktivitas fisik (ambulasi
terjadinya kekakuatan
dan ADL) sesuai dengan kemampuan
pada otot
Indikator Kaji Capai
energi klien c. untuk memastikan
1. Daya Tahan c. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai
a. Malakukan aktivitas keadekuatan sumber
cara meningkatkan asupan energi dari
rutin – sumber energi
b. Aktivitas fisik makanan d. membantu dalam
c. Daya tahan otot d. Monitor lokasi dan sumber mengidentifikasi
2. Tingkat
ketidaknyamanan atau nyeri yang derajat
Ketidaknyaman
dialami klien selama aktivitas ketidaknyamanan
d. Nyeri
e. berikan kegiatan pengalihan yang e. untuk memberikan
e. Cemas
f. Tidak dapat menenangkan untuk meningkatkan kenyamanan pada
beristirahat relaksasi pasien
g. Ketegangan wajah f. tawarkan bantuan untuk f. untuk meningkatkan
meningkatkan tidur (musik atau obat) pola istirahat dan
g. kaji status fisiologis pasien yang
tidur pasien
menyebabkan kelelahan sesuai g. untuk mengetahui
dengan konteks usia dan tingkat kecemasan
perkembangan pasien
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 NIC: Kontrol Infeksi 134 NIC: Kontrol Infeksi 134
Resiko infeksi
jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria 1. Ganti peralatan perawatan perpasien 1. Untuk mempercepat
hasil : NOC Keparahan Infeksi & Kontrol Resiko sesuai protokol proses penyembuhan
2. Perhatikan teknik perawatan luka yang
(145, 248) dan mencegah
tepat
Indikator Kaji Capai terjadinya infeksi
3. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
1. Keparahan Infeksi 2. Untuk meminimalkan
a. Kemerahan NIC: Perawatan Luka 373
2 5 terjadinya infeksi
b. Nyeri 1. Angkat balutan dan plester perekat 3. Untuk membantu
c. peningkatan jumlah 2 5 2. Ukur luas luka yang sesuai
mengurangi
sel darah putih 3 5 3. Monitor karakteristik luka, termasuk
2. Kontrol Resiko terjadinya
drainase, warna, ukuran dan bau
a. Mengidentifikasi Infeksi
4. Berikan balutan yang sesuai dengan
faktor resiko NIC: Perawatan Luka 373
jenis luka
b. Mempertahankan 3 5 5. Pertahankan teknik balutan steril ketika 1. Untuk membersihan
lingkungan yang melakukan perawatan luka dengan luka
bersih 3 5 2. Untuk mengetahui
tepat
6. Anjurkan pasien dan keluarga untuk luas luka
3. Untuk mengtahui
mengenal tanda dan gejala infeksi memonitor
klasifikasi
luka,warna,bau
,ukuran
4. Untuk melakukan
pembalutan luka
5. Untuk mempercepat
proses penyembuhan
luka
6. Untuk mengetahui
pasien,keluarga
mengenal dan gejala
infeksi
BAB III
KASUS PRE DAN POST FRAKTUR FEMUR
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny S
Umur : 60 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Umur : 34 tahun
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan pasien : Anak klien
C. PENGKAJIAN
1. Keluhan utama :
Klien mengatakan merasa nyeri
X X
X X
62 60 60 58
34 30 27
KET :
: Laki laki
: Perempuan
: pasien
X : Meninggal
6. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan :
Inspeksi : pasien tidak sesak, jenis pernafasan spontan, RR : 22x/m, tidak ada
otot bantu pernafasan, irama pernapasan teratur, tidak ada batuk,
hidung simetris, tidak ada devisiasi septum nasi, tidak ada secret,
dada simetris, pergerakan dada kiri dan kanan sama.
Palpasi : dada simetris, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
edema, trectil fremitus positif kiri dan kanan.
b. Sistem Kardiovaskuler
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, daerah jantung pada intracosta II dan intracosta
III – V tidak teraba. Nadi 112x/I . TD : 140/80 MmHg.
Auskultasi : suara jantung s1 dan s2 terdengar seimbang pada ICS 3 dan ICS
ke 5, bunyi s1 lebih dominan dari pada s2.
c. Sistem Persyarafan
Nilai GCS : E4, V5, M6 hasil 15 yaitu compos mentis
d. Sistem Perkemihan
Inspeksi : tidak tampak pembesaran pada kandung kemih, tidak terjadi distensi
kandung kemih, terpasang kateter
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan di kandung kemih, tidak teraba pembesaran
pada kandung kemih, tidak ada massa.
e. Sistem Pencernaan
Inspeksi : bibir tampak kering, tidak ada stomatitis, tidak ada pembesaran
tongsil, lidah tampak bersih, trakea normal saat menelan,gigi palsu
tidak ada, tidak ada caries, saliva normal, abdomen tampak cekung.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, turgor kulit baik, tidak teraba hepar.
Auskultasi : bunyi abdomen timpani diseluruh kuadran abdomen, tidak ada nyeri
saat diketuk, perkusi hepar pekak.
f. Sistem Muskuloskeletal
I : Fraktur (+) , terpasang gips di os femur dextra , tampak kemerahan, oedema,
terpasang infus RL( Dexketo + Tramadol ) di tangan kanan 20 tpm.
P : kekuatan otot 5 5
2 4
ket :
g. Sistim Endokrin
Inspeksi : tidak nampak pembesaran kelenjar tiroid dan tidak nampak
pembesaran kelenjar getah bening dibagian belakang telinga, rahang bawah
atau leher, aksila.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan pembesaran kelenjar getah
bening dibagian belakang telinga, rahang bawah atau leher, aksila.
Pendengaran : bentuk telinga kanan dan kiri simetris, tidak terdapat serumen,
tidak ada gangguan pendengaran, mendengar dengan baik, tidak ada gangguan
keseimbangan, tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Penciuman : bentuk hidung simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada secret,
septum nasi normal, dapat membedakan bau.
Pengecapan : mukosa bibir kering, lidah bersih, klien merasa saat mengecap
terasa pahit, nafsu makan baik.
i. Sistim integument
Inspeksi : kulit tampak bersih,kuku bersih, terdapat odema , sionosis (+) pada os
femur dextra . keadaan rambut bersih.
Palpasi : Turgor kulit lentur dan baik, ada edema, ada nyeri tekan pada os femur
dextra.
Hematologi
Hb : 13,9 g/dl
Hematroktit : 41,5 %
Leukosit : 10 103/ul
Hemostasis
k. Sistem Reproduksi
Klien sudah menikah dan memiliki 3 orang anak. Tidak dilakukan pengkajian
pada bagian reproduksi secara mendalam karena klien tidak bersedia.
7. Pengkajian Fungsional
a. Oksigenasi
Sebelum sakit : klien tidak sesak, tidak terpasang alat bantu pernafasan.
Saat sakit : klien tidak sesak, nafas spontan, tidak terpasang alat bantu
pernafasan. RR. 22x/m.
b. Cairan dan Elektrolit
Sebelum sakit : klien minum air putih ± 1.000 cc/hari. Dan klien s tidak ada
tambahan elektrolit.
Saat sakit : cairan: 500 cc
intake : 2500cc
output : 1200cc
LWL : 930/24 jam
Balance cairan = 2500-1200-930 = 270cc/24 jam
c. Nutrisi
Sebelum sakit : klien makan 3x1 dengan menu nasi. Sayur, ikan,dan porsi
makan di habiskan.
Saat sakit : selera makan klien baik, klien makan sesuai dengan yang
disediakan di rumah sakit. porsi makan di habiskan.
d. Aman dan Nyaman
Sebelum sakit : klien merasa aman dan nyaman di rumah
Saat sakit : klien mengatakan aman berada di rumah sakit namun kurang
nyaman dengan nyeri yang dirasakan di os femur dextra.
e. Eliminasi
Sebelum sakit : klien BAK dan BAB normal, frekuensi BAK 4-5 x sehari
( Jumlah urine 1200 ml, warna kuning jernih, BAB frekuensi 1x sehari ,
konsistensi ½ padat warna kuning kecoklatan, keluhan nyeri saat BAB dan
BAK tidak ada.
Saat sakit : sejak sakit klien BAK ( terpasang kateter ) Jumlah urin 800 ml
dan BAB pakai pampers, warna kuning jernih, berbau khas. frekuensi BAB
tidak tentu, bisa dalam 2-3 hari sekali, warna kuning kecoklatan dan
konsistensi setengah padat.
f. Aktivitas dan Istirahat
Sebelum sakit : klien dapat beristirahat dngan baik , tidur malam 7-8 jam, tidur
siang 1-2 jam. klien dapat beraktivitas.
Saat sakit : klien mengatakan kurang tidur akibat nyeri yang di rasakan ,
frekuensi tidur 5-6 jam. klien sering terjaga . tidur siang 1 jam . pasien tampak
tidak beraktivitas akibat lemas dan nyeri yang di rasakan . pasien tidak bisa
melakukan pergerakan bebas.
g. Psikososial
Sebelum sakit : klien berhubungan baik dengan keluarga dan lingkungan
sekitarnya.
Saat sakit : klien tetap berhubungan baik dengan keluarga , perawat. dokter.
tetapi klien merasa cemas akan dioperasi. karena ini pertama kalinya klien
dilakukan operasi. klien takut tidak bisa berjalan seperti sebelumnya.
h. Komunikasi
Sebelum sakit : klien berkomunikasi baik dengan semua orang di rumah
Saat sakit : klien mampu berkomunikasi dengan perawat atau petugas yang ada
di rumah sakit
i. Seksual
Tidak dilakukan pengkajian secara mendalam, terpasang kateter urine
j. Nilai dan Keyakinan
Nilai – nilai yang bertentangan dengan kesehatan klien tidak ada.
klien selalu melakukan ibadah sholat 5 waktu.
k. Belajar
klien mengetahui apa yang di alami karena sudah dijelaskan oleh dokter tetapi
klien masih merasa cemas.
l. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
26 Hematologi
13,9 g/dl 11.7-15.5 g/dl
Hb 41,5 % 35.0 – 47.0 %
10 103/ul 4.00-11.00 103/ul
405 150-440 103/ul
Hematroktit
90 mg/dl 60-199 mg/dl
Leukosit 2 menit 1 – 5 menit
Gula darah
sewaktu.
Masa
perdarahan
Masa
Pembekuan
b. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil radiologi pre Operasi
Diafragma kanan kiri baik, tulang iga dan soft tissue dinding dada normal
m. Program Terapi
Gentamicin 2 x 40mg
Ceftriaxone 2 x1000mg
Omeprazole 2x 40
Dexamethason 2x 5mg
dextoprofen 50mg
Aristra 2 x 2,5mg
Tramadol
A. Analisa Data
1 PRE OPERASI
DS:
Nyeri akut
- Pasien mengeluh nyeri Diskontinuitas tulang
pada paha sebelah ↓
kanan/kiri Pergeseran fragmen
- Pasien mengeluh nyeri
tulang dan terjadi proses
seperti perih, panas,
inflamasi
tertusuk – tusuk
↓
- Klien mengeluh tidak
Menekan ujung saraf
nyaman karena nyeri
Bebas
yang dirasakan
P : klien merasakan ↓
nyeri akibat fraktur Noniseptor
Q : nyeri yang
↓
dirasakan perih , panas
Merangsang medulla
, tertusuk – tusuk ,
spinalis
R : di daerah os femur
↓
dextra,
S : skala 7 Pesan di sampaikan ke
T : terus menerus nyeri
korteks serebri
bertambah ketika
↓
bergerak.
Nyeri akut
DO:
- klien terlihat meringis
kesakitan.
- klien mengatakan skala
nyeri 7 (1-10).
- klien sangat
berkeringat.
- klien tampak menahan
nyeri dengan meremas
alat tenun
- klien terlihat berhati
hati dengan kakinya
untuk melindunginya
- klien terlihat tidak
dapat beristirahat
- TTV
- TD : 140/90
- S : 36,7
- N : 112/m
- RR 22 x/i
2 DS: Diskontuinitas tulang Hambatan mobilitas
- klien mengeluh nyeri ↓
- klien mengatakan tidak
Perubahan jaringan
bisa melakukan
sekitar
pergerakan bebas
↓
- klien mengatakan nyeri
hilang timbul karena Kerusakan fragmen
gerakan. tulang
DO: ↓
- Kekuatan otot : 2 klien Deformitas tulang
memiliki keterbatasan ↓
gerak Gangguan fungsi
- Klien memerlukan
ekstremitas
bantuan dalam
↓
melakukan aktivitas
sehari hari
Hambatan mobilitas
- klien tidak mampu
berjalan untuk
memenuhi kebutuhan
eliminasi dan
personal hygiene
3 DS: Ansietas
Keterbatasan melakukan
pergerakan
Tindakan pembedahan
↓
-
Cemas
POST OPERASI
DO :
-Klien tampak berbaring di
tempat tidur
-Wajah klien tampak meringgis
- Klien tampak kesulitan untuk
bergerak.
TD : 130/80 MmHg
N : 90x/i
S : 36,7 c
RR : 22x/i
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul pada Ny S dengan fraktur femur tertutup sebagai
berikut :
Pre Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik ( Domain 12, kelas 1, hal 445)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal ( domain
4, kelas 2 , hal 217)
c. Ansietas berhubungan dengan stressor ( Domain 9 , kelas 2 , hal 324)
Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik ( domain 12, kelas 1, hal 445)
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Immobilitas ( Domain 4, kelas 4, hal 226)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif ( Domain 11, kelas 1, hal 382)
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Manajemen nyeri 198 NIC: Manajemen nyeri 198
5. Lakukan pengkajian nyeri secara 5. Untuk membantu
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
komprehensif mengkaji kebutuhan
dengan Kriteria hasil Noc: Kontrol nyeri & Tingkat
6. Kontrol lingkungan yang dapat
intervensi, dapat
nyeri (247, 577)
mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengidentifikasikan
Indikator Kaji Capai
ruangan, pencahayaan dan
d. Kontrol nyeri terjadinya nyeri
5. Mengenali kapan 2 5 kebisingan. 6. Lingkungan yang
7. Ajarkan penggunaan teknik non-
nyeri terjadi nyaman dapat
2 5 farmakologi (relaksasi nafas dalam,
6. menggambarkan menurunkan reaksi
faktor penyebab 3 5 terapi music, akupresure, distraksi,
terhadap stimulasi
7. menggunakan massase, dll)
3 5 dari luar dan
tindakan pencegahan 8. Dorong pasien untuk memonitor
8. melaporkan meningkatkan
nyeri dan menangani nyeri dengan
relaksasi sehingga
perubahan gejala tepat 7. Untuk meningkatkan
2 5
terhadap nyeri NIC: Pemberian Analgetik 247 ventilitas maksimal
e. Tingkat Nyeri
2 5 9. Tentukan lokasi, karakteristik dan oksigenasi
9. Nyeri yang
8. Untuk meningkatkan
dilaporkan 3 5 kualitas dan keparahan nyeri sebelum
10. Panjangnya periode kemampuan
mengobati pasien.
2 5 pasien terhadap
nyeri 10. Cek perintah pengobatan, meliputi
11. Mengerang & pengontrolan nyeri
dosis obat, frekuensi obat analgesik
menangis yang diresepkan
12. Ekspresi nyeri wajah 11. Cek adanya riwayat alergi obat NIC: Pemberian Analgetik
tidak bisa istirahat 12. Tentukan pilihan obat analgetik
247
Berikan analgetik sesuai paruh
9. Untuk mengetahui
waktunya terutama pada nyeri berat. lokasi
nyeri,karakteriatik
kualitas dan
keparahan nyri
sebelum mengobati
10. Untuk mengetahui
pengobatan analgesik
yang diresepkan
11. Untuk mengetahui
adanya riwayat alergi
obat
12. Untuk menentukan
pilihan obat analgesik
sesui waktu terutama
pada nyeri berat
2 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Peningkatan Latihan 338 7. Untuk menetapkan
7. Hargai keyakinan individu terkait
mobilitas fisik 24 jam diharapkan tidak mengalami gangguan kemampuan atau
latihan fisik
mobilitas fisik dengan kriteria hasil : NOC, kebutuhan pasien dan
8. Gali hambatan untuk melakukan
Pergerakan dan toleransi terhadap aktivitas (452, memudahkan pilihan
latihan
582) 9. Dukung individu untuk memulai / intervensi
8. Untuk menentukan
melanjutkan latihan.
10. Lanjutkan latihan bersama individu intervensi yang tepat
9. Untuk mendukung
jika diperlukan.
11. Libatkan keluarga atau orang yang individu melanjukan
Indikator Kaji Capai
memberi perawatan. latihan
3. Pergerakan 12. Monitor kepatuhan individu terhadap 10. Untuk melanjutkan
d. Gerakan otot
3 5 latihan latihan jika
e. Gerakan sendih
f. Bergerak dengan 3 5 diperlukan
mudah 3 5 11. Untuk menentukan
4. Toleransi terhadap
pemberian perawatan
aktivitas 12. Untuk mengetahui
e. saturasi oksigen
monitor kebutuhan
3
ketika beraktifitas
individu terhadap
f. Frekuensi nadi 5
3
latihan
ketika beraktifitas
g. Frekuensi 3
5
pernafasan ketika
beraktifitas 3
5
h. Kekuatan tubuh
bagian bawah
3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Pengurangan Kecemasan 319 6. Untuk menghindari
6. Gunakan pendekatan yang tenang
24 jam diharapkan tidak mengalami gangguan ketakutan dan
dan meyakinkan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil : NOC, Tingkat menciptakan hubungan
7. Nyatakan dengan jelas harapan
kecemasan (572) saling percaya
kepada klien
7. Untuk menciptakan
8. Jelaskan semua prosedur termasuk
atau memberikan rasa
sensasi yanga kan dirasakan yang
keyakinan
mungkin akan dirasakan selama
8. Untuk mengurangi
prosedur dilakukan.
kecemasan klien dan
9. Berikan objek yang menunjukan
Indikator Kaji Capai
memberikan informasi
perasaan aman
10. Atur penggunaan obat-obatan untuk kepada klien
9. Untuk membantu klien
mengurangi kecemasan secara tepat
mengeksternalisasikan
kecemasan yang
f. Meremas- remas 3 5 dirasakan
10. Untuk mengurangi
tangan
g. Perasaan gelisah kecemasan
3 5
h. Wajah tegang
i. Rasa cemas yang 3 5
disampaikan secara 3 5
lisan
j. Fatigue
3
5
Post Operasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Manajemen nyeri 198 NIC: Manajemen nyeri 198
5. Lakukan pengkajian nyeri secara 5. Untuk membantu
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
komprehensif mengkaji kebutuhan
dengan Kriteria hasil Noc: Kontrol nyeri & Tingkat
6. Kontrol lingkungan yang dapat
intervensi, dapat
nyeri (247, 577)
mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengidentifikasikan
Indikator Kaji Capai
ruangan, pencahayaan dan
f. Kontrol nyeri terjadinya nyeri
6. Mengenali kapan 2 5 kebisingan. 6. Lingkungan yang
7. Ajarkan penggunaan teknik non-
nyeri terjadi nyaman dapat
2 5 farmakologi (relaksasi nafas dalam,
7. menggambarkan menurunkan reaksi
faktor penyebab 3 5 terapi music, akupresure, distraksi,
terhadap stimulasi dari
8. menggunakan massase, dll)
3 5 luar dan meningkatkan
tindakan pencegahan 8. Dorong pasien untuk memonitor
9. melaporkan relaksasi
nyeri dan menangani nyeri dengan
7. Untuk meningkatkan
perubahan gejala tepat
ventilitas maksimal dan
terhadap nyeri NIC: Pemberian Analgetik 247
2 5 oksigenasi
10. Tingkat Nyeri
13. Nyeri yang 13. Tentukan lokasi, karakteristik 8. Untuk meningkatkan
2 5
dilaporkan kualitas dan keparahan nyeri sebelum kemampuan pasien
14. Panjangnya periode 3 5 mengobati pasien. terhadap pengontrolan
nyeri 14. Cek perintah pengobatan, meliputi
2 5 nyeri
15. Mengerang & dosis obat, frekuensi obat analgesik NIC: Pemberian Analgetik
menangis yang diresepkan 247
16. Ekspresi nyeri wajah 15. Cek adanya riwayat alergi obat
13. Untuk mengetahui lokasi
16. Tentukan pilihan obat analgetik
tidak bisa istirahat
nyeri,karakteriatik
Berikan analgetik sesuai paruh
kualitas dan keparahan
waktunya terutama pada nyeri berat.
nyri sebelum mengobati
14. Untuk mengetahui
pengobatan analgesik
yang diresepkan
15. Untuk mengetahui
adanya riwayat alergi
obat
16. Untuk menentukan
pilihan obat analgesik
sesui waktu terutama
pada nyeri berat
2 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 NIC : Manajemen Energi 177 h. untuk mencegah
h. Bantu pasien dalam melakukan
Aktivitas jam diharapkan intoleransi aktifitas teratasi dengan terjadinya kekakuatan
aktivitas sehari – hari yang teratur
kriteria hasil : NOC Daya Tahan dan Tingkat otot, dekubitus dan
sesuai kebutuhan (ambulasi,
Ketidaknyamanan (80, 576) untuk melatih
berpindah, bergerak dan perawatan
kekuatan otot
diri) i. untuk mencegah
i. Anjurkan aktivitas fisik (ambulasi
terjadinya kekakuatan
dan ADL) sesuai dengan kemampuan
pada otot
Indikator Kaji Capai
energi klien j. untuk memastikan
3. Daya Tahan j. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai
h. Malakukan aktivitas keadekuatan sumber
3 5 cara meningkatkan asupan energi dari
rutin – sumber energi
i. Aktivitas fisik makanan k. membantu dalam
j. Daya tahan otot 3 5 k. Monitor lokasi dan sumber mengidentifikasi
4. Tingkat
3 5 ketidaknyamanan atau nyeri yang derajat
Ketidaknyaman
dialami klien selama aktivitas ketidaknyamanan
k. Nyeri
l. berikan kegiatan pengalihan yang l. untuk memberikan
l. Cemas
m. Tidak dapat menenangkan untuk meningkatkan kenyamanan pada
3 5
beristirahat relaksasi pasien
3 5
n. Ketegangan wajah m. tawarkan bantuan untuk m. untuk meningkatkan
3 5
meningkatkan tidur (musik atau obat) pola istirahat dan
n. kaji status fisiologis pasien yang
tidur pasien
3 5 menyebabkan kelelahan sesuai n. untuk mengetahui
dengan konteks usia dan tingkat kecemasan
perkembangan pasien
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 NIC: Kontrol Infeksi 134 NIC: Kontrol Infeksi 134
Resiko infeksi
jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria 4. Ganti peralatan perawatan perpasien 4. Untuk mempercepat
hasil : NOC Keparahan Infeksi & Kontrol Resiko sesuai protokol proses penyembuhan
5. Perhatikan teknik perawatan luka yang
(145, 248) dan mencegah
tepat
Indikator Kaji Capai terjadinya infeksi
6. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
3. Keparahan Infeksi 5. Untuk meminimalkan
d. Kemerahan NIC: Perawatan Luka 373
2 5 terjadinya infeksi
e. Nyeri 7. Angkat balutan dan plester perekat 6. Untuk membantu
f. peningkatan jumlah 2 5 8. Ukur luas luka yang sesuai
mengurangi
sel darah putih 3 5 9. Monitor karakteristik luka, termasuk
4. Kontrol Resiko terjadinya
drainase, warna, ukuran dan bau
c. Mengidentifikasi Infeksi
10. Berikan balutan yang sesuai dengan
faktor resiko NIC: Perawatan Luka 373
jenis luka
d. Mempertahankan 3 5 11. Pertahankan teknik balutan steril ketika 7. Untuk membersihan
lingkungan yang melakukan perawatan luka dengan luka
bersih 3 5 8. Untuk mengetahui
tepat
12. Anjurkan pasien dan keluarga untuk luas luka
9. Untuk mengtahui
mengenal tanda dan gejala infeksi memonitor
klasifikasi
luka,warna,bau
,ukuran
10. Untuk melakukan
pembalutan luka
11. Untuk mempercepat
proses penyembuhan
luka
12. Untuk mengetahui
pasien,keluarga
mengenal dan gejala
infeksi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi
Pree Operasi
-
Post Operasi
Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan SOAP
1 Nyeri Akut S:
- Pasien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan
- Pasien mengeluh nyeri seperti ditusuk-tusuk
O:
- Pasien terlihat meringis kesakitan
- Pasien mengatakan skala nyeri 6 (1-10).
- Pasien sangat berkeringat
- Pasien tampak menahan nyeri dengan meremas alat tenun
P : Intervensi dilanjutkan
2 Hambatan Imobilitas Fisik S:
- Pasien mengeluh nyeri
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan pergerakan bebas
- Pasien mengatakan nyeri hilang timbul karena gerakan.
O:
- Kekuatan otot : 2 Pasien memiliki keterbatasan gerak
- Pasien memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas seharihari
- Pasien tidak mampu berjalan untuk memenuhi kebutuhan eliminasi dan personal hygiene
A : Masalah belum teratasi
Indikator Kaji Capai Hasil
5. Pergerakan
g. Gerakan otot
3 5 3
h. Gerakan sendi
i. Bergerak dengan 3 5 3
mudah 3 5 3
6. Toleransi terhadap
aktivitas
i. saturasi oksigen
3
ketika beraktifitas
j. Frekuensi nadi 5
3 3
ketika beraktifitas
k. Frekuensi 3
5
pernafasan ketika 3
beraktifitas 3
5
l. Kekuatan tubuh
3
bagian bawah
5 3
P : Intervensi dilanjutkan
3 Ansietas S:
- Klien mengatakan sedikit agak tenang setelah diberi penjelasan oleh perawat tentang
operasi
O:
- Klien tampak tenang
- Klien terlihat rileks
- TTV:
TD: 140/90 mmHg
S : 36.4 C
N : 93x/m
RR: 20x/m
A : Masalah belum teratasi
Indikator Kaji Capai Hasil
a. Meremas- remas 3 5 4
tangan
b. Perasaan gelisah 4
3 5
c. Wajah tegang
d. Rasa cemas yang 3 5 4
disampaikan secara 3 5
4
lisan
e. Fatigue
3
4
5
P : Intervensi dilanjutkan
Post Operasi
No Diagnosa Keperawatan SOAP
1 Nyeri Akut S:
- klien mengatakan nyeri post operasi
O:
Klien tampak berbaring di tempat tidur
-Wajah klien tampak meringgis
- Klien tampak kesulitan untuk bergerak.
TD : 130/80 MmHg
N : 90x/i
S : 36,7 c
RR : 22x/i
P : Intervensi dilanjutkan
2 S:
- klien mengeluh sulit beraktivitas ( bangun dari tempat tidur, bergerak ) post operasi
- klien mengatakan ADL di bantu oleh keluarga
O:
Kekuatan otot : 3
Tampak ADL dibantu oleh keluarga
Klien tampak berbaring ditempat tidur
3 5
3
P : lanjutkan intervensi
3 Resiko infeksi S:
- klien Mengatakan nyeri pada daerah fraktur,
- klien mengatakan bengkak dan kemerahan pada os femur dextra
O:
- Terpasang pen pada ekstremitas bawah (femur)
- Tampak adanya kemerahan
- Tampak adanya odema
- Adanya nyeri
P : lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini kelompok akan membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Ny. S.
dengan fraktur femur di Ruang Rawat Inap Pafio B Rumah Sakit Umum Daerah Bogor
dengan membandingkan antara teori dan kasus yang diambil, serta akan membahas
kesenjangan yang ada pada saat mengaplikasikan dalam bentuk asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dan landasan dalam proses asuhan
keperawatan, oleh karena itu diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam mengenali
masalah-masalah yang muncul pada klien sehingga dapat menentukan tindakan
keperawatan yang tepat (Muttaqin, 2008). Pengkajian pada Ny. S. dengan diagnosa
fraktur femur tertutup 1/3 dextra pasca operasi dilakukan pada tanggal 28 November
2019 pukul 12.00 WIB. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara observasi, pemeriksaan fisik dan catatan rekam medis.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), masalah yang sering muncul segera setelah
tindakan pembedahan dan pasien telah sadar adalah bengkak, nyeri, keterbatasan
gerak sendi, penurunan kekuatan otot dan penurunan kemampuan untuk melakukan
ambulasi. Nyeri yang timbul tersebut akan berpengaruh terhadap proses pemulihan
yang memanjang, terhambatnya ambulasi dini, penurunan fungsi sistem, dan
terlambatnya discharge planning. Selain itu nyeri berkepanjangan akan berpengaruh
terhadap peningkatan level hormon stres yang dapat meningkatkan efek negative yang
signifikan. Respon stres dapat miningkatkan laju metabolisme dan curah jantung,
kerusakan respons insulin, peningkatan produksi kortisol, peningkatan viskositas
darah dan agregrasi trombosit sehingga berpengaruh langsung terhadap proses
penyembuhan luka.
Berdasarkan hasil pengkajian pola persepsi sensori pasien tidak mengalami
gangguan sensori seperti: penglihatan, pengecapan, penciuman, perabaan, dan
pendengaran, akan tetapi secara subjektif klien mengeluh nyeri pada pada kaki kanan,
nyeri senut-senut seperti tertusuk jarum dengan skala nyeri 7 (rentang 0-10), nyeri
hilang timbul dan bertambah kuat ketika digerakkan. Secara objektif didapatkan data
bahwa tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 112 kali permenit dan pernafasan sebanyak
22 kali permenit ekspresi wajah tegang seperti menahan rasa sakit.
Gejala yang dirasakan pada klien pasca operasi berupa kesakitan adalah hal
yang wajar, karena menurut Smeltzer & Bare (2002) masalah yang sering muncul
pasien pasca pembedahan adalah nyeri, bengkak, keterbatasan gerak sendi, penurunan
kekuatan otot dan penurunan kemampuan untuk melakukan ambulasi secara mandiri.
Selain itu, dasar pembedahan itu sendiri adalah proses fisik seperti insisi, pemotongan
jaringan, pengambilan jaringan pemasangan implant yang akan menstimulasi ujung
saraf bebas termasuk reseptor nyeri (Rowlingson, 2009). Tindakan pembedahan
pemasangan pen (skrup) pada fraktur disebut dengan ORIF atau open reduction
internal fixation dimana dilakukan tindakan untuk melihat fraktur secara langsung
dengan pembedahan untuk memobilisasi selama penyembuhan dan akan
menimbulkan masalah berupa nyeri (Barbara,2006).
Pada pola aktivitas dan latihan, klien menyampaikan bahwa selama sakit klien
mengalami kesulitan melakukan pergerakan (ambulasi) dan aktivitas lainnya
dikarenakan nyeri dan gerak yang terbatas, semua bentuk aktivitas klien dibantu oleh
keluarga. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Ropyanto (2011) yang
menyatkan bahwa pasien fraktur post ORIF akan mengalami gangguan mobilitas fisik
dan ambulasi karena adanya perubahan kekuatan dan ketahanan skunder terhadap
kerusakan muskoskeletal akibat fraktur dan prosedur pembedahan.
Hasil pemeriksaan fisik khususnya pada daerah fraktur didapatkan bahwa pada
bagian femur dextra terdapat balutan luka post operasi yang dibalut dengan perban
elastis. Penulis tidak dapat melihat luka jahitan post operasi secara rinci dikarenakan
pada saat pengkajian awal pengkajian belum dilakukan perawatan luka.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menggambarkan respon
aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon tersebut didapatkan
berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan serta berdasarkan catatan medis klien.
Diagnosa keperawatan yang muncul akan menjadi dasar utama perawat dalam
menyusun intervensi untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien (Potter & Perry,
2005). Berdasarkan data hasil pengkajian pada Ny. S didapatkan diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik.
Diagnosa nyeri akut tersebut ditegakkan berdasarkan data subjektif dimana
klien mengeluh nyeri pada pada kaki kanan, nyeri senut-senut seperti tertusuk jarum
dengan skala nyeri 7 (rentang 0 - 10), nyeri hilang timbul dan bertambah kuat ketika
digerakkan. Secara objektif didapatkan data bahwa terdapat balutan dengan elastis
perban pada femur dextra, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 112 kali permenit dan
pernafasan sebanyak 22 kali permenit ekspresi wajah tegang seperti menahan rasa
sakit.
Penulis memilih nyeri akut menjadi diagnosa keperawatan dengan high
priority (prioritas pertama) yang harus diselesaikan dikarenakan nyeri merupakan
kejadian yang menekan (stress) dan dapat merubah gaya hidup dan psikologis
seseorang. Hal ini berakibat meningkatkan tanda-tanda vital, denyut jantung akan
lebih cepat, tekanan darah naik, pernafasan meningkat serta menimbulkan kecemasan.
Menurut penulis jika nyeri ini tidak segera diatasi akan mengganggu proses
pelaksanaan keperawatan lainnya dan memperlambat proses penyembuhan. Diagnosa
nyeri akut ditegakkan berdasarkan teori dalam NANDA 2018 -2020 dengan kode
00132 yang diartikan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal sedemikin rupa, kemudian awitan dinyatakan
sebagai nyeri akut adalah awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
sedang sampai berat yang sekiranya dapat diatasi dalam waktu kurang dari 6 bulan.
Etiologi dianggkat berdasarkan faktor yang berhubungan dalam nanda yaitu agens
cedera fisik dimana dalam kasus fraktur yang dialami Ny. S ini nyeri yang muncul
adalah proses peradangan akibat cidera (Smeltzer& Bare, 2002).
C. Intervensi Keperawatan
Perancanaan atau Intervensi merupakan kategori perilaku perawat yang
bertujuan menentukan rencana keperawatan yang berpusat kepada pasien sesuai
dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga tujuan tersebut terpenuhi (Potter & Perry,
2005). Dalam penyusunan tugas ini kelompok menyusun intervensi berdasarkan
Nursing Intervension Clasification (NIC) dan Nursing Outcame Clasifikasin (NOC).
Intervensi keperawatan yang disusun untuk mengatasi diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agens cedara fisik disusun berdasarkan NOC yaitu setelah
dilakukan keperawatan selama 1 x 24 jam maka nyeri terkontrol dengan kriteria hasil
pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri berkurang dari 7 menjadi 5 dan tanda
tanda vital dalam batas normal. Intervensi keperawatan yang disusun adalah dengan
managemen nyeri dimana dalam NIC berkode 1400 yang meliputi: kaji nyeri (lokasi,
durasi, karakteristik, frekuensi, intensitas, factor pencetus), observasi tanda non verbal
dari ketidaknyamanan, memonitor tanda tanda vital, kontrol faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien, ajarkan tehnik non farmakologis kepada pasien
dan keluarga: relaksasi nafas dalam, distraksi, dan kolaborasi medis (pemberian
analgetik).
Tehnik relaksasi nafas dalam menjadi fokus utama kelompok dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap masalah nyeri akut yang dialami Ny. S.
Berdasarkan teori tehnik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu bentuk
intervensi asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri, terutama nyeri yang
bersifat akut dan sedang (McCloskey, 2000). Dalam intervensi ini perawat
mengajarkan bagaimana cara melakukan nafas dalam lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan menghembuskan nafas secara perlahan melalui mulut. Selain
itu tehnik relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi dalam darah (Smeltzer &Bare, 2002). Relaksasi juga merupakan metode
yang efektif dalam mengurangi nyeri pasca operasi. Relaksasi yang sempurna dapat
mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh kecemasan sehingga mencegah
bertambahnya kualitas nyeri (Potter & Perry, 2010). Oleh karena itu diharapkan
masalah nyeri akut pasca pembedahan segera dapat teratasi agar resiko komplikasi
akibat immobilisasi tidak terjadi dan program rehabilitasi dapat diterapkan sesuai
program.
Adapun prosedur tehik relaksasi nafas dalam yang diajarkan adalah menurut
Priharjo tahun 2003 meliputi:
a. Usahakan rileks dan tenang.
b. Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan 1,2,3,
kemudian tahan sekitar 5-10 detik.
c. Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan.
d. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya lagi melalui
mulut secara perlahan-lahan.
e. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
f. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry,
kualitas nyeri pasien dengan PQRST dan didapatkan hasil P (provoking incident)
klien mengeluh nyeri pada pada kaki kanan, Q (quality) nyeri senut-senut seperti
tertusuk, R (region) kaki (femur) sebelah kanan dengan S (scale) skala nyeri 7, T
tegang dan bertambah kesakitan sesaat dilakukan pergerakan pada kaki sebelah kanan.
Memonitor tanda-tanda vital dengan respon tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 112
kali per menit dan pernafasan 22 kali permenit. Tanda-tanda vital tersebut dilakukan
tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan system tubuh
Respon yang ditunjukan pasien adalah pasien mengikuti apa yang diajarkan. Tehnik
relaksasi yang diajarkan adalah dengan berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurdin
(2013) dan Priharjo (2003), yaitu dengan menciptakan suasana lingkungan yang
tenang, usahakan pasien tetap tenang dan rileks, menarik nafas dalam dari hidung dan
dihembuskan melalui mulut sambil merasakan bahwa semua tubuh terasa rileks,
usahan tetap konsentrasi dan lakukan kegiatan tersebut sampai 15 kali dengan selingi
ketorolac sesuai berdasarkan data dari website resmi dexa medica dijelaskan bahwa
ketorolac 30 mg merupakan salah satu analgetik yang diindikasikan untuk
penatalaksanaan nyeri akut yang berat dalam jangka waktu yang pendek.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses keperawatan untuk mengukur respon pasien
tercapainya tujuan yang telah disusun (Potter & Perry, 2005). Pada kasus Ny.S
evaluasi dilakukan pada tanggal 28 November 2019 pukul 12.30 WIB dengan
metode SOAP (subjektif, Objektif, Analisa, dan Planning). Hasil evaluasi pada Ny. S
didapatkan data bahwa klien mengatakan nyeri sudah berkurang pada kaki kanan post
operasi (P) dengan kualitas nyeri senut senut seperti ditusuk benda tajam (Q), pada
daerah kaki kanan atas (femur) (R), dengan skala berkurang menjadi 5 (S), dan nyeri
hilang timbul (T). Data objektif yang didapatkan adalah pasien nampak lebih tenang
dan rileks dengan tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 90 kali permenit, pernafasan 22
kali permenit dan suhu 36.7 0C. Berdasarkan data tersebut maka masalah
keperawatan nyeri akut pada Ny. S dinyatakan teratasi sebagian yang ditandai dengan
menurunnya intensitas nyeri dari skala 7 menjadi 5 dengan tanda-tanda vital dalam
rentang normal. Dapat dinyatakan juga bahwa tehnik relaksasi nafas dalam dapat
menurunkan intensitas nyeri pada Ny.S dengan fraktur post operasi. Rencana tindak
lanjut yang disusun adalah tetap memonitor kualitas nyeri, motivasi untuk melakukan
relaksasi jika nyeri datang dan memberikan pendidikan kesehatan mengenai nyeri
Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC.
Muttaqin, A. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta:EGC.