Anda di halaman 1dari 2

TUGAS MATA KULIAH KEBIJAKAN KEHUTANAN

Resume Seminar Internasional Implementasi Kehutanan Sosial dengan Pelibatan Multipihak


untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat dan Kelestarian Ekosistem Hutan
(Tanggal 17 November 2017 di Auditorium Fakultas Kehutanan)

NAMA : Bagas Andianto


NIM : 15/377799/KT/07917
DOSEN : Bapak Ahmad Maryudi

MATA KULIAH KEBIJAKAN KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
(Pembicara 1 = Prof. Warto)
Tata kelola hutan sudah dimulai sejak masa kerajaan sampai saat ini. Pada masa kerajaan
ditandai dengan ciri sebagai antara lain yaitu Vorstdomein (hutan menjadi milik raja/kerajaan),
Communal/gemeen bezit (hutan milik bersama), Hak ulayat, dan Hak milik individual yang
diwariskan. Meskipun hak-hak tersebut merupakan hak milik, masih tetap dikekang dengan
pemerintahan komunal.
Sedangkan Pengelolaan hutan pada masa VOC ditandai dengan ciri antara lain yaitu
sumbedaya hutan di Jawa masih melimpah, VOC banyak melakukan kontrak dengan penguasa
local, VOC memperoleh keuntungan hasil hutan melalui sistem contingenten dan verplichte
leverantie, munculnya desa blandong yang disewakan kepada pengusaha partikulir.
Pengelolaan hutan pada masa Hindia-Belanda ditandai dengan ciri antara lain yaitu
Deanles memperkenalkan konsep domein atas sumberdaya hutan, telah dibentuk Perusahaan
Jawatan Kehutanan, tugas residen dalam mengelola hutan diserahkan kepada jawatan kehutanan,
tidak banyak tata kelola hutan yang berubah.
Berlanjut pada masa liberal pengelolaan hutan ditandai dengan ciri antara lain yaitu pada
Desember 1865 sistem blandong kayu dihapuskan, kawasan hutan dibedakan menjadi kawasan
hutan jati yang dikelola secara teratur dan belum, serta hutan rimba (alam), pembentukan Undang-
Undang Agraria 1870.
Munculnya masa Domeinverklaring pada tahun 1870, di mana kondisi ini dicirikan dengan
sebuah tata kelola hutan yang sentralistik. Ciri-cirinya antara lain yaitu :
1. Hutan negara adalah kawasan yang tertutup oleh hutan alam atau hutan bamboo dan
kawasan yang tidak digarap oleh masyarakat (lahan terlantar/woeste granden)
2. Negara menguasai seluruh sumberdaya alam
3. Negara menetapkan regulasi, kelembagaan, penataan, pengukuran, dan penentuan batas
kawasan hutan
4. Paradigma timber management
5. Hutan desa dihapuskan
6. Woeste granden dimasukkan dalam hutan negara
Dampak dari adanya sistem pengelolaan ini antara lain yaitu hilangnya hak tradisional,
akses dan kontrol penduduk atas hutan semakin dibatasi, muncul istilah “Pelanggaran Hutan” dan
hukuman, marjinalisasi petani dan munculnya “pesanggem”. Kemudian permasalahan-
permasalahan tersebut disikapi secara serius oleh pemerintah dengan menerapkan program
Perhutanan Sosial. Pemberian legalitas atas pengelolaan lahan ini menandakan ada kepercayaan
dari pemerintah ke masyarakat bahwa mereka mampu dan akan bertanggung jawab dalam
mengelola SDA. Saat ini program PS sudah banyak yang berhasil. Pembelajaran dari keberhasilan
program PS meliputi :
1. Aspek pengelolaan yang optimal untuk meningkatkan kesejahteraan
2. Sistem pendukung terbentuknya kelompok tani yang tangguh dan mandiri
(Pembicara 2 = Dr. Niken Sakuntaladewi)
Memulihkan fungsi ekosistem hutan melalui sinergi ragam skema kehutanan sosial.
Permasalahan yang timbul adalah tidak adilnya ruang kelola sehingga menyebabkan : konflik,
kerusakan/perambahan hutan, dan peningkatan emisi Gas Rumah Kaca. Implementasi kehutanan
sosial yang sudah berjalan sejauh ini antara lain yaitu Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa, dan
Hutan Kemasyarakatan.

Anda mungkin juga menyukai