Anestesi Pada Struma
Anestesi Pada Struma
FAKULTAS KEDOKTERAN
REFARAT
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
Oleh :
Muhammad Nur Islam, S. Ked
Pembimbing :
dr. Julia Hasir, Sp. An, M. Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Anestesi
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Telah diperiksa dan dianggap telah memenuhi syarat tugas ilmiah mahasiswa
pendidikan dokter dalam disiplin ilmu bedah pada :
Menyetujui,
Pembimbing Penyusun
dr. Julia Hasir, Sp. An, M. Kes Muhammad Nur Islam, S. Ked
ii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ............................................................................................................ i
BAB II PEMBAHASAN
A. Struma
B. General Anestesi
1.1 Definisi ............................................................................... 6
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut statistik dari National Cancer Institute (NCI), insidensi kanker tiroid
pada pria sekitar 2,5 per 100.000 populasi dan wanita sekitar 6,7 per 100.000 populasi.
Kanker tiroid dapat mengenai seluruh kelompok usia dan frekuensinya meningkat
setelah usia diatas 50 tahun. Hanya sekitar 5% dapat mengenai usia 15-20 tahun. NCI
juga menyebutkan bahwa kanker tiroid ini dapat mengenai 16.000 orang per tahunnya.
diagnosa.
pasien mencapai tingkat kesembuhan optimal, demikian pula halnya untuk kanker
tiroid.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. STRUMA
1.1 Definisi
Morfologi dari pembesaran kelenjar tiroid ada berbagai macam. Struma difus
adalah pembesaran yang merata dengan konsistensi lunak pada seluruh kelenjar
tiroid. Struma nodusa adalah jika pembesaran tiroid terjadi akibat nodul, apabila
nodulnya satu maka disebut uninodusa, apabila lebih dari satu, baik terletak pada satu
atau kedua sisi lobus, maka disebut multinodusa.
Ditinjau dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon
tiroksin, maka bisa kita bagi :
1. Hipertiroid, sering juga disebut sebagai toksika bila produksi hormon tiroksin
berlebihan.
2. Eutiroid, bila produksi hormon tiroksin dalam batas normal.
3. Hipotiroid, bila produksi hormon tiroksin kurang dari normal.
Pada struma yang tanpa ada tanda-tanda hipertiroid, disebut struma non toksika. Dari
aspek histopatologi kelenjar tiroid, maka timbulnya struma bisa kita jumpai akibat
proses hiperplasia, keradangan atau inflamasi, neoplasma jinak dan neoplasma
ganas.
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala
hipertiroid. Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium.
Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum
diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium
yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari
25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit
tiroid autoimun.
3. Goitrogen :
Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide,
expectorants yang mengandung yodium.
Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol
berasal dari tambang batu dan batubara.
3
Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels
kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
4. Dishormonogenesis : Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid.
5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna.
1) Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Anamnesis yang telaten, pemeriksaan fisik yang seksama sering sudah cukup
mendukung dalam menegakkan diagnosis kerja yang tajam untuk penderita struma.
Selain hal-hal yang mendukung terjadinya struma akibat keradangan atau
hiperplasi dan hipertrofi, maka perlu juga ditanyakan hal-hal yang diduga ada
kaitannya dengan keganasan pada kelenjar tiroid, terutama pada struma uninodusa
nontoksika antara lain :
1. Berat badan turun, makannya banyak akan tetapi badan tetap kurus
(Paradoxa Muller).
2. Kulit basah (hiperhidrosis), telapak tangan terasa hangat/panas/lembab
dan kulit telapak tangan terasa halus akibat hipermetabolisme dan
hiperhidrosis pada kelenjar keringat. Penderita tidak tahan terhadap hawa
panas lebih tahan terhadap hawa dingin.
3. Takikardia, bila tidur nadinya tetap cepat, waspada ancaman atrial fibrilasi.
4. Tremor, gejala ini hamper selalu ada. Suruh penderita meluruskan
lengannya ke depan dan merentangkan jari-jarinya, sambil memejamkan
4
mata, diletakkan sehelai kertas diatas jari-jarinya, maka akan terlihat ada
atau tidak tremor.
5. Eksoptalmus, hampir 50% penderita, bisa bilateral atau unilateral.
Patofisiologi belum jelas. Diduga akibat penambahan lemak dan infiltrasi
limfosit retrobulbar.
a. Eksoptalmus ringan: melebarnya fisura palpebra superior (Steilwag’s
sign) akibat retraksi otot palpebra superior. Apabila penderita kita
suruh mengikuti gerakan tangan ke atas dan ke bawah dengan agak
cepat tampak palpebra superior ketinggalan gerak.
b. Eksoptalmus sedang: bila penderita menundukkan kepala kemudian
kita suruh melirik ke atas, maka kerutan di dahi akan tampak sedikit
sekali, bahkan tidak ada (Joffroy’s sign).
c. Eksoptalmus berat: lemak retrobulber sudah menumpuk, ditambah
edema retrobulber, sehingga dijumpai gejala kongestif itraorbital.
Optamoplegia, kelemahan otot mata akibat protusi bola mata,
sehingga bisa strabismus atau diplopia. Pada fase lanjut geraka
konvergensi bola mata terganggu (Mobius’s sign).
6. Gelisah, hipermetabolisme system saraf membuat niali ambang saraf
menurun, sehingga penderita menjadi iritabel, timbul tremor halus, depresi.
7. Diare, hipereristaltik pada sitem pencernaan, mengakibatkan absorbsi tidak
sempurna, dengan gejala akibatnya antara lain kekurangan vitamin dan
mineral.
8. Thyroid thrill, hipervaskular pada tiroid.
9. Gangguan keseimbangan hormonal lain, gangguan pola menstruasi.
10. Kelainan kulit, karena hipermetabolisme kulit, maka kulit hangat dan halus
(fine texture) dan karena vasodilatasi, bila digores akan membekas
(dermografi).
11. Basal Metabolisme Rate (BMR). Pengukuran menggunakan Spirometri
(Oxygen consumption rate) atau secara klinis kita bisa mengukur dengan
rumus empiris: % BMR = 0,75 {0,74(s-d)+n}-72.
s = sistole, d = diatole, n = nadi
5
Biasanya penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipo atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang
menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista
atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
2) Pemeriksaan penunjang
6
mengukur volume dari nodul tiroid
mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan
biopsi terarah
Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
5. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji tangkap tiroid, yaitu dengan
prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas yang
lebih tinggi. Metabolisme hormon tiroid sangat erat hubungannya dengan yodium,
sehingga dengan yodium yang dimuati bahan radioaktif kita bisa mengamati
aktivitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya.
6. Pemeriksaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration
biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai
menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
7. Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan
untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau
bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan
patologi anatomis untuk memastikan proses ganas atau jinak serta mengetahui
jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block.
3) Diagnosis
Dalam membuat diagnosis kerja pada penderita struma, maka hendaknya bisa
menyampaikan kondisi struma tersebut dari aspek morfologi, aspek fungsi, dan kalau
memang memungkinkan aspek histopatologinya. Dalam melakukan diagnosis untuk
penderita struma, usahakan untuk bisa mencantumkan diagnosis mencakup ketiga
aspek tersebut.
7
4) Pengobatan
B. GENERAL ANESTESI
1.1 Definisi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan
pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien.
9
Sedangkan komplikasi kadang – kadang tidak terduga walaupun tindakan
anestesi telah dilakukan dengan sebaik – baiknya. Komplikasi dapat dicetuskan oleh
tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri. Komplikasi dapat timbul pada waktu
pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi kardiovaskular berupa
hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg atau turun 25 % dari
sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada periode
induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada
penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan – kebutuhan
miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark apabila tidak
tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak sadar,
hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh.
10
ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.
Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik karena
ruptur hepatik.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan
tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE 5
Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi
lambung karena regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan
lambung dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam. Pada
pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa
nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan
memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin).
Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu dipasang
kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien
atau keluarga sudah memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent).
Premedikasi sendiri ialah pemberian obat ½ - 1 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia,
menghilangkan rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia dan
mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva
dan saluran napas. Obat – obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain :
- Gol. Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual
dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ – organ dan menurunkan
spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah 10 – 15 menit.
- Gol. Hipnotik – sedatif
Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital). Diberikan untuk sedasi dan
mengurangi kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral
atau IM. Dosis dewasa 100 – 200 mg, pada bayi dan anak 3 – 5 mg/kgBB.
Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan efek
depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang
menyebabkan mual dan muntah.
- Gol. Analgetik narkotik
Morfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan
menjelang operasi. Dosis premedikasi dewasa 10 – 20 mg. Kerugian
penggunaan morfin ialah pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus
pada pasien asma, mual dan muntah pasca bedah ada.
11
Pethidin. Dosis premedikasi dewasa 25 – 100 mg IV. Diberikan untuk menekan
tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Pethidin juga
berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca bedah.
- Gol. Transquilizer 6
Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian
dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis
premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB IM.
12
spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke
kiri dan kekanan dengan mudah.
- Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera
diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien
sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman
anestesi yang berlebihan.
Tanda Refleks pada Mata
- Refleks pupil
Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya
dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/
stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal
menandakan pasien mati.
- Refleks bulu mata
Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi. Apabila
saat dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.
- Refleks kelopak mata
Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk
memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik
palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah
masuk stadium 1 ataupun 2.
- Refleks cahaya
Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat
kita beri rangsangan cahaya.
1.2 Fisiologi
Iodium diet diserap oleh saluran pencernaan, diubah menjadi ion yodium, dan
secara aktif diangkut ke kelenjar tiroid. Begitu masuk, iodida dioksidasi kembali ke
yodium, yang terikat pada tirosin asam amino. Hasil akhirnya adalah dua hormon -
triiodothyronine (T3) dan tiroksin (T4) - yang terikat pada protein dan disimpan di dalam
tiroid. Meskipun kelenjar melepaskan lebih banyak T4 daripada T3, yang terakhir ini
lebih manjur dan kurang protein terikat. Sebagian besar T3 terbentuk secara perifer
13
dari deiodination parsial T4. Mekanisme umpan balik yang rumit mengendalikan
produksi CO2, secara tidak langsung meningkatkan ventilasi. denyut jantung dan
dan perubahan protein internal lainnya, yang bertentangan dengan peningkatan kadar
katekolamin.
1.2.1 Hipertiroidisme
Manifestasi Klinis
Kelebihan kadar hormon tiroid dapat disebabkan oleh penyakit Graves, gondok
adenoma tiroid, atau overdosis dari hormon pengganti tiroid. Manifestasi klinis hormon
tiroid asesoris meliputi penurunan berat badan, intoleransi panas, kelemahan otot,
diare, refleks hiperaktif, dan kegugupan. Getaran halus, exophtalmos, atau gondok
dapat di dapat, terutama bila penyebabnya adalah penyakit Graves. Tanda jantung
14
berkisar dari sinus takikardia hingga atrial fibrilation dan gagal jantung kongestif.
mungkin mencakup peningkatan total serum T4, serum T3, dan T4 bebas (tidak
mengikat).
Yodium radioaktif menghancurkan fungsi sel tiroid namun tidak disarankan untuk
kurang umum digunakan sebagai alternatif terapi medis. Biasanya, ini disediakan
untuk pasien dengan goiter multinodular beracun yang besar atau adenoma toksin
soliter. Penyakit Graves saat ini biasanya diobati dengan obat tiroid atau radioiodin.
Pertimbangan anestesi
Praoperasi
sampai pasien diberikan secara klinis dan kimia eutiroid dengan perawatan medis.
Penilaian pra operasi harus mencakup tes fungsi tiroid normal, dan detak jantung
pilihan yang baik untuk obat penenang pra operasi. obat antitiroid dan antagonis b-
adrenergik terus berlanjut sampai pagi hari operasi. Pemberian propylthiouracil dan
methimazole sangat penting karena efektifitas kerja yang cepat. Jika operasi darurat
15
harus dilanjutkan, sirkulasi hiperdinamik dapat dikendalikan dengan titrasi infus
esmolol.
Intra operatif
Fungsi kardiovaskular dan suhu tubuh harus dipantau secara ketat pada pasien
dengan riwayat hipertiroid. Mata pasien harus terlindungi dengan baik, karena
kepala meja operasi dapat diangkat 15-20 oC untuk membantu drainase vena dan
mengurangi kehilangan darah, walaupun hal itu meningkatkan risiko emboli udara
vena. ketamin, pancuronium, agonis adrenergik tidak langsung, dan obat lain yang
peningkatan dengan tekanan darah dan detak jantung. thiopental mungkin merupakan
agen induksi pilihan karena memiliki aktivitas antitiroid dalam dosis tinggi. Pasien
hipertiroid dapat mengalami hipovolemik kronis dan vasodilatasi dan rentan terhadap
yang adekuat harus diatasi, jadi perlu dilakukan stimulasi bedah atau bedah untuk
Pasca operasi
kesadaran yang berubah (misalnya agitasi, delirium, koma), dan hipotensi. onset
biasanya 6-24 jam setelah operasi tetapi dapat terjadi secara intraoperatif, menirukan
16
hipertermia berat. Tidak seperti hipertermia berat, badai tiroid tidak terkait dengan
kekakuan otot, peningkatan kreatin kinase, atau tingkat metabolik (laktat) dan asidosis
esmolol atau propranolol intravena (penambahan 0,5 mg sampai detak jantung < 100
x / menit), propiltiourasil (250-500 mg setiap 6 jam secara oral atau dengan tabung
nasogastrik) diikuti oleh natrium iodida (1 g intravena lebih dari 12 jam), dan koreksi
aphonia dan stridor (bilateral). Fungsi pita suara dapat dievaluasi dengan laringoskopi
segera setelah ekstubasi dalam, namun ini jarang diperlukan. Kegagalan satu atau
kedua tali untuk bergerak mungkin memerlukan intubasi dan eksplorasi luka.
pada leher bisa membuat intubasi menjadi sulit. Pengobatan segera termasuk
membuka luka leher dan mengevakuasi gumpalan darah, kemudian menilai kembali
akan menyebabkan hypocalsemia akut dalam 12-72 jam (lihat bagian manifestasi
17
1.2.2 Hipotiroidisme
Manifestasi Klinis
ditandai dengan keterbelakangan fisik dan mental. manifestasi klinis Pada orang
dewasa biasanya halus dan termasuk penambahan berat badan, intoleransi dingin,
kelelahan otot, kelesuan, konstipasi, refleks hipoaktif, ekspresi wajah kusam, dan
depresi. Hipoksiroidisme subklinis biasanya terjadi pada pasien lanjut usia dengan
penyakit parah. Detak jantung, kontraktilitas miokard, volume stroke, dan penurunan
Efusi pleura, abdomen, dan perikardial sering terjadi. Diagnosis hipotiroidisme dapat
penyakit sekunder dengan elevasi TSH. Pengobatan hipotiroidisme terdiri dari terapi
penggantian oral dengan pemberian hormon tiroid, yang membutuhkan beberapa hari
antidiuretik yang tidak tepat), dan gagal jantung kongestif. Hal ini biasa dilakukan pada
pasien lanjut usia dan dapat diendapkan oleh infeksi, pembedahan, atau trauma.
Myxedema coma adalah penyakit yang mengancam jiwa yang telah berhasil diobati
natrium levothyroxine pada pasien tanpa penyakit jantung) diikuti dengan infus
18
pemeliharaan (misalnya 50 mg levothyroxine per hari). EKG harus dipantau selama
terapi untuk mendeteksi iskemia miokard atau aritmia. Penggantian steroid (misalnya,
hidrokortison, 100 mg intravena setiap 8 jam) diberikan secara rutin jika terjadi
Pertimbangan anestetik
Praoperasi
Pasien dengan hipotiroidisme berat yang tidak dikoreksi (T4 <1 mg / dL) atau
koma myxedema tidak boleh menjalani operasi elektif dan harus diobati dengan
untuk operasi. Faktanya, pasien hipotiroid dengan penyakit arteri koroner simtomatik
dapat mendapat manfaat dari penundaan terapi tiroid sampai operasi bypass arteri
koroner.
operasi dan sangat rentan terhadap depresi pernapasan akibat obat. Dalam
menurun. Pasien yang telah diberikan eutiroid mungkin menerima dosis tiroid
pengobatan mereka yang biasa pada pagi hari operasi, harus diingat. Namun,
persiapan yang paling umum digunakan memiliki umur panjang (I02 dari T4 adalah
sekitar 8 hari).
19
Intra operatif
Pasien hipotiroid lebih rentan terhadap efek hipotensi dari agen anestesi karena
curah jantungnya yang berkurang, refleks baroreceptor yang tumpul, dan penurunan
volume intravaskular. Untuk alasan ini, ketamin sering direkomendasikan untuk induksi
intubasi karena lidah yang besar, dan hipotermia dari tingkat metabolisme basal yang
rendah.
Pasca operasi
Pemulihan dari anestesi umum dapat ditunda pada pasien hipotiroid dengan
hipotermia, depresi pernafasan, atau biotransformasi obat yang melambat. Pasien ini
1.2.3 Paratiroid
menurunkan serum fosfat dengan meningkatkan eksresi ginjal. Efek hormon paratiroid
pada tingkat serum kalsium diimbangi pada hewan yang lebih rendah dengan
20
kalsitonin, hormon yang dikaruniai sel-sel C parafolikular di tiroid, namun efek
penurunan kalsium fisiologis untuk kalsitonin belum pernah ditunjukkan pada manusia.
Dari total kalsium tubuh, 99% berada di dalam kerangka. Dari kalsium dalam darah,
40% terikat pada protein dan 60% terionisasi atau dikomplekskan dengan ion organik.
Fisiologis ionisasi tak terikat secara fisiologis lebih penting dari keduanya.
1.2.4 Hiperparatiroidisme
Manifestasi Klinis
terhadap hipokalsemia yang disebabkan oleh penyakit seperti gagal ginjal atau
hormon paratiroid oleh tumor langka di luar kelenjar paratiroid. Peptida yang
21
imobilisasi berkepanjangan. Pengobatan hiperparatiroidisme tergantung pada
22
Pertimbangan anestetik
menghindari hipotensi selama induksi. Hidrasi dengan garam normal dan diuresis
dengan furosemid biasanya menurunkan kadar kalsium serum ke tingkat yang dapat
diterima (<14 mg / dL, 7 mEq / L, atau 3,5 mmol / L). Jarang, terapi yang lebih agresif
kalsitonin, atau dialisis mungkin diperlukan saat hipoventilasi intravena harus dihindari,
pasien dengan kelemahan otot yang sudah ada sebelumnya yang disebabkan oleh
1.2.5 Hipoparatiroid
Manifestasi Klinis
dL), namun kalsium terionisasi, entitas aktif, tidak berubah. Saraf mudah tersendat
(kedutan otot-otot wajah yang menyakitkan setelah mengetuk saraf wajah) atau tanda
23
Trousseau (spasme carpopedal mengikuti inflasi touniquet di atas tekanan darah
sistolik selama 3 menit). Tanda-tanda ini juga kadang-kadang ada pada orang yang
Pertimbangan anestetik
24
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
iv