Anemia Pada Kehamila Jadi
Anemia Pada Kehamila Jadi
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019/2020
Anemia pada Kehamilan
Anemia adalah salah satu kelainan paling sering selama kehamilan. Di negara
berkembang anemia pada kehamilan menjadi penyebab yang serius tingginya angka
kematian ibu dan bayi. Menurut United Nation declaration 1997, anemia adalah
masalah kesehatan masyarakat utama yangmana diperkirakan di seluruh dunia
tedapat dua milyar orang dengan anemia atau kekurangan zat besi..
Definisi anemia secara fungsional adalah penurunan jumlah masa eritrosit (red
cells mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity)
Menurut CDC :
Trisemester I dan III Hb < 11
Trisemester II Hb < 10.5
Etiologi Umum
b. Hemoglobin 10 gm%
d. PCV 30%
adapun kasus anemia dalam kehamilan menurut Cunningham yakni sebagai
berukut :
Kelainan
Acquired
a. Hb turun
b. Anemia mikrositik mikrokromik MCV < 80 fl , MCHC < 31 %
c. Serum iron turun <50 mg/dl
d. Ferritin turun TIBC naik <20 mg/dl
e. Transferin naik
4) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai
a. Kadar Hb dan Indeks eritrosit, pemeriksaan apusan darah tepi makin berat
derajat anemia maka semakin semakin besar derajat hipokromia dan
mikrositosis.
b. Konsentrasi besi serum menurun pada ADB dan TIBC (total iron binding
capacity). ADB : kadar serum < 50 μg/dl , TIBC meningkat > 350 μg/dl , dan
saturasi transferrin <16 % atau <18%
c. Ferritin serum merupakan indicator cadangan besi yang sangat baik, kecuali saat
inflamasi dan keganasan tertentu. Pada ADB ferritin serum : < 20 μg/dl untuk
daerah tropic.
d. Protoporfirin (senyawa yang terlibat dalam sintesis heme) ketika defisiensi besi
maka sitesis heme terganggu sehingga terjadi penumpukan protoporfirin pada
eritrosit . ADB : protoporfirin > 100 mg/dl
e. Peningkatan kadar transferrin dalam serum akan meningkat saat ADB > 1.5
sedangkan jika anemia akibat penyakit kronik <1.5 (Sudoyo, 2009)
5) Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis ADB harus dilakukan anamesis dan pemeriksaan fisik,
ada 3 tahap diagnosis
a. Menentukan kadar Hb/hematokrit = < 30%
b. Menentukan cut off point kriteria yang dipilih , pilih kriteria untuk ibu
hamil.
c. Menetukan penyebab penyakit
6) Terapi
a. Terapi iron trial -> diagnostic dan terapi dilakukan 2-3 minggu untuk
meningkatkan Hb sampai ADB, jika ferritinin serum < 30 maka segera
diterapi
b. Terapi besi oral : Ferrous Sulfat (sulfas ferosus) 3 x 200 mg Diberikan 3-
6 bulan ada juga yang menganjurkan 12 bulan setalah normal dosis
pemeliharaan bisa 100 atau 200 mg
c. Alternative : iron dextran complex (50 mg besi /ml) , iron
sorbitol citric acid complex , iron ferric gluconate dan iron sucrose yang
dapat dihitung dengan dosis rumus :
(Sudoyo, 2009)
7) Prognosis :
Prognosis baik bila penyebab anemia hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebab serta kemudian penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan diantaranya diagnosis salah, dosis obat tidak adekuat, preparat Fe tidak
tepat dan kadaluarsa, perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak
tampak berlangsung menetap, penyakit yang mempengaruhi absorbsi dan pemakaian
besi , gangguan absorbsi.
8) Pencegahan
a. Pendidikan kesehatan baik lingkungan tentng pemakaian jamban dan
penyuluhan gizi
b. Pemberantasan infeksi cacing tambang (sumber perdarahan kromik)
c. Supplement besi (dengan memberikan profilaksis pada kalangan yang rentan)
d. Portifikasi bahan makanan dengan besi.
4) Pemeriksaan penunjang
a. Dengan menghitung CBC (Complate Blood Count) untuk Hb dan
hematokrit
b. Menghitung MCV (Mean Corpuscular Volume) ukuran atau volume rata-rata
sel darah merah pada tubuh
c. Menghitung retikulosit
d. Screening lab untu DIC berupa PT (protombin time), activated partial
thromboplastin time, fibrinogen, platelets ,
e. Test lain yang dapat dilakukan : iron studies, folat dan B12 levels, lead
level, Bleeding test , aspirasi sumsum tulang, coomb test
f. Imaging : ultrasound (untuk mendiagnosa intra abdominal) , Chest X
ray untuk thorax , CT untuk GI , dll
5) Diagnosis
Diagnosis acute posthemorrhagic anemia (APHA) Mudah untuk dikenali saat
internal bleeding episodes— setelah traumata cedera—akan segera terlihat.
Dapat mepertimbangkan : supplementary history dan hasil pemeriksaaan
(sonogram or an endoscopy) (Long, 2012)
6) Terapi:
tranfusi segera untuk memulihkan dan mempertahankan perfusi ke organ vital.
Namun pada wanita yang mengalami anemia sedang ditandai dengan hemoglobin
> 7g/ dl, kondisi stabil, dapat berobat jalan tanpa menampakkan keluhan dan
tidak demam cukup terapi besi selama 3 bulan lebih baik dibanding tranfusi
darah. (Cunningham, 2014)
adapun 2 jalur utama yang dapat ditempuh ketika keadaan emergency dalam
waktu yang lama :
(1) fluorocarbon synthetic chemicals yang mengikat oxygen
(2) dimodifikasi secara artifisial hemoglobins, seperti hemoglobin-based oxygen
carriers (HBOC). Pada stage II–III (Long, 2012)
4. Anemia megaloblastik
Adalah penyakit darah yang ditandai oleh kelainan darah dan sumsum tulang
akibat gangguan sintesis DNA yang ditandai oleh sel megaloblastik. Adapun klasifikasi
anemia megaloblastik :
a. Defisiensi kobalamin
Ditandai dengan kegagalan menyerap vitamin B12 akibat kekurangna faktor
intrinsik dan biasanya muncul pada wanita dengan usia > 40 tahun.
Causa lain adalah penyakit crohn, reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri
berlebih di usus halus, kadar vitamin B12 diukur dengan radio immunoassa
1) Etiologi
Defisiensi vitamin B12 dan folic acid adalah penyebab dari anemia
megaloblastik. Asam folat yang ada di makanan seperti sayuran, buah, dan daging.
Pada orang dewasa asam folat membutuhkan 50 – 100 μg dan 400 – 600 μg untuk
wanita hamil. Asam folat di serap dalam jejenum , tubuh menyimpani sekitar 5 mg
dalam liver yang cukup untuk 3-4 bulan.
Penyediaan cobalamin/ B12 terdapat di daging, ikan, telur, sedangkan untuk
sayuran hanya mengandung sedikit/rendah B12. B12 pertama akan berikatan di
duodenum dan jejenum untuk pembentukan faktor intrinsic oleh lambung yang akan
diserap di terminal ileum. Tubuh akan menyimpan 2-3 mg vitamin B12 dalam liver
untuk 2-4 tahun. (Hariz A, 2019)
kasus jarang mengenai megaloblasic anemia karena masalah bawaan :
a. Thiamine-responsive megaloblastic anemia syndrome : penyakit resesif
autosomal yang ditandai dengan anemia megaloblastic yang terkait dengan
tuli dan diabetes militus.
b. Defisiensi faktor intrinsic yang diwariskan atau reseptor usus: sindrom
imerslund-grasbeck
c. Beberapa bayi mempunya malabsorbsi folat bawaan
2) Patofisiologi
Anemia adalah eritropoisis sekunder inactive karena apoptsis intramedullary dari
precursor sel hematopoitik yang dihasilkan dari kesalahan sintesis DNA. Kekurangan
vit B12 dan asam folat dapat menyebabkan sintesis DNA rusak kemudia nucleus
(dengan kerusakan DNA) dan sitoplasma (dimana sintesis haemoglobin tidak berubah)
tidak matang secara bersamaan. (Hariz A, 2019)
3) Gejala klinis
Gejala dapat bervariasi tergantung dari kausa megaloblasticnya:
a. Defisiensi Kobalamin
Umunya penderita akan anemia, lemah, nyeri kepala, vertigo, tinitus (telinga
berdenging), palpitasi, angina (nyeri dada), dan keluhan yang berkaitan dengan
kegagalan jantung kongesif. (pucat, kulit sedikit kuning, peningkatan kadar bilirubin,
nadi denyutnya cepat, jantung mungkin membesar)
Pada gastrointestinal bisa timbul nyeri lidah, papil lidah tampak halus,
kemerahan, anorexia dengan turunnya berat badan, kemungkinan bersama diare.
Manifestasi gangguan neurologis adalah perubahan patologi demyelinasi, diikuti
degenerasi aksonal, mati rasa, parestesia pada ekstrimitas, kelemahan, ataksia.
Defisiensi kobalamin dapat disebabkan :
a) Anemia pernisiosa (tidak adanya faktor intrinsic dan adanya atrofi dari
mukosa maupun destruksi autoimun sel parietal tapi di asia jarang terjadi)
b) Gastrektomi (merusak mukosa lambung yang luas -> anemia
megaloblastik)
c) Abnormalitas ileum (mengganggu absorbsi)
d) Nitrit oxide (dapat menghancurkan kobalamin)
Defisiensi Asam Folat Umunya pasien menderita diare , cheilosis (bercak merah
dan bengkak pada mulut) dan glossitis (Sudoyo, 2009)
4) Diagnosis
Diagnosis defisiensi asam folat : hiperpigmentasi neutrofil, eritosit menjadi makrositik,
pada apusan darah, kadang muncul eritrosit berinti di darah tepi.
5) Pemeriksaan penunjang
Dalam menegakan diagnosis perlu melakukan beberapa pemeriksaan
penunjang:
a. Pemeriksaan laboratorium darah melupiti (haemoglobin, hematokrit,
retikulosit, lekosit, trombosit, hitung jenis, laju endap darah, serum vit.12,
serum folat, folat eritrosit, MCV)
b. Pemeriksaan apusan darah perifer: makrositosis MCV > 100 fl (ada
kemungkinan anemia megaloblastik ), bila MCV > 110 fl (condong mengidap
megaloblastik anemia) ada gambaran anisositosis dan poikilositosis, bersamaan
dengan makroovalositosis dan poikilositosis bersamaan dengan
makroovalositosis atau haemoglobinasi penuh. Adanya bintik basophilic .
Leukosit : adanya netrofil berintin dengan segmen 5-6 dan dikenal dengan
istilah hipersegmen.
c. Ciri anemia megaloblastik adalah eritropoiesis yang tidak efektif.
6) Terapi
a. Defisiensi kobalamin
Parenteral : kobalamin 100 μg i.m tiap minggu sampai 8 minggu dilanjut
100 μg i.m per bulan.
Per oral : 2 mg per hari
Pada lansia diatas 65 tahun risiko meningkat lebih pada defisiensi
kobalamin ahli menyarankan ditambah kristalin kobalamin oral 0.1 mg
per hari
b. Defisiensi folat
Terapi: terapi mencakup asam folat, makanan bergizi dan zat besi.
Bahkan 1 mg asam folat peroral setiap hari yang diberikan menimbulkan
respon hematologis yang nyata.
Dosis pengganti folat 1 mg per hari oral – 5 mg perhari oral
Pencegahan: makan makanan yang mengandung cukup asam folat ,
asupan asam folat ditingkatkan pada kehamamilan multijanin
7) Prognosis
Prognosis anemia megaloblastik tergantung pada etiologi dan penatalaksanaan yang
diberikan. Komplikasi anemia megaloblastik dapat berupa gangguan neuologis,
infertilitas, kanker lambung, neural tube defect, dan penyakit kadiovaskular. Pada
pasien anemia megaloblastik akibat defesiensi vitamin B12 yang berat, dapat terjadi
hipokalemia yang menyebabkan kematian mendadak. Pasien yang mengalami anemia
megaloblastik akibat defek kongenital akan memerlukan suplementasi seumur hidup,
sehingga kualitas hidup bisa menurun.
5. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
b. Thalassemia beta
Terapi: transfusi bila terjadi perdarahan, pemberian besi dan asam folat
profilatik masing masing 60 mg dan 1 mg setiap hari.
Hemoglobin SC
- Gejala: selama hamil dan nifas, serangan serangan nyeri tulang hebat dan infark
paru serta embolisais menjadi lebih sering.
- Penatalaksanaan: memerlukan pengawasan ketat dan evaluasi cermat terhadap
semua gejala, temua fisik
Pelahiran
- Persalinan pada wanita pengidap penyakit hemoglobin SS harus ditangani dengan
carayang sama seperti wanita penyakit jantung
- Analgesi epiduraal cocok untuk persalinan dan disedidakan darah yang cocok.
- Apabila akan dilakukan pelahiran pervaginam atau seccio secaria dan hematokrit
kurang dari 20%, maka konsentrasi hemoglobin harus ditingkatkan dengan
trasnfusi packed red cell. Pada saat yang sama , kelebihan beban sirkulasi harus
dicegah agar tidak derjadi keggagalan ventrikel atau edema paru.
Transfusi darah profilaktik
- Pada sejumlah keadaan, trnsfusi profilsktik mengurangi morbiditas pada sindrom
sel sabit.
- Transfusi untuk mencegah strok pada anak.
- Insiden nyeri akibat krisis sel sabit menurun secara bermakna setelah dilakukan
transfusi profilaktik, tetapi tidak ditemukan perbedaan pada perinatal.
penyulit
- bahaya transfusi berulang bukannya tidak signifikan, dan transfusi dapat
menimbulkan morbiditas bermakna.
- Hepatitis dan isoimunisasi sel darah merah merupakan masalah besar.
terapi eksperimental
- meningkatnya produksi hemoglobin S mungkin membahayakan bagi pasien
dengan anemia selsabit karena kekentalan darah meningkat seiring dengan
peningkatan hematokrit.
- Regimen kombinasi hidroksiurea dan 5-azasitidin serta eritropoietin rekombinan
dan hidroksiurea meningkatkan produksi hemoglobin janin disertai penurunan
sel sabit .
- Hidroksiurea mengurangi perlekatan eritrosit sabit ke endotel.
- Suatu terapi yang menjanjikan untuk anemia sel sabit adlah transplantasi s
- sum sum tulang
- diagnosis pranatal penyakit sel sabit memungkinkan kita melakukan terpi sel
induk (stem cell)
- Pada 12 penelitian, raata rata 25% pasien sel sabit yang secara kronis mendapat
transfusi mengalami isoimunisasi.
3. Hemoglobinopati lain
a. Hemoglobin C dan talasemia-β-C
- Terbentuk dari substansi tunggal asam glutamat oleh lisin diposisi 6 rantai
β.
- Merupakan keterkaitan yang relatif jinak
- Diagnosis: derajat anemia biasanya ringan sampai sedang, dan rata rata
hematokrit pada trimester ketiga adalah 27%.
- Terapi: suplementasi dengan asam folat dan besi, kecuali apabila
mendapat transfusi darah , kemungkinan besar terbukti manfaatnya.
- Hemoglobin E
- Terbentuk dari substansi tunggal lisin rantai β untuk asam glutamat di kodon 26.
Hemoglobin ini sangat rentan dengan stres oksidatif yang relatif tinggi di asia.
Cunningham, L. B. (2014). Williams Obstetric 24th Edition. New York: Mc Graw Hill
Education.
indah Oktaviani, L. M. (2016). Profil Hemoglobin pada Ibu Hamil dilihat dari beberapa Faktor
Pendukung. Jurnal Ilmuah Bidan, 22 - 30.
Leveno, B. S. (2014). Williams Obstetrics Edisi 24. New York: Mc Graw Hill.
Long, F. K. (2012). Harrison's Principles of Internal Medicine Edisi 18. New York: Mc Graw Hill
medical.
Philip N Baker, L. C. (2011). Obstetric by Ten Teachers Edisi 19. London: Hodder Arnold .