Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT


TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS KECAMATAN SEGINIM
KABUPATEN BENGKULU SELATAN

Diajukan Sebagai Persyaratan


Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Farmasi

Disusun oleh :
Nina Nurjanah
NPM F2013028

DINAS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PROVINSI BENGKULU
2015
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya maka penulis akhirnya dapat menyelesaikan

proposal yang berjudul “Gambaran Kepatuhan Penggunaan Obat Tuberkulosis

Di Puskesmas Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan”

Penulis menyadari bahwa proposal ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari

segala bantuan, dorongan, bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan

ini penulis dengan ketulusan hati mengucapakan terimaksih kepada :

1. Ns. Gusti Miniarti, S. Kep. Selaku direktur Politeknik Kesehatan Provinsi

Bengkulu.

2. Nori Wirahmi, M. Farm, Apt. Selaku Ka. Prodi Farmasi Politeknik Kesehatan

Provinsi Bengkulu.

3. Hj. Merry Yuliastuti, S.Farm, Apt. Selaku pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya memberikan bimbingan, arahan dan saran selama

penyusunan proposal ini.

4. Elda Jumiati, Si, Apt. Selaku pembimbing II yang telah meluangkan

waktunya memberikan bimbingan, arahan dan saran selama penyusunan

proposal ini.

5. Seluruh dosen dan staf Prodi Farmasi Politeknik Kesehatan Provinsi

Bengkulu yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis.

i
6. Kepala puskesmas kec. Seginim kab. Bengkulu Selatan yang telah

memberikan izin dan memberikan bantuan berupa data-data dalam

melaksanakan penelitian.

7. Kedua orang tuaku, saudara-saudaraku tercinta yang telah memberikan doa

dan motivasi baik secara moril maupun materil.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan proposal ini.

Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan tidak kesempurnaan

dalam penulisan proposal ini, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan. Akhirnya penulis berharap proposal ini dapat

bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri, amin.

Bengkulu, 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................. 1

1.2Batasan Masalah .............................................................................................................. 3

1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 3

1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 4

1.5.1 Bagi instalasi/masyarakat ......................................................................................... 4

1.5.2 Bagi Akademik ........................................................................................................ 4

1.5.3 Bagi Peneliti Lanjutan .............................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 5

2.1 Kajian Teori ........................................................................................................................ 5

2.1.1 Definisi Tuberkulosis ............................................................................................... 5

2.1.2 Etiologi ..................................................................................................................... 5

2.1.3 Patofisiologi ............................................................................................................. 7

2.1.4 Klsifikasi Penyakit TB dan Tipe Pasien................................................................... 8

2.1.5 Cara Penularan ....................................................................................................... 11

2.1.6 Tanda dan Gejala ................................................................................................... 12

2.1.7 Cara Pencegahan .................................................................................................... 12

2.1.8 Pengobatan Tuberkulosis ....................................................................................... 13

2.1.9 Efek Samping OAT ................................................................................................ 21

2.1.10 Kepatuhan Berobat ............................................................................................... 22

iii
2.1.11 Pengawasan Menelan Obat .................................................................................. 25

2.2 Kerangka Konsep .......................................................................................................... 27

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................................... 30

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 30

3.2 Populasi dan Sampel ..................................................................................................... 30

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi......................................................................................... 32

3.4 Pengumpulan Data/Prosedur Kerja ............................................................................... 32

3.5 Analisa Data .................................................................................................................. 33

3.5.1 Pengelolahan Data.................................................................................................. 33

3.5.2Analisa data ............................................................................................................. 34

3.6 Definisi Opersional ....................................................................................................... 36

3.6.1 Variabel .................................................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995 diperkirakan ada 9 juta pasien

Tuberkulosis baru dan 3 juta kematian akibat Tuberkulosis diseluruh dunia.

Diperkirakan 95% kasus Tuberkulosis baru dan 98% kematian akibat Tuberkulosis di

dunia, terjadi pada Negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita

akibat Tuberkulosis lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan

dan nifas. (Depkes RI, 2007)

Word Health Organization (WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis

Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian Tuberkulosis dengan

menurunnya angka penemuan kasus dan angka kematian akibat Tuberkulosis dalam

dua dekade terakhir ini. Insiden Tuberkulosis secara global dilaporkan menurun

dengan laju 2,2% pada tahun 2010-2011. Walaupun dengan kemajuan yang cukup

berarti ini beban global akibat Tuberkulosis masih tetap besar.(Kemenkes RI, 2013)

Pada tahun 2011 Indonesia dengan (0,38-0,54 juta kasus) merupakan Negara

ke-4 dengan jumlah pasien Tuberkulosis terbanyak di dunia. Pengobatan

Tuberkulosis merupakan salah satu cara untuk mengendalikan infeksi dan penurunan

1
2

Penularan Tuberkulosis. Program Tuberkulosis nasional telah berhasil mencapai

target Millenium Development Goals berupa meningkatkan penemuan kasus baru

Basil Tahan Asam(BTA) positif sebanyak 70% dan angka kesembuhan 85% namun

sebagian rumah sakit dan praktik swasta masih belum melaksanakan strategi Directly

Observed Treatment Short-course (DOTS) maupun International Standards for

Tuberkulosis Care (ISTC). Keterlibatan dalam program Pengendalian TB dengan

strategi DOTS meliputi 98% Puskesmas. Sementara di rumah sakit umum dan Balai

Besar/Balai Kesehatan Paru Masyrakat (BKPM) mencapai sekitar 50%.(Kemenkes

RI, 2013)

Ketidakpatuhan untuk berobat secara teratur bagi penderita Tuberkulosis tetap

menjadi hambatan untuk mencapai angka kesembuhan yang tinggi. Tingginya angka

putus obat mengakibatkan tingginya kasus resisten kuman terhadap OAT (Obat

Antituberkulosis) yang membutuhkan biaya yang lebih besar dan bertambah lamanya

pengobatan. Berdasarkan laporan subdit Tuberkulosis Depkes RI tahun 2009,

proporsi putus obat pada pasien Tuberkulosis kasus baru dengan hasil basil tahan

asam (BTA) positif berkisar 0,6%-19,2%. Banyak faktor berhubungan dengan

kepatuhan terhadap terapi Tuberkulosis termasuk karakteristik pasien, struktural dan

ekonomi, hubungan antara petugas pelayanan kesehatan dan pasien, regimen terapi,

cara pemberian pelayanan kesehatan, sumber biaya pengobatan, jenis pengobatan

yang digunakan dan pengawas menelan obat. Mengingat tuberkulosis merupakan

penyakit yang menular sehingga kepatuhan dalam pengobatan Tuberkulosis

merupakan hal yang penting untuk dianalisis.


3

Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa mengetahui tingkat

kepatuhan pasien penderita Tuberkulosisdalam menjalani pengobatan merupakan

salah satu faktor dominan yang dapat menjadi parameter keberhasilan pengobatan

Tuberkulosis. Jika penderita Tuberkulosis tidakpatuh terhadap terapi yang

dijalankan, akibatnya adalah resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis

terhadapobat yang diberikan. Melihat gambaran tingkat kepatuhan penggunaan obat

Tuberkulosis di Puskesmas merupakan salah satu upaya untuk mengetahui sejauh

mana pasien patuh terhadap pengobatan yang sedang dijalankan.

1.2Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini untuk melihat gambaran

pengunaan obat Tuberkulosis di Puskesmas Kecamatan Seginim Kabupaten

Bengkulu Selatan.

1.3 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam kasus ini adalah bagaimana kepatuhan pasien dalam

menjalankan pengobatan Tuberkulosis di Puskesmas Kecamatan Seginim Kabupaten

Bengkulu Selatan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kepatuhan penggunaan

Tuberkulosis di Puskesmas Kecamatan Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan.


4

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi instalasi/masyarakat

Sebagai informasi mengenai permasalahan yang berkaitan dengan kepatuhan

penggunaan obat tuberkulosis dan diharapkan dapat digunkan sebagai masukan dalam

upaya meningkatkan kepatuhan berobat penderita TB sehingga angka kesakitan dan

kematian yang disebapkan oleh tuberkulosis dapat menurun serta kejadian resistensi

obat dapat dicegah. Dengan demikian, diharapkan derajat kesehatan masyrakat

meningakat.

1.5.2 Bagi Akademik

Sebagai acuan dalam rangka peningkatan kepatuhan pasien menjalani

pengobatan serta memberi motivasi kepada penderita Tuberkulosis di Puskesmas

Kecamatan Seginim Kabupaten Bengkulu selatan.

1.5.3 Bagi Peneliti Lanjutan

Dapat mendukung pengembangan ilmu pendidikan kesehatan dan ilmu

perilaku, serta dapat dimanfaatkan sebagai acuan ilmiah untuk mengembangkan ilmu

kesehatan khususnya tentang Tuberkulosis dan sebagai bahan masukkan untuk

penelitian selanjutnya baik dengan variabel yang sama maupun berbeda serta tempat

yang berbeda pula.


5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebapkan oleh bakteri

(Mycobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (kemenkes 2011). Tuberkulosis

singkatnya TBC, adalah penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di

paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil Gram-positif tahan asam dengan

pertumbuhan sangat lamban, yakni Mycobacterium tuberculosis(dr. Robert Koch,

1882). Gejala TBC batuk kronis, demam, berkeringat waktu malam, keluhan

pernafasan, perasaan letih, malaise, hilang nafsu makan, turunnya berat badan dan

rasa nyeri dibagian dada.Dahak penderita berupa lender (mucoid), purulent atau

mengandung darah. (Tan Hoan,2013)

2.1.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis.Bakteri atau

kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm.

sebagian besar kuman berupa lemak/lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan

lebih tahan terhadap kima atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang

menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan

5
6

oksigen tinggi yaitu apical/apeks paru daerah ini menjadi predileksi pada penyakit

tuberkulosis. (Irman Soemantri, 2009)

Penyebab infeksi adalah kompleks Mycobacterium tuberculosis kompleks ini

termasuk M.tuberkulosis dan M.africanum terutama berasal dari manusia dan

M.bovis yang berasal dari sapi. Mycobacteria lain biasanya menimbulkan gejala

klinis yang sulit dibedakan dengan tuberkulosis. Etiologi penyakit dapat di

indentifikasi dengan kultur. Analisis genetic sequence dengan menggunakan teknik

PCR sangat membantu identifikasi non kultur. (Firdaus, 2013)

Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Karena

sebenarnya Mycobacterium pada umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum

tentu identik dengan basil TB, tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru

yang disebapkan oleh Mycobacterium lain yaitu (Mycobacterium atipik) jarang sekali

ditemukan, dalam praktek BTA identik dengan basil TB. Untuk bakteri-bakteri yang

lain hanya diperlukan beberapa menit sampai 20 menit sampai mitosi, basil TB

memerlukan waktu 12 sampai 24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara

intermiten (2-3 hari sekali). Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga

dalam beberapa menit saja akan mati, ternyata kerentanan ini terutama terhadap

gelombang cahaya Ultraviolet, basil TB juga retan terhadap panas basah, sehingga

dalam 2 menit saja basil TB yang dalam lingkungan basah sudah akan mati bila

terkena air bersuhu 100oC. Basil TB juga akan terbunih dalam beberapa menit bila

terkena alcohol 70% atau liso 5%.


7

2.1.3 Patofisiologi

Sumber infeksi yang paling penting adalah manusia yang mengekskresi basil

turberkel dalam jumlah besar dari saluran pernafasan pada saat bersin atau batuk.

Kontak yang intensif (dalam keluarga) dan kontak secara pasif (misalnya diantara

tenaga kesehatan) menyebapkan banyak kemungkinan terjadi penularan melalui

percikan anti droplet. Berkembang atau tidaknya penyakit secara klinik setelah

infeksi mungkin dipengaruhi oleh umur, kekurangan gizi, status imonologik, penyakit

yang menyertai (misalnya HIV) dan faktor-faktor reistensi individual dari inang.

(Priyanto, 2008)

Sorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacterium tuberkulosisakan

menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan nafas ke alveoli, di mana pada

daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa

juga melalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang,

korteks, serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). (Irman Somantri, 2009)

Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi.

Neurofil dan makrofag tubuh memfagositosis (menelan) bakteri.Limfosit yang

spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan

normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli

dan terjadilah brongkopneumonia.Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10

minggu setelah terpapar.

Massa jaringan baru tersebut granulema, yang berisi gumpalan basit yang

hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh magrofag yang membentuk dinding
8

granulema berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tenggah dari

massa tersebut disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas magrofag dan bakteri

menjadi nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan

membentuk klasifikasi, membetuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.

Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena respon

sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul akibat infeksi ulang

atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif.Pada kasus ini terjadi ulserasi pada

ghon tubercle, dan akhirnya menjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami

proses penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian

meradang, menakibatkan bronkopneumonia pembentukan tuberkel, dan seterusnya.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini bejalan terus dan

basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui

kelenjar getah bening. Magrofag ini mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan

sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit

(membutuhkan 10-20 hari). Daerah ini mengalami nekrosis serta jaringan granulasi

yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menibulkan respon berbeda dan

akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

2.1.4 Klsifikasi Penyakit TB dan Tipe Pasien

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien Tuberkulosis (KEMENKES RI,

2011)

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh


9

1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada

hilus.

2. Tuberkulosis ekstrak paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain

selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),

kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dan lain-lain

Pasien dengan TB paru dan TB ekstrak diklasifikasi sebagai TB paru

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis. Keadaaan ini

di terutama ditunjukan pada TB paru:

1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahal SPS hasilnya BTA

positif

b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukan gambaran tuberkulosis.

c) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif

d) Satu atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan

tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria

diagnosti TB paru BTA negatif harus meliputi:


10

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b. Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi

pasien dengan HIV negatif

d. Ditentukan (dipertimbangan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

1. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagai

tipe pasien, yaitu:

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati denga OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Pemeriksaaan BTA bias positif atau negatif

b. Kasus yang sebelumnya diobati

1) Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang

sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali

dengan BTA positif (apusan atau kulfur)

2) Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah

berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif

3) Kasus setengah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil

pememriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif

pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.


11

c. Kasus pindahan (transfer in)

Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan

pengobatan

d. Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti:

1) Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya

2) Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya

3) Kembali diobati dengan BTA negatif

2.1.5 Cara Penularan

Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran nafas

dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infection) yang

mengandung basil dan dibatukan oleh penderita TBC terbuka. Atau juga karena

adanya kontak antara tetes ludah/ dahak tersebut dan luka di kulit. Dalam tetes ini

kuman dapat hidup dalam beberapa jam dalam udara panas lembap, dalam nanah

bahkan beberapa hari. Untuk membatasi penyebaran perlu sekali di-screen semua

anggota keluarga dekat yang erat hubungannnya dengan penderita. Dengan demikian

penderita baru dapa dideteksi pada waktu yang dini.(Tan Hoan, 2013)

Ada banyak kesalahpahaman mengenai daya penularan penyakit TBC.

Umunya ada anggapan bahwa TBC bersifat sangat menular, tetapi pada hakikatnya

bahaya infeksi relatife tidak begitu besar dan dapat disamakan dengan penularan pada

penyakit infeksi saluran pernafaasn lainya, seperti salesma dan influenza. Akan tetapi

bahaya semakin menigkat, karena sering kali seseorang tidak diketahui sudah
12

menderita TBC terbuka dan telah menularkannya pada orang-orang disekitarnya

sebelum penyakitnya terdeteksi. (Tan Hoan, 2013)

2.1.6 Tanda dan Gejala

Gejala utama TB adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu

atau lebih. Gejala tambahan adalah batuk berdahak bercampur darah, batuk darah,

sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan

turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam dengan tanpa kegiatan,

demam meriang, lebih dari sebulan.(Depkes RI 2002)

2.1.7 Cara Pencegahan

Penularan perlu diwapadai dengan mengambil tindakan-tindakan pencegahan

selayaknya untuk menghindari infeksi tetes dari penderita keorang lain. Salah satu

cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut/hidung dengan sapu tanggan atau

kertas tisu untuk kemudian didesinfeksi dengan Lysol atau dibakar. Bila penderita

berbicara, jangan terlampaui dekat dengan lawan bicaranya. Ventilasi yang baik dari

ruangan juga memperkecil penularan. (Tan Hoan 2013)

Sedangkan pencegahan Bagi penderita agar tidak menularkan TBC:

a. minum obat secara teratur samapi selesai

b. menutup mulut waktu bersin dan batuk

c. tidak meludah di sembranag tempat

d. meludah ditempat yang kena sinar matahari atau di tempat yang di isi sabun

atau lisol.
13

Untuk keluarga :

a. jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur

b. buka jendela lebar-lebar agar udara segan dan sinar matahari dapat masuk

c. kuman TBC akan mati apabila terkena sinar matahari

d. membantu meningatkan anggota kelurga yang terkena TBC untuk minum

obat secar teratur dan control teratur

e. meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan yang bergizi.

f. Imuniasasi BCG pada bayi

g. TBC dapat disembuhkan apabila pasien berobat dengan tekun dan teratur

sebelum dokter dan petugas kesehatan menyatakan pasien benar-benar

sembuh, pasien tidak boleh berhenti berobat

h. Apabila pasien berhenti berobat sebelum sembuh, penyakitnya dapat kambuh

kembali dan akan lebih sulit diobati sehingga peran pasien sendiri maupun

keluraga dalam mengawasi obat sangat penting. (Hetti. R.A 2009)

2.1.8 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TBC bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tubekulosis.(KEMENKES RI, 2011)

Golongan dan jenis Obat


Golongan-1 Obat Lini  Isoniazid (H)  Pyrazinamide (Z)
Pertama  Ethambutol (E)  Rimfampicin (R)
 Streptomycin (S)
14

Golongan-2/obat  Kanamycin (Km)  Amikacin (Am)


suntik/suntik lini kedua  Capreomycin (Cm)
Golongan-3/golongan  Ofloxacin (Ofx)  Moxifloxacin (Mfx)
Floroquinolone  Levofloxxacin (Lfx)
Golongan-4/obat  Ethionamide (Eto)  Para amino salisilat
bakteriostatik lini kedua  Prothionnamide(Pto) (PAS)
 Cycloserin (Cs)  Terizidone (Trd)
Golongan-5/obat yang  Clofazimine (Cfz)  Thioacetazone (Thz)
belum terbukti  Linezolid (Lzd)  Clarithromycin (Clr)
efikasinya dan tidak  Amoxilin-Clavulanate  Imipenem (Ipm)
direkomendasikan oleh (Amx-Clv)
WHO

Tabel 2.1 Pengelompokan OAT

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)


Jenis OAT Sifat
Harian 3xseminggu
5 10
Isoniazid (H) Bakterisid
(4-5) (8-12)
10 10
Rimfampicin (R) Bakterisid
(8-12) (8-12)
25 35
Pyrazinamide (Z) Bakterisid
(20-30) (30-40)
15 15
Streptomycin (S) Bakterisid
(12-18) (12-18)
15 30
Ethambutol (E) Bateriostatik
(15-20) (20-35)

Table 2.2 Jenis, Sifat dan Dosis OAT lini pertama


15

Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis yang tepat sesuai dengan katagori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-kombinasi Dosis Tetap

(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observend Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO)

c. Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

1) Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

3) Sebagian besar pasien TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan

Tahap Lanjutan

1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama

2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan

1. Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia meliputi:


16

a. Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

b. Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Disamping kedua katagori ini, disediakan panduan obat sisipan (HRZE)

c. Kategori anak: 2HRZ/4HR

d. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TBC resisten obat di

Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 serta OAT lini 1

2. Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa

obat kombinasi dosis tepat (OAT KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan

berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

3. Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid,

Rimfampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.

Panduan OAT ini disebabkan program untuk digunakan dalam pengobatan

pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,

dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan

(kontinuitas) pengobatan sampai selesai.Satu paket untuk satu pasien dalam satu

masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TBC:

1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko

terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep


17

3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT lini pertama dan peruntuknya :

a. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3), diberikan untuk pasien:

1) Pasien baru TB paru BTA positif

2) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

3) Pasien TB ekstra paru

Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali


Berat badan selama 56 hari RHZE seminggu selama 16 minggu
(150/75/400/275 RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT
<71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

Tabel 2.3 Dosis Paduan OAT-KDT untuk Kategori 1

Dosis per hari / kali Jumlah


Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/kali
Tahap Lama Isoniazid Rifampisi Pirazinami Etambut menelan
pengobatan pengobatan @300 n @450 d @500 ol @250 obat
mgr mgr mgr mgr

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1


18

b. Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/5H3R3E3), panduan OAT ini diberikan

untuk pasien BAT positif yang telah diobati sebelumnya

1) Pasien kambuh

2) Pasien gagal

3) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tahap lanjutan 3
Tahan intensif tia hari RHZE kali seminggu RH
Berat badan (150/75/400/275)+S (150/150) +
E(400)
Selama 56 Hari Selama 28 hari Selama 20 minngu
2 tab 4KDT + 500
2 tab 4KDT + 2
30-37 kg mg Streptomisin 2 tab 4KDT
tab Etanbutol
inj.
3 tab 4KDT + 750
3 tab 4KDT + 3
38-54 kg mg Streptomisin 3 tab 4KDT
tab Etanbutol
inj.
4 tab 4KDT + 1000
4 tab 4KDT + 4
55-70 kg mg Streptomisin 4 tab 4KDT
tab Etanbutol
inj.
5 tab 4KDT + 1000
5 tab 4KDT + 5
˂71 kg mg Streptomisin 5 tab 4KDT
tab Etanbutol
inj.

Tabel 2.5 Dosis untuk panduan OAT KDT Kategori 2

Etambutol
Tablet Kaplet Tablet Jumlah
Strepto
Tahap Lama Isoniasid Rimfampisi Pirazinami Tablet Tablet hari/kali
misin
pengobatan pengobatan @ 300 n @450 d @ 500 @250 @400 menelan
injeksi
mgr mgr mgr mgr mgr obat
19

Tahap intesif 2 bulan 1 1 3 3 - 0.75 gr 56


(dosis harian 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
Tahap
lanjutan
4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
seminggu)

Tablet 2.6 Dosis Paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap

intensif katagori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari)

Tahap intensif tiap hari selama 28 hari RHZE


Berat Badan
(150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
˂71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 2.7 Dosis KDT untuk sisipan

Jumlah
Tahap Lamanya Tablet Kaplet Tablet Tablet
hari/kali
pengobat pengobat Isoniasid Rimpamfisin Pirazinamid Etambutol
menelan
an an @300 mgr @ 450 mgr @ 500 mgr @250 mgr
obat
Tahap
intensif
1 bulan 1 2 3 3 28
(dosis
harian)

Tabel 2.8 Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan


20

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminogllikosida

(misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan

kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut

jauh lebih rendah dari pada OAT lini pertama.Disamping itu dapat juga

meningkatkan terjadinya resiko resistensi pada OAT lini kedua.

d. Pengobatan Tuberkulosis pada Anak

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup

adekuat.Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis

maupun pemeriksaan penunjang.Evaluasi klinis pada TB anak merupakan

parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan.Bila dijumpai

perbaikan klinis yang nyata walupun gambaran radiologic tidak

menunjukan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

1. Katagori Anak (2RHZ/4RH)

Prinsip dasar pengobatan TB adalah 3 macam obat dan diberikan

dalam waktu 6 bulan.OAT anak diberikan setiap hari, baik pada

tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan

dengan berat badan anak.

Jenis obat BB ˂10 kg BB 10-19 kg BB 20 -32 kg


Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rimfapisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg
21

Tabel 2.9 Dosis OAT Kombipak pada anak

Berat badan 2 bulan tiap hari RHZ 4 bulan tiap hari RH


(kg) (75/50/150) (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet

Tabel 2.10 Dosis OAT KDT pada anak

Keterangan :

a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit

b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet

c. Anak dengan BB ˃33 kg, dirujuk ke rumah sakit

d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus

sesaat sebelum diminum.

2.1.9 Efek Samping OAT

Efek samping dan berbahaya dari obat (Kemenkes RI, 2011)

Efek samping Penyebap Penatalaksanaan


Tidak ada nafsu makan, Rifampisin Semua OAT diminum
mual, sakit perut malam sebelum teratur
Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6 (Piridoxin)
22

terbakar di kaki 100 mg perhari


Warna kemerahan pada Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa,
air seni (urine) tapi perlu penjelasan kepada
pasien
Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Ikuti petunjuk
pada kulit penatalaksanaan dibawah *)
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan,
ganti Etambutol.
Gangguan Streptomisin Streptomisin dihentikan,
keseimbangan ganti etambutol.
Ikterus tanpa penyebap Hampir semua Hentikan semua OAT
lain OAT sampaiikterus mengilang
Bingung dan muntah- Hampir semua Hentikan semua OAT, segera
muntah (permulaan OAT lakukan tes fungsi hati.
ikterus karena obat)
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol

2.1.10 Kepatuhan Berobat

Secara umum, istilah kepatuhan (compliance atau adherence) dideskripsikan

dengan sejauh mana pasien mengikuti instruksi-instruksi atau saran medis (sabata,

2001; Dȕsing, Lottermoser & Mengden, 2001).Terkait dengan terapi obat, kepatuhan

pasien didefinisikan sebagai derajat kesesuaian antara riwayat dosis yang sebenarnya

dengan rejimen dosis obat yang diresepkan.Oleh karena itu, penggukuran kepatuhan

pada dasarnya mereprestasikan perbandingan antara dua rangakian kajadian, yaitu

bagaiman nyatanya obat diminum dengan bagaimana obat seharusnya diminum

sesuai resep.
23

Dalam konteks pengendalian tuberkulosis, kepatuhan terhadap pengobatan

dapat didefinisikan sebagai tingkat ketaantan pasien-pasien yang memiliki riwayat

pengambilan obat terapeutik terhadap resep pengobatan (WHO, 2003). Kepatuhan

rata-rata pasien pada penggobatan jangka panjang terhapad penyakit kronis di Negara

maju hanya sebesar 50% sedangkan di Negara berkembang, jumlah tersebut bahkan

lebih rendah (WHO, 2003)

Tipe-tipe ketidakpatuhan pasien antara lain (Univeresity of South Australia,

1998)

a. Tidak meminum obat sama sekali

b. Tidak meminum obat dalam dosis yang tepat (terlalu kecil atau besar)

c. Meminum obat untuk alas an yang salah

d. Jarak waktu meminum obat lain disaat yang bersamaan sehingga

menimbulkan interaksi.

Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh lima

dimensi yang saling terkait, yaitu faktor pasien, faktor terapi, faktor system kesehata,

faktor lingkungan dan faktor social ekonomi. Semua faktor adalah faktor penting

dalam mempengaruhi kepatuhan sehingga tidak ada pengaruh yang lebih kuat dari

faktor lainnya (WHO,2003)

Untuk mencapai keberhasilan pengobatan, bukan semata-mata menjadi

tanggung jawab pasien, namun harus dilihat bagaimana faktor-faktor lain yang

mempengaruhi perilaku seseorang dalam melengkapi pengobatan dan mematuhi

pengobatan mereka (WHO,2003)


24

Secara umum, hal-hal yang perlu dipahami dalam meningkatkan tingkat

kepatuhan adalah bahwa (WHO,2003):

a. Pasien memerlukan dukungan, bukan disalahkan

b. Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap terapi jangka panjang adalah

tidak tercapainya tujuan terapi dan meningkatnya biaya pelayananm

kesehatan

c. Peningkatan kepatuhan pasien dapat meningkatkan keamanan

penggunaan obat

d. Kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup penting dalam

mencapai efektifitas suatu system kesehatan.

e. Memperbaiki kepatuhan dapat merupakan intervensi terbaik dalam

penanganan secara efektif suatu penyakit kronis.

f. Sitem kesehatan harus terus berkembang agar selalu dapat menghadapi

berbagai tantangan baru

g. Diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam menyelesaikan

masalah kepatuhan

Kepatuhan dapat diukur dengan menggunakan dua definisi, yaitu definisi

yang berorietasi pada proses dan definisi yang berorietasi pada dampak pengobata.

Indicator-indikator yang berorientasi pada proses mengunakan variable-variabel

seperti penepatan janji untuk bertemu (antara dokter dan pasien) atau pengambilan

obat digunakan sebagai ukuran kepatuhan. Sedangkan definisi-definisi yang

berorientasi pada dampak menggunakan hasil akhir pengobatan, seperti angka

kesembuhan sebagai salah satu indikator keberhasilan pengobatan TBC (WHO, 2003)
25

2.1.11 Pengawasan Menelan Obat

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka pendek

dengan pengawasan langsung.Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan

seorang PMO. (KEMENKES RI, 2011)

a. Persyaratan PMO

1) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh

pasien.

2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien

3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela

4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

pasien

b. Siapa yang bisa menjadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan desa, perawat,

pekarya, sanitarian, juru immunisasi, dan lain-lain.Bila tidak ada petugas

kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan,

guru, anggota PPTI, PKK, atau tokok masyrakatlainnya atau aonggota

keluarga.

c. Tugas seorang PMO

1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan.

2) Member dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur


26

3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

dilakukan

4) Member penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke

fasilitas pelayan kesehatan.

Tugas seorang PMO bukanlah untuk menganti kewajiban pasien mengambil

obat dari unit pelayanan kesehatan.

d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada

pasien dan kelurganya

1) TB disebapkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan

2) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

3) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahan

4) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)

5) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta

pertolongan ke Fasyankes
27

2.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian,tinjauanpustaka,makakerangkakonsep

penelitianiniadalah:

1. Patuh
2. Tidak patuh

1. Peran keluarga Enabling faktor


2. Peran petugas TB di Kepatuhan 1. Penghasilan
Puskesmas penggunaan obat 2. Jarak
3. Pengetahuan TB 3. Ketersediaan obat

Karateristik responden
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Lingkup pendidikan
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penyelanggaraan penelitian ini dilakukan di Puskesmas kecamatan

seginim kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu. Waktu penyelengaraan

dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Febuari sampai Maret

3.2 Populasi dan Sampel

a. Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan yang

inggin diketahui karakteristiknya.Sehingga untuk penelitian ini populasi yang

di ambil adalah seluruh pasien TB yang berobat di Puskesmas Kecamatan

Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan Periode 2015 (oktober-desember).

b. Sampel sebuah gugus atau sejumlah tertentu anggota himpunan yang dipilih

dengan cara tertentu agar mewakili populasi. Sehingga sampel yang diambil

untuk penelitian ini adalah pasien TB yang datang berobat ke puskesmas

Kecamatan Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan pada bulan oktober-

desember 2015, bersedia menjadi respoden dan memenuhi kriteria penelitian.

Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu

pengambilan respoden dilakukan dengan pertimbangan tertentu yaitu

memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun

30
31

waktu tertentu sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi.(Awal Isgiyanto)

Besar sampel dihitung dengan rumus : ( lameshow et al.,1990, dikutip

Ariawan, 1998)

𝑍 2 𝑃(1 − 𝑃)
d2 =
𝑛
Keterangan :

𝓃 = Jumlah sampel minimal


Zα = nilai pada derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1,96)
P = Proporsi variabel yang inggin diteliti, bila tidak diketahui
proporsinya, ditetapkan 50% (0,50)
D = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diingginkan:
10% (0,10), 5% (0,5), atau 1% (0,01)
Diketahui :

a. Zα = 1,96

b. P = 50% (0,50)

c. d2 = 10% (0,10)

(1.96)2 𝑥0,50 (1−0,50)


Perhitungan :𝑛 = = 96.04
(0,10)2

Hasil : jadi dibutuhkan paling sedikit 96 responden dari populasi.


32

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi
1) Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan selama 2 bulan atau lebih.

2) Pasien TB yang terdaftar dipuskesmas tempat penelitian.

3) Pasien TB yang bersedia menjadi responden dalam penelitian.

4) Pasien TB yang memiliki PMO, besedia menjadi responden dan dapat

mengisi kuesioner.

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien yang tidak menjawab seluruh pertanyaan pada kuisoner dengan

lengkap.

2) Pasien yang sudah mau sembuh.

3.4 Pengumpulan Data/Prosedur Kerja

Pada penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang

diperoleh secara langsung dengan melakukanpengumpulan data sendiri terhadap

objek.Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat deskriptif kuantitatif yaitu

perlakuan terhadap sekumpulan objek yang bisanya bertujuan untuk melihat

gambaran fenomena mengenai kepatuhan penggunaan obat tuberkulosis

(Notoatmodjo, 2012).Tahap-tahap penelitian yang dilakukan berdasarkan urutan-

urutan sebagai berikut:


33

Pasien TB datang ke puskesmas untuk mengambil OAT

Pasien TB yang memenuhi kriteria dan bersedia menjadi


responden penelitian

Peneliti melakukan informend consent kepada responden

Pasien diwawancarai menggunakan kuesioner

Gambar 3.3 Alur pengumpulan data

3.5 Analisa Data


3.5.1 Pengelolahan Data (Sarwowno, 2006)

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam proses pengelolahan data,

diantaranya:

1. Editing

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan dan mengeluarkan data yang tidak

memenuhi kriteria penelitian. Secara umum editing adalah kegiatan

untuk mencegah dan perbaikan isian kuesioner. Editing dapat dilakukan

pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori yakni mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.


34

3. Tabulating

Pada tahap ini jawaban dari responden ditabulasikan sesuai dengan skor

jawaban

4. Entry data

Yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam

bentuk ‘’kode’’ dimasukan dalam program software komputer yaitu

5. Pembersihan data (Cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya,

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut

pembersihan data (data cleaning )

6. Melakukan teknik analisis

Teknik analisis yang digunakan adalah dengan statistic deskriptif

analisis.

3.5.2Analisa data

Teknik analisa data yang digunakan adalah Analisis univariat.Yaitu suatu

tabel yang mengambarkan penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi untuk

satu variabel saja. Dalam penelitian ini analisa univariat digunakan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan angka atau nilai karateristik responden

berdasarkan kepatuhan penggunaan obat tuberkulosis dengan menggunakan rumus

penentuan besarnya presentase menurut Budiarto (2001) sebagai berikut :


35

𝐹
𝑋= 100%
𝑁

Kererangan :

X = hasil presentase

F = Frekuensi hasil pencapaian

N =total seluruh observasi

100% = bilangan genap

Pengukur kepatuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah MMS

(Modified Morisky Scale). Semua pertanyaan pada MMS dijawab dengan “ya”

atau “tidak”. Setiap jawaban “ya” menerima skor 1 dan setiap jawaban “tidak”

menerima skor 0. Kemudian digunakan pedoman skala penilaian seperti dibawah

ini :

Nilai Tingkat kepatuhan

8,1-10 Sangat patuh

6,6-8,0 Patuh

5,6-6,5 Cukup patuh

4,0-5,5 Kurang patuh

˂4,0 Tidak patuh


36

3.6 Definisi Opersional

3.6.1 Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu gambaran sesuatu

yang digunakan sebagai ciri, sikap, ukuran yang dimiliki oleh satuan penelitian

tentang konsep tertentu.

variabel
No. Definisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Penelitian
Perilaku pasien yang sesuai 1. 8,1-10 = sangat
dengan ketentuan, instruksi patuh
atau saran yang diberikan 2. 6,6-8,0 = patuh
1. oleh tenaga medis, 3. 5,6-6,5= cukup
Kepatuhan Kuesioner
khususnya dalam mengikuti patuh
interuksi dalam penggunaan 4. 4,0-5,5= kurang Ordinal
OAT sesuai dengan aturan patuh
pakai yang tepat. 5. ˂4,0 tidak patuh
jenis kelamin responden 1. Laki-laki
2. Jenis kelamin Kuesioner Nominal
peneliti. 2. Perempuan
1. 5-11 tahun
2. 12-16 tahun
Usia responden yang
3. 17-25 tahun
3. Usia dihitung berdasarkan hari Kuesioner Nominal
4. 26-35 tahun
ulang tahun terakhirnya.
5. 36-45 tahun
6. 46-55 tahun
1. Tidak bersekolah
Pendidikan terakhir yang 2. SD
4. Pendidikan ditamatkan responden Kuesioner 3. SMP Nominal
penelitian. 4. SMA
5. D3/S1/S2/S3
37

Adanya OAT dalam jenis


dan jumlah yang cukup
Ketersediaan untuk penderita TB setiap 1. Ya
5. Kuesioner Ordinal
obat kali penederita datang 2. Tidak
mengambil obat ke
puskesmas
1. ˂ Rp 1.000.000
2. Rp 1.000.000-Rp
Jumlah pendapatan
2.000.000
6. Penghasilan keluarga responden Kuesioner Nominal
3. Rp 2.000.000-Rp
perbulan
4.000.000
4. ≥ Rp 4.000.000
Jarak yang ditempuh dari
1. Dekat
rumah ke puskesmas tempat
7. Jarak Kuesioner 2. Sedang Ordinal
berobat menurut resepsi
3. Jauh
responden
KUESIONER PENELITIAN PROPOSAL KTI

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS

KECAMATAN SEGINIM KABUPATEN SEGINIM

1. Identitas Responden :

a. No Responden :

b. Nama Responden :

c. Jenis kelamin : Perempuan Laki-laki

d. Usia : 5-11 tahun 12-16 tahun

17-25 tahun 26-35 tahun

36-45 tahun 46-55 tahun

e. Lingkup pendidikan : Tidak bersekolah SD

SMP SMA D3/S1/S2/S3

f. Jarak : Dekat Sedang Jauh

g. Penghasilan : kurang dari 1 juta 1 juta – 2 juta

2 juta – 4 juta Lebih dari 4 juta


2. PETUNJUK PENGISIAN

Mohon diisi dengan memberikan tanda cheeklist (√) pada pertanyaan yang
sesuai dengan presepsi yang anda miliki. Dengan pilihan Ya dan Tidak
a. Ketersediaan obat

No. Pertanyaan Ya Tidak


1. Apakah obat antituberkulosis selalu tersedia pada
saat pengambilan obat di puskesmas?
2. Apakah kualitas obat antituberkulosis yang anda
peroleh dalam keadaan baik?

b. Kepatuhan penggunaan obat tuberkulosis

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah anda selalu minum mematuhi petunjuk

petugas kesehatan dan PMO dalam menelan obat ?

2. Saya mengkonsumsi obat tuberkulosis sesuai

dengan jumlah dan dosis yang ada dietiket obat

sesuai anjuran dokter.

3. Apakah anda minum obat sesuai dengan frekuensi

yang dianjurkan ?

4. Apakah selama pengobatan tahap awal (2 bulan)

anda meminum obat setiap hari


5. Apakah semalam pengobatan tahap lanjutan (4

bulan) anda selalu minum obat 3x seminggu ?

6. Apakah anda selalu memenuhi jadwal

pemeriksaan dahak pada waktu telah ditetapkan ?

7. Apakah anda selalu datang untuk mengambil obat

ke puskesmas pada waktu yang telah ditentukan ?

8. Selain obat tuberkulosis yang diberikan oleh

dokter, kadang-kadang saya meminum jamu

supaya penyakit saya cepat sembuh.

9. Apakah anda minum obat sesuai dengan jenis obat

yang diberikan dokter ?

10. Apakah anda tidak menghabiskan obat yang

dianjurkan oleh dokter karena merasa mual ?


PERNYATAAN KETERSEDIAAN UNTUK IKUT PENELITIAN

(informed Consent)

Yang bertanda tanggan di bawah ini, saya :

Nama =

Alamat =

Umur =

Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta memahami


penelitian yang dilakukan dengan judul :

GAMBARAN KEPATUHAN PENGGUNAANOBAT TUBERKULOSIS DI


PUSKESMAS KECAMATAN SEGINIM KABUPATEN BENGKULU
SELATAN

Yang dibuat oleh :

Nama = Nina Nurjanah

NPM = F2013028

Dengan ini saya menyatakan kesediaan untuk berperan serta menjadi


responden penelitian dan bersedia melakukan pemeriksaan sesuai dengan data yang
diperlukan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.

Yang membuat pernyataan

( )
Daftar Pustaka

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka


Cipta
Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes
RI
Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2
Jakarta: Gerdunas TB.
Firdaus. 2013. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular untuk Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat .Jakarta: CV Trans Info Media.
Hayati, A. 2011.Evaluasi Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis paru Tahun
2010-2011 di Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Depok. Depok: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Depertemen Farmasi.
Hoan, T, K Rahardja. 2013. Obat-obat penting .Jakarta: Gramedia. 155-158
Kementrian kesehatan RI. 2011. Pedoman penanggulangan tuberkulosis. Ditjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Edisi revisi cetakan kedua.
Jakarta: PT RINEKA CIPTA. 182-185
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuntitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Setyowati, D.R.D. 2012.Evaluasi Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Tuberkulosis
di Puskesmas Kabupaten Sukoharjo. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Soemantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. 67-68
Periyanto. 2008. Farmakoterapi dan terminologi medis . Depok: Leskonfi

Word Health Organization. 2013. Adherence to Long-Term Therapies: Evidence for


Action. Geneva: Word Health Organization

38

Anda mungkin juga menyukai