Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN
“MEMBANDINGKAN KONSEP-KONSEP FILSAFAT PENDIDIKAN
ANTARA TOKOH-TOKOH ALIRAN PRAGMATISME DAN
EKSISTENSIALISME”

Disusun oleh :
Kelompok 10
Hasri Ainun Besari 10539142515
Magfirah Idham 10539141315
Sinta Ramlan 10539140215
Winarsi Laroco 10539143315

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul
“Membandingkan konsep-konsep filsafat pendidikan antara tokoh-tokoh aliran
pragmatisme dan eksistensialisme” ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai
waktu yang telah ditentukan meskipun dalam bentuk dan isinya yang masih
sangat sederhana.
Penyusunan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat Pendidikan. Makalah ini merupakan tugas untuk membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini juga dijadikan
motivasi untuk lebih menambah pengetahuan tentang Filsafat.
Makalah ini disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatnya. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Dosen mata kuliah Filsafat
Pendidikan, yang banyak memberikan materi pendukung, masukan, dan
bimbingan kepada penulis.
Kami mengakui masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini
karena pengalaman yang kami miliki masih kurang. Oleh karena itu kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 15 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................


Kata Pengantar ........................................................................................... i
Daftar Isi ..................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan ..................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 1
Bab II Pembahasan ..................................................................................... 2
A. Pengertian aliran filsafat pendidikan pragmatisme dan
eksistensialisme .............................................................................. 3
B. Latar belakang munculnya pragmatisme dan eksistensialisme ...... 4
C. Tokoh-tokoh aliran pragmatisme dan eksistensialisme ................. 5
D. Karakteristik pendidikan pragmatisme dan eksistensialisme .......... 9
E. Perbedaan pragmatisme dengan eksistensialisme .......................... 10
Bab III Penutup .......................................................................................... 11
A. Kesimpulan .................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................... 11
Daftar Pustaka ............................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pragmatisme dilahirkan dengan tujuan untuk menjembatani dua
kecenderungan berbeda. Kedua kecenderungan itu adalah pemikiran
yang spekulatif dan yang praksis. Dimana pemikiran yang spekulatif bersumber
dari pemikiran filsafat rasionalistik.
Selain pragmatisme muncul juga aliran filsafat eksistensialisme. Di mana
secara umum eksistensialisme merupakan suatu filsafat yang lahir karena
ketidakpuasan beberapa filusuf yang memandang filsafat pada masa Yunani
hingga modern, seperti protes terhadap resionalisme Yunani khususnya
pandangan tentang spekulatif manusia.
Pemikiran eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat
pada manusia, individu yang bertanggung jawab atas kemauanya yang bebas
tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aliran filsafat pendidikan pragmatisme dan
eksistensialisme ?
2. Bagaimana latar belakang munculnya pragmatisme dan eksistensialisme ?
3. Siapa saja tokoh-tokoh aliran pragmatisme dan eksistensialisme ?
4. Bagaimana karakteristik pendidikan aliran pragmatisme dan
eksistensialisme ?
5. Bagaimana perbedaan aliran pragmatisme dengan eksistensialisme ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian aliran filsafat pendidikan pragmatisme dan
eksistensialisme;
2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya pragmatisme dan
eksistensialisme;
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh aliran pragmatisme dan eksistensialisme;
4. Untuk mengetahui karakteristik pendidikan aliran pragmatisme dan
eksistensialisme;
5. Untuk mengetahui perbedaan aliran pragmatisme dengan eksistensialisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian aliran filsafat pendidikan pragmatisme dan eksistensialisme


1. Pragmatisme
Secara etimologi pragamtisme berasal dari kata pragma (bahasa
Yunani) yang mempunyai arti tindakan atau perubahan (Ahmad dan
Mudzakir, 1997:123). Kata ini sering sekali diucapkan orang, yang biasanya
dipahami dengan pengertian praktis. Secara terminologi pragmatisme ialah
aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu
ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Secara
umum, pragmatisme berarti hanya idea (pemikiran, pendapat, teori) yang
dapat dipraktekan yang benar dan berguna. (Ahmad dan Mudzakir,
1997:126).
2. Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar Exist.
Kata exist itu sendiri adalah bahasa Latin yang artinya: Ex: keluar dan sistare:
berdiri. Jadi, existensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. (Ahmad
dan Mudzakir, 1997:127).
Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata eks yang berarti
diluar dan sistensi yang berarti berdiri atau menempatkan. Jadi, eksistensi
dapat diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari
dirinya.
Lalu secara terminologi eksistensialisme ialah aliran filsafat yang
pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yagn menekankan
pada manusia dimana manusia dipandang suatu makhluk yang harus
bereksistensi. Mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi,
dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia (ahmad dan
Mudzakir, 1997: 126).

B. Latar Belakang Munculnya Pragmatisme Dan Eksistensialisme


1. Pragmatisme
Pragmatisme sebagai suatu gerakan dalam filsafat lahir pada akhir
abad ke 19 di Amerika. Karena itu sering dikatakan bahwa pragmatisme
merupakan sumbangan yang orisinil dari pemikiran Amerika terhadap
perkembangan filsafat dunia. Pragmatisme dilahirkan dengan tujuan untuk
menjembatani dua kecenderungan berbeda pada saat itu. Kedua
kecenderungan itu yakni pertentangan yang terjadi antara yang spekulatif dan
yang praktis. Terjadi pemikiran yang spekulatif bersumber dari warisan
filsafat rasionalistik descrates dan berkembang melalui idealism dari Kant,
idealism absolute hegel serta sejumlah pemikir rasional lainya. Warisan ini
memberikan kepada rasio manusia kedudukan yang terhormat karena
memiliki kekuatan intrinsik yang besar.
Warisan ini pulalah yang mendorong para filsuf dan ilmuan-ilmuan
membangun teori-teori yang menggunakan daya nalar spekulatif untuk
mengerti dan menjelaskan alam semesta. Akan tetapi, dipihak lain ada juga
warisan pemikiran yang hanya begitu menekankan pentingnya pemikiran
yang bersifat praktis semata (empirisme). Melihat apa yang diterjemahkan
tersebut, pragmatisme mengangkat nilai-nilai positif yang ada pada kedua
tradisi tersebut. Prinsip yang dipegang kaum pragmatisme yakni tidaklah
penting bahwa saja menerima teori ini dan itu. Yang penting ialah apakah
saya memiliki suatu teori/nilai yang dapat berfungsi dalam tindakan.
2. Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan suatu aliran pemberontak atau protes
terhadap konsep-konsep akal dan alam yang ditekankan pada periode
pencerahan pada abad ke 18. Aliran filsafat ini lahir karena ketidak puasan
filsuf yang memandang bahwa filsafat pada masa Yunani hingga modern,
seperti protes terhadap aliran filsafat rasionalisme Yunani, khususnya
pandangan tentang manusia. Lalu pandangan materialism, baik yang kolot
maupun modern, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu
dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama
dengan benda seperti halnya kayu dan batu. Akan tetapi materialism
mengatakan bahwa pada akhirnya atau pada dasarnya manusia hanyalah
sesuatu yang material. Menurut bentuknya manusia memang lebih unggul
dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, tetapi pada eksistensinya
manusia sama saja dengan makhluk hidup lainnya. Dan inilah ajaran
materialism yang di hantam oleh eksistensialisme. Jadi, secara umum
eksistensialisme lahir karena ketidakpuasan beberapa filsuf yang memandang
bahwa filsafat pada masa Yunani hingga modern seperti Protes terhadap
rasionalisme, matrealisme, dsb, khususnya pandangan tentang spekulatif
manusia. Intinya adalah penalaran untuk mengikuti suatu aliran, penolakan
terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan. Khususnya kemampuan
system, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal,
akademik dan jauh dari kehidupan. Juga memberontakan terhadap alam yang
impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktifitas teknologi
yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sehingga manusia yang
bereksistensi.

C. Tokoh-Tokoh Aliran Pragmatisme Dan Eksistensialisme


1. Pragmatisme
a. William James (1842-1940 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M. Beliau
anak dari Henry James, Sr. ayahnya adalah seorang yang terkenal,
berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif.
Pendidikan formal William James mula-mula tidak teratur. Ia
mendapat tutor berkebangsaan Inggris, Prancis, Swiss, Jerman dan
Amerika. Akhirnya ia memasuki Harvard medical school pada tahun
1864 dan memperoleh M.D nya pada tahun 1869. Akan tetapi ia kurang
tertarik pada praktek pengobatan. Ia lebih menyenangi fungsi alat-alat
tubuh. Oleh karena itu, ia kemudian mengajarkan otonomi dan fisiologi
di Harvard. Tahun 1875 perhatianya lebih tertarik kepada psikologi dan
fungsi piker manusia pada waktu itu ia menggabungkan diri dengan
Peirce, Chounry Wright, Oliver Wendel, Holmes, Jr, dll. Tokoh dalam
metaphysical Club untuk berdiskusi dalam masalah-masalah filsafat
dengan topic-topik metode ilmiah agama dan evolusi. Disini ia mula-
mula mendapat pengaruh Peirce dalam metode pragmatisme.
Pandangan filsafatnya diantaranya menyatakan bahwa tiada
kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap. Yang terdiri
dari lepas dari benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa
berubah, karena di dalam praktek, apa yang kita anggap benar dapat
dikoreksi oleh pengalaman.
Menurut James, dunia tidak dapat diterangkan dengan pangkal
pada satu asal saja. Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang
saling bertentangan. (Ahmad dan Mudzakir, 1997: 124).
b. John Dewey (1859 M)
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika. Pendidik dan
pengkritik sosial yang lahir di Burlington. Vermont pada tahun 1859.
Dewey kecil adalah seorang yang gemar membaca namun tidak seorang
siswa yang brilian diantara teman-temanya. Dia masuk ke Universitas
Verman pada tahun 1875 dan mendapat gelar B.A. Lalu melanjutkan
kuliahnya di Universitas Jons Hopkins, dimana pada tahun 1884 ia
meraih gelar doktornya dalam bidang filsafat di Universitas tersebut.
Dari tahun 1884 sampai dengan 1888, Dewet mengajar di Universitas
Michigan dalam bidang Filsafat. Tahun 1889 ia pindah ke Universitas
Minnesota. Akan tetapi, pada akhir yang sama, ia pindah ke Universitas
Michigan dan menjadi kepala bidang filsafat. Tugas ini dijalankan
sampai pada pandangan-pandanganya tentang pendidikan sekolah
dikemudian hari. Ia menjabat sebagai pemimpin department filsafat dari
tahun 1894-1904 di Universitas tersebut. Ia pun mendirikan Laboratory
school yang kelak dikenal dengan nama The Dewey School.
Pengalaman Dewey tidak hanya berhenti sampai di Universitas
Chigaco. Terakhir ia berkarya sebagai Dosen di Universitas Columbia
pada tahun 1904. Di universitas itu ia berkarya sebagai professor filsafat
sampai ia pension pada tahun 1929. Sebagai pengikut filsafat
pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat larut dalam
pemikiran-pemikiran metofisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya
oleh karena itu filsafat harus banyak berpijak pada pengalaman dan
mengolahnya secara kritis.
Konsep kunci filsafat Dewey adalah pengalaman. Bagi Dewey,
pengalaman sebagai suatu yang bersifat personal dan dinamis adalah satu
kesatuan yang mengultimatumkan suatu interaksi. Menurutnya,
pemikiran kita berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan menuju
pengalaman-pengalaman. Lalu menurutnya tak ada sesuatu yang tetap
manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan,
segera berfikir untuk mengatasi kesulitan itu. (Ahmad dan Mudzakir,
1997: 125).
2. Eksistensialisme
a. Martin Heidegger (1905 M)
Martin Hedegger adalah filsafat asal Jerman. Ia dilahirkan di
sebuah keluarga desa di Mebkirch. Jerman 26 September 1889 lalu beliau
meninggal pada 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun. Ia belajar di
Universitas Freiburg dibawah Edmund Hursert. Kemudian pada tahun
1928 ia menjadi professor disana.
Kemudian Martin, bahwa keberadaan hanya akan dapat dijawab
melalui jalan antologi, artinya jika persoalan ini dihubungkan dengan
manusia dan dicari artinya dalam hubungan itu. Metode untuk ini adalah
metode terminology. Jadi yang penting adalah menemukan arti
keberadaan itu. (Syadali, Ahmad dan Mudzakir, 1997, Filsafat Umum,
Bandung: Pustaka Setia ).
Satu-satunya yang berada dalam arti yang sesungguhnya adalah
beradanya manusia. Keberadaan manusia disebut Desein (berada disana
ditempat). Berada artinya Menempati atau mengambil tempat. Untuk itu,
manusia harus keluar dari dirinya dan berdiri ditengah-tengah segala
yang berada. Desein manusia tersebut disebut juga eksistensi. (Syadali,
Ahmad dan Mudzakir, 1997, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia ).
Keberadaan manusia (desein) juga mitsein (berada bersama-
sama). Karena itu, manusia terbuka bagi dunianya dan bagi sesamanya.
Keterbukaan itu bersandar kepada tiga hal asasi yaitu, Befindichkeit
(Kepekaan), Versthen, (Memahami), dan Rade (Kata-kata, bicara).
Menurut Heidegger, manusia tidak menciptakan dirinya sendiri,
ia dilemparkan kedalam keberadaan tetapi walaupun begitu manusia
harus bertanggung jawab atas keberadaanya itu. ( Syadali, Ahmad dan
Mudzakir, 1997, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia ).
Manusia yang tidak memiliki eksistensi yang sebenarnya itu
menghadapi hidup yang semu, hidupnya orang banyak. Ia tidak
menyatakan hidupnya sebagai satu kesatuan. Dengan ketekunan
mengikuti kata hatinya itulah cara bereksistensi yang sebenarnya guna
mencapai eksistensi yang sebenarnya. Inilah cara menemukan dirinya
sendiri.
b. J.P Sartre
Jean Paul Sartre lahir di Paris pada tahun 1905 M dan meninggal
pada tahun 1980 M. ia belajar pada Ecole Normale Superieur pada tahun
1924-1928 M. Setelah tamat dari Sekolah itu, pada tahun 1929 M ia
mengajarkan filsafat di beberapa Lycees, baik di Paris maupun di tempat
lain. Dari tahun 1933-1935, ia menjadi Mahasiswa peneliti pada Institut
Francis di Berlin dan di Universitas Freiburg. Tahun 1938 terbit
Novelnya yang berjudul La Nausee dan Le Mur terbit tahun 1939. Sejak
itu, mulailah karya-karya lain dibidang filsafat.
Menurut Sartre eksistensi manusia mendahului esensinya.
Pandangan ini amat janggal sebab biasanya sesuai harus ada esensinya
lebih dulu sebelum keberadaanya. Yang dimaksud oleh Sartre adalah
filsafat eksistensialisme membicarakan berada di dunia ini, terutama cara
berada manusia. Dengan kata lain, filsafat ini menempatkan cara wujud-
wujud manusia sebagai tema sentral pembahasanya. Cara ini hanya
khusus ada pada manusia, karena hanya manusia yang bereksistensi,
binatang, tumbuhan dan bebatuan memang ada, tetapi mereka tidak dapat
disebut bereksistensi. Filsafat eksistensialisme mendamparkan manusia
kedunianya dan menghadapkan manusia kepada dirinya sendiri. (Ahmad
dan Mudzakir, 1997: 129).

D. Karakteristik Pendidikan
1. Pragmatisme
Dalam pandangan ontologism, menurut aliran pragmatisme “Reality is
interaction of an individual with environment or experience it is always
changing”. Maksudnya, kenyataan itu adalah interaksi dari individu dengan
lingkungan atau pengalaman. Interaksi itu selalu berubah. Kenyataan itu
timbul karena hubungan antara individu atau manusia dengan lingkungan
disekitar mereka. Selain itu, kenyataan juga dapat ditimbulkan karena adanya
pengalaman-pengalaman yang dialami setiap individu. Selanjutnya,
pandangan epistemologi, menurut Pragmatisme yaitu hasil pengetahuan dari
pengalaman individu dilakukan dengan cara ilmiah atau metode, metode
ilmiah. Setiap pengalaman individu diselidiki keberadaanya dengan metode
ilmiah (Penelitian).
Yang terahir yaitu pandangan aksiologi, menurut aliran pragmatisme
bahwasanya nilai itu adalah suatu keadaan. Keadaan yang dimaksud yaitu
keadaan yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungan atau
pengalaman. Pengalaman atau interaksi yang baik akan menimbulkan nilai
yang baik pula.
2. Eksistensialisme
Eksistensialisme memiliki hubungan dengan pandangan ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Dalam pandangan ontologi (metafisika) menurut
aliran eksistensialisme yaitu kenyataan adalah subjektif, dengan kedudukan
eksistensi (fisik) mendahului esensi (sifat). Kenyataan itu dilihat dari
wujudnya (fisik) dulu baru sifat-sifatnya.
Pandangan epistemologi menurut aliran eksistensialisme yaitu
pengetahuan adalah pilihan perseorangan pengetahuan itu ditentukan oleh
pilihan-pilihan yang timbul atas pribadi-pribadi individu.
Yang terakhir yaitu pandangan aksiologi menurut eksistensialisme,
bahwa suatu nilai-nilai kehidupan itu merupakan pilihan-pilihan yang bebas
tergantung penilaian individu. (Syadali, Ahmad dan Mudzakir, 1997, Filsafat
Umum, Bandung: Pustaka Setia ).

E. Perbedaan Pragmatisme Dengan Eksistensialisme


Adapun perbedaan mengenai pragmatisme dengan eksistensialisme menurut
Para ahli yaitu sebagai berikut. Aliran filsafat Pragmatisme sebagai suatu gerakan
dalam filsafat itu lahir pada akhir abad ke 19 di Amerika, Pragmatisme dilahirkan
dengan tujuan untuk menjembatani dua kecenderungan yang berbeda pada saat
itu. Yaitu pertentangan antara spekulatif dengan spekulatif praktis, warisan itulah
yang mendorong para filsuf dan ilmuan-ilmuan membangun teori spekulatif dan
menjelaskan alam semesta. Aliran filsafat Pragmatisme itu sendiri mengangkat
nilai-nilai positif yang ada pada kedua tradisi tersebut yaitu tradisi (spekulatif
dengan spekulatif praktis). Adapun prinsip yang di anut oleh aliran filsafat
pragmatisme yaitu tidak penting bahwa menerima teori ini dan itu yang penting
adalah apakah saya mempunyai nilai/teori yang dapat berfungsi dalam tindakan.
Sedangkan aliran filsafat Eksistensialisme yaitu aliran Eksistensialisme
tersebut merupakan pemberontak dari konsep-konsep akal dan alam yang
ditekankan kepada periode pencerahan di abad ke 18. Aliran Eksistensialisme ini
sendiri lahir karena ada ketidak puasan filsuf yang memandang bahwa filsafat
pada masa dahulu (Yunani) dari dahulu sampai sekarang protes terhadap aliran
rasionalisme Yunani, khususnya tentang pandangan manusia, aliran Filsafat
Eksistensialisme ini membandingkan bentuk manusia lebih unggul daripada
bentuk makhluk hidup yang lain. Tetapi manusia sama saja dengan makhluk yang
lain.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pragmatisme (etimologi) berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang
berarti tindakan atau perbuatan. Sedangkan pragmatisme (terminologi)
adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
2. Tokoh yang terkenal dari aliran filsafat pragmatisme yaitu William James dan
John Dewey. Eksistensialisme (etimologi) berasal dari kata Eks yang berarti
diluar dan sistensi berarti berdiri atau menempatkan. Jadi, eksistensi dapat
diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.
3. Eksistensialisme (terminologi) adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat
pada manusia individu yang berlangsung jawab atas kemauanya yang bebas
tanpa memikirkan secara mendalam mana yang baik atau mana yang benar
dan mana yang tidak baik atau tidak benar.
4. Tokoh atau filsuf yang terkenal dari aliran eksistensialisme adalah Martin
Heidegger dan J.P. Sartre.

B. Saran
Kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA

Ramayulis dan Nizar Samsul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta


Syadali, Ahmad dan Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung : Pustaka Setia
Zuhairini, dkk. 2008. Filsafat Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai