Anda di halaman 1dari 18

A.

Definisi Skrining
Skrining diambil dari kata dalam bahasa inggris yaitu screening yang
mempunyai makna pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang
sehat dari orang yang memiliki keadaan patologis yang tidak terdiagnosis atau
mempunyai resiko tinggi (Kamus Dorland ed. 25:974). Menurut Harlan (2006),
skrining merupakan pemeriksaan untuk mengklarifikasi sekelompok orang kedalam
kategori yang diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit yang menjadi
objek skrining. Sehingga skrining dapat dikatakan sebagai suatu upaya
mengidentifikasi penyakit atau kelainan pasien melalui serangkaian tes berupa
pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara tepat sehingga
didapatkan keterangan tentang kondisi dan kebutuhan pasien saat kontak pertama,
apakah benar-benar membutuhkan pelayanan sesuai diagnosa dan kondisi pasien.
Keterangan hasil skrining digunakan untuk mengambil keputusan untuk menerima
pasien rawat inap atau pasien rawat jalan dan merujuk ke pelayanan kesehatan
lainnya dengan menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya
rumah sakit.
B. Tujuan Skrining
Untuk mengurangi morbiditas atau mortilitas dari penyakitdengan pengobatan dini
terhadap kasus-kasus yang ditemukan (Harlan, 2006).
C. Langkah-langkah Skrining
Skrining dibagi dalam dua area, yaitu pra-hospital dan intra-hospital. Skrining
pra- hospital bisa dilakukan saat pasien belum mencapai rumah sakit, sebelum
dirujuk dari fasilitas kesehatan lain, atau saat akan dilakukan transportasi dengan
ambulan dari luar rumah sakit (Athiya, 2016).
Skrining pada kasus emergensi atau instalasi gawat darurat dilaksanakan
melalui metode triage, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik,
psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imaging sebelumnya. Pengkajian
riwayat pasien dalam proses skrining dilakukan melalui autoanamnesa dan
heteroanamnesa.
Skrining intra-hospital bisa dilakukan saat pasien telah mencapai rumah sakit.
Baik pada pasien rawat jalan maupun gawat darurat. Pada area rawat jalan, baik
tenaga medis maupun paramedis wajib untuk segera mengidentifikasi kebutuhan
pelayanan bagi pasien yang membutuhkan, baik saat pasien mendaftar di poliklinik
maupun menunggu di ruang tunggu (Athiya, 2016).

1. Langkah-langkah skrining pra-hospital antara lain (Athiya, 2016):

SATUAN KERJA SKRINING YANG DILAKUKAN


Operator/penerima 1. Menghubungkan pasien/keluarga ke unit admisi.
telepon 2. Menghubungkan fasilitas kesehatan perujuk ke dokter jaga
IGD untuk dikaji lebih lanjut.
3. Memberikan arahan jenis pelayanan yang dapat diakses dan
informasi waktu pelayanan.
Admisi/counter 1. Menghubungkan penelpon baik fasilitas kesehatan perujuk
pendaftaran/customer ataupun pasien/keluarga ke dokter jaga IGD (24 jam) atau
care/security IRJ (selama jam buka pelayanan poli) untuk
mengidentifikasi pelayanan yang dibutuhkan pasien.
2. Menginformasikan ketersediaan ruang pelayanan.
Case Manager 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan
berdasarkan prioritas kegawatan.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perhatian
khusus semisal sakit berat, usia lanjut,
handicap/berkebutuhan khusus.
3. Mengkoordinasikan pembagian ruangan berdasarkan
identifikasi ketersediaan kamar bagi pasien yang
membutuhkan rawat inap.
4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di Rumah
Sakit Univ.Airlangga disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan pasien.
IRJA 1. Pada jam buka pelayanan IRJ, admisi rawat jalan
menginformasikan jenis pelayanan yang ada di IRJ beserta
jam pelayanan dan bagaimana cara mengakses pelayanan
tersebut/pendaftaran.
2. Tenaga medis dan paramedis setelah menerima telepon
segera mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi calon
pasien (yang belum terdaftar sebagai pasien) maupun pasien
lama, untuk merencanakan tindak lanjut.
IGD 1. Petugas medis/paramedis yang menerima panggilan telepon
melakukan skrining per-telepon dengan mencatat semua
informasi yang diperlukan mulai dari kondisi pasien sampai
dengan riwayat penyakit saat ini dan/terdahulu serta rencana
2. Tindakan lanjutan yang direncanakan

Apabila pasien memenuhi kriteria emergensi, maka dilanjutkan


dengan proses pelayanan lanjutan, yaitu pertimbangan
fasilitas yang dimiliki oleh rumah sakit untuk identifikasi
kebutuhan pelayanan yang sesuai serta konsultasi dokter
jaga IGD kepada DPJP kasus terkait
Tenaga ambulan 1. Proses skrining dimulai saat mendapatkan permintaan
penjemputan pasien, untuk menentukan tingkat emergensi
dalam persiapan SDM tim ambulan yang akan melakukan
penjemputan, maupun menentukan peralatan yang
dibutuhkan dalam penjemputan.
2. Skrining dilakukan setelah tiba di lokasi penjemputan
dengan berpatokan pada penilaian pre transport pasien,
dengan menggunakan form transfer pasien.
3. Skrining lanjutan yaitu triage, dilakukan setelah tiba di IGD
dengan berpatokan pada pengkajian kondisi pasien.
2. Skrining Intra-Hospital
Skrining intra-hospital dapat dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) maupun
area Rawat Jalan (IRJ). Langkah-langkah skrining intra-hospital antara lain
(Athiya, 2016):
SATUAN KERJA SKRINING YANG DILAKUKAN
Case Manager 1. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan pelayanan
berdasarkan prioritas kegawatan.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perhatian
khusus semisal sakit berat, usia lanjut,
handicap/berkebutuhan khusus.
3. Mengkoordinasikan pembagian ruangan berdasarkan
identifikasi ketersediaan kamar bagi pasien yang
membutuhkan rawat inap.
4. Menginformasikan jenis pelayanan yang tersedia di Rumah
Sakit Univ.Airlangga disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan pasien.
IRJA 1. Setiap tenaga medis dan paramedis wajib untuk segera
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan bagi pasien yang
membutuhkan, baik saat pasien mendaftar di poliklinik
IGD 1. Proses skrining dilakukan segera setelah pasien datang ke
IGD
2. Apabila pasien memenuhi kriteria emergensi, maka
dilanjutkan dengan proses pelayanan lanjutan
3. Dokter jaga/paramedis melakukan triage untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan pelayanan awal, untuk
selanjutnya dikonsulkan ke DPJP
4. DPJP melakukan pelayanan medis, identifikasi kebutuhan
pelayanan khusus, menerima konsultasi dan penilaian
pasien untuk di rawat inap, dipulangkan atau dirujuk.
Tenaga ambulan 1. Penjemputan pasien dilakukan atas permintaan.
2. Pengumpula data per-telepon dibutuhkan untuk menentukan
tingkat emergensi dalam persiapan SDM tim ambulan yang
akan melakukan penjemputan, maupun menentukan
peralatan emergensi dan peralatan tambahan yang
dibutuhkan dalam penjemputan.
3. Skrining dilakukan setelah tiba di lokasi penjemputan
dengan berpatokan pada penilaian pre transport pasien,
dengan menggunakan form transfer pasien.
4. Pada keadaan khusus, pada kasus emergensi, dokter dalam
tim ambulan wajib mengidentifikasi kebutuhan pelayanan
medis yang diperlukan, memberikan advis, mempersiapkan
sarana dan obat-obatan selama proses transfer sampai
dengan tiba di Rumah Sakit Univ.Airlangga
5. Pada pasien tidak stabil, pasien kecelakaan atau pasien tidak
dikenal cukup ditanyakan jenis kelamin, usia, kondisi
pasien, pelayanan yang dibutuhkan dan lokasi penjemputan
6. Untuk pasien-pasien kegawatan dilakukan bantuan hidup
dasar dan stabilisasi sesuai panduan dan SPO, sebelum
ditransfer ke rumah sakit.

D. Skrining Dan Asesmen Gizi


1. Skrining status nutrisi dilakukan oleh perawat untuk pasien poliklinik, IGD dan
rawatinap dengan menggunakan MST (Malnutrition Screening Tool).
2. Jika pada hasil skrining ditemukan pasien berisiko tinggi mengalami Protein
Energy Malnutrition (PEM), maka perawat yang melakukan skrining melaporkan
kepada dokter penanggung jawab pasien.
3. Dokter akan melakukan pengkajian nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana
perlu pasien akan dikonsultasikan ke ahli gizi RSI Garam Kalianget.
4. Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien
pasiendidokumentasikan dalam rekam medis.
5. Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik
berkaitandengan status gizi pasien.
6. Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien
rawat inapperlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang
dimiliki pasiensebagai bagian dari asesmen.

E. Asesmen Kemampuan Aktivitas Harian (Status Fungsional)


1. Asesmen kemampuan melakukan aktivitas harian (status fungsional) dilakukan
sebagaibagian dari asesmen awal pasien rawat jalan dan rawat inap oleh perawat.
2. Asesmen ini perlu meliputi :
a. Metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien
b. Apakah kondisi ruang perawatan dan atau pelayanan yang dibutuhkan pasien
sudahsesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien.
c. Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan
tingkatketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter / perawat) yang
merawat pasienini mengetahui kebutuhan pasien akan bantuan.
d. Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian risiko jatuh yang akan
dibahas secara terpisah di poin berikut ini.
F. Asesmen Risiko Jatuh
1. Asesmen risiko jatuh didokumentasikan di form asesmen pasien.
2. Asesmen risiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke
rumahsakit di unit rawat inap, instalasi gawat darurat dan unit-unit lainnya.
3. Asesmen ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat risiko
jatuh daripasien.
4. Asesmen risiko jatuh diulang bila :
a. Pasien jatuh
b. Pasien menerima obat yang meningkatkan risiko jatuh (termasuk pasien
postoperatif maupun tindakan lainnya)
c. Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.
5. Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa :
a. Rawat jalan menggunakan “Modified Get Up and Go Test”.
Ya Tidak
a. Perhatikan cara berjalan pasien saat akan duduk di
kursi, apakah pasien tampak tidak seimbang
(sempoyongan / limbung)?
b. Apakah pasien memegang pinggiran kursi atau meja
atau benda lain sebagai penopang saat akan duduk?

b. Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan Morse Fall Scale
(Skala jatuh morse) sebagai berikut:
Faktor risiko Skala Poin
Riwayat jatuh Ya 25
Tidak 0
Diagnosis sekunder(≥2 diagnosis Ya 15
medis) Tidak 0
Alat bantu Berpegangan pada perabot 30
Berpegangan pada perabot 15
Tidak ada/kursi 0
roda/perawat/tirah baring
Terpasang infuse Ya 20
Tidak 0
Gaya berjalan Terganggu 20
Lemah 10
Normal/tirah 0
baring/imobilisasi
Status mental Sering lupa akan keterbatasan 15
yang dimiliki
Sadar akan kemampuan diri 0
sendiri
Total
Kategori :
Risiko Tinggi = ≥ 45
Risiko Rendah = 25-44
Tidak ada Risiko = 0-24
c. Asesmen risiko jatuh pada pasien anak menggunakan Humpty Dumpty
sebagai berikut:
Faktor Risiko Skala Poin

Kurang dari 3 tahun 4


3 tahun – 7 tahun 3
Umur 7 tahun – 13 tahun 2
Lebih 13 tahun 1
Laki – laki 2
Jenis Kelamin Wanita 1
Neurologi 4
Respiratori, dehidrasi, anemia, 3
Diagnosa anorexia, syncope
Perilaku 2
Lain – lain 1

Keterbatasan daya piker 3


Gangguan Kognitif Pelupa, berkurangnya orientasi 2
sekitar
Dapat menggunakan daya pikir 1
tanpa hambatan
Riwayat jatuh atau bayi / balita 4
yang ditempatkan di tempat tidur
Faktor Lingkungan Pasien yang menggunakan alat 3
bantu/ bayi balita dalam ayunan
Pasien di tempat tidur standar 2
Area pasien rawat jalan 1

Dalam 24 jam 3
Respon terhadap Dalam 48 jam 2
pembedahan, sedasi, dan Lebih dari 48 jam / tidak ada 1
anestesi respon
Penggunaan obat-obatan Penggunaan bersamaan 3
sedative, barbiturate, anti
depresan, diuretik, narkotik
Salah satu dari obat di atas 2
Obatan –obatan lainnya / tanpa 1
obat
TOTAL

Kategori:
Skor :7-11 Risiko Rendah (RR)
≥ 12 Risiko Tinggi (RT)
G. Skrining Dan Asesmen Nyeri
1. Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat darurat
maupunrawat inap
2. Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri
3. Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang
melakukanskrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
4. Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan
penanganannyeri sesuai standar profesi.
5. Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama
setiapharinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam
sehari pasienmengunjungi lebih dari satu dokter / klinik)
6. Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan
didokumentasikandalam catatan keperawatan.
7. Assesmen ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
danmenunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a. Lakukan assesmen nyeri yang komprehensif setiap kali
melakukankunjungan/visite ke pasien.
b. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksananyeri,
setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yangmenjalani
prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelumpasien pulang
dari rumah sakit.
c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmenulang
setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.
d. Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jamsetelah
pemberian obat nyeri.
e. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila
sampaimenimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya
diagnosismedis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-
pembedahan,nyeri neuropatik).
8. Skala Nyeri
a. Numeric Rating Scale
1) Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya
2) Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan
dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10
 0 = tidak nyeri
 1–3 = nyeri ringan (sedikit menganggu aktivitas sehari-hari).
 4–6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari).
 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).
Gambar NRS (Numerical Rating Scale)

b. Wong Baker Faces Pain Scale


1) Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkanintensitas nyerinya dengan angka, gunakan assesmen ini.
2) Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang
paling sesuaidengan yang ia rasakan.
3) Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri :
a) Lokasi nyeri
b) Kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran
c) Onset, durasi, dan faktor pemicu
d) Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
e) Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
f) Obat-obatan yang dikonsumsi pasien

c. Comfort Scale
1) Indikasi : pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif/kamar
operasi/ruangrawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric
Rating Scale dan Wong Baker Faces Pain Scale.
2) Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5,
dengan skor total antara 9 – 45.
a) Kewaspadaan
b) Ketenangan
c) Distress pernapasan
d) Menangis
e) Pergerakan
f) Tonus otot
g) Tegangan wajah
h) Tekanan darah basal
i) Denyut jantung basal
3) Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi
sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
1) Tabel Comfort Scale
Kategori Skor Tanggal Waktu
Kewapadaan 1. Tidur pulas / nyenyak
2. Tidur kurang nyenyak
3. Gelisah
4. Sadar sepenuhnya dan
waspada
5. Hiper alert
Ketenangan 1. Tenang
2. Agak cemas
3. Cemas
4. Sangat cemas
5. Panik
Distress pernapasan 1. tidak ada respirasi
spontan dan tidak ada
batuk
2. respirasi spontan dengan
sedikit / tidak ada respon
terhadap ventilasi
3. kadang-kadang batuk
atau terdapat tahanan
terhadap ventilasi
4. seringa batuk, terdapat
tahanan / perlawanan
terhadap ventilator
5. melawan secara aktif
terhadap ventilator, batuk
terus-menerus / tersedak
Menangis 1. bernapas dengan tenang,
tidak menangis
2. terisak-isak
3. meraung
4. menangis
5. berteriak
Pergerakan 1. Tidak ada pergerkan
2. Kadang-kadang bergerak
perlahan
3. Sering bergerak perlahan
4. Pergerakan aktif / gelisah
5. Pergerakan aktif
termasuk badan dan
kepala
Tonus otot 1. otot relaks sepenuhnya
tidak ada tonus otot
2. penurunan tonus otot
3. tonus otot normal
4. peningkatan tonus otot
dan rileks jari tangan dan
kaki
5. kekakuan otot ekstrim
dan rileks jari tangan dan
kaki
Tegangan wajah 1. otot wajah relaks
sepenuhnya
2. tonus otot wajah yang
nyata
3. tegangan beberapa otot
wajah terlihat nyata
4. tegangan hampir di
seluruh otot wajah
5. Seluruh otot wajah
tegang meringis
Tekanan darah basal 1. Tekanan darah di bawah
batas normal
2. Tekanan darah berada di
batas normal secara
konsisten
3. Pengingkatan tekanan
sesekali ≥ 15% di atas
batas normal (>3 kali
dalam observasi selama
2 menit)
4. Seringnya peningkatan
tekanan darah ≥ 15% di
atas batas normal (>3 kali
dalam observasi selama 2
menit)
5. Peningkatan tekanan
darah terus-menerus ≥
15%
Denyut jantung basal 1. Denyut jantung di
bawah batas normal
2. Denyut jantung berada
di batas normal secara
konsisten
3. Peningkatan denyut
jantung sesekali ≥ 15%
di atas batas normal (1-3
kali dalam observasi
selama 2 menit)
4. Seringnya penigkatan
denyut jantung ≥ 15% di
atas batas normal (> 3
kali dalam observasi
selama 2 menit)
5. Peningkatan denyut
jantung terus-menerus ≥
15%
Skor Total

2) Neonatus Infant Pain Scale (NIPS)


Suatu instrument penilaian nyeri yang digunakan pada bayi aterm dan pre term
usia 0-1 bulan
No Parameter Skor Kategori Keterangan
1 Ekspresi wajah 0 Rileks Wajah tenang, ekspresi
netral
1 Meringis Otot wajah tegang
2 Tangisan 0 Tidak menangis Tenang tidak menangis
1 Merengek Mengerang lemah
intermitten
2 Menangis keras Menangis kencang,
melengking terusmenerus
(catatan : menangis tanpa
suara diberi skor bila bayi
diintubasi
3 Pola nafas 0 Rileks Bernafas biasa
1 Perubahan nafas Tarikan nafas irregular,
lebih cepat dibandingkan
biasa, menahan nafas,
tersedak
4 Tungkai 0 Rileks Tidak ada kekuatan otot,
gerakan tungkai biasa
1 Fleksi/Ekstensi Tegang kaku
5 Tingkat 0 Tidur/bangun Tenang tidur lelap atau
kesadaran bangun

1 Gelisah Sadar atau gelisah


Total Skor
Keterangan skala nyeri sesuai NIPS
1. Skor 0 : bebas nyeri
2. Skor 1-2: nyeri derajat ringan
3. Skor 3-4: nyeri derajat sedang
4. Skor > 4 : nyeri derajat berat
DAFTAR PUSTAKA
Athiya, M,A. (2016). Panduan skrining pasien rumah sakit universitas airlangga. Diakses
pada 29 Oktober 2018, dari: https://edoc.site/panduan-skrining-pasien-2-pdf-free.html
Malnitrition Advisory Group: a Standing Commitees of BAPEN, Malnutrition Universal
Screening Tool (MUST), 2010
National Instute of Health warren Grant Magnuson Clinical Center, Pain intensity
instruments: numeric rating scale; 2003
Sentara Williamsburg Community Hospital. (2006) Pain assesment and management
policy.
Sizewise. Understanding fall risk, prevention, and protection, USA: Kansas

Anda mungkin juga menyukai