Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia,

khususnya di negara berkembang. Kecelakaan lalu lintas dapat dialami oleh

siapa saja dan kapan saja. Berdasarkan prevalensi data menurut World Healthof

Organisation (WHO) menyebutkan bahwa 1,24 juta korban meninggal

tiaptahunnya di seluruh dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Menurut

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2015

menyebutkan bahwa Kejadian kecelakaan lalu lintas di Indonesia setiap

tahunnya mengalami peningkatan yaitu 21,8% dalam jangka waktu 5 tahun.


Kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan kerusakan fisik hingga

kematian. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI)

tahun 2013 menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat

5,8% korban cedera atau sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan

jenis fraktur yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada bagian ekstremitas

atas sebesar 36,9% dan ekstremitas bawah sebesar 65,2%. Hasil Riset Kesehatan

Dasar tahun 2015 juga menyebutkan bahwa kejadian kecelakaan lalu lintas di

daerah Jawa Tengah sebanyak 6,2% mengalami fraktur. Menurut Desiartama &

Aryana (2017) di Indonesia kasus fraktur femur merupakan yang paling sering

yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%),

dimana penyebab terbesar fraktur femur adalahkecelakaan lalu lintas yang

biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi

(62,6%) dan jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).4,5% Puncak
distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan

orang tua (diatas 70 tahun).


Fraktur femur disebut juga sebagai fraktur tulang paha yang disebabkan

akibat benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung (Helmi, 2012).

Salah satu penatalaksanaan yang sering dilakukan pada kasus fraktur femur

adalah tindakan operatif atau pembedahan (Mue DD, 2013). Penatalaksanaan

fraktur tersebut dapat mengakibatkan masalah atau komplikasi seperti

kesemutan, nyeri, kekakuan otot, bengkak atau edema serta pucat pada anggota

gerak yang dioperasi (Carpintero, 2014). Masalah tersebut dapat disebabkan

oleh beberapa faktor salah satunya adalah kurang atau tidak dilakukannya

mobilisasi dini pasca pembedahan (Lestari, 2014)


Mobilisasi dini merupakan usaha atau kemampuan pasien setelah operasi

untuk bergerak dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna

mempertahankan kesehatannya sesuai dengan kondisi pasien tersebut (Widuri,

2010). Beberapa literatur menyebutkan bahwa pentingnya melakukan mobilisasi

dini yaitu untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah terjadinya masalah atau

komplikasi setelah operasi serta mempercepat proses pemulihan pasien (Keehan,

2014). Hasil penelitian Lestari (2014) menyebutkan bahwa mobilisasi dini atau

pergerakan yang dilakukan sesegera mungkin akan berpengaruh pada proses

penyembuhan dan lamanya hari rawat. Kenyataannya tidak semua pasien setelah

pembedahan dapat segera melakukan mobilisasi dini, umumnya pasien post

operasi setelah 24 jam lebih memilih untuk diam ditempat tidur (bedrest),

namun bedrest selama 24 jam setelah pembedahan tidak dianjurkan lagi (Perry

& Potter, 2010). Menurut Kozier & Erb (2010) hampir semua jenis pembedahan,

setelah 24 jam dianjurkan untuk melakukan mobilisasi sesegera mungkin.


Pelaksanaan mobilisasi dini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

pengetahuan, faktor demografi, faktor fisiologis, gaya hidup, dukungan sosial

serta faktor emosional yang salah satunya yaitu kecemasan (Widuri, 2010).

Kecemasan merupakan perasaan yang dialami secara universal serta merupakan

respons terhadap stress yang umumnya memiliki fungsi adaptif yang memotivasi

kita untuk bersiap menghadapi segala situasi. Namun, ketika kecemasan itu

muncul secara berlebihan dan mengganggu fungsi individu, perasaan tersebut

merupakan kondisi patologik dan sebagai gangguan kecemasan (O„Brien, 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan Rahayu (2015) menyatakan bahwa tingkat

kecemasan pada pasien post operasi fraktur ekstermitas bawah lebih besar

dibanding ekstermitas atas.


Kozier & Erb (1999) dalam Hernawilly (2012) menyatakan bahwa kondisi

psikologi seseorang dapat menurunkan kemampuan untuk melakukan

pergerakan (mobilisasi), seseorang yang mengalami perasaan tidak aman dan

nyaman, kebahagiaan, kepercayaan, tidak termotivasi akan mudah mengalami

perubahan dalam melakukan pergerakan (mobilisasi). Menurut Potter & Perry

(2010), orang yang depresi, khawatir dan cemas sering tidak tahan melakukan

aktivitas merekalebih mudah lelah karena mengeluarkan energi cukup besar,

sehingga pasien mengalami kelelahan secara fisik dan emosi. Pasien dengan

trauma ortopedik, faktor psikologis merupakan faktor penting yang menentukan

hasil fungsional dari pasien selain seberapa baik kita memperbaiki fraktur

tersebut (Starr, 2011).

Menurut data rekam medis Pafio B pada tahun 2019 jumlah

pasien rawat inap Pafio B diantaranya sepuluh besar diagnosa pasien

rawat inap tersebut adalah pasien dengan kasus fraktur femur sebanyak
18 orang yaitu 8 orang mengalami fraktur batang femur (shaft of femur),

5 orang mengalami fraktur collum femur (neck of femur) serta 3

mengalami fraktur pertrochanteric.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kelompok mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan sistem Muskuloskeletal (Fraktur Femur).


2. Tujuan Khusus
Kelompok diharapkan dapat:
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan

gangguan sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur secara baik

dan benar.
b. Mampu menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur secara baik dan benar.
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur secara baik dan benar.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur secara baik dan benar.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur secara baik dan benar.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang dilakukan pada

klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal pada kasus fraktur femur

secara baik dan benar.


g. Mampu memahami tentang pengertian, etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan fraktur

femur
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Kesehatan

Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan

masalah pada program kesehatan, khususnya pada masalah tingkat


kecemasan dan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post operatif

fraktur femur.

2. Bagi Institusi Pelayanan Keperawatan

Sebagai evaluasi tindakan yang dilakukan tim kesehatan di RSUD

Bogor dan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan keperawatan

kepada pasien.

3. Bagi Peneliti Lain

Menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat dijadikan

landasan penelitian selanjutnya mengenai tingkat kecemasan dan

pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post operatif fraktur femur.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar didalam tulang

kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk

kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan bawah dari kolumna

femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian

ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan yang disebut kondilus

lateralis, diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang

tempurung lutut (patella)yang disebut fosa kondilus.

Gambar 1. Anatomi tulang femur


Sistem muskular pada tulang femur, yaitu otot anterior, otot medial, dan otot posterior,

diantaranya :
1) Otot anterior femur
a. Quardriceps femoris
b. Rektus femoris
c. Vastus lateralis
d. Vastus medialis
e. Vastus intermedius
f. Pectineus
g. Sartorius
h. Iliopsoas
2) Otot medial femur
a. Adduktor longus
b. Adduktor brevis
c. Adduktor magnus
d. Gracilis
e. Osturator eksternus
3) Otot posterior femur
a. Semimembranousus
b. Semitendinosus
c. Bisep femoris
Sistem persyarafan yang berada pada tulang femur (Moffat & Faiz, 2002), antara lain:
1. Syaraf anterior femur, yaitu nervus femoralis adalah saraf yang mensuplai otot

fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai bawah

atau nervus yang menginnervasi muskulus anterior.


2. Syaraf medial femur, yaitu nervus obturatorius adalah saraf perifer utama dari

ekstremitas bawah yang berfungsi menginnervasi muskulus adduktor


3. Syaraf posterior femur, yaitu nervus iskiadikus adalah saraf yang terbesar

dalam tubuh manusia yang mempersarafi regio cruralis dan pedis serta otot-

otot bagian di bagian dorsal regio femoris, seluruh otot pada crus dan pedis,

serta seluruh persendian pada ekstremitas inferior.

Gambar 2. Anatomi otot femur

Sistem perdarahan pada tulang femur, antara lain:

1) Arteri digluteal dan posterior daerah paha


a. Arteri glutealis
b. Arteri glutealis inferior
c. Arteri pudenda interna
2) Arteri anterior dan medial paha
a. Arteri femoralis
b. Arteri profunda femoris
c. Arteri femoralis sirkumfleksa lateral
d. Arteri femoralis medial sirkumfleksa
e. Arteri obturtor
3) Vena pada tulag femur
a. Vena saphena besar
b. Vena femoralis

B. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan atau

masalah yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan

bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di

berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang itu sendiri.

Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang

pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi

tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008).

Fraktur femur terbagi menjadi :

1. Fraktur batang femur


Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis patah

tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur

femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur

dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau

kecelakaan.
2. Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan posisi

miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalan.

Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan

eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi

pada wanita tua yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis (Mansjoer, 2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
1) Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul,

dan melalui kepala femur (fraktur kapital).


2) Fraktur ekstrakapsular
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih

besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.


b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2 inci

di bawah trokanter minor.


Femur merupakan tulang terbesar dan terkuat dalam tubuh manusia,

diselubungi oleh otot terbesar dan terpanjang, fraktur femur biasanya diakibatkan

oleh kekuatan yang sangat besar. Fraktur ini memiliki implikasi pada

penatalaksanaan keperawatan karena besarnya trauma yang dialami dan

kemungkinan untuk cidera lain. (McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale

Julia.2011).
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai

adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah).

Fraktur femur disebut terbuka apabila terdapat hubungan langsung antara tulang

dengan udara luar. Kondisi ini secara umum disebabkan oleh trauma langsung pada

paha. Paha mendapat distribusi darah dari percabangan arteri iliaka. Secara

anatomis pembuluh darah arteri mengalir disepanjang paha dekat dengan tulang

paha, sehingga apabola terdapat fraktur femur juga akan menyebabkan cidera pada

arteri femoralis yang berdampak pada banyak nya darah yang keluar sehingga

beresiko tinggi terjadi nya syok hipovolemik. Distribusi saraf feriver berjalan pada

sepanjang tulang femur sehingga adanya fraktur femur akan mengakibatkan saraf

terkompresi, menyebabkan respon nyeri hebat yang beresiko terhadap kondisi syok

neurogenik pada fase awal trauma. Respon dari pembengkakan hebat terutama

pada fraktur femur area dekat persendian akan memberikan respon sindrom

kompartemen. Sindrom kompartemen adalah suatu keadaan terjebaknya otot,


pembuluh darah, dan jaringan saraf karena pembengkakan local yang melebihi

kemampuan suatu kompartemen atau ruang lokal. (Helmi Noor Zairin, 2012).
C. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur (Muttaqin, 2018) terbagi menjadi:
1. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada orang

tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.

Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering

terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2.

Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.


2. Fraktur subtrokanter
raktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma

yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur yang terjadi dibawah

trokanter minor.
3. Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur

daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan

minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang jatuh

dan mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi antara

trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal cenderung bergeser secara

varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks bagian

posteomedial.

4. Fraktur diafisis femur


Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan

biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari

ketinggian.
5. Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur dan

batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur terjadi karena

adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial dan putaran sehingga

dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran terjadi karena tarikan otot.
Klasifikasi Fraktur Secara Umum
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) yaitu:
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh)

tanpa komplikasi.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.


1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.


2. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti:
3. Hair Line Fraktur (patah retidak rambut).
4. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya.


5. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang.


c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.


2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.


3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi.


4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain.


5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang

d. Berdasarkan jumlah garis patah.


1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama.


e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.


2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen, terbagi atas:


3. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu

dan overlapping).
4. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
5. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada

fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan

lunak sekitar trauma, yaitu:


1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya.
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan.
3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan.


4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan

ancaman sindroma kompartement.


D. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala menurut Jutowiyono Sugeng 2010:
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma seperti (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,

penganiayaan, tertinpa benda berat, kecelakaan kerja)


4. Gangguan pada anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
8. Odema : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan

yang berdekatan dengan fraktur.


9. Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau

perdarahan)
E. Patofisiologi
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosterium serta pembuluh

darah didalam korteks, dan jaringan lunak disekitarnya akan mengalami disrupsi.
Hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta dibawah

periosterum, dan akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut.


Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang

menyebabkan sel-sel dari jaringan lunak disekitarnya serta akan menginvasi daerah

fraktur dan aliran darah keseluruh tulang akan mengalami peningkatan. Sel-sel

osteoblast didalam periosteum, dan endosteum akan memproduksi osteoid (tulang

muda dari jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikasi, yang juga disebut

kalus). Osteoid ini akan mengeras disepanjang permukaan luar korpus tulang dan

pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast mereabsorpsi material dari tulang

yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast membangun kembali tulang

tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi osteosit (sel-sel

tulang yang matur). (Kowalak,P Jennifer,2012)


F. Pathway
G. Komplikasi
Menurut (Arif Muttaqin, 2008)
1. Fraktur leher femur
Komplikasi bergantung pada beberapa faktor. Komplikasi yang bersifat umum

adalah trombosis vena, emboli paru, pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis

avaskular terjadi pada 30% klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10%

fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lrbih ke proksimal, kemungklinan

terjadi nekrosis avaskular lebih besar.


2. Fraktur diafisis femur

3. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus segera ditangani dengan serius olh perawat yang

melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur diafisis femur. Perawat dapat

melakukan pengenalan dini dan pengawasan yang optimal apabila telah mengenal

konsep anatomi, fisiologi, dan patofisioloigi patah tulang.


Komplikasi yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah

sebagai berikut:
a. Syok. Terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersift tertutup.
b. Emboli lemak. Sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur

femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.


c. Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus jaringan

lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan kontusi dan

oklusi atau terpotong sama sekali.


d. Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat

disertai kerusakan saraf yang berfariasi dari neuropraksia sampai ke

aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau pada

cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.


e. Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya distraksi

di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.


f. Infeksi. Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi.

Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.


4. Komplikasi lanjut
Komplikasi fraktur diafisis femur hampitr sama dengan komplikasi

bebrapa jenis fraktur lainnya. Oleh karena itu setiap perawat penrlu

memperhatikan dan mengetahui komplikasi yang biasa terjadi agar komplikasi

tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan. Pada beberapa situasi, perawat akan

berhadapan dengan klien fraktur diafisis femur yang menga;lami komplikasi

lanjut. Perawat yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang baik dapat

mengidenmtifikasi kelainan yang timbul akibat komplikasi tahap lanjut dari

fraktur diafissi femur.


Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan fraktur diafisis femur

adalah sebagai berikut:


a. Delayed Union. Fraktur femur pada orang dewasa mengalami union

dalam empat bulan.


b. Non union. Apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik,

perawat perlu mencurigai adanya non union. Oleh karena itu, diperlukan

fiksasi internal dan bone graft.


c. Mal union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen,

diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi lebih

sering ditemukan. Mal union juga mnyebabkan pemendekan tungkai

sehingga dipelukan koreksi berupa osteotomi.


d. Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan

pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi

yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.


e. Refraktur. Terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis

fraktur.
2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan

fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.


3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun

(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma)

peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.


5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi mulpel

atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).


I. Penatalaksanaan Medis
1. Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya

kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah

dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:


a. Profilaksis antibiotik
Debridemen Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan

sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi

dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu

dibersihkan dan dieksisi.


Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna
2. Fraktur femur tertutup Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran

kolaboratif dalam melakukan asuhan keperawatan. Fraktur diafisis femur,

meliputi:
a. Terapi konservatif
b. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi

definitif untuk mengurangi spasme otot.


c. Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi

traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental.


d. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis.
3. Terapi Operasi
a. Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur.
b. Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup

maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.


c. Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected

pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang

hebat.
4. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a. Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut

Pearson, cast bracing, dan spika panggul.


b. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara

konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail- phorc dare screw

dengan berbagai tipe yang tersedia (Muttaqin, 2011).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


FRAKTUR FEMUR

A. Pengkajian Pre Dan Post Operasi


Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan
data dan perumusan diagnosis keperawatan.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien.
a. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Alamat,
Status, Suku/Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Tangal MRS, Tanggal
Pengkajian, serta Diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Apa yang menjadi alasan pasien datang ke RS atau tempat pelayanan
kesehatan. Biasanya pasien dengan fraktur mengeluh nyeri didaerah
yang mengalami fraktur bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran.
2. Riwayat Keluhan Utama
Apa yang menjadi penyebab keluhan utama yang memberatkan dan
meringankan, seberapa berat keluhan dirasakan, seberapa sering
terjadinya, lokasi keluhan serta apakah terjadi mendadak atau bertahap.
Biasanya pasien merasa nyeri pada saat mobilitas pada daerah fraktur.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keadaan yang dapat berhubungan dengan dihadapi pasien saat ini,
seperti keadaan umum kesehatan yang berupa penyakit-penyakit yang
pernah dialami.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga diperlukan untuk menelusuri
kemungkinan adanya kecenderungan berhubungan dengan faktor
ginetik, namun fraktur tidak ada hubungan dengan herediter karena
faktornya hanya kecelakaan.
5. Riwayat Psikososial
Mengkaji situasi lingkungan, separti kebiasaan hidup pasien, pola
aktivitas, keadaan mantal pasian. Bisanya pasien dengan fraktur
marasa kurang percaya diri, karena adanya perubahan status kesehatan.
2. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
(Ignatavicius, Donna D,1995).
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga Ns.Arifianato, S,K Ns.Arifianato, S,Kep 28 obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur femur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos.
Marilynn E, 2002)..
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius,
Donna D, 1995)
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,
Donna D, 1995)
j. Pola Penanggulangan Stress
pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakankebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak lemah
b. Kesadaran : Compos mentis, apatis, somnolen, sopor,
Coma (Pada FR Basis Cranial, Cervikal,
Vertebra Thorakalis, Vertebra Lumbalis)
c. TTV :Tekanan darahrendah hingga meningkat, Respirasi
terdapat perubahan, Nadi bradikardi hingga takikardi,
Suhu badannaik turun (Pada Fr Basis
Cranial,cervikal,Vertebra Thorakalis, Vertebra
Lumbalis)
d. Kepala
- Inspeksi :Bentuk tidak simetris, terdapat perdarahan (Pada Fr
Basis Cranial), bulat simetris kiri dan kanan
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
e. Rambut
- Warna : Hitam
- Penyebaran : Rata di seluruh area kulit kepala
f. Hidung : Bloody Ottorea (Pada FR Basis Cranial),Tidak ada
secret, tidak terdapat kelainan
g. Mata : Racoon eyes (pada Frakur Basis Cranii), Sklera tidak
ikterus,konjungtiva tidak anemis
h. Wajah : Bentuk simetris kiri dan kanan
i. Telinga : Bloody renorea, bettle sign (Pada FR Basis Cranial)
Pendengaran normal (kiri dan kanan)
j. Leher
- Inspeksi : Terdapat deformitas (Pada Fr Cervikal) Tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid,tidak ada distensi Vena
jugularis
- Palpasi : Terdapat Nyeri tekan (Pada Fr Cervikal), Tidak ada
nyeri tekan
k. Thorax
- Inspeksi : Terdapat perkembangan dada yang tertinggal,
pergerakan dada paradoksal, Jejas (Pada Fr Thorak
{rusuk}), Simetriks kiri dan kanan,pergerakan antara
dada kiridan dada kanan sama
- Palpasi : Terdapat Krepitasi,adanya nyeri tekan (Pada Fr
Thoraks{rusuk}, Fr Vertebra), Vibrasi fremitus kiri
dan Kanansama
- Perkusi : Terdengar suara sonor
- Auskutasi : Suara napas Ronchi (Pada Fr Basis Cranial Cervikal),
bronchovesikuler,tidak ada suara Pernapasan
Tambahan.
l. Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak Iktus Cordis
- Palpasi : Nadi meningkat (Pada seluruh Kasus Fraktur), Iktus
Cordis tidak teraba
- Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal
m. Abdomen
- Inspeksi : Terdapat jejas (Pada Fr Vertebra lumbalis)
- Palpasi : Terdapat krepitasi nyeri tekan pada vertebra lumbalis,
abdomen tegang (Pada Fr Vertebra Lumbalis), Tidak
ada pembesaran dan pembengkakan,turgorkulit elastis
- Perkusi : Bunyi pekak
- Auskultasi : Bising Usus kurang dari rentan normal (Pada Fr verbra
Lumbalis), bising usus dalam batas normal (5
30x/menit)
n. Genetalia : Tedapat Kelemahan otot spinkter (Pada Fr Vert
Thorakalis, Lumbalis), Tidak ada kelainan
o. Ekstremitas : Terdapat deformitas, nyeri tekan, pembengkakan,
kelemahan bergerak jika fraktur terjadi diatas maka
akan terganggu,begituPula sebaliknya dengan di
bawah, (Pada Fr ekstremitas), Tidak terdapat kelainan.

4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnyatrauma,
skan tulang, temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
b. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
c. Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang sering muncul pada fraktur femur baik yang fraktur
terbuka dan fraktur tertutup, meliputi:
1. Nyeri
2. Kerusakan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri
4. Resiko tinggi trauma
5. Resiko tinggi infeksi
6. Kerusakan integritas kulit
7. Ansietas
F. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Manajemen nyeri 198 NIC: Manajemen nyeri 198
1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk membantu
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
komprehensif mengkaji kebutuhan
dengan Kriteria hasil Noc: Kontrol nyeri & Tingkat
2. Kontrol lingkungan yang dapat
intervensi, dapat
nyeri (247, 577)
mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengidentifikasikan
Indikator Kaji Capai
ruangan, pencahayaan dan
a. Kontrol nyeri terjadinya nyeri
1. Mengenali kapan 2 5 kebisingan. 2. Lingkungan yang
3. Ajarkan penggunaan teknik non-
nyeri terjadi nyaman dapat
2 5 farmakologi (relaksasi nafas dalam,
2. menggambarkan menurunkan reaksi
faktor penyebab 3 5 terapi music, akupresure, distraksi,
terhadap stimulasi
3. menggunakan massase, dll)
3 5 dari luar dan
tindakan pencegahan 4. Dorong pasien untuk memonitor
4. melaporkan meningkatkan
nyeri dan menangani nyeri dengan
relaksasi sehingga
perubahan gejala tepat 3. Untuk meningkatkan
2 5
terhadap nyeri NIC: Pemberian Analgetik 247 ventilitas maksimal
b. Tingkat Nyeri
2 5 1. Tentukan lokasi, karakteristik dan oksigenasi
1. Nyeri yang
4. Untuk meningkatkan
dilaporkan 3 5 kualitas dan keparahan nyeri sebelum
2. Panjangnya periode kemampuan
mengobati pasien.
2 5 pasien terhadap
nyeri 2. Cek perintah pengobatan, meliputi
3. Mengerang & pengontrolan nyeri
dosis obat, frekuensi obat analgesik
menangis yang diresepkan
4. Ekspresi nyeri wajah 3. Cek adanya riwayat alergi obat NIC: Pemberian Analgetik
tidak bisa istirahat 4. Tentukan pilihan obat analgetik
247
Berikan analgetik sesuai paruh
1. Untuk mengetahui
waktunya terutama pada nyeri berat. lokasi
nyeri,karakteriatik
kualitas dan
keparahan nyri
sebelum mengobati
2. Untuk mengetahui
pengobatan analgesik
yang diresepkan
3. Untuk mengetahui
adanya riwayat alergi
obat
4. Untuk menentukan
pilihan obat analgesik
sesui waktu terutama
pada nyeri berat
2 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Peningkatan Latihan 338 1. Untuk menetapkan
1. Hargai keyakinan individu terkait
mobilitas fisik 24 jam diharapkan tidak mengalami gangguan kemampuan atau
latihan fisik
mobilitas fisik dengan kriteria hasil : NOC, kebutuhan pasien dan
2. Gali hambatan untuk melakukan
Pergerakan dan toleransi terhadap aktivitas (452, memudahkan pilihan
latihan
582) 3. Dukung individu untuk memulai / intervensi
2. Untuk menentukan
melanjutkan latihan.
4. Lanjutkan latihan bersama individu intervensi yang tepat
3. Untuk mendukung
jika diperlukan.
5. Libatkan keluarga atau orang yang individu melanjukan
Indikator Kaji Capai
memberi perawatan. latihan
1. Pergerakan 6. Monitor kepatuhan individu terhadap 4. Untuk melanjutkan
a. Gerakan otot
3 5 latihan latihan jika
b. Gerakan sendih
c. Bergerak dengan 3 5 diperlukan
mudah 3 5 5. Untuk menentukan
2. Toleransi terhadap
pemberian perawatan
aktivitas 6. Untuk mengetahui
a. saturasi oksigen
monitor kebutuhan
3
ketika beraktifitas
individu terhadap
b. Frekuensi nadi 5
3
latihan
ketika beraktifitas
c. Frekuensi 3
5
pernafasan ketika
beraktifitas 3
5
d. Kekuatan tubuh
bagian bawah

3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Pengurangan Kecemasan 319 1. Untuk menghindari
1. Gunakan pendekatan yang tenang
24 jam diharapkan tidak mengalami gangguan ketakutan dan
dan meyakinkan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil : NOC, Tingkat menciptakan hubungan
2. Nyatakan dengan jelas harapan
kecemasan (572) saling percaya
kepada klien
2. Untuk menciptakan
3. Jelaskan semua prosedur termasuk
atau memberikan rasa
sensasi yanga kan dirasakan yang
keyakinan
mungkin akan dirasakan selama
3. Untuk mengurangi
prosedur dilakukan.
kecemasan klien dan
4. Berikan objek yang menunjukan
Indikator Kaji Capai
memberikan informasi
perasaan aman
5. Atur penggunaan obat-obatan untuk kepada klien
4. Untuk membantu klien
mengurangi kecemasan secara tepat
mengeksternalisasikan
kecemasan yang
a. Meremas- remas 3 5 dirasakan
5. Untuk mengurangi
tangan
b. Perasaan gelisah kecemasan
3 5
c. Wajah tegang
d. Rasa cemas yang 3 5
disampaikan secara 3 5
lisan
e. Fatigue
3
5
Post Operasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Manajemen nyeri 198 NIC: Manajemen nyeri 198
1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk membantu
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
komprehensif mengkaji kebutuhan
dengan Kriteria hasil Noc: Kontrol nyeri & Tingkat
2. Kontrol lingkungan yang dapat
intervensi, dapat
nyeri (247, 577)
mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengidentifikasikan
Indikator Kaji Capai
ruangan, pencahayaan dan
c. Kontrol nyeri terjadinya nyeri
1. Mengenali kapan 2 5 kebisingan. 2. Lingkungan yang
3. Ajarkan penggunaan teknik non-
nyeri terjadi nyaman dapat
2 5 farmakologi (relaksasi nafas dalam,
2. menggambarkan menurunkan reaksi
faktor penyebab 3 5 terapi music, akupresure, distraksi,
terhadap stimulasi dari
3. menggunakan massase, dll)
3 5 luar dan meningkatkan
tindakan pencegahan 4. Dorong pasien untuk memonitor
4. melaporkan relaksasi
nyeri dan menangani nyeri dengan
3. Untuk meningkatkan
perubahan gejala tepat
ventilitas maksimal dan
terhadap nyeri NIC: Pemberian Analgetik 247
2 5 oksigenasi
5. Tingkat Nyeri
5. Nyeri yang 5. Tentukan lokasi, karakteristik 4. Untuk meningkatkan
2 5
dilaporkan kualitas dan keparahan nyeri sebelum kemampuan pasien
6. Panjangnya periode 3 5 mengobati pasien. terhadap pengontrolan
nyeri 6. Cek perintah pengobatan, meliputi
2 5 nyeri
7. Mengerang & dosis obat, frekuensi obat analgesik NIC: Pemberian Analgetik
menangis yang diresepkan 247
8. Ekspresi nyeri wajah 7. Cek adanya riwayat alergi obat
5. Untuk mengetahui lokasi
8. Tentukan pilihan obat analgetik
tidak bisa istirahat
nyeri,karakteriatik
Berikan analgetik sesuai paruh
kualitas dan keparahan
waktunya terutama pada nyeri berat.
nyri sebelum mengobati
6. Untuk mengetahui
pengobatan analgesik
yang diresepkan
7. Untuk mengetahui
adanya riwayat alergi
obat
8. Untuk menentukan
pilihan obat analgesik
sesui waktu terutama
pada nyeri berat
2 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 NIC : Manajemen Energi 177 a. untuk mencegah
a. Bantu pasien dalam melakukan
Aktivitas jam diharapkan intoleransi aktifitas teratasi dengan terjadinya kekakuatan
aktivitas sehari – hari yang teratur
kriteria hasil : NOC Daya Tahan dan Tingkat otot, dekubitus dan
sesuai kebutuhan (ambulasi,
Ketidaknyamanan (80, 576) untuk melatih
berpindah, bergerak dan perawatan
kekuatan otot
diri) b. untuk mencegah
b. Anjurkan aktivitas fisik (ambulasi
terjadinya kekakuatan
dan ADL) sesuai dengan kemampuan
pada otot
Indikator Kaji Capai
energi klien c. untuk memastikan
1. Daya Tahan c. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai
a. Malakukan aktivitas keadekuatan sumber
cara meningkatkan asupan energi dari
rutin – sumber energi
b. Aktivitas fisik makanan d. membantu dalam
c. Daya tahan otot d. Monitor lokasi dan sumber mengidentifikasi
2. Tingkat
ketidaknyamanan atau nyeri yang derajat
Ketidaknyaman
dialami klien selama aktivitas ketidaknyamanan
d. Nyeri
e. berikan kegiatan pengalihan yang e. untuk memberikan
e. Cemas
f. Tidak dapat menenangkan untuk meningkatkan kenyamanan pada
beristirahat relaksasi pasien
g. Ketegangan wajah f. tawarkan bantuan untuk f. untuk meningkatkan
meningkatkan tidur (musik atau obat) pola istirahat dan
g. kaji status fisiologis pasien yang
tidur pasien
menyebabkan kelelahan sesuai g. untuk mengetahui
dengan konteks usia dan tingkat kecemasan
perkembangan pasien
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 NIC: Kontrol Infeksi 134 NIC: Kontrol Infeksi 134
Resiko infeksi
jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria 1. Ganti peralatan perawatan perpasien 1. Untuk mempercepat
hasil : NOC Keparahan Infeksi & Kontrol Resiko sesuai protokol proses penyembuhan
2. Perhatikan teknik perawatan luka yang
(145, 248) dan mencegah
tepat
Indikator Kaji Capai terjadinya infeksi
3. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
1. Keparahan Infeksi 2. Untuk meminimalkan
a. Kemerahan NIC: Perawatan Luka 373
2 5 terjadinya infeksi
b. Nyeri 1. Angkat balutan dan plester perekat 3. Untuk membantu
c. peningkatan jumlah 2 5 2. Ukur luas luka yang sesuai
mengurangi
sel darah putih 3 5 3. Monitor karakteristik luka, termasuk
2. Kontrol Resiko terjadinya
drainase, warna, ukuran dan bau
a. Mengidentifikasi Infeksi
4. Berikan balutan yang sesuai dengan
faktor resiko NIC: Perawatan Luka 373
jenis luka
b. Mempertahankan 3 5 5. Pertahankan teknik balutan steril ketika 1. Untuk membersihan
lingkungan yang melakukan perawatan luka dengan luka
bersih 3 5 2. Untuk mengetahui
tepat
6. Anjurkan pasien dan keluarga untuk luas luka
3. Untuk mengtahui
mengenal tanda dan gejala infeksi memonitor
klasifikasi
luka,warna,bau
,ukuran
4. Untuk melakukan
pembalutan luka
5. Untuk mempercepat
proses penyembuhan
luka
6. Untuk mengetahui
pasien,keluarga
mengenal dan gejala
infeksi
BAB III
KASUS PRE DAN POST FRAKTUR FEMUR

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny S

Umur : 60 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : kmpg bukit asri blok B

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Tanggal masuk RS : 24 - 11 - 2019

Tanggal pengkajian : 25 November 2019

DX Medis : Fraktur Femur

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Ny H

Umur : 34 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : kmpg bukit asri blok B

Pendidikan : SMU

Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan pasien : Anak klien

C. PENGKAJIAN
1. Keluhan utama :
Klien mengatakan merasa nyeri

2. Riwayat penyakit sekarang :


Klien masuk rumah sakit di IGD pada tgl 24 jam 16.00 dengan keadaan sadar
klien mengalami fraktur akibat jatuh pada saat akan menyalakan lampu dikamar .
keluhan yang dirasakan ± 2 bulan tetapi klien tidak langsung di bawa ke rumah
sakit untuk mendapatkan penanganan. klien di masange di kampung dengan
anjuran dari tetangga, tetapi nyeri dan bengkak semakin bertambah akibatnya
pihak keluarga membawa klien ke rumah sakit. Pada saat pengkajian klien tidak
mampu berjalan , adanya bengkak pada os femur dextra P : klien merasakan nyeri
akibat fraktur Q : nyeri yang dirasakan perih , panas , tertusuk – tusuk , R : di
daerah os femur dextra, S : 7 T : terus menerus nyeri bertambah ketika bergerak.
klien hanya terbaring ditempat tidur, terpasang kateter, klien sulit tidur akibat
nyeri yang dirasakan, klien mengatakan cemas karena klien baru pertama masuk
rumah sakit dan dilakukan operasi.

3. Riwayat Penyakit dahulu :


klien mengatakan riwayat jatuh ± 2 bulan yang lalu, klien tidak mempunyai
penyakit sebelumnya. klien baru pernah masuk rumah sakit.
4. Riwayat penyakit keluarga :
Klien mengatakan klien tidak mempunyai riwayat penyakit turunan atau penyakit
menular
5. Genogram

X X
X X

62 60 60 58

34 30 27

KET :

: Laki laki

: Perempuan

: pasien

X : Meninggal

6. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan :
Inspeksi : pasien tidak sesak, jenis pernafasan spontan, RR : 22x/m, tidak ada
otot bantu pernafasan, irama pernapasan teratur, tidak ada batuk,
hidung simetris, tidak ada devisiasi septum nasi, tidak ada secret,
dada simetris, pergerakan dada kiri dan kanan sama.

Palpasi : dada simetris, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
edema, trectil fremitus positif kiri dan kanan.

Perkusi : suara resonan pada intracosta.


Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan seperti
wheezing dan ronchi.

b. Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : konjungtiva anemis, bibir dan kulit tidak tampak sianosis,


pengembangan dada tampak, tidak tampak peningkatan vena
jugularis.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, daerah jantung pada intracosta II dan intracosta
III – V tidak teraba. Nadi 112x/I . TD : 140/80 MmHg.

Perkusi : tidak terjadi pembesaran pada jantung.

Auskultasi : suara jantung s1 dan s2 terdengar seimbang pada ICS 3 dan ICS
ke 5, bunyi s1 lebih dominan dari pada s2.

c. Sistem Persyarafan
Nilai GCS : E4, V5, M6 hasil 15 yaitu compos mentis

Pemeriksaan 12 susunan saraf nervus

Nervus I ( olfaktorius ) : klien dapat membedakan bau

Nervus II ( optikus ) : klien tidak mempunyai gangguan pada penglihatan

Nervus III, IV, VI ( okulomotorius, troklearis, abdusen ) : respon pupil dan


pergerakan mata normal.

Nervus V ( Trigeminus) : Fungsi sensorik, refleks kornea baik, motorik baik,


mampu mengunyah

Nervus VII Facialis : wajah simetris, wajah tampak meringgis kesakitan,


merespon rasa manis pada lidah bagian depan

Nervus VIII ( Vestibuloakustikus) : mampu mendengar dengan baik.

Nervus IX ( Glasofaringeal ) : mampu merasa pahit lidah bagian belakang

Nervus X ( vagus ) : Refleks Menelan Baik


Nervus XI ( Aksesorius) : tidak mampu mengendalikan otot, tetapi
menggerakan kepala.

Nervus XII ( Hipoglosus) : mampu menjulurkan lidah kedepan dan menariknya

d. Sistem Perkemihan
Inspeksi : tidak tampak pembesaran pada kandung kemih, tidak terjadi distensi
kandung kemih, terpasang kateter

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan di kandung kemih, tidak teraba pembesaran
pada kandung kemih, tidak ada massa.

Perkusi : tidak dapat batas-batas pembesaran ginjal. Ginjal tidak teraba.

Auskultasi : tidak ada bunyi bruit.

e. Sistem Pencernaan

Inspeksi : bibir tampak kering, tidak ada stomatitis, tidak ada pembesaran
tongsil, lidah tampak bersih, trakea normal saat menelan,gigi palsu
tidak ada, tidak ada caries, saliva normal, abdomen tampak cekung.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, turgor kulit baik, tidak teraba hepar.

Perkusi : bising usus normal 15x/m

Auskultasi : bunyi abdomen timpani diseluruh kuadran abdomen, tidak ada nyeri
saat diketuk, perkusi hepar pekak.

f. Sistem Muskuloskeletal
I : Fraktur (+) , terpasang gips di os femur dextra , tampak kemerahan, oedema,
terpasang infus RL( Dexketo + Tramadol ) di tangan kanan 20 tpm.

P : kekuatan otot 5 5

2 4

ket :

5/ 5 : Mampu menggerakkan persendian dalam lingkup gerak penuh,


mampu melawan gravitasi, mampu melawan dengan tahanan penuh
4/5 : mampu menggerakkan persendian dengan gaya gravitasi, mampu
melawan dengan tahanan sedang.

3/5 : hanya mampu melawan gravitasi

2/5 : tidak mampu melawan gaya gravitasi ( gerakkan pasif)

1/5 : kontraksi otot dapat di palpasi tampa gerakan pesendian

0/5 : tidak ada kontraksi otot.

g. Sistim Endokrin
Inspeksi : tidak nampak pembesaran kelenjar tiroid dan tidak nampak
pembesaran kelenjar getah bening dibagian belakang telinga, rahang bawah
atau leher, aksila.

Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan pembesaran kelenjar getah
bening dibagian belakang telinga, rahang bawah atau leher, aksila.

h. Sistim sensori persepsi/Pengideraan


Penglihatan : pupil mata isokor, konjungtiva anemis, tidak ada gangguan
penglihatan, sclera ikteris,tidak ada katarak.

Pendengaran : bentuk telinga kanan dan kiri simetris, tidak terdapat serumen,
tidak ada gangguan pendengaran, mendengar dengan baik, tidak ada gangguan
keseimbangan, tidak menggunakan alat bantu pendengaran.

Penciuman : bentuk hidung simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada secret,
septum nasi normal, dapat membedakan bau.

Pengecapan : mukosa bibir kering, lidah bersih, klien merasa saat mengecap
terasa pahit, nafsu makan baik.

Perabaan : akral hangat. Suhu : 36,7ºC

i. Sistim integument
Inspeksi : kulit tampak bersih,kuku bersih, terdapat odema , sionosis (+) pada os
femur dextra . keadaan rambut bersih.
Palpasi : Turgor kulit lentur dan baik, ada edema, ada nyeri tekan pada os femur
dextra.

j. Sistim imun dan hematologi

Hematologi

 Hb : 13,9 g/dl

 Hematroktit : 41,5 %

 Leukosit : 10 103/ul

 Trombosit 405 103/ul

Hemostasis

 Masa perdarahan 2 menit

 Masa Pembekuan 5 menit

k. Sistem Reproduksi
Klien sudah menikah dan memiliki 3 orang anak. Tidak dilakukan pengkajian
pada bagian reproduksi secara mendalam karena klien tidak bersedia.
7. Pengkajian Fungsional

a. Oksigenasi
Sebelum sakit : klien tidak sesak, tidak terpasang alat bantu pernafasan.
Saat sakit : klien tidak sesak, nafas spontan, tidak terpasang alat bantu
pernafasan. RR. 22x/m.
b. Cairan dan Elektrolit
Sebelum sakit : klien minum air putih ± 1.000 cc/hari. Dan klien s tidak ada
tambahan elektrolit.
Saat sakit : cairan: 500 cc
intake : 2500cc
output : 1200cc
LWL : 930/24 jam
Balance cairan = 2500-1200-930 = 270cc/24 jam
c. Nutrisi
Sebelum sakit : klien makan 3x1 dengan menu nasi. Sayur, ikan,dan porsi
makan di habiskan.
Saat sakit : selera makan klien baik, klien makan sesuai dengan yang
disediakan di rumah sakit. porsi makan di habiskan.
d. Aman dan Nyaman
Sebelum sakit : klien merasa aman dan nyaman di rumah
Saat sakit : klien mengatakan aman berada di rumah sakit namun kurang
nyaman dengan nyeri yang dirasakan di os femur dextra.
e. Eliminasi
Sebelum sakit : klien BAK dan BAB normal, frekuensi BAK 4-5 x sehari
( Jumlah urine 1200 ml, warna kuning jernih, BAB frekuensi 1x sehari ,
konsistensi ½ padat warna kuning kecoklatan, keluhan nyeri saat BAB dan
BAK tidak ada.

Saat sakit : sejak sakit klien BAK ( terpasang kateter ) Jumlah urin 800 ml
dan BAB pakai pampers, warna kuning jernih, berbau khas. frekuensi BAB
tidak tentu, bisa dalam 2-3 hari sekali, warna kuning kecoklatan dan
konsistensi setengah padat.
f. Aktivitas dan Istirahat
Sebelum sakit : klien dapat beristirahat dngan baik , tidur malam 7-8 jam, tidur
siang 1-2 jam. klien dapat beraktivitas.
Saat sakit : klien mengatakan kurang tidur akibat nyeri yang di rasakan ,
frekuensi tidur 5-6 jam. klien sering terjaga . tidur siang 1 jam . pasien tampak
tidak beraktivitas akibat lemas dan nyeri yang di rasakan . pasien tidak bisa
melakukan pergerakan bebas.
g. Psikososial
Sebelum sakit : klien berhubungan baik dengan keluarga dan lingkungan
sekitarnya.
Saat sakit : klien tetap berhubungan baik dengan keluarga , perawat. dokter.
tetapi klien merasa cemas akan dioperasi. karena ini pertama kalinya klien
dilakukan operasi. klien takut tidak bisa berjalan seperti sebelumnya.
h. Komunikasi
Sebelum sakit : klien berkomunikasi baik dengan semua orang di rumah
Saat sakit : klien mampu berkomunikasi dengan perawat atau petugas yang ada
di rumah sakit
i. Seksual
Tidak dilakukan pengkajian secara mendalam, terpasang kateter urine
j. Nilai dan Keyakinan
Nilai – nilai yang bertentangan dengan kesehatan klien tidak ada.
klien selalu melakukan ibadah sholat 5 waktu.

k. Belajar
klien mengetahui apa yang di alami karena sudah dijelaskan oleh dokter tetapi
klien masih merasa cemas.

l. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

26  Hematologi
13,9 g/dl 11.7-15.5 g/dl
Hb 41,5 % 35.0 – 47.0 %
10 103/ul 4.00-11.00 103/ul
405 150-440 103/ul
Hematroktit
90 mg/dl 60-199 mg/dl
Leukosit 2 menit 1 – 5 menit

Trombosit 5 menit 2-6 menit

 Gula darah
sewaktu.

 Masa
perdarahan

 Masa
Pembekuan

b. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil radiologi pre Operasi

 klinis : Fraktur Femur

COR : Tampak Membesar

Trakea : tampak di tengah aorta dan mediastinum tak melebar

Pulmo : Hili suram, Corakan bronkovaskuler bertambah, sinus


phrenicocostalis dextra lancip, sinistra suram.

Diafragma kanan kiri baik, tulang iga dan soft tissue dinding dada normal

Hasil radiologi 26 Nov 2019-12.


Kesan : Post THR

Saat ini terpasang Protheses Caput femur kanan, kedudukan baik

m. Program Terapi
 Gentamicin 2 x 40mg

 Ceftriaxone 2 x1000mg

 Omeprazole 2x 40

 Dexamethason 2x 5mg

 dextoprofen 50mg

 Aristra 2 x 2,5mg

 Tramadol

A. Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1 PRE OPERASI
DS:
Nyeri akut
- Pasien mengeluh nyeri Diskontinuitas tulang
pada paha sebelah ↓
kanan/kiri Pergeseran fragmen
- Pasien mengeluh nyeri
tulang dan terjadi proses
seperti perih, panas,
inflamasi
tertusuk – tusuk

- Klien mengeluh tidak
Menekan ujung saraf
nyaman karena nyeri
Bebas
yang dirasakan
P : klien merasakan ↓
nyeri akibat fraktur Noniseptor
Q : nyeri yang

dirasakan perih , panas
Merangsang medulla
, tertusuk – tusuk ,
spinalis
R : di daerah os femur

dextra,
S : skala 7 Pesan di sampaikan ke
T : terus menerus nyeri
korteks serebri
bertambah ketika

bergerak.
Nyeri akut
DO:
- klien terlihat meringis
kesakitan.
- klien mengatakan skala
nyeri 7 (1-10).
- klien sangat
berkeringat.
- klien tampak menahan
nyeri dengan meremas
alat tenun
- klien terlihat berhati
hati dengan kakinya
untuk melindunginya
- klien terlihat tidak
dapat beristirahat
- TTV
- TD : 140/90
- S : 36,7
- N : 112/m
- RR 22 x/i
2 DS: Diskontuinitas tulang Hambatan mobilitas
- klien mengeluh nyeri ↓
- klien mengatakan tidak
Perubahan jaringan
bisa melakukan
sekitar
pergerakan bebas

- klien mengatakan nyeri
hilang timbul karena Kerusakan fragmen
gerakan. tulang
DO: ↓
- Kekuatan otot : 2 klien Deformitas tulang
memiliki keterbatasan ↓
gerak Gangguan fungsi
- Klien memerlukan
ekstremitas
bantuan dalam

melakukan aktivitas
sehari hari
Hambatan mobilitas
- klien tidak mampu
berjalan untuk
memenuhi kebutuhan
eliminasi dan
personal hygiene
3 DS: Ansietas

- Klien mengatakan Trauma pada Femur


takut dioperasi karena
sebelumnya belum ↓
pernah operasi
- Klien cemas terhadap Kegagalan tulang menahan
kakinya apakah bisa
tekanan
berjalan seperti semula
DO:

- Klien Cemas
- Klien terlihat Gelisah Fraktur femur
- Wajah klien tegang
- TTV: ↓
TD: 140/90 mmHg
S : 36.7 C Kerusakan fragmen tulang
N : 112x/m

RR: 22x/m

Penurunan kemampuan otot

Keterbatasan melakukan
pergerakan

Tindakan pembedahan


-
Cemas
POST OPERASI

1 DS : Prosedure pembedahan Nyeri akut


- klien mengatakan nyeri post

operasi
- klien mengatakan kurang
Terdapat luka hasil insisi di
nyaman akibat nyeri yang di
area os femur dextra
rasakan.
- klien mengatakan sulit ↓
beristirahat
P : klien merasakan nyeri post Stimulus serabut saraf pada
area perlukaan merangsang
operasi
Q : nyeri yang dirasakan perih , medator nyeri

panas , tertusuk – tusuk. ↓


R : di daerah os femur dextra,
S : skala 5
T : terus menerus nyeri Nyeri

bertambah ketika bergerak.

DO :
-Klien tampak berbaring di
tempat tidur
-Wajah klien tampak meringgis
- Klien tampak kesulitan untuk
bergerak.
TD : 130/80 MmHg
N : 90x/i
S : 36,7 c
RR : 22x/i

2 DS : Diskontuinitas tulang Intoleransi Aktivitas


- klien mengeluh sulit

beraktivitas ( bangun dari
Perubahan jaringan
tempat tidur, bergerak ) post
sekitar
operasi

- klien mengatakan ADL di
Kerusakan fragmen
bantu oleh keluarga
DO : tulang
Kekuatan otot : 3

Tampak ADL dibantu oleh
Deformitas tulang
keluarga
Klien tampak berbaring ↓
ditempat tidur Gangguan fungsi
ekstremitas

Terapi dengan
pemasangan pen

Intoleransi Aktivitas

3 Diskontuinitas tulang Resiko Infeksi


DS : ↓
- klien Mengatakan Perubahan jaringan
nyeri pada daerah sekitar
fraktur, ↓
- klien mengatakan
Kerusakan fragmen
bengkak dan
tulang
kemerahan pada os

femur dextra
Deformitas tulang
DO :

- Terpasang pen pada
Gangguan fungsi
ekstremitas bawah
ekstremitas
(femur)

- Tampak adanya
Terapi dengan
kemerahan
- Tampak adanya odema pemasangan pen
- Adanya nyeri

- Adanya terpasang gips
Resiko infeksi

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul pada Ny S dengan fraktur femur tertutup sebagai
berikut :

Pre Operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik ( Domain 12, kelas 1, hal 445)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal ( domain
4, kelas 2 , hal 217)
c. Ansietas berhubungan dengan stressor ( Domain 9 , kelas 2 , hal 324)
Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik ( domain 12, kelas 1, hal 445)
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Immobilitas ( Domain 4, kelas 4, hal 226)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif ( Domain 11, kelas 1, hal 382)
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Manajemen nyeri 198 NIC: Manajemen nyeri 198
5. Lakukan pengkajian nyeri secara 5. Untuk membantu
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
komprehensif mengkaji kebutuhan
dengan Kriteria hasil Noc: Kontrol nyeri & Tingkat
6. Kontrol lingkungan yang dapat
intervensi, dapat
nyeri (247, 577)
mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengidentifikasikan
Indikator Kaji Capai
ruangan, pencahayaan dan
d. Kontrol nyeri terjadinya nyeri
5. Mengenali kapan 2 5 kebisingan. 6. Lingkungan yang
7. Ajarkan penggunaan teknik non-
nyeri terjadi nyaman dapat
2 5 farmakologi (relaksasi nafas dalam,
6. menggambarkan menurunkan reaksi
faktor penyebab 3 5 terapi music, akupresure, distraksi,
terhadap stimulasi
7. menggunakan massase, dll)
3 5 dari luar dan
tindakan pencegahan 8. Dorong pasien untuk memonitor
8. melaporkan meningkatkan
nyeri dan menangani nyeri dengan
relaksasi sehingga
perubahan gejala tepat 7. Untuk meningkatkan
2 5
terhadap nyeri NIC: Pemberian Analgetik 247 ventilitas maksimal
e. Tingkat Nyeri
2 5 9. Tentukan lokasi, karakteristik dan oksigenasi
9. Nyeri yang
8. Untuk meningkatkan
dilaporkan 3 5 kualitas dan keparahan nyeri sebelum
10. Panjangnya periode kemampuan
mengobati pasien.
2 5 pasien terhadap
nyeri 10. Cek perintah pengobatan, meliputi
11. Mengerang & pengontrolan nyeri
dosis obat, frekuensi obat analgesik
menangis yang diresepkan
12. Ekspresi nyeri wajah 11. Cek adanya riwayat alergi obat NIC: Pemberian Analgetik
tidak bisa istirahat 12. Tentukan pilihan obat analgetik
247
Berikan analgetik sesuai paruh
9. Untuk mengetahui
waktunya terutama pada nyeri berat. lokasi
nyeri,karakteriatik
kualitas dan
keparahan nyri
sebelum mengobati
10. Untuk mengetahui
pengobatan analgesik
yang diresepkan
11. Untuk mengetahui
adanya riwayat alergi
obat
12. Untuk menentukan
pilihan obat analgesik
sesui waktu terutama
pada nyeri berat
2 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Peningkatan Latihan 338 7. Untuk menetapkan
7. Hargai keyakinan individu terkait
mobilitas fisik 24 jam diharapkan tidak mengalami gangguan kemampuan atau
latihan fisik
mobilitas fisik dengan kriteria hasil : NOC, kebutuhan pasien dan
8. Gali hambatan untuk melakukan
Pergerakan dan toleransi terhadap aktivitas (452, memudahkan pilihan
latihan
582) 9. Dukung individu untuk memulai / intervensi
8. Untuk menentukan
melanjutkan latihan.
10. Lanjutkan latihan bersama individu intervensi yang tepat
9. Untuk mendukung
jika diperlukan.
11. Libatkan keluarga atau orang yang individu melanjukan
Indikator Kaji Capai
memberi perawatan. latihan
3. Pergerakan 12. Monitor kepatuhan individu terhadap 10. Untuk melanjutkan
d. Gerakan otot
3 5 latihan latihan jika
e. Gerakan sendih
f. Bergerak dengan 3 5 diperlukan
mudah 3 5 11. Untuk menentukan
4. Toleransi terhadap
pemberian perawatan
aktivitas 12. Untuk mengetahui
e. saturasi oksigen
monitor kebutuhan
3
ketika beraktifitas
individu terhadap
f. Frekuensi nadi 5
3
latihan
ketika beraktifitas
g. Frekuensi 3
5
pernafasan ketika
beraktifitas 3
5
h. Kekuatan tubuh
bagian bawah

3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Pengurangan Kecemasan 319 6. Untuk menghindari
6. Gunakan pendekatan yang tenang
24 jam diharapkan tidak mengalami gangguan ketakutan dan
dan meyakinkan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil : NOC, Tingkat menciptakan hubungan
7. Nyatakan dengan jelas harapan
kecemasan (572) saling percaya
kepada klien
7. Untuk menciptakan
8. Jelaskan semua prosedur termasuk
atau memberikan rasa
sensasi yanga kan dirasakan yang
keyakinan
mungkin akan dirasakan selama
8. Untuk mengurangi
prosedur dilakukan.
kecemasan klien dan
9. Berikan objek yang menunjukan
Indikator Kaji Capai
memberikan informasi
perasaan aman
10. Atur penggunaan obat-obatan untuk kepada klien
9. Untuk membantu klien
mengurangi kecemasan secara tepat
mengeksternalisasikan
kecemasan yang
f. Meremas- remas 3 5 dirasakan
10. Untuk mengurangi
tangan
g. Perasaan gelisah kecemasan
3 5
h. Wajah tegang
i. Rasa cemas yang 3 5
disampaikan secara 3 5
lisan
j. Fatigue
3
5
Post Operasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x NIC: Manajemen nyeri 198 NIC: Manajemen nyeri 198
5. Lakukan pengkajian nyeri secara 5. Untuk membantu
24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
komprehensif mengkaji kebutuhan
dengan Kriteria hasil Noc: Kontrol nyeri & Tingkat
6. Kontrol lingkungan yang dapat
intervensi, dapat
nyeri (247, 577)
mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengidentifikasikan
Indikator Kaji Capai
ruangan, pencahayaan dan
f. Kontrol nyeri terjadinya nyeri
6. Mengenali kapan 2 5 kebisingan. 6. Lingkungan yang
7. Ajarkan penggunaan teknik non-
nyeri terjadi nyaman dapat
2 5 farmakologi (relaksasi nafas dalam,
7. menggambarkan menurunkan reaksi
faktor penyebab 3 5 terapi music, akupresure, distraksi,
terhadap stimulasi dari
8. menggunakan massase, dll)
3 5 luar dan meningkatkan
tindakan pencegahan 8. Dorong pasien untuk memonitor
9. melaporkan relaksasi
nyeri dan menangani nyeri dengan
7. Untuk meningkatkan
perubahan gejala tepat
ventilitas maksimal dan
terhadap nyeri NIC: Pemberian Analgetik 247
2 5 oksigenasi
10. Tingkat Nyeri
13. Nyeri yang 13. Tentukan lokasi, karakteristik 8. Untuk meningkatkan
2 5
dilaporkan kualitas dan keparahan nyeri sebelum kemampuan pasien
14. Panjangnya periode 3 5 mengobati pasien. terhadap pengontrolan
nyeri 14. Cek perintah pengobatan, meliputi
2 5 nyeri
15. Mengerang & dosis obat, frekuensi obat analgesik NIC: Pemberian Analgetik
menangis yang diresepkan 247
16. Ekspresi nyeri wajah 15. Cek adanya riwayat alergi obat
13. Untuk mengetahui lokasi
16. Tentukan pilihan obat analgetik
tidak bisa istirahat
nyeri,karakteriatik
Berikan analgetik sesuai paruh
kualitas dan keparahan
waktunya terutama pada nyeri berat.
nyri sebelum mengobati
14. Untuk mengetahui
pengobatan analgesik
yang diresepkan
15. Untuk mengetahui
adanya riwayat alergi
obat
16. Untuk menentukan
pilihan obat analgesik
sesui waktu terutama
pada nyeri berat
2 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 NIC : Manajemen Energi 177 h. untuk mencegah
h. Bantu pasien dalam melakukan
Aktivitas jam diharapkan intoleransi aktifitas teratasi dengan terjadinya kekakuatan
aktivitas sehari – hari yang teratur
kriteria hasil : NOC Daya Tahan dan Tingkat otot, dekubitus dan
sesuai kebutuhan (ambulasi,
Ketidaknyamanan (80, 576) untuk melatih
berpindah, bergerak dan perawatan
kekuatan otot
diri) i. untuk mencegah
i. Anjurkan aktivitas fisik (ambulasi
terjadinya kekakuatan
dan ADL) sesuai dengan kemampuan
pada otot
Indikator Kaji Capai
energi klien j. untuk memastikan
3. Daya Tahan j. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai
h. Malakukan aktivitas keadekuatan sumber
3 5 cara meningkatkan asupan energi dari
rutin – sumber energi
i. Aktivitas fisik makanan k. membantu dalam
j. Daya tahan otot 3 5 k. Monitor lokasi dan sumber mengidentifikasi
4. Tingkat
3 5 ketidaknyamanan atau nyeri yang derajat
Ketidaknyaman
dialami klien selama aktivitas ketidaknyamanan
k. Nyeri
l. berikan kegiatan pengalihan yang l. untuk memberikan
l. Cemas
m. Tidak dapat menenangkan untuk meningkatkan kenyamanan pada
3 5
beristirahat relaksasi pasien
3 5
n. Ketegangan wajah m. tawarkan bantuan untuk m. untuk meningkatkan
3 5
meningkatkan tidur (musik atau obat) pola istirahat dan
n. kaji status fisiologis pasien yang
tidur pasien
3 5 menyebabkan kelelahan sesuai n. untuk mengetahui
dengan konteks usia dan tingkat kecemasan
perkembangan pasien
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 NIC: Kontrol Infeksi 134 NIC: Kontrol Infeksi 134
Resiko infeksi
jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria 4. Ganti peralatan perawatan perpasien 4. Untuk mempercepat
hasil : NOC Keparahan Infeksi & Kontrol Resiko sesuai protokol proses penyembuhan
5. Perhatikan teknik perawatan luka yang
(145, 248) dan mencegah
tepat
Indikator Kaji Capai terjadinya infeksi
6. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
3. Keparahan Infeksi 5. Untuk meminimalkan
d. Kemerahan NIC: Perawatan Luka 373
2 5 terjadinya infeksi
e. Nyeri 7. Angkat balutan dan plester perekat 6. Untuk membantu
f. peningkatan jumlah 2 5 8. Ukur luas luka yang sesuai
mengurangi
sel darah putih 3 5 9. Monitor karakteristik luka, termasuk
4. Kontrol Resiko terjadinya
drainase, warna, ukuran dan bau
c. Mengidentifikasi Infeksi
10. Berikan balutan yang sesuai dengan
faktor resiko NIC: Perawatan Luka 373
jenis luka
d. Mempertahankan 3 5 11. Pertahankan teknik balutan steril ketika 7. Untuk membersihan
lingkungan yang melakukan perawatan luka dengan luka
bersih 3 5 8. Untuk mengetahui
tepat
12. Anjurkan pasien dan keluarga untuk luas luka
9. Untuk mengtahui
mengenal tanda dan gejala infeksi memonitor
klasifikasi
luka,warna,bau
,ukuran
10. Untuk melakukan
pembalutan luka
11. Untuk mempercepat
proses penyembuhan
luka
12. Untuk mengetahui
pasien,keluarga
mengenal dan gejala
infeksi

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi
Pree Operasi

Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Implementasi Respon Pasien


Senin 25 – 11 -2019 Nyeri Akut NIC: Manajemen nyeri 198 DS:
1. Melakukan pengkajian nyeri secara
- Pasien mengeluh nyeri pada paha sebelah
Jam: 10.00 WIB komprehensif
2. MengKontrol lingkungan yang dapat kanan/kiri
mempengaruhi nyeri seperti suhu - Pasien mengeluh nyeri seperti perih, panas,
ruangan, pencahayaan dan kebisingan. tertusuk – tusuk
3. mengajarkan penggunaan teknik non- - Klien mengeluh tidak nyaman karena nyeri
farmakologi (relaksasi nafas dalam, yang dirasakan
terapi music, akupresure, distraksi, P : klien merasakan nyeri akibat fraktur
massase, dll) Q : nyeri yang dirasakan perih , panas ,
4. mendorong pasien untuk memonitor
tertusuk – tusuk ,
nyeri dan menangani nyeri dengan R : di daerah os femur dextra,
tepat S : skala 7
NIC: Pemberian Analgetik 247 T : terus menerus nyeri bertambah ketika
1. menentukan lokasi, karakteristik
bergerak.
kualitas dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien. DO:
2. mengecek perintah pengobatan, - klien terlihat meringis kesakitan.
meliputi dosis obat, frekuensi obat - klien mengatakan skala nyeri 7 (1-10).
analgesik yang diresepkan - klien sangat berkeringat.
3. mengecek adanya riwayat alergi obat - klien tampak menahan nyeri dengan meremas
5. menentukan pilihan obat analgetik alat tenun
Berikan analgetik sesuai paruh - klien terlihat berhati hati dengan kakinya
waktunya terutama pada nyeri berat.
untuk melindunginya
- klien terlihat tidak dapat beristirahat
- TTV
- TD : 140/90
- S : 36,7
- N : 112/m
- RR 22 x/i
Senin 25 – 11 -2019 Hambatan Mobilitas Fisik 1. menghargai keyakinan individu terkait DS:
latihan fisik - klien mengeluh nyeri
Jam: 11.00 WIB 2. Mengali hambatan untuk melakukan - klien mengatakan tidak bisa melakukan
latihan
3. mendukung individu untuk memulai / pergerakan bebas
- klien mengatakan nyeri hilang timbul karena
melanjutkan latihan.
4. melanjutkan latihan bersama individu gerakan.
jika diperlukan. DO:
5. melibatkan keluarga atau orang yang
memberi perawatan. - Kekuatan otot : 2 klien memiliki keterbatasan
6. Memonitor kepatuhan individu
gerak
terhadap latihan - Klien memerlukan bantuan dalam melakukan
aktivitas sehari hari
- klien tidak mampu berjalan untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi dan personal hygiene
Senin 25 – 11 -2019 Ansietas NIC: Pengurangan Kecemasan 319 DS:
1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
Jam: 12.00 WIB - Klien mengatakan takut dioperasi karena
meyakinkan
sebelumnya belum pernah operasi
2. Nyatakan dengan jelas harapan kepada
- Klien cemas terhadap kakinya apakah bisa
klien berjalan seperti semula
3. Jelaskan semua prosedur termasuk DO:
sensasi yanga kan dirasakan yang
- Klien Cemas
mungkin akan dirasakan selama - Klien terlihat Gelisah
- Wajah klien tegang
prosedur dilakukan.
- TTV:
4. Berikan objek yang menunjukan
TD: 140/90 mmHg
perasaan aman S : 36.4C
5. Atur penggunaan obat-obatan untuk N : 93x/m
mengurangi kecemasan secara tepat RR: 20x/m

-
Post Operasi

Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Implementasi Respon Pasien


Senin 28 – 11 -2019 Nyeri Akut NIC: Manajemen nyeri 198 DS :
6. Melakukan pengkajian nyeri secara - klien mengatakan nyeri post operasi
Jam: 12.00 WIB komprehensif - klien mengatakan kurang nyaman akibat nyeri yang di
7. MengKontrol lingkungan yang dapat rasakan.
mempengaruhi nyeri seperti suhu - klien mengatakan sulit beristirahat
P : klien merasakan nyeri post operasi
ruangan, pencahayaan dan kebisingan. Q : nyeri yang dirasakan perih , panas , tertusuk –
8. mengajarkan penggunaan teknik non-
farmakologi (relaksasi nafas dalam, tusuk.
R : di daerah os femur dextra,
terapi music, akupresure, distraksi,
S : skala 5
massase, dll) T : terus menerus nyeri bertambah ketika bergerak.
9. mendorong pasien untuk memonitor
nyeri dan menangani nyeri dengan DO :
tepat -Klien tampak berbaring di tempat tidur
NIC: Pemberian Analgetik 247 -Wajah klien tampak meringgis
4. menentukan lokasi, karakteristik - Klien tampak kesulitan untuk bergerak.
kualitas dan keparahan nyeri sebelum TD : 130/80 MmHg
N : 90x/i
mengobati pasien.
S : 36,7 c
5. mengecek perintah pengobatan,
RR : 22x/i
meliputi dosis obat, frekuensi obat
analgesik yang diresepkan
6. mengecek adanya riwayat alergi obat
10. menentukan pilihan obat analgetik
Berikan analgetik sesuai paruh
waktunya terutama pada nyeri berat.
Senin 28 – 11 -2019 Intoleransi aktivitas NIC : Manajemen Energi 177 DS :
a. Bantu pasien dalam melakukan - klien mengeluh sulit beraktivitas ( bangun dari
Jam: 12.00 WIB
aktivitas sehari – hari yang teratur tempat tidur, bergerak ) post operasi
sesuai kebutuhan (ambulasi, berpindah, - klien mengatakan ADL di bantu oleh keluarga
DO :
bergerak dan perawatan diri)
Kekuatan otot : 3
b. Anjurkan aktivitas fisik (ambulasi dan
Tampak ADL dibantu oleh keluarga
ADL) sesuai dengan kemampuan Klien tampak berbaring ditempat tidur
energi klien
c. Konsulkan dengan ahli gizi mengenai
cara meningkatkan asupan energi dari
makanan
d. Monitor lokasi dan sumber
ketidaknyamanan atau nyeri yang
dialami klien selama aktivitas
e. berikan kegiatan pengalihan yang
menenangkan untuk meningkatkan
relaksasi
f. tawarkan bantuan untuk meningkatkan
tidur (musik atau obat)
g. kaji status fisiologis pasien yang
menyebabkan kelelahan sesuai dengan
konteks usia dan perkembangan
Senin 25 – 11 -2019 Resiko Infeksi NIC: Kontrol Infeksi 134 DS :
7. Ganti peralatan perawatan perpasien - klien Mengatakan nyeri pada daerah fraktur,
Jam: 12.00 WIB
- klien mengatakan bengkak dan kemerahan
sesuai protokol
8. Perhatikan teknik perawatan luka yang pada os femur dextra
tepat DO :
9. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
- Terpasang pen pada ekstremitas bawah
NIC: Perawatan Luka 373
(femur)
13. Angkat balutan dan plester perekat - Tampak adanya kemerahan
14. Ukur luas luka yang sesuai - Tampak adanya odema
15. Monitor karakteristik luka, termasuk - Adanya nyeri
drainase, warna, ukuran dan bau - Adanya terpasang gips
16. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka
17. Pertahankan teknik balutan steril ketika
melakukan perawatan luka dengan tepat
Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal
tanda dan gejala infeksi

Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan SOAP
1 Nyeri Akut S:
- Pasien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan
- Pasien mengeluh nyeri seperti ditusuk-tusuk

O:
- Pasien terlihat meringis kesakitan
- Pasien mengatakan skala nyeri 6 (1-10).
- Pasien sangat berkeringat
- Pasien tampak menahan nyeri dengan meremas alat tenun

A : Masalah belum teratasi


Indikator Kaji Capai Hasil
g. Kontrol nyeri
9. Mengenali kapan 2 5 3
nyeri terjadi 3
2 5
10. menggambarkan
faktor penyebab 3 5 3
11. menggunakan
3 5
tindakan pencegahan
12. melaporkan
perubahan gejala 3
2 5
terhadap nyeri
h. Tingkat Nyeri
2 5
17. Nyeri yang
dilaporkan 3 5
18. Panjangnya periode 3
2 5
nyeri
19. Mengerang & 3
menangis
20. Ekspresi nyeri wajah
tidak bisa istirahat 3

P : Intervensi dilanjutkan
2 Hambatan Imobilitas Fisik S:
- Pasien mengeluh nyeri
- Pasien mengatakan tidak bisa melakukan pergerakan bebas
- Pasien mengatakan nyeri hilang timbul karena gerakan.
O:
- Kekuatan otot : 2 Pasien memiliki keterbatasan gerak
- Pasien memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas seharihari
- Pasien tidak mampu berjalan untuk memenuhi kebutuhan eliminasi dan personal hygiene
A : Masalah belum teratasi
Indikator Kaji Capai Hasil
5. Pergerakan
g. Gerakan otot
3 5 3
h. Gerakan sendi
i. Bergerak dengan 3 5 3
mudah 3 5 3
6. Toleransi terhadap
aktivitas
i. saturasi oksigen
3
ketika beraktifitas
j. Frekuensi nadi 5
3 3
ketika beraktifitas
k. Frekuensi 3
5
pernafasan ketika 3
beraktifitas 3
5
l. Kekuatan tubuh
3
bagian bawah

5 3

P : Intervensi dilanjutkan
3 Ansietas S:

- Klien mengatakan sedikit agak tenang setelah diberi penjelasan oleh perawat tentang
operasi

O:
- Klien tampak tenang
- Klien terlihat rileks
- TTV:
TD: 140/90 mmHg
S : 36.4 C
N : 93x/m

RR: 20x/m
A : Masalah belum teratasi
Indikator Kaji Capai Hasil
a. Meremas- remas 3 5 4
tangan
b. Perasaan gelisah 4
3 5
c. Wajah tegang
d. Rasa cemas yang 3 5 4
disampaikan secara 3 5
4
lisan
e. Fatigue
3
4
5

P : Intervensi dilanjutkan

Post Operasi
No Diagnosa Keperawatan SOAP
1 Nyeri Akut S:
- klien mengatakan nyeri post operasi

O:
Klien tampak berbaring di tempat tidur
-Wajah klien tampak meringgis
- Klien tampak kesulitan untuk bergerak.
TD : 130/80 MmHg
N : 90x/i
S : 36,7 c
RR : 22x/i

A : Masalah belum teratasi


Indikator Kaji Capai Hasil
i. Kontrol nyeri
13. Mengenali kapan 2 5 3
nyeri terjadi 3
2 5
14. menggambarkan
faktor penyebab 3 5 3
15. menggunakan
3 5
tindakan pencegahan
16. melaporkan
perubahan gejala 3
2 5
terhadap nyeri
j. Tingkat Nyeri
2 5
21. Nyeri yang
dilaporkan 3 5
22. Panjangnya periode 3
2 5
nyeri
23. Mengerang & 3
menangis
24. Ekspresi nyeri wajah
tidak bisa istirahat 3
3

P : Intervensi dilanjutkan
2 S:
- klien mengeluh sulit beraktivitas ( bangun dari tempat tidur, bergerak ) post operasi
- klien mengatakan ADL di bantu oleh keluarga
O:
Kekuatan otot : 3
Tampak ADL dibantu oleh keluarga
Klien tampak berbaring ditempat tidur

A : masalah belum teratasi

Indikator Kaji Capai hasil


5. Daya Tahan
o. Malakukan aktivitas
3 5
3
rutin
3 5 3
p. Aktivitas fisik
q. Daya tahan otot
6. Tingkat
3 5 3
Ketidaknyaman
r. Nyeri
s. Cemas
t. Tidak dapat
3 5
beristirahat
3 5 3
u. Ketegangan wajah
4
3 5
3

3 5
3
P : lanjutkan intervensi

3 Resiko infeksi S:
- klien Mengatakan nyeri pada daerah fraktur,
- klien mengatakan bengkak dan kemerahan pada os femur dextra
O:
- Terpasang pen pada ekstremitas bawah (femur)
- Tampak adanya kemerahan
- Tampak adanya odema
- Adanya nyeri

- Adanya terpasang gips


A : Masalah belum teratasi

Indikator Kaji Capai Hasil


5. Keparahan Infeksi
g. Kemerahan 3
2 5
h. Nyeri 3
i. peningkatan jumlah 2 5
sel darah putih 3 5 3
6. Kontrol Resiko
e. Mengidentifikasi
faktor resiko
f. Mempertahankan 3 5 3
lingkungan yang
bersih 3 5 3

P : lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Ny. S.
dengan fraktur femur di Ruang Rawat Inap Pafio B Rumah Sakit Umum Daerah Bogor
dengan membandingkan antara teori dan kasus yang diambil, serta akan membahas
kesenjangan yang ada pada saat mengaplikasikan dalam bentuk asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dan landasan dalam proses asuhan
keperawatan, oleh karena itu diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam mengenali
masalah-masalah yang muncul pada klien sehingga dapat menentukan tindakan
keperawatan yang tepat (Muttaqin, 2008). Pengkajian pada Ny. S. dengan diagnosa
fraktur femur tertutup 1/3 dextra pasca operasi dilakukan pada tanggal 28 November
2019 pukul 12.00 WIB. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara observasi, pemeriksaan fisik dan catatan rekam medis.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), masalah yang sering muncul segera setelah
tindakan pembedahan dan pasien telah sadar adalah bengkak, nyeri, keterbatasan
gerak sendi, penurunan kekuatan otot dan penurunan kemampuan untuk melakukan
ambulasi. Nyeri yang timbul tersebut akan berpengaruh terhadap proses pemulihan
yang memanjang, terhambatnya ambulasi dini, penurunan fungsi sistem, dan
terlambatnya discharge planning. Selain itu nyeri berkepanjangan akan berpengaruh
terhadap peningkatan level hormon stres yang dapat meningkatkan efek negative yang
signifikan. Respon stres dapat miningkatkan laju metabolisme dan curah jantung,
kerusakan respons insulin, peningkatan produksi kortisol, peningkatan viskositas
darah dan agregrasi trombosit sehingga berpengaruh langsung terhadap proses
penyembuhan luka.
Berdasarkan hasil pengkajian pola persepsi sensori pasien tidak mengalami
gangguan sensori seperti: penglihatan, pengecapan, penciuman, perabaan, dan
pendengaran, akan tetapi secara subjektif klien mengeluh nyeri pada pada kaki kanan,
nyeri senut-senut seperti tertusuk jarum dengan skala nyeri 7 (rentang 0-10), nyeri
hilang timbul dan bertambah kuat ketika digerakkan. Secara objektif didapatkan data
bahwa tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 112 kali permenit dan pernafasan sebanyak
22 kali permenit ekspresi wajah tegang seperti menahan rasa sakit.
Gejala yang dirasakan pada klien pasca operasi berupa kesakitan adalah hal
yang wajar, karena menurut Smeltzer & Bare (2002) masalah yang sering muncul
pasien pasca pembedahan adalah nyeri, bengkak, keterbatasan gerak sendi, penurunan
kekuatan otot dan penurunan kemampuan untuk melakukan ambulasi secara mandiri.
Selain itu, dasar pembedahan itu sendiri adalah proses fisik seperti insisi, pemotongan
jaringan, pengambilan jaringan pemasangan implant yang akan menstimulasi ujung
saraf bebas termasuk reseptor nyeri (Rowlingson, 2009). Tindakan pembedahan
pemasangan pen (skrup) pada fraktur disebut dengan ORIF atau open reduction
internal fixation dimana dilakukan tindakan untuk melihat fraktur secara langsung
dengan pembedahan untuk memobilisasi selama penyembuhan dan akan
menimbulkan masalah berupa nyeri (Barbara,2006).
Pada pola aktivitas dan latihan, klien menyampaikan bahwa selama sakit klien
mengalami kesulitan melakukan pergerakan (ambulasi) dan aktivitas lainnya
dikarenakan nyeri dan gerak yang terbatas, semua bentuk aktivitas klien dibantu oleh
keluarga. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Ropyanto (2011) yang
menyatkan bahwa pasien fraktur post ORIF akan mengalami gangguan mobilitas fisik
dan ambulasi karena adanya perubahan kekuatan dan ketahanan skunder terhadap
kerusakan muskoskeletal akibat fraktur dan prosedur pembedahan.
Hasil pemeriksaan fisik khususnya pada daerah fraktur didapatkan bahwa pada
bagian femur dextra terdapat balutan luka post operasi yang dibalut dengan perban
elastis. Penulis tidak dapat melihat luka jahitan post operasi secara rinci dikarenakan
pada saat pengkajian awal pengkajian belum dilakukan perawatan luka.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menggambarkan respon
aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon tersebut didapatkan
berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan serta berdasarkan catatan medis klien.
Diagnosa keperawatan yang muncul akan menjadi dasar utama perawat dalam
menyusun intervensi untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien (Potter & Perry,
2005). Berdasarkan data hasil pengkajian pada Ny. S didapatkan diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik.
Diagnosa nyeri akut tersebut ditegakkan berdasarkan data subjektif dimana
klien mengeluh nyeri pada pada kaki kanan, nyeri senut-senut seperti tertusuk jarum
dengan skala nyeri 7 (rentang 0 - 10), nyeri hilang timbul dan bertambah kuat ketika
digerakkan. Secara objektif didapatkan data bahwa terdapat balutan dengan elastis
perban pada femur dextra, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 112 kali permenit dan
pernafasan sebanyak 22 kali permenit ekspresi wajah tegang seperti menahan rasa
sakit.
Penulis memilih nyeri akut menjadi diagnosa keperawatan dengan high
priority (prioritas pertama) yang harus diselesaikan dikarenakan nyeri merupakan
kejadian yang menekan (stress) dan dapat merubah gaya hidup dan psikologis
seseorang. Hal ini berakibat meningkatkan tanda-tanda vital, denyut jantung akan
lebih cepat, tekanan darah naik, pernafasan meningkat serta menimbulkan kecemasan.
Menurut penulis jika nyeri ini tidak segera diatasi akan mengganggu proses
pelaksanaan keperawatan lainnya dan memperlambat proses penyembuhan. Diagnosa
nyeri akut ditegakkan berdasarkan teori dalam NANDA 2018 -2020 dengan kode
00132 yang diartikan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal sedemikin rupa, kemudian awitan dinyatakan
sebagai nyeri akut adalah awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
sedang sampai berat yang sekiranya dapat diatasi dalam waktu kurang dari 6 bulan.
Etiologi dianggkat berdasarkan faktor yang berhubungan dalam nanda yaitu agens
cedera fisik dimana dalam kasus fraktur yang dialami Ny. S ini nyeri yang muncul
adalah proses peradangan akibat cidera (Smeltzer& Bare, 2002).
C. Intervensi Keperawatan
Perancanaan atau Intervensi merupakan kategori perilaku perawat yang
bertujuan menentukan rencana keperawatan yang berpusat kepada pasien sesuai
dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga tujuan tersebut terpenuhi (Potter & Perry,
2005). Dalam penyusunan tugas ini kelompok menyusun intervensi berdasarkan
Nursing Intervension Clasification (NIC) dan Nursing Outcame Clasifikasin (NOC).
Intervensi keperawatan yang disusun untuk mengatasi diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agens cedara fisik disusun berdasarkan NOC yaitu setelah
dilakukan keperawatan selama 1 x 24 jam maka nyeri terkontrol dengan kriteria hasil
pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri berkurang dari 7 menjadi 5 dan tanda
tanda vital dalam batas normal. Intervensi keperawatan yang disusun adalah dengan
managemen nyeri dimana dalam NIC berkode 1400 yang meliputi: kaji nyeri (lokasi,
durasi, karakteristik, frekuensi, intensitas, factor pencetus), observasi tanda non verbal
dari ketidaknyamanan, memonitor tanda tanda vital, kontrol faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien, ajarkan tehnik non farmakologis kepada pasien
dan keluarga: relaksasi nafas dalam, distraksi, dan kolaborasi medis (pemberian
analgetik).
Tehnik relaksasi nafas dalam menjadi fokus utama kelompok dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap masalah nyeri akut yang dialami Ny. S.
Berdasarkan teori tehnik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu bentuk
intervensi asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri, terutama nyeri yang
bersifat akut dan sedang (McCloskey, 2000). Dalam intervensi ini perawat
mengajarkan bagaimana cara melakukan nafas dalam lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan menghembuskan nafas secara perlahan melalui mulut. Selain
itu tehnik relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi dalam darah (Smeltzer &Bare, 2002). Relaksasi juga merupakan metode
yang efektif dalam mengurangi nyeri pasca operasi. Relaksasi yang sempurna dapat
mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh kecemasan sehingga mencegah
bertambahnya kualitas nyeri (Potter & Perry, 2010). Oleh karena itu diharapkan
masalah nyeri akut pasca pembedahan segera dapat teratasi agar resiko komplikasi
akibat immobilisasi tidak terjadi dan program rehabilitasi dapat diterapkan sesuai
program.
Adapun prosedur tehik relaksasi nafas dalam yang diajarkan adalah menurut
Priharjo tahun 2003 meliputi:
a. Usahakan rileks dan tenang.
b. Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan 1,2,3,
kemudian tahan sekitar 5-10 detik.
c. Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan.
d. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya lagi melalui
mulut secara perlahan-lahan.
e. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
f. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.

D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan

dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan

dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry,

2005). Diagnosa nyeri akut implementasi pertama dilakukan dengan mengukur

kualitas nyeri pasien dengan PQRST dan didapatkan hasil P (provoking incident)

klien mengeluh nyeri pada pada kaki kanan, Q (quality) nyeri senut-senut seperti

tertusuk, R (region) kaki (femur) sebelah kanan dengan S (scale) skala nyeri 7, T

(time) nyeri hilang timbul dan bertambah kuat ketika digerakkan.


Respon non-verbal nampak klien meringis menahan rasa sakit dengan wajah

tegang dan bertambah kesakitan sesaat dilakukan pergerakan pada kaki sebelah kanan.

Memonitor tanda-tanda vital dengan respon tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 112

kali per menit dan pernafasan 22 kali permenit. Tanda-tanda vital tersebut dilakukan

untuk memberikan gambaran lengkap mengenai kardiovaskuler. Memonitor tanda-

tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan system tubuh

dan digunakan untuk memantau perkembangan pasien (Hidayat, 2005).


Tindakan selanjutnya adalah mengajarkan tehnik relaksasi pada pasien.

Respon yang ditunjukan pasien adalah pasien mengikuti apa yang diajarkan. Tehnik

relaksasi yang diajarkan adalah dengan berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurdin

(2013) dan Priharjo (2003), yaitu dengan menciptakan suasana lingkungan yang

tenang, usahakan pasien tetap tenang dan rileks, menarik nafas dalam dari hidung dan

mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan, perlahan-lahan udara tersebut

dihembuskan melalui mulut sambil merasakan bahwa semua tubuh terasa rileks,

usahan tetap konsentrasi dan lakukan kegiatan tersebut sampai 15 kali dengan selingi

istirahat singkat setiap 5 kali (Priharjo, 2003; Nurdin, 2013).


Tindakan lain adalah dengan kolaborasi medis dalam pemberian analgetik

ketorolac 30 mg secara iv (intra vena) untuk mengurangi nyeri pasien. Pemberian

ketorolac sesuai berdasarkan data dari website resmi dexa medica dijelaskan bahwa
ketorolac 30 mg merupakan salah satu analgetik yang diindikasikan untuk

penatalaksanaan nyeri akut yang berat dalam jangka waktu yang pendek.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses keperawatan untuk mengukur respon pasien

terhadap keektifan pemberian tindakan keperawatan dan kemajuan pasien terhadap

tercapainya tujuan yang telah disusun (Potter & Perry, 2005). Pada kasus Ny.S

evaluasi dilakukan pada tanggal 28 November 2019 pukul 12.30 WIB dengan

metode SOAP (subjektif, Objektif, Analisa, dan Planning). Hasil evaluasi pada Ny. S

didapatkan data bahwa klien mengatakan nyeri sudah berkurang pada kaki kanan post

operasi (P) dengan kualitas nyeri senut senut seperti ditusuk benda tajam (Q), pada

daerah kaki kanan atas (femur) (R), dengan skala berkurang menjadi 5 (S), dan nyeri

hilang timbul (T). Data objektif yang didapatkan adalah pasien nampak lebih tenang

dan rileks dengan tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 90 kali permenit, pernafasan 22

kali permenit dan suhu 36.7 0C. Berdasarkan data tersebut maka masalah

keperawatan nyeri akut pada Ny. S dinyatakan teratasi sebagian yang ditandai dengan

menurunnya intensitas nyeri dari skala 7 menjadi 5 dengan tanda-tanda vital dalam

rentang normal. Dapat dinyatakan juga bahwa tehnik relaksasi nafas dalam dapat

menurunkan intensitas nyeri pada Ny.S dengan fraktur post operasi. Rencana tindak

lanjut yang disusun adalah tetap memonitor kualitas nyeri, motivasi untuk melakukan

relaksasi jika nyeri datang dan memberikan pendidikan kesehatan mengenai nyeri

dalam proses rehabilitasi berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Muskuloskeletal . Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Muskuloskeletal. Jakarta:EGC.

Muttaqin, A. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik

Keperawatan. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai