Anda di halaman 1dari 6

Pemeriksaan Lab dan Diagnostik Pada Klien Chronic Kidney Disease

Nurma Rizqiana, 1506690164, KD VI Kelas A, HG 4

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit dengan kelainan


progresif yang bersifat irreversible dan dapat menurunkan fungsi ginjal (Smeltzer
et al, 2010). Dimana fungsi ginjal antara lain ialah untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, mengatur keseimbangan asam basa,
menghasilkan beberapa hormon seperti hormon renin yang akan aktif apabila
perfusi ke ginjal tidak adekuat, menghasilkan pula hormon eritropoetin yang
merangsang produksi sel darah merah, dan ekskresi sisa metabolisme seperti urea,
asam urat, dan kreatinin (Martini & Nath, 2012). Pada CKD, fungsi tersebut akan
terganggu sebagian atau seluruhnya. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan lab
dan diagnostik pada klien dengan CKD untuk melihat kondisi klien secara lebih
komprehensif.
Pemeriksaan lab pada klien dengan CKD dilakukan dengan pengambilan
sampel darah dan urin. Pada pengambilan sampel darah komponen yang diperiksa
terdiri dari BUN, Cr, GFR, CBC, ABGs, elektrolit, protein terutama albumin, dan
osmolalitas serum (Doenges, Moorhouse, & Mur, 2010). Sementara, untuk
pengambilan sampel urin ialah untuk melihat karakteristik urin, proteinuria, Cr
Protein, osmolalitas urin, dan Cr clearance (Doenges, Moorhouse, & Mur, 2010).
BUN atau Blood Urea Nitrogen ialah sisa metabolisme protein di hati dan
sebagai salah satu komponen penting yang perlu diperiksa untuk menilai fungsi
ginjal. Nilai normal dari BUN ialah 10-20mg/dL. Namun, pada klien CKD nilai
BUN dapat meningkat hingga lebih dari 200mg/dL (Ignatvicius & Workman,
2013). Walaupun demikian, peningkatan BUN juga dipengaruhi oleh katabolisme
protein, perfusi ginjal, dan intake protein. Pada kondisi normal, urea yang
merupakan sisa metabolisme protein yang berasal dari amonia dapat di
ekskresikan melalui urin. Namun, adanya penurunan laju filtrasi glomerulus pada
klien CKD mengakibatkan urea terakumulasi di dalam darah dan gagal di
ekskresikan (White, Dumcan, & Baumle, 2013). Kondisi ini disebut azotemia
yang seiring waktu apabila tidak ada perbaikan pada ginjal maka akan terjadi
uremia dan membuat klien merasa lelah, mual, muntah, hingga koma (Porth &
Matfin, 2009).
Cr atau Creatinin juga dinilai sebagai indikator untuk fungsi ginjal seperti
BUN. Cr berasal dari sisa metabolisme protein di otot. Nilai normal Cr pada laki-
laki yaitu 0,6-1,2 mg/dL sementara pada perempuan 0,5-1,1 mg/dL (Ignatvicius &
Workman, 2013). Tingkat ekskresi Cr bergantung dari masa otot, aktivitas fisik,
dan diet. Namun, pada klien CKD dapat terjadi peningkatan Cr akibat penurunan
fungsi ginjal yang membuat Cr gagal diekskresikan (Porth & Matfin, 2009).
Pemeriksaan lab selanjutnya ialah GFR (Glomerular Filatration Rate) atau
laju filtrasi glomerulus. Pengkajian GFR dipengaruhi oleh Cr serum, usia, jenis
kelamin, ras, dan ukuran tubuh. Pada praktik klinis, penilaian nilai GFR
diperkirakan menggunakan kosentrasi Cr clearance yang didapat melalui
persamaan Cockcroft-Gault:

Nilai normal GFR menurut Doenges, Moorhouse, & Mur (2010) ialah 90 mL/min.
Namun, menurut Porth & Matfin (2009) nilai normal GFR berkisar antara 120-
130 mL/min/1,73mL/m2. Nilai dari GFR juga dapat menentukan stage dari CKD:
Pemeriksaan lab selanjutnya yang menggunakan sampel darah adalah
CBC (Complete Blood Count). CBC mencakup perhitungan Hb, Ht, jumlah sel
darah merah, jumlah trombosit, dan sel darah putih (Doenges, Moorhouse, & Mur,
2010). Pemeriksaan CBC sangat penting untuk dilakukan karena penderita CKD
dapat menderita anemia terutama pada penderita yang sudah mencapai stage 5
(Porth & Matfin, 2009). Anemia pada CKD ditandai dengan penurunan kadar Hb
dibawah normal dimana nilai normal Hb pada wanita ialah 12-16 g/dL, sementara
pada laki-laki 14-18 g/dL (Ignatvicius & Workman, 2013). Anemia yang terjadi
pada CKD diakibatkan oleh penurunan sintesis hormon eritropoitein di ginjal.
Pemeriksaan lab selanjutnya ialah ABGs (Arterial Blood Gases) untuk
mengetahui pH, PaO2, PaCO2, dan bikarbonat di dalam arteri. pH normal ialah
7,35-7,45; PaO2 normal ialah 80-100 mmHg; PaCO2 nilai normlanya 35-45
mmHg. Pada klien dengan CKD, pH arterinya akan menjadi asidosis metabolik
(dibawah 7,35) akibat ginjal yang kehilangan kemampuan untuk ekskresi
hidrogen dan amonia dan terdapat penurunan nilai pada PCO2 dan Bikarbonat
(Doenges, Moorhouse, & Mur, 2010).
Pemeriksaan lab selanjutnya ialah pemeriksaan elektrolit. Terdapat 4
elektrolit yang penting untuk diperiksa pada klien CKD yaitu sodium, potasium,
phospat, dan kalsium (Doenges, Moorhouse, & Mur, 2010). Sodium dapat
merepresentasikan status hidrasi klien. Nilai normal sodium ialah 135-145 mEq/L
(Doenges, Moorhouse, & Mur, 2010). Klien dengan CKD akan mengalami
peningkatan sodium yang berlebihan akibat sulitnya ginjal dalam mengatur
ekskresi sodium (Porth & Matfin, 2009). Elektrolit selanjutnya yaitu potassium
memiliki nilai normal adalah 3,5-5 mEq/L. Kondisi CKD akan membuat
potassium tidak dapat di ekskresikan sehingga akan terjadi hiperkalemia yang
dapat mengakibatkan penurunan kontraktilitas jantung (Porth & Matfin, 2009).
Elektrolit selanjutnya ialah phospat yang memiliki nilai normal 3-4,5
mEq/L dan kalsium yang memiliki nilai normal 9-10,5 mg/dL (Ignatvicius &
Workman, 2013). Pada klien dengan CKD sangat memungkinan terjadi gangguan
tulang karena terdapat gangguan pada phospat dan kalsium. Ekskresi serum
phospat terganggu sehingga terjadi kenaikan sementara, serum kalsium
mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan phospat dan kalsium bersifat
antagonis (Porth & Matfin, 2009). Penurunan serum kalsium merangsang
pelepasan hormon paratiroid (PTH) yang berfungsi untuk melepaskan kalsium
dari tulang dan menyeimbangkan kadar kalsium serum. Namun, hal ini akan
berdampak pada kekuatan tulang itu sendiri. Peningkatan hormon PTH juga
berkaitan dengan gagalnya ginjal dalam mengaktifkan vitamin D menjadi bentuk
aktif (kalsitirol) padahal, kalsitirol dapat berfungsi sebagai supresi dari hormon
PTH (Porth & Matfin, 2009)
Pemeriksaan lab selanjutnya ialah protein terutama albumin serum yang
memiliki nilai normal 3,5-5 mg/dL. Pemeriksaan pada albumin dapat
merepresentasikan status nutrisi klien. Umumnya, pada kasus CKD terjadi
penurunan nilai albumin serum karena albumin secara masiv di ekskresikan
melalui urin (Porth & Matfin, 2009). Selain itu, terdapat pula pemeriksaan lab
osmolalitas serum untuk mengukur ekskresi atau reabsorbsi yang dilakukan ginjal
untuk mempertahankan osmolalitasnya. Nilai normalnya ialah 285-295 mOsm/kg.
Klien CKD mengalami peningkatan osmolalitas serum yaitu diatas 295 mOsm/kg
(Porth & Matfin, 2009).
Pemeriksaan lab selanjutnya ialah pemeriksaan lab dengan menggunakan
sampel urin. Pemeriksaan pertama ialah karakteristik urin dengan fokus yang
diperhatikan ialah volume, warna, dan massa jenis (Doenges, Moorhouse, & Mur,
2010). Pada klien dengan CKD umumnya ditemukan volume urin yang kurang
dari 400mL/24 jam (oliguria) hingga anuria (uring kurang dari 100mL/24 jam).
Warna urin yang ditemukan pada klien CKD juga cenderung tidak normal dan
cloudy akibat adanya bakteri, lemak, atau pus (Doenges, Moorhouse, & Mur,
2010). Selain itu, berat jenisnya pun lebih rendah dari normal yaitu kurang dari
1015 dibanding dengan nilai normalnya yaitu 1015-1300. Selanjutnya,
pemeriksaaan lab kedua untuk spesimen urin ialah proteinuria (Doenges,
Moorhouse, & Mur, 2010). Normalnya, protein tidak dapat diekskresikan melalui
urin. Namun, gangguan pada permeabilitas membran pada glomerulus
mengakibatkan protein dapat keluar dan diekskresikan.
Pemeriksaan lab ketiga untuk spesimen urin ialah Cr albumin atau
Creatinin albumin. Hal ini untuk melihat apakah ada protein Creatinin di dalam
urin. Nilai normal Cr albumin ialah 3,5-5g. Pada klien CKD, biasanya ditemukan
Cr albumin dibawah normal karena kegagalan ginjal untuk ekskresi Creatinin
(Doenges, Moorhouse, & Mur, 2010). Pemeriksaan lab keempat untuk spesimen
urin ialah osmolalitas urin. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membandingkan
rasio air dengan zat terlarutnya seperti elektrolit, dan sisa metabolisme lain yang
diekskresikan melalui urin. Nilai normal osmolalitas urin ialah antara 300-900
mOsm/kg. Apabila osmolalitasnya kurang dari 300 mOsm/kg dan perbandingan
rasio antara air dan zat terlarutnya 1:1 mengindikasikan adanya kerusakan tubular
(Doenges, Moorhouse, & Mur, 2010). Selanjutnya, pemeriksaan lab terakhir
untuk spesimen urin ialah Cr clearance yang dapat digunakan sebagai perhitungan
GFR dan pada klien CKD akan mengalami penurunan (Doenges, Moorhouse, &
Mur, 2010).
Pemeriksaan penunjang lain selain pemeriksaan lab ialah pemeriksaan
diagnostik. Pemeriksaan diagnostik pada klien CKD menurut Doenges,
Moorhouse, dan Mur (2010) terdiri dari:
1. CT scan merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan sinar
X-Ray lalu dilihat melalui komputer untuk menghasilkan gambaran ginjal
yang lebih detail. CT scan berfungsi untuk melihat gangguan pada
pembuluh darah ginjal dan adanya massa pada ginjal
2. USG Renal merupakan tindakan yang dilakukan dengan gelombang suara
berfrekuensi tinggi dan divisiualisasikan melalui gambar di komputer.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat apakah ada hiperfiltrasi pada
ginjal, obstruksi pada sistem perkemihan, atau ada massa
3. X-Ray abdomen menunjukkan gambaran tentang ginjal, ureter, dan
kandung kemih. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat ukuran dan
struktur organ
4. VCUG (Voiding Cystourethogram) merupakan pemeriksaan X Ray yang
spesifik dimana pemeriksaannya dilakukan saat kandung kemih terisi dan
saat kosong. Hal ini bertujuan untuk melihat ukuran kandung kemih dan
apakah terjadi retensi akibat obstruktif
5. Renal biopsy tindakan mengambil jaringan untuk dibawa ke laboratorium
agar diidentifikasi. Indikasi dari tindakan ini ialah adanya kerusakan pada
ginjal, ditemukannya proteinuria
6. EKG merekam aktivitas listrik jantung. Pada pasien CKD dapat terjadi
ketidaknormalan akibat gangguan keseimbangan asam basa
Pemeriksaan lab dan diagnostik merupakan dua komponen penting yang
dilakukan untuk mengkaji dan menemukan masalah atau etiologi klien secara
lebih spesifik. Pada pasien dengan CKD, berbagai gangguan dan masalah yang
dialami berkaitan dengan fungsi ginjal. Sementara, fungsi ginjal sangat berkaitan
dengan berbagai komponen tubuh yang dapat diperiksa melalui pemeriksaan lab
dan diagnostik. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui berbagai pemeriksaan
lab dan diagnostik klien CKD agar dapat menentukan intervensi yang tepat sesuai
kebutuhannya.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans:
Guidelines for individualizing client care across the life span 8th edition.
Philadelphia: F. A. Davis Company.
Ignatavicius, D, D., & Workman, M, L. (2013). Medical surgical nursing: Patient
centered collaborative care 7th edition. USA: Elseiver
Martini, F. H., & Nath, J. L. (2012). Fundamentals of anatomy and physiology
9th Edition. San Fransisco: Pearson.
Porth, C, M., & Matfin, G. (2009). Patophysiology: Concepts of altered health
states 8th edition. China: Lippincott Williams & Wilkins
Smeltzer, S.C., Bare, B. G., Hinkle, J, L., & Cheever, K, H. (2010). Brunner &
Suddarth's textbook of medical-surgical nursing 12th edition.
Philladelphia: Lippincots Willian & Wilkins.
White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical surgical nursing: An
integrated approach 13th edition. USA: Delmar

Anda mungkin juga menyukai