MAKALAH
SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu aspek Islam, sebagai perwujudan dari Ihsan, yang
berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan
Tuhan-Nya. Dalam dunia tasawuf, seseorang yang ingin bertemu dengan-Nya, harus
melakukan perjalanan dan menghilangkan sesuatu yang menghalangi antara dirinya
dan Tuhan-Nya. Dalam tasawuf sikap ini di sebut tawadu'. Dalam agama Islam orang
yang pertama kali memperkenalkan sifat tawadu' adalah Nabi Muhammad SAW.
Dengan ketinggian akhlak beliau, maka mula-mula para sahabat mencontoh perilaku
serta sifat-sifat beliau yang salah satu sifatnya adalah sifat tawadu'. Dalam dunia sufi
pun sifat tawadu' adalah salah satu cara untuk membersihkan jiwa. Karena lawan dari
sombong / tinggi hati adalah tawadu' / rendah hati.
Sikap tawadu' sangat erat kaitannya dengan sifat ikhlas. Rangkuman keikhlasan
seorang hamba ada pada ketawadu'annya. Orang yang bersikap tawadu' berarti
keikhlasan telah bersarang di hatinya. Bedanya ketawadu'an lebih bersifat horizontal.
Tawadu' lebih banyak berhubungan dengan manusia secara sosial, sedangkan ikhlas,
lebih bersifat vertikal, langsung kepada Allah, tawadu' bukan berarti menghinakan
diri.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan sikap tawadu’?
2. Bagaimanakah proses terbentuknya sikap tawadu’?
3. Apakah hikmah dari sikap tawadu’?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mendeskripsikan makna sikap dan sikap tawadu’.
2. Untuk mendeskripsikan proses terbentuknya sikap tawadu’.
3. Untuk mendeskripsikan hikmah dari sikap tawadu’.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Rendah hati dalam konsep dalam konsep Islam disebut tawadu’ secara bahasa,
tawadu’ berasal dari bahasa arab ( ) تواضعyang berarti memperlihatkan. Tawadu’ kata
kerjanya adalah “tawada’a” mengikuti wazan tafaa’alu yang menunjukan arti
memperlihatkan, seperti kata ( ) تباكىyang berarti memperlihatkan menangis meskipun
hakikatnya tidak menagis.
Memperlihatkan rendah sama dengan tidak memperlihatkan tinggi, baik dari sisi
kekayaan, jabatan, kepangkatan, kecantikan dan identitas-identitas ketinggian lainya.
Tawadu’ menurut istilah adalah sebagai berikut:
Tawadu’ merupakan titik tengah diantara dua ujung akhlak yang tidak baik. Ujung
yang satu kurang dan ujung yang satu berlebihan. Kedua ujung tersebut sama-sama
dianggap tidak baik.2
1
Nasiruddin, Akhlak Pendidik (Upaya Untuk Membentuk Kompetensi Spiritual dan Sosial), (Semarang:
CV. Karya Abadi Jaya, 2015), Hlm. 133-134.
2
Nasiruddin, Akhlak Pendidik (Upaya Untuk Membentuk Kompetensi Spiritual dan Sosial), (Semarang:
CV. Karya Abadi Jaya, 2015), Hlm. 136
3
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), Hlm.331.
2
Sikap tawadu’ muncul dari sebuah pengetahuan (ilm) yang dimiliki seseorang
seperti mengetahui bahwa dirinya hanya sebagai seorang hamba Allah yang sangat
lemah. Ia menyadari bahwa segala atribut yang menempel pada dirinya seperti
kekayaan, jabatan dan ilmu yang menjadikan ia di nilai tinggi oleh orang lain adalah
anugerah dari Allah yang diamanahkan kepadanya dan suatu saat dapat pergi.
Mungkin seseorang juga mengetahui kebaikan-kebaikan yang ada pada sikap tawadu’
seperti diberi pahala oleh Allah karena ketawadu’annya. Mungkin juga seseorang
mengetahui ancaman Allah terhadap orang sombong seperti tidak akan masuk surga
bila di hati seseorang ada kesombongan meskipun sedikit. Mungkin juga sesorang
mengetahui bahwa tidak adaa seorangpun yang tidak membutuhkan orang lain. Orang
kaya membutuhkan orang miskin dan orang miskin membutuhkan orang kaya.
Merupakan sunnatullah bahwa Allah melebihkan antara manusia yang satu dengan
yang lain agar bisa saling bekerja sama, seperti dalam firman Allah dalam Q.S al-
Zukhruf: 32
َت ِل َيتَّخِ ذ
ٍ ض د ََرجَا َ ض ُه ْم َف ْو
ٍ ق َب ْع َ َو َر َف ْعنَا َب ْع,شتَ ُه ْم فِى ال َح َيا ِة ال ُد ْن َيا َ نَحْ نُ َق, َس ُم ْونَ َر ْح َمتَ َر ِّبك
َ س ْمنَا َب ْينَ ُه ْم َم ِع ْي ِ اَهُ ْم َي ْق
ُ
. َ َو َر ْح َمة َر ِّبكَ َخ ْي ٌر مِ َّما يَ ْج َمعُ ْون,س ْخ ِريًّا ُ ض ُه ْم بَ ْعضًا ُ بَ ْع
Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami
telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Q.S. al-Zukhruf: 32)
Proses berikutnya adalah bahwa tawadu’ muncul dari sebuah afeksi (ahwal)
yaitu suasana hati seperti senang, takut, benci, tertarik, dan lain sebagainya. Orang
yang tawadu’ setelah membaca atau mendengarkan penjelasan tentang janji-janji
Allah, kemudian membuat suasana hatinya menjadi senang terhadap janji-janji itu.
Boleh jadi orang yang tawadu’ muncul suasana hati yang takut setelah mengetahui
ancaman-ancaman Allah terhadap orang yang sombong. Mungkin juga orang yang
tawadu’ memiliki perasaan malu dengan Allah, karena tidak pantas seorang hamba
menyombongkan diri, merasa besar dan meremehkan orang lain sementara dirinya
sendiri di hadapan Allah tidak ada apa-apanya dan hanya seorang hamba.
Proses selanjutnya setelah muncul suasana hati seperti senang dan takut
kemungkinan besar seseorang akan mangamalkan sikap tawadu’ tersebut. Ia tidak
akan menonjolkan atribut-atribut ketinggian yang dapat mengecilkan atau
meremehkan orang lain. Seorang majikan tidak akan meremehkan karyawan, guru
tidak meremehkan murid, kyai tidak meremehkan santri, pejabat tidak meremehkan
rakyat dan seterusnya.4
4
Nasiruddin, Akhlak Pendidik (Upaya Untuk Membentuk Kompetensi Spiritual dan Sosial), (Semarang:
CV. Karya Abadi Jaya, 2015), Hlm. 139-141.
3
C. hikmah Sikap Tawadlu
Setiap akhlak yang baik pasti di dalamnya ada kebaikan yang dapat di ambil
oleh penyandang akhlak tersebut. Adapun kebaikan tawadu' adalah:
Dari Abu Hurairah, Bahwasa Allah s.a.w. bersabda: “Harta tidak akan
berkurang kerana sedekah, dan tidaklah Allah menambahkan bagi seorang
hamba kerena sikap memberi maaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seorang
merendahkan diri kerena Allah melaikan Allah mengangkatkan derajatnya”
(H.R. Muslim).6
5
M Ashaf Shaleh, Takwa, (Jakarta: Erlangga, 2013), Hlm. 1.
6
Nasiruddin, Akhlak Pendidik (Upaya Untuk Membentuk Kompetensi Spiritual dan Sosial), (Semarang:
CV. Karya Abadi Jaya, 2015), Hlm. 146-147.
4
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Rendah hati dalam konsep dalam konsep Islam disebut tawadu’, tawadu’ dapat
diartikan sebagai sikap memperlihatkan kerendahan terhadap Allah, Rasulnya dan
sesama orang mukmin, meskipun sebenarnya ia orang yang kuat dihadapan sesama
mukmin.
Proses ikap tawadu’ muncul dari sebuah pengetahuan (ilm) yang dimiliki
seseorang seperti mengetahui bahwa dirinya hanya sebagai seorang hamba Allah yang
sangat lemah, Proses berikutnya adalah bahwa tawadu’ muncul dari sebuah afeksi
(ahwal) yaitu suasana hati seperti senang, takut, benci, tertarik, dan lain sebagainya.
Orang yang tawadu’ setelah membaca atau mendengarkan penjelasan tentang janji-
janji Allah, setelah muncul suasana hati seperti senang dan takut kemungkinan besar
seseorang akan mangamalkan sikap tawadu’ tersebut. Ia tidak akan menonjolkan
atribut-atribut ketinggian yang dapat mengecilkan atau meremehkan orang lain.
Dari sikap tawadu, akan menimbulkan kebaikan yang akan didapat dari sikap
tawadu itu sendiri yaitu: Allah SWT akan mengangkat kedudukanya, akan diangkat
derajatnya oleh Allah, merupakan salah satu jalan yang akan menghantarkan pada
surga.
5
Daftar Pustaka
Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2011. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta: Amzah.
Nasiruddin. 2015. Akhlak Pendidik. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya.
Shaleh, M Ashaf. 2013. Takwa. Jakarta: Erlangga.