Anda di halaman 1dari 72

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMasalah

Skizofrenia adalah sindrom klinis variabel, tetapi sangat

mengganggu, psikopatologi yang melibatkan kognisi, emosi, persepsi,

dan aspek perilaku lainnya, gejala ciri khas skizofrenia adalah psikosis,

seperti megalami pendengaran halusinasi (suara) dan delusi (keyakinan

salah tetap) (Getinet Ayano, 2016).

Skizofrenia adalah salah satu medis yang paling melumpuhkan dan

ekonomis gangguan, peringkat oleh organisasi kesehatan dunia sebagai

salah satu yang teratas sepuluh penyakit yang berkontribusi terhadap

beban penyakit global. skizofrenia salah satu diagnosa medis dari

gangguan jiwa yang paling banyak ditemukan dan merupakan gangguan

jiwa berat. Skizofrenia merupakan suatu sindrom klinis atau proses

penyakit yang mempengaruhi kognisi, persepsi, emosi, perilaku, dan

fungsi sosial, tetapi skizofrenia mempenagruhi setiap individu dengan

cara yang berbeda skizofrenia dapat mengakibatkan kerusakan hidup

pada penderita, keluarga dan komunitas (Sarni & Yati, 2018).

Skizofrenia suatu kelainan kronis dan parah yang mempengaruhi

bagaimana seorang berfikir, merasakan, dan bertindak, penyakit ini bisa

sangat mematikan. Sekitar 7 atau 8 orang dari 1.000 akan mengalami

skizofrenia seumur hidup mereka, penyakit yang disebabkan oleh

pengaruh biopsikososial, termasuk genetik, perinatal, neuroanatomik,

neurokimia dan biologi lainnya kelainan (Sari dkk., 2016).

1
2

Berdasarkan data WHO tahun 2017, jumlah penderita skizofrenia

mencapai 450 juta jiwa di seluruh dunia. Prevelensimasalah kesehatan

jiwa di indonesia sebesar 6,55%. Data dari 33 rumah sakit jiwa (RSJ) di

seluruh indonesia menyebutkan sehingga kini jumlah penderita gangguan

jiwa berat mencapai 2,5 juta orang (Ikawati, Yani dkk, 2015).

Di indonesia pada tahun 2017 adalah 1.728 orang (Riset Kesehatan

Dasar,2017). Orang yang menderita gangguan jiwa tersebut sepertiganya

tinggal di negara berkembang, dan sebanyak 8 dari 10 penderita

gangguan jiwa itu tidak mendapatkan perawatan. Angka penderita

gangguan jiwa di indonesiapun cukup banyak, prevelensi gangguan

mental emosioanal dengan gejala depresi dan kecemasan adalah

sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 400.000 orang,

sebanyak 14,3% di antaranya atau sekitar 57.000 orang pernah atau

sedang di pasung (Sarni & Yati, 2017).

Menurut Mini International Neuropsychiatric Interview (MINI)

prevalensi depresi pada penduduk umur≥ 15 Tahun menurut

kabupaten/kota, provinsi jawa timur tahun 2013-2018 tercatat 54,22% dan

prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk umur ≥ 15 Tahun

menurut kabupaten/kota, provinsi jawa timur tahun 2013-2018 tercatat

7,5%(RISKESDAS, 2018).

Berdasarkan hasil study pendahuluan yang di lakukan pada tanggal

19 bulan maret tahun 2019 peneliti di Puskesmas Maron di dapatkan data

bahwa 119 orang yang mengalami skizofrenia diseluruh desa maron,

berdasarkan tempat di Desa Maron Kidul di dapatkan data sebanyak 20

pasien skizofrenia dan 19 pasien yang memiliki keluarga yang


3

merawatnya untuk perawatan keluarga yang kebutuhan fisiologisnya saja

yang yang terpenuhi seperti keluarga menyiapkan makan dan minum,

memandikan, menggantikan pakaiannya dan mengambilkan obat ke

puskesmas namun untuk berkomunikasi dengan pasien jarang karena

pasien cenderung berbicara sendiri.

SkizofreniaMerupakan gangguan jiwa yang harus ditangani dengan

cermat dan seksama jika tidak penderita akan mengalami kemunduran

fungsi sebagai seorang manusia pada umumnya. Penderita skizofrenia

biasanya mengalami tanda dan gejala yang berbeda-beda, baik itu gejala

negatif maupun gejala positif. Disamping itu skizofrenia memiliki tanda

dan gejala lainnya antara lain:though echo, waham, halusinasi, arus pikir

yang terputus, perilaku katatonik dan adanya suatu perubahan yang

konsisten dan bermakna (Lewis et,al., 2015).

Penyebab skizofrenia belum diketahui dengan pasti namun ada

beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab dari kondisi

skizofrenia. Faktor tersebut adalah faktor biologis, psikologis dan

lingkungan, faktor biologis disebabkan oleh gangguan umpan balik di otak

yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Secara biologis

skizofrenia disebabkan karena adanya kelainan dalam perkembangan

nervous system sebelum dan sesaat setelah lahir. Faktor-faktor yang

mempengaruhi antara lain: 1). Nutrisi, 2). Komplikasi saat melahirkan, 3).

Stress berat, 4). Lahirprematur, 5). Infeksi yang diderita ibu saat hamil

(contoh: influenza, rubella, dan herpes), dan 6). Cedera kepala dan infeksi

yang di derita saat kanak-kanak. Sebagian besar orang yang didiagnosa


4

schizophrenia saat usia dewasa, telah menunjukkan gangguan lain sejak

kecil.

Amelia (2013) mengatakan penderita skizofrenia sering mendapat

stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya

dibandingkan individu yang menderita penyakit medis lainnya. Persepsi

yang salah dari masyarakat akan mempengaruhi sikap penerimaan

keluarga terhadap penderita skizofrenia. keadaan seperti ini akan

menimbulkan beban dan penderitaan bagi keluarga. Keluarga sering kali

mengalami tekanan mental karena gejala yang ditampilkan oleh penderita

dan juga ketidaktahuan keluarga dalam menghadapi gejala tersebut.

Sebagian keluarga penderita menggunakan cara-cara non medis untuk

menangani penderita skizofrenia. Salah satunya adalah dengan

memasung penderita skizofrenia dengan tujuan mempersempit ruang

gerak penderita sehingga penderita skizofrenia tidak bisa berinteraksi

dengan lingkungan sosialnya (Della, 2016).

Kondisi inilah yang akan memunculkan sikap dan emosi yang keliru

dan berdampak negatif pada penderita. Biasanya keluarga menjadi

emosional, kritis, dan bahkan bermusuhan jauh dari sikap hangat yang

dibutuhkan oleh penderita. Sedangkan penderita skizofrenia

membutuhkan penerimaan lingkungan untuk mengurangi risiko

kekambuhan dan menekan munculnya halusinasi serta

waham(Ariananda, 2015).

Hasil analisis data yang ditelitiolehnorhanafiprasetyo 2016

menunjukkan bahwa intervensi NIP dapat meningkatkan kesejahteraan

psikologis keluarga yang merawat anggota keluarga yang mengalami


5

gangguan skizofrenia. Meskipun dalam tahap tindak lanjut ada sedikit

penurunan kesejahteraan psikologis, tapi sikap narimo ing pandum

mereka masih stabil (Noor hanafiprasetyo, 2016).

Berdasarkanuraiandiataspenelititertarikuntukmengetahuitentang“

Pengaruh Komunikasi Efektif Terhadap Peran Keluarga Dalam Perawatan

Pasien Skizofrenia “.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti

merumuskan masalah pada penelitian ini “Pengaruh komunikasi efektif

terhadap peran keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh komunikasi efektif terhadap peran

keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Peran Keluarga Sebelum Di Berikan Komunikasi efektif

2. Mengidentifikasi Peran Keluarga Setelah Di Berikan Komunikasi efektif

3. Menganalisis Pengaruh Komunikasi Efektif Terhadap Peran Keluarga

Dalam Perawatan Pasien Skizofrenia Di Desa Maron Kidul”


6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai sumber data baru yang

bisa digunakan sebagai pemecahan yang ada kaitannya dengan

pengaruh komunikasi efektif terhadap peran keluarga dalam perawatan

pasien skizofrenia. Dan sebagai tambahan pengetahuan dari hasil

penelitian untuk dikembangkan pada penelitian berikutnya.

1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan

Setelah diadakan penelitian ini dapat diketahui adanya pengaruh

komunikasi efektif terhadap peran keluarga dalam perawatan pasien

skizofrenia.

1.4.3 Bagi Lahan Penelitian

Dapat memberikan wawasan dan informasi untuk mengetahui lebih

jauh penerapan pengaruh komunikasi efektif terhadap peran keluarga

dalam perawatan pasien skizofrenia.

1.4.4 Bagi Responden

Responden dapat mengetahui bahwa ada pengaruh komunikasi

efektif terhadap peran keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia

1.4.5 Bagi Peneliti

1. Sebagai proses dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan

tentang pengaruh komunikasi efektif terhadap peran keluarga dalam

perawatan pasien skizofrenia.

2. Merupakan kegiatan belajar untuk menungkan pengetahuan serta

mempratekkan ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan.


7

3. Memperoleh pengalaman dan pengetahuan praktis yang mendukung

pengetahuan teoritis yang di dapat melalui penelitian serta melatih

keterampilan dalam menulis karya ilmiah.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi Efektif

2. 1.1 Pengertian Komunikasi Efektif

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu untuk menghasilkan

perubahan sikap pada orang yang terlihat dalam komunikasi.Tujuan komunikasi

efektif adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan

antara pemberi dan penerima sehingga bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman

dan umpan balik seimbang, dan melatih menggunakan bahasa non verbal

secara baik (M,Taufik Juliane, 2010).

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai komunikasi efektif, antara lain :

a. Menurut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2008:13)

menyebutkan, komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian,

dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan

hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tidakan.

b. Johnson, Sutton dan Harris (2001: 81) menunjukkan cara-cara agar

komunikasi efektif dapat dicapai. Menurut mereka, komunikasi efektif dapat

terjadi melalui atau dengan didukung oleh aktivitas role-playing, diskusi,

aktivitas kelompok kecil dan materi-materi pengajaran yang relevan.

Meskipun penelitian mereka terfokus pada komunikasi efektif untuk proses

belajar-mengajar, hal yang dapat dimengerti di sini adalah bahwa suatu

proses komunikasi membutuhkan aktivitas, cara dan sarana lain agar bisa

berlangsung dan mencapai hasil yang efektif.

8
9

c. Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp (2001) mengatakan bahwa

komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan

(accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dan

komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif terjadi

apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam

pengertian, sikap dan bahasa.

2.1.2 Tujuan Komunikasi Efektif

1. Tujuan dari komunikasi efektif sebenarnya adalah memberikan

kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara

pemberi informasi dan penerima informasi sehingga bahasa yang

digunakan oleh pemberi informasi lebih jelas dan lengkap, serta

dapat dimengerti dan di pahami dengan baik oleh penerima

informasi, atau komunikan.

2. Agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat

seimbang sehingga tidak terjadi menoton. Selain itu komunikasi

efektif dapat melatih penggunaan bahasa non verbal secara baik.

2.1.3 Proses Komunikasi Efektif

Komunikasi merupakan suatu proses yang mempunyai komponen dasar sebagai

berikut :

Pengirim pesan, penerima pesan dan pesan. Semua fungsi manager melibatkan

proses komunikasi sebagai berikut ;

a. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan atau materi pengirim pesan

adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada

seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang

menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan


10

adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh

pengirim pesan. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan

akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas.

Materi pesan dapat berupa:

1. Informasi

2. Ajakan

3. Rencana kerja

4. Pertanyaan dan sebagainya

b.Simbol atau isyarat

Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau symbol sehingga

pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang manager

menyampaikan peasan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan,

(tangan , kepala, mata, dan bagian muka lainnya). Tujuan penyampaian

pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, periklaku atau

menunjukkan arah tertentu.

c. Media atau penghubung

Adalah alat untuk menyampaikan pesan seperti : TV, radio surat kabar,

papan pengumuman, telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat

dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerimaan

pesan, situasi dsb.

d. Mengartikan kode atau isyarat

Setelah pesan diterima melalui indra (telinga,mata,dst)maka si penerima

pesan harus dapat mengartikan symbol/kode dari pesan tersebut, sehingga

dapat dimngerti / dipahaminya.


11

e. Penerima pesan

Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari si

pengirim meskipun dalam bentuk code /isyarat tanpa mengurangi arti

pesan yang dimaksud oleh pengirim.

f. Balikan (feedback)

Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima

pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa balikan seorang

pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap sipenerima

pesan hal ini penting bagi manager atau pengirim pesan untuk mengetahui

apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar dan tepat.

Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain yang

bukan penerima pesan. Bailkan yang disampaikan oleh penerima pesan

pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung

pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan

itu akan dilaksanakan atau tidak.

g. Gangguan

Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi

mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena setiap situasi

hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah halyang

merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima salah

menafsirkan pesan yang diterimanya.


12

2.1.4 Unsur-unsur Dalam Koumunikasi Efektif

Komunikasi mempunyai dasar sebagai berikut: niat, minat, pandangan, lekat, dan

libat.

1. Niat menyangkut:

a) Apa yang akan disampaikan

b) Siapa sasaranya

c) Apa yang akan dicapai

d) Kapan akan disampaikan

2. Minat, ada dua factor yang mempengaruhi yaitu:

a) Factor obyektif:Merupakan rangsang yang kita terima

b) Fakto subyektif : Merupakan factor yang menyangkut diri si

penerima stimulus.

3. Pandangan, merupakan makna dari informasi yang disampaikan pada

sasaran, menafsirkan informasi yang diterima tergantung pada

pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka piker seseorang.

4. Lekat, merupakan informasi yang disimpan oleh si penerima.

5. Libat, merupakan keterlibatan panca indra sebanyak-banyaknya.

2.1.5 Tahapan Komunikasi Efektif

a. Pengirim mempunyai gagasan gagasan (ide)

b. Pengirim mengubah gagasan menjadi pesan (yang dapat di pahami oelh

penerima)

c. Pengirim mengirim pesan, melalui media perantara (verbal/non verbal,

lisan/tulisan) dan medium, telpon, komputer/memo).


13

2.1.6 Tehnik Komunikasi Efektif

1. Enconding

Komunikasi efektif di awali dengan enconding atau penetapan kode atau

simbol yang memungkinkan pesan tersampaikan secara jelas dan dapat

di terima serta di pahami dengan baik oleh komunikan (penerima pesan).

2. Dekoding

Dekoding, komponen penting lainnya dalam komunikasi efektif, yaitu

kemampuan penerima memahami pesan yang di terimanya. Karenanya,

dalam komunikasi efektif, pemahaman tentang audience sangat penting

guna menentukan metode penyampaian dan gaya bahasa yang cocok

dengan mereka.

3. Konteks

Konteks komunikasi efektif yaitu ruang tempat dan kepada siapa kita

melakukan komunikasi. Konteks komunikasi juga mengacu kepada level

komunikas-komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok (group),

komunikasi organisasi, komunikasi massa. Konteks komunikasi

mempertimbangkan usia, wilayah, jenis kelamin, dan kemampuan

intelektual penerima pesan. Berkomunikasi dengan anak kecil tentu akan

berbeda cara dan gaya bahasanya dengan berkomunikasi dengan orang

dewasa.

4. Bahasa Tubuh

Bahasa tubuh juga dikenal sebagai komunikasi non verbal meliputi

postur, posisi tangan dan lengan, kontak mata, dan ekspresi wajah.

Bahasa tubuh yang konsisten dan sesui, dapat meningkatkan pengertian.


14

Gerakan anggota badan harus sesuai dengan yang di ucapkan. Bahasa

tubuh terpenting adalah senyum dan kontak mata.

Contohnya : bila kita mengucapkan selamat dilakukan bersamaan dengan

senyuman.

5. Gangguan/Hambatan

Emosi bisa mengganggu komunikasi efektif. Jika komunikasi marah,

kemampuannya mengirimkan pesan efektif mungkin berpengaruh negatif.

Begitu juga komunikan dalam keadaan kecewa atau tidak setuju dengan

komunikator, mungkin dia mendengar sesuatu yang berbeda.

6. Pikiran Terbuka

Merupakan komponen penting lain dalam komunikasi efektif. Jangan

terburu menilai atau mengkritisi ucapan orang lain. Kita harus

mengedepankan respect, menghargai pendapat, atau pandangan orang

lain, juga menunjukkan empati dengan berusaha memahami situasi atau

masalah dari respective orang lain.

7. Mendengar Aktif

Menjadi pendengar yang baik dan aktif akan meningkatkan pemahaman

atas pemikiran dan perasaan orang lain. Tunjukkan bahwa kita fokus

mendengar ucapan orang lain, dengan menjaga perasaan orang lain

misalnya dengan menganggukan kepala dan membuat “indikasi verbal”

bahwa kita setuju dengan mengatakan misalnya “OH!” jangan

mengiterupsi pembicaraan orang lain. Ini akan mengganggu kelancaran

obrolan.
15

8. Refleksi

Pastikan bahwa kita mengerti ucapan orang lain dengan (konfirmasi) yaitu

meringkat pesan utama yang di sampaikan orang lain. Kita bisa

mengulang yang di ucapkan orang lain, sekaligus (klarifikasi bahwa

maksud perkataan “begini” “dan” begitu”)

2.1.7 Hambatan Dalam Komunikasi Efektif

A. Hambatan dari proses komunikasi

1. Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan

belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh

perasaan atau situasi emosional.

2. Hambatan dalam penyediaan / symbolHal ini dapat terjadi karena bahasa

yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih atau

satu,symbol yang di[ergunakan antara sipengirim dan penerima tidak

sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.

3. Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan

media komunikasi,misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik

sehingga tidak dapat mendengarkan pesan.

4. Hambatan dalam bahsa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan

sandi oleh si penerima.

5. Hambatan dari penerima pesan,misalnya kurangnya perhatian pada saat

penerima atau mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang

keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.

6. Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak

menggambarkan apa adanya akan tetapi memberika interpretatif, tidak

tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.


16

B. Hambatan fisik

Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca

gangguan alat komunikasi, dll.Misalnya :gangguan kesehatan,gangguan

alat komunikasi dan sebagainya.

C. Hambatan semantik

Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang

mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit

antara pemberi pesan dan penerima

D. Hambatan psikologis

Hambatan spikologis dan social kadang-kadang mengganggu

komunikasi, misalnya:perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda

antara pengirim dan penerima pesan.

2.1.8 Kriteria Keberhasilan Komunikasi

Untuk memperoleh keefektifan komunikasi, seseorangharus

memperhatikan beberapa kriteria komunikasi sebagai berikut:

a. Komunikasi membutuhkan lebih dari dua orang yang akan menentukan

tingkat hubungan dengan orang lain.

b. Komunikasi terjadi secara berkesinambungan dan terjadi hubungan

timbal balik .

c. Proses komunikasi dapat melalui komunikasi verbal dan non verbal yang

bisa terjadi secara simultan.

d. Dalam berkomunikasi seseorang akan berespon terhadap peran yang di

terima baik secara langsung maupun tidak langsung ,verbal maupun non

verbal.
17

e. Pesan yang di terima tidak selalu di asumsikan sama antara penerima

dan pengirim.

f. Pertukaran informasi di butuhkan ilmu pengetahuan.

g. Pesan yang di kirim dan di terima di pengaruhi oleh pengalaman masa

lalu,pendididkan, keyakinan dan budaya.

h. Komunikasai di pengaruhi oleh perasaan diri sendiri, subyek yang di

komunikasikan orang lain.

i. Posisi seseorang di dalam system sosio cultural dapat mempengaruhi

proses komunikasi.

2.1.9 Syarat-syarat Komunikasi Efektif

Stuart dan sundeen (dalam Christina,dkk, 2003) mengatakan ada dua

persyaratan dasar untuk komunikasi terapeutik efektif:

1. Semua komunikasi harus di tunjukkan untuk menjaga harga diri pemberi

maupun menerima pesan.

2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih

dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.

Persyaratan-persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini di butuhkan

untuk membentuk hubungan perawat klien sehingga klien memungkinkan

untuk mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi terapeutik

ini akan efektif bila melalui penggunaan dan latihan yang sering.

2.2 Konsep Peran Keluarga

2.2.1 Pengertian Peran Keluarga

Keluarga adalah suatu unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di

bawah satu atap dalam keadaan saling tergantungan, mulai dari anak
18

bergantung kepada ibu, ayah kakak, abang maupun sebaliknya kesemuanya

saling membutuhkan, Yusuf menyatakan keluarga merupakan lingkungan

pertama dan utama bagi anak, sehingga kedudukan keluarga dalam

perkembangan psikologis dan sangatlah dominan (Andriyani Juli, 2016).

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang menjadi klien

(pnerima) asuhan keperawatan. Keluarga berperan dalam menentukan asuhan

keperawatan yang diperlukan oleh anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan

keperawatan di rumah sakit akan menjadi sia-sia jika tidak di lanjutkan dengan

perawatan di rumah secara baik dan benar oleh klien atau keluarganya. Secara

empiris, hubungan antara kesehatan anggota keluarga terhadap kualitas

kehidupan keluarga sangat berhubungan atau signifikan (Makhfudi & Ferry

Efendi, 2009).

Peranan adalah seperangkat perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan yang

berhubungan dengan individu dalam posisi dan satuan tertentu. Setiap anggota

keluarga mempunyai peran masing-masing. Ayah sebagai pemimpin keluarga,

pencari nafkah, pendidik, pelindung/pengayom, dan pemberi rasa aman kepada

anggota keluarga. Selain itu, sebagai anggota masyarakat/kelompok social

tertentu, ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik anak-anak,

pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga. Selain

itu sebagai anggota masyarakat. Anak berperan sebagai pelaku psikososial

sesuai dengan perkembangan fisik, mental, social, dan spiritual (Zaidan Ali,

2010).

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan

langsung pada setiap keadaan (sehat sakit) klien. Umumnya, keluarga meminta

bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh
19

karena itu asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya

memulihkan keadaan klien tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan

meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan

keluarga tersebut. Perawat membantu keluarga agar dapat/mampu melakukan

lima tugas kesehatan (Yosep Iyus.H, 2014).

1. Mengenal masalah kesehatan

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan

3. Memberi perawatan pada anggota yang sehat

4. Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat

5. Menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat

2.2.2 Struktur Keluarga

Ada beberapa struktur keluarga yang ada di indonesia yang terdiri dari

bermacam-macam ialah :

1. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu di susun melalui jalur ayah.

2. Matrilineal

Ayah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu.

3. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu

4. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ayah
20

5. Keluarga Kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga,

dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena

adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.2.3 Peran Keluarga

Peran menunjukkan pada beberapa set perilaku yang bersifat homogeny

dalam situasi social tertentu. Peran lahir dari hasil interaksi social, peran

biasanya menyangkut posisi dan posisi mengidentifikasi status atau tempat

seseorang dalam suatu system social tertentu

1. Peran-peran formal keluarga

Peran adalah suatu yang diharapkan secara normative dari seorang dalam

situasi social tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga

adalah tingkah laku spesifik yang di harapkan oleh seseorang dalam konteks

keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersenoal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi

dan situasi tertentu. Pernan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan

pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat

Peran formal berkaitan dengan posisi formal keluarga, bersifat homogen.

Peran formal yang standart dalam keluarga seperti pencari nafkah, ibu rumah

tangga, pengasuh anak, sopir, tukang perbaiki rumah, tukang masak dan lain-

lain. Jika dalam keluarga hanya ada sedikit orang untuk memenuhi peran

tersebut, maka anggota keluarga mempunyai kesempatan untuk memerankan

beberapa peran pada waktu yang berbeda


21

a. Peran parental dan perkawinan

Terdapat enam dasar yang membentuk posisi social sebagai suami

(ayah) dan istri (ibu), yakni peran:

1) Sebagai provider (penyedia)

2) Sebagai pengatur keluarga

3) Perawatan anak

4) Rekreasi

5) Persaudaraan (kinship)

6) Terapetik (memenuhi kebutuhan efektif pasangan)

7) Seksual

b. Peran dalam hubungan pernikahan dalam keluarga diklasifikasikan

dalam tiga peran yaitu :

a) Peran ayah: ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-

anaknya, berperan dari pencari nafkah, pendidik, pelindung

dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, anggota

dari kelompok sosial serta dari anggota masyarakat dari

lingkungannya.

b) Peran ibu: ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu

mempunyai peran mengurus rumah tangga, sebagai

pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai

salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai

anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu ibu

juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam

keluarga.
22

c) Peran anak: anak-anak melaksanakan peran psikososial

sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, mental, sosial dan

spiritual.

2. Peran-peran informal keluarga

Peran-peran informal (peran tertutup) biasanya bersifat implisit, tidak tampak

pada permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional

atau untuk menjaga keseimbangan keluarga. Peran-peran informal mempunyai

tuntutan yang berada, tidak terlalu didasarkan pada usia, jenis kelamin, namun

lebih didasarkan pada personalitas anggota keluarga. Namun lebih didasarkan

pada personalitas anggota keluarga, ada yang bersifat adaptif bahkan ada yang

dapat merusak kesejahteraan keluarga. Peran tersebut diantaranya adalah:

penolong, pengharmonis, insiator-konstibutor, pendamai, penghalang, dominator,

penyalah, pengikut, pencari pengakuan, matrik, keras hati, sahabat, kambing

hitam keluarga, penghibur, perawat keluarga, pionir keluarga, distractor keluarga

dan tidak relavan, coordinator keluarga, penghubung keluarga dan saksi. Berikut

peran informal yang dapat atau tidak dapat berperan dalam stabilitas keluarga

beberapa di antaranya bersifat adaktif dan lainnya dapat mengganggu

kesejahteraan pokok keluarga:

1. Pendorong merupakan suatu tindakan yang memuji, menyetujui dan

menerima konstribusi orang lain. Sehingga mampu menarik orang lain

dan idenya di hargai.

2. Penyelaras. Penengah jika muncul perbedaan antara anggota

keluarganya.

3. Insiator-Kontributor, yaitu mengusulkan gagasan atau hal baru terkait

dengan permasalahan atau tujuan dalam keluarga.


23

4. Negosiator, merupakan salah satu dari pihak yang berkonflik atau tidak

setuju, dengan menawarkan jalan tengah.

5. Penghalang, menolak tanpa dan di luar alasan, disebut juga aposisi

6. Dominator, menunjukkan kekuasaanya, senioritas, merasa paling hebat

dalam segala hal.

7. Penyalah, peran diktator, mencari kesalahan orang lain.

8. Pengikut, menerima ide orang lain secara pasif, pendengar saat diskusi

atau keputusan kelompok.

9. Pencari pengakuan, mencari perhatian terhadap diri dan keinginan,

pencapaian dan atau masalahnya agar di akui pihak lain.

10. Martir, yaitu tidak memihak pribadi tapi rela berkorban demi kebaikan

keluarga

11. Wajah tanpa ekspresi, mengurui terus menerus tanpa menunjukkan

emosi

12. Sahabat, teman bermain keluarga yang memperturunkan diri sendiri atau

orang lain dengan tidak melihat akibatnya

13. Kambing hitam keluarga, yaitu anggota yang bermasalah dalam keluarga

14. Pendamai, yaitu keluarga yang piawai mengambil hati, slalu berusaha

menyenangkan orang lain

15. Pengasuh keluarga, yaitu anggota keluarga yang di perlukan untuk

mengasuh dan merawat anggota lainnya yang membutuhkan

16. Pionir keluarga, penggerak dari semua yang tidak tahu menjadi punya

pengalaman baru
24

17.Anggotayang tidak relavan/distraktor, tidak relavan, dengan menunjukkan

perilaku mencari perhatian ia membantu keluarga menghindari atau

mengabaikan masalah yang menimbulkan penderitaan

18.Koordinator keluarga, yaitu mengatur dan merencanakan aktivitas

keluarga

19. Perantara keluarga, yaitu penghubung saat komunikasi dalam keluarga

20. Penonton, yaitu mengamati tanpa terlibat diri di dalamnya.

Menurut Murty (2003), peran keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia

terbagi dalam tiga tingkatan.

1) Keluarga harus mampu melihat kebutuhan-kebutuhan klien dan

mempertahankan kekohesifan dalam keluarga dengan cara belajar

keterampilan merawat klien, memenuhi kebutuhan istirahat dan

kebutuhan emergensi disaat krisis, serta memberi dukungan emosional

(pengasuh).

2) Keluarga harus mampu memberikan dukungan finansial untuk

perawatan klien dan terlibat dalam kelompok yang dapat memberikan

bantuan seperti terapi suportif (perantara).

3) Keluarga harus mengembangkan hubungan secara benar untuk

membantu klien skizofrenia merubah sikap dan keterampilan (pengikut)

(Agung, 2018).

3. Peran-peran dalam keluarga

Pada saat ini peran-peran dalam keluarga banyak mengalami perubahan

seiring dengan adanya emansipasi. Wanita saat ini tidak lagi semata-mata

sebagai ibu rumah tangga atau pengasuh anak, melainkan mereka juga bekerja
25

atau mencari nafkah, hal yang sama juga terjadi pada pria, Dapat di simpulkan

bahwa peran keluarga dalam menjalankan kehidupannya antara lain:

1) Memelihara pertumbuhan psikososial anggota di keluarga dan

kesejahteraan selama hidupnya secara umum

2) Memberikan dukungan dan saling mempengaruhi satu dan lainnya

untuk memenuhi fungsi dasar

3) Membantu kebutuhan dan mempertahankan hubungan keluarga dengan

merawat anggota keluarga yang sakit (pasien), memenuhi kebutuhan

istirahat dan kebutuhan emergensi di saat krisis, serta memberi

dukungan emosional.

4) Keluarga harus mampu memberikan dukungan finansial untuk

perawatan klien

5) Terlibat dalam kelompok dalam proses terapi

6) Mengembangkan hubungan untuk membantu dalam hal sikap dan

keterampilan

7) Membina interaksi sesama anggota keluarga dan komunitas

8) Meningkatkan kesehatan personal

9) Membantu mengatasi masalah dan stress dalam keluarga.

a. Peran seksual perkawinan

Dimasa lalu pria memiliki hak untuk menentukan kegiatan segiatan seksual

dengan istrinya, tapi tidak merasa punya kewajiban memberi kepuasan pada istri.

Tetapi wanita sekarang mempunyai hak mendapatkan kenikmatan hubungan

seksual sehingga sifat peran sifat seksual pada keduanya berubah.


26

b. Peranan ikatan keluarga atau kinkeeping

Sampai saat ini wanita berperan sebagai penerus keturunan (kinkeeping)

dan peran sebagai pengikat hubungan keluarga dengan memelihara komunikasi

dan memantau perkembangan keluarga. Jika orang tua mereka sudah tua, maka

mereka akan kembali pada anak wanita. Peran tersebut membuat wanita

menjadi generasi terjepit dan jenis kelamin terjepit, karena dia terperangkat

antara memenuhi kebutuhan orang tua dan anak-anaknya dalam jangka waktu

yang lama.

c. Peran kakek/nenek

Belum ada kesempatan menyangkut apakah keterlibatan kakek/nenek

mempunyai efek langsung positif terhadap perilaku cucu. Namun bengston

(1985) membagi fungsi-fungsi simbolik kakek/nenek adalah :

1) Semata-mata hanya hadir dalam keluarga

2) Bertindak sebagai pengawal keluarga

3) Menjadi hakim/negosiator antara anak dan orang tua

4) Menjadi partisipan dalam sejarah keluarga

2.2.4 Dukungan Keluarga

Dikutip dari Friedman (2010) dukungan keluarga adalah segala bentuk

penerimaan, baik berupa sikap maupun tindakan oleh keluarga kepada

seseorang yang sedang sakit. Bentuk dukungan keluarga menurut

Friedman (2010) antara lain:

1) Dukungan penilaian

Dukungan ini meliputi pertolongan pada seseorang untuk memahami

masalah skizofrenia, sumber/stressor dan strategi koping untuk

menghadapi masalah yang muncul. Menilai seorang dalam keluaga


27

dengan ekspresi positif. Ia memiliki teman yang dapat diajak bicara

tentang masalahnya, ekspresi pengharapan posittif individu kepada

individu lain, motivator, curahan perasaan dan ide-ide mereka.

Dukungan tersebut mampu memberikan tambahan strategi koping

enderita sesuai dengan pengalaman yang positif yang dimiliki.

2) Dukungan instrumental

Meliputi dukungan fisik seprti pelayanan bantuan material dan

finansial berupa bantuan nyata (instrumental support material

support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu

memecahkan masalah praktis, termasuk didalamnya bantuan

langsung, seperti saat seorang memberi atau meminjamkan uang,

membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, penyediaan

transportasi, menjaga dan merawat sakit (fisik maupun mental). Hal

ini akan sangat bermanfaat baik jika dukungannya mampu

mengurangi masalah skizifrenia dalam keluarga.

3) Dukungan informasional

Dukungan informasional meliputi jaringan komunikasi dan tanggung

jawab bersama (termasuk dalam membantu penyelesaian masalah,

bimbingan, arahan, saran dan nasehat serta umpan balik terkait hal

yang dilakukan seseirang). Keluarga menyarankan untuk

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga dalam hal

keluarga berfungsi sebagai penyedia informasi untuk anggota

keluarga.
28

4) Dukungan emosional

Dengan memberikan dukungan emosional pada anggota keluarga

dengan skizofrenia, maka akan terbentuk rasa empati, perasaan

dihargai, dicintai, kebersamaan, kenyamanan, rasa percaya diri dan

keluarga berfungsi sebagai penyedia tempa untuk tinggal ( Agung,

2018).

2.2.5 Fungsi Keluarga

Friedman (1998) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, yakni:

1. Fungsi Efektif

Fungsi efektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang

merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi efektif berguna untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi efektif tampak melalui

keluarga yang bahagia.

Anggota keluarga mengembangkan konsep diri yang positif, rasa dimiliki dan

memiliki, rasa berarti serta merupakan sumber kasih sayang. Reinforcement dan

support dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dalam keluarga.

Komponen yang perlu dipenuhi untuk memenuhi fungsi efektif adalah:

saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima dan mendukung,

setiap anggota keluarga yang mendapat kasih sayang dan dukungan, maka

kemampuannya untuk memberi akan meningkat sehingga tercipta hubungan

yang hangat dan saling mendukung. Hubungan yang baik dalam keluarga

tersebut akan menjadi dasar dalam membina hubungan dengan orang lain diluar

keluarga.Saling menghargai, dengan mempertahankan iklim yang positif dimana

setiap anggota keluarga baik orang tua maupun anak diakui dan dihargai

keberadaan dan haknya.


29

Ikatan dan identifikasi, ikatan ini mulai sejak pasangan sepakat hidup baru.

Kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan berbagai aspek kehidupan

dan keinginan yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya mempunyai anak.

Hubungan selanjutnya akan dikembangkan menjadi hubungan orang tua-anak

dan antar anak melalui identifikasi. Proses identifikasi merupakan inti ikatan kasih

sayang, Oleh karna itu perlu diciptakan proses identifikasi yang positif dimana

anak meniru perilaku orangtua melalui hubungan interaksi mereka.

Fungsi efektif merupakan sumber energy yang menentukan hubungan

keluarga. Sering penceraian, kenakalan anak atau masalah fungsi masalah

keluarga lainnya timbul akibat fungsi efektif keluarga yang tidak terpenuhi.

2. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dialami

individu yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan dalam

lingkungan social (Gegas, 1979 dan Friedman, 19998), Sedangkan Soekarno

(2000) mengemukakan bahwa sosialisasi adalah suatu proses dimana anggota

masyarakat yang baru mempelajari norma-norma masyarakat dimana dia

menjadi anggota.

Sosialisasi dimulai sejak individu dilahirkan dan berakhir setelah

meninggal. Keluarga merupakan tempat dimana individu melakukan sosialisasi.

Tahap perkembangan individu dan keluarga akan dicapai melalui interaksi atau

hubungan yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin,

memiliki nilai dan norma, budaya dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga

sehingga individu mampu berperan dalam masyarakat.

Fungsi sosialisasi bertujuan untuk mengajarkan anak-anak mempersiapkan

dan melakukan peran-peran sosial orang dewasa, berfungsi dan menerima


30

peran-peran sosial dewasa. Keluarga memiliki tanggung jawab untuk

mentransformasikan seorang anak menjadi seorang individu yang mampu

berpartisipasi dalam masyarakat. Keluarga dengan anggota keluarga mengalami

skizofrenia di harapkan dapat membantu klien skizofrenia agar mampu

melakukan hubungan sosial baik di dalam lingkungan keluarga itu sendiri

maupun di luar lingkungan seperti berinteraksi dengan tetangga sekitarnya,

berbelanja, memanfaatkan transportasi umum ataupun melakukan interaksi

dalam kelompok yang ada di wilayah tempat tinggalnya (Utami, 2008). Perilaku

klien saat kambuh sebagai akibat ketidak patuhan membuat pola interaksi pasien

terganggu, hal ini menjadi tantangan bagi keluarga bagaimana mengendalikan

interaksi klien dan bagaimana menata lingkungan masyarakat untuk menerima

perubahan pola interaksi pasien.

3. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan

melangsungankan keturunan dan meningkatkan sumber daya manusia. Dengan

adanya program keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit dapat dikontrol.

Namun disisi lain banyak kelahiran yang tidak diharapkan atau diluar ikatan

perkawinan sehingga lahirnya keluarga baru dengan satu orang tua (single

parent)

4. Fungsi Ekonomi

Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti makanan, pakaian

dan rumah, maka keluarga memerlukan sumber daya keuangan. Fungsi ini sulit

dipenuhi oleh keluarga dibawah garis kemiskinan (Gakin atau pra keluarga

sejahtera). Perawat berkonstribusi untuk mencari sumber-sumber dimasyarakat

yang dapat digunakan keluarga meningkatkan status kesehatan mereka.


31

Fungsi ekonomi meliputi ketersediaan sumber-sumber keluarga secara

finansial, dan pengalokasian sumber finansial dengan sesuai melalui proses

pengambilan keputusan. Kemampuan keluarga untuk mengalokasikan sumber-

sumber untuk memenuhi kebutuhan seperti sandang, pangan, papan dan

perawatan kesehatan yang memadai merupakan suatu persfektif tentang sistim

nilai keluarga itu sendiri. Salah satu beban yang di alami oleh keluarga dengan

skizofrenia adalah beban ekonomi yang harus di keluarkan untuk pengobatan

dan terapi pasien skizofrenia. Kemampuan keluarga juga harus mendukung

anggota keluarga untuk memanfaatkan sumber-sumber finansial yang tersedia

baik dari keluarga itu sendiri maupun pemerintah seperti jaminan kesehatan

masyarakat agar pengobatan klien tetap berkelanjutan.

5. Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi lain dari keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan. Selain

keluarga menyediakan makanan, pakaian dan rumah, keluarga juga berfungsi

untuk melakukan asuhan kesehatan kepada anggotanya baik untuk mencegah

terjadinya gangguan maupun merawat anggota yang sakit. Keluarga juga

menentukan kapan anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

memerlukan bantuan atau pertolongan tenaga profesional. Kemampuan ini

sangat mempengaruhi status kesehatan individu dan keluarga.

Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan terhadap

anggotanya dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan.

Tugas kesehatan keluarga tersebut adalah (Frieman, 1998):

1. Mengenal masalah setiap anggota. Pada fase ini pengetahuan yang

harus dimiliki keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan


32

skizofrenia meliputi penyebab, tanda dan gejala, akibat, dan upaya yang

dapat dilakukan untuk mengatasi kekambuhan.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. Persepsi

keluarga terhadap kekambuhan mempengaruhi keputusan keluarga,

sebagai contoh keluarga yang menganggap kekambuhan.

Sebagai hal yang biasa sebagai konsekuensi skizofrenia sebagai

penyakit yang kronis akan menyebabkan keluarga memutuskan

langsung mengirim pasien ke rumah sakit jiwa.

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Keluarga harus

mampu merawat anggota keluarga termasuk menangani anggota

keluarga yang tidak patuh terhadap pengobatannya.

4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat. Mempertahankan situasi

rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan klien. Hal ini

bisa dilakukan dengan memberikan perhatian, memberikan

reinforcement positif atau tidak menyinggung perasaan klien. Upaya

yang dapat di lakukan adalah mempertahankan kekohesifan di dalam

keluarga, mengembangkan hubungan yang hangat dalam keluarga

sehingga tercipta lingkungan yang terapeutik baik bagi klien maupun

keluarga.

5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat kelima tugas

kesehatan tersebut saling terkait dan perlu dilakukan oleh keluarga.

Perawat perlu melakukan pengkajian untuk mengetahui sejauh mana

keluarga dapat melaksanakan kelima tugas tersebut dengan baik,

selanjutnya memberikan bantuan atau pembinaan terhadap keluarga

untuk memenuhi tugas kesehatan keluarga tersebut. Memanfaatkan


33

pelayanan kesehatan dan sarana kesehatan. Hal ini bisa di penuhi

dengan mengajak klien untuk kontrol secara rutin. Keluarga juga harus

melihat sumber-sumber yang tersedia di dalam keluarga itu sendiri

maupun dari pemerintah yang dapat di gunakan untuk memenuhi

kebutuhan pengobatan pasien skizofrenia.

2.2.6 Tugas Kesehatan Keluarga Bailon Dan Maglaya (1998)

1. Mengenal masalah kesehatan

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan

karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena

kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana

kesehatan habis. Orang tua perlu mengenal keadaan esehatan dan

perubahan-perubahan yang dialami anggta keluarga. Perubahan sekecil

apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi

perhatian keluarga atau orang tua. Apabila menyadari adanya

perubahan keluarga perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang

terjadi, dan berapa besar perubahannya. Sejauh mana keluarga

mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang

meliputi pengertua, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yag

memengaruhnya, serta pesepsi keluarga terhadap masalah.

2. Membuat keputusan tindakan yang tepat

Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengena

masalah kesehatan yang dialaminya perawat harus dapat mengkaji

keadaan keluarga tersebut agar dapat memfasilitasi keluarga dalam

membuat keputusan. Berikut ini hal-hal yang harus dikaji oleh perawat.
34

a. Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan

luasnya masalah.

b. Apakah keluaga merasakan adanya masalah kesehatan.`

c. Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang

dialami.

d. Apakah keluarga merasa takut akan akibat penyakit.

e. Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah

kesehatan.

f. Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada.

g. Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan.

h. Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan

dalam mengatasi masalah.

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Ketika memberi perawatan pada anggota keluarganya yang sakit,

keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut.

a. Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis, dan

perawatannya).

b. Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.

c. Keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk peawatan.

d. Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang

bertanggung jawab, sumber keuangan atau finansial, fasilitas fisik,

psikososial).

e. Sikap keluarga yang sakit.


35

4. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan lingkuangan yang

sehatKetika memodifikasi ingkungan atau menciptakan suasanarumah

yang sehat, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut.

a. Sumber-sumber kelarga yang dimiliki.

b. Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.

c. Pentingnya higiene sanitasi.

d. Upaya pencegahan penyakit.

e. Sikap atau pandangan keluarga terhadap higiene sanitasi.

f. Kekompakan antar anggota keluarga.

5. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakatKetika merujuk anggota

keluaga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus mengetahui hal-hal

berikut ini.

a. Keberadaan fasilitas kelarga.

b. Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari failitas kesehatan.

c. Tingkat kepercayaab keluarga tehadap petugas dan fasilitas

kesehatan.

d. Pengalaman yang kurang baik terhaadp petugas kesehatan.

e. Fasilitas kesehatan yang ada terjamngkau oleh keluarga.

Kelima tugas kesehatan keuarga tersebut saling terkait dan perlu dilakukan

oleh keluarga dan perawat perl mengkaji sejauh mana keluarga mampu

melaksanakan tugas tersebut dengan baikatau dapat memberikan bantuan

atau pembinaan terhadap keluarga untuk memenuhi tugas kesehatan

didalam keluarga tersebut.


36

2.2.7. Tingkat Kemandirian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan RI

(2006)

1. Keluarga mandiri tingakat satu (KM-I)

a. Menerima petugas perawatan kesehatan.

b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan

rancana keperawatan.

2. Keluarga mandiri tingkat dua (KM-II)

a. Menerima petugas perawatan kesehatan.

b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan

rancana keperawatan.

c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara

benar.

d. Melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan.

3. Keluarga mandiri tingakat tiga (KM-III)

a. Menerima petugas perawatan kesehatan.

b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan

rancana keperawatan.

c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara

benar.

d. Melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan.

e. Melaksanakan tidakan pencegahan secara aktif

4. Keluarga mandiri tingkat empat (KM-IV)

a. Menerima petugas perawatan kesehatan.

b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan

rancana keperawatan.
37

c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara

benar.

d. Melakukan perawatan sederhana sesuai yang dianjurkan.

e. Melaksanakan tidakan pencegahan secara aktif.

f. Melaksanakan tindakan promotif secara aktif (Ferry. E, 2009) .

2.2.3 Konsep Skizofrenia

2.2.1 Definisi

Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak.

Menurut Nancy Andreasen(2008) dalam Broken Brain, The Biological Revolution

in Psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia merupakan

suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi

perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik

(Yosep Iyus.H, 2014).

Skizofrenia adalah sindrom heterogen kronis yang di tandai dengan pola

pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat

serta adanya gangguan fungsi psikososial (Yulina elin). Gangguan pemikiran

tidak saling berhubungan secara logis; persepsi dan perhatian yang keliru; afek

yang datar atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang

bizzare. ODS (orang dengan skizofrenia) menarik diri dari orang lain dan

kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan

halusinasi (Nurarif Huda Amin, 2015).

Melinda Hermann (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit

neurologis yang mempenagruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan

perilaku sosialnya (Neurological disease that affects a person’s perception,

thinking, language, emotion, and social behavior).


38

Skizofrenia merupakan bahasan yang menarik perhatian pada konferensi

tahunan The American psychiatric Association/APA di miami, Florida, Amerika

Serikat, Mei 1995 lalu. Sebab di AS angka pasien skizofrenia cukup tinggi

(lifetime prevalance retes) mencapai 1/100 penduduk. Sebagai perbandingan, di

indonesi bila pada PJPT I angkanya adalah 1/1000 penduduk maka proyeksinya

pada PJPT II, 3/1000 penduduk, bahkan bisa lebih besar lagi.

Berdasarkan data di Amerika serikat:

1. Setiap tahun terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut;

2. Prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel skelosis,

pasien diabetes yang memakai insulin, dan penyakit otot (muscular dystrohy);

3. 20%-50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10% di

antaranya berhasil (mati bunuh diri);

4. Angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian

penduduk pada umumnya.

2.2.2 Etiologi

Beberapa faktor penyebab skizofrenia:

1. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi

saudara tiri 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan

salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 40-68%, kembar 2 telur

2-15% dan kembar satu telur 61-86%.

2. Endokrin
39

Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia

pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu

klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

3. Metabolisme

Teori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak

sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan

berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik

konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian

dengan pemberian obat halusinogenik.

4. Susunan saraf pusat

Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada

diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan

mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan

artefakt pada waktu membuat sediaan.

5. Teori Adolf Meyer

Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga

sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau

fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu

konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi

timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer skizofrenia merupakan suatu

reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi

kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari

kenyataan (otisme).

6. Teori Sigmund Freud


40

Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena

penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan

sehingga tidak bertenaga lagi dan id yang berkuasa serta terjadi suatu

regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk

pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7. Eugen Bleuler

Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini

yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni

antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala

skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses

pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala

sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan

psikomotorik yang lain).

8. Proses psikososial dan lingkungan

1. Teori perkembangan.

Ahli teori seperti Feud, Sulliva, Erikson mengemukakan bahwa

kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih saying di

tahun-tahun awal kehiduoan berperan dalam menyebabkan

kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas, dan

menarik diri dari hubungan pada penderita skizofrenia.

2. Teori keluarga.

Teorti-teori yang berkaitan dengan peran keluarga dalam

munculnya skizofrenia belum divalidasi dengan penelitian.Bagian

fungsi keluarga yang telah diimplikasikan dalam pentingkatan

angka kekambuhan individu dengan skizofrenia adalah sangat


41

mengkspresikan emosi (high expressed emotion [HEE]).Keluarga

dengan cirri ini dianggap terlalu ikut campur secara emosional,

kasar dan kritis.

3. Status sosial ekonomi

Hasil penelitian yang konsisten adalah hubungan yang kuat antara

skizofrenia dan status sosial ekonomi yang rendah.

4. Model kerentanan stress

Model interaksional yang menyatakan bahwa penderita skizofrenia

mempunyai kerentanan genetic dan biologic terhadap

skizofrenia.Kerentanan ini, nila disertai degan pajanan stresos

kehidupan, dapat menimilkan gejala-gejala pada individu tersebut

(Ann, 2005).

2.2.3 Patofisiologi

Didalam otak terdapat miliyaran sambungan sel. Setiap sambungan

sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari

sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia

yang disebut neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung

sambungan sel yang satu ke ujung sambungan sel yang lain. Didalam otak

yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada

sistem komunikasi tersebut.

Bagi keluarga dengan penderita skizofrenia didalamnya, akan mengerti

dengan jelas apa yang dialami penderita skiofrenia dengan

membandingkan otak dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem

switch pada otak bekerja dengan normal, sinyal-sinyal yang dikirim


42

mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel

yang disetujui.

Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun klien

tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun

waktu yang lama.Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya

menjadi skizofrenia yang etrsembunyi dan berbahaya.Gejala yang timbul

secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi skizofrenia akut.Periode

skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi

halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir.

Kadang kala skizofrenia menyerang secara tiba-tiba.Perubahan

perilaku yang sangat dramatis terjadi beberapa hari atau minggu. Serangan

yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut tersebut.

Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi yang

hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang normal

dalam lingkungannya. Dalam beberapa kasus, serangan dapat

meningkatkan menjadi apa yang disebut skizofrenia kronis. Klien menjadi

buas, kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak

memiliki motivasi sama sekali, depresi, dan tidak memiliki kepekaan

tentang perasaannya sendiri (Ann, 2005).

2.2.4 Manifestasi klinis

Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa sampai

dengan umur pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain:

A. Fase prodomal

1. Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun.


43

2. Gangguan dapat berupa self care, gangguan dalam

akademik, gangguan dalam pekerjaan, gangguan fungsi

sosial, gangguan fikiran dan persepsi.

B. Fase aktif

1. Berlangsung kurang lebih 1 bulan.

2. Gagguan berupa gejala psiotik, halusinasi, delusi,

disorganisasi proses berpikir, gangguan bicara, gangguan

perilaku, disertai kelainan neurokimiawi.

C. Fase residual

Klien mengalami minimal 2 gejala, gangguan afek dan gangguan

peran, serangan biasanya berulang.

Menurut Janice Clack (1962) klien yang mengalami gangguan

jiwa sebagaian besar disertai Halusinasi dan Delusi yang meliputi

beberapa tahapan, antara lain:

1. Tahap Comforting

Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan

berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stressornya dengan

coping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari

ancaman.

2. Tahap Condeming

Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makinmeninggi

selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa

takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia

rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (with drawl)


44

3. Tahap Controling

Rimbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang

timbul tetap suara tersebut terus-menerus mengikuti, sehingga

menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain.

Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat kesepian/sedih.

4. Tahap Conquering

Klien merasa panic, suara atau ide ang datang mengancam

apabila tidak diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau

timbul perilaku suicide.

Perubahan-perubahan apakah yang terjadi pada susunan saraf

pusat (otak) pasien skizofrenia? Penelitian mutakhir menyebutkan

bahwa perubahan-perubahan pada neurokimia dopamine dan

serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan

perilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif dan

negative skizofrenia.

Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas,

dalam penelitian dengan menggunakan CT Scanotak, ternyata

ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien, terutama

pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral

ventrikel, atrofi korteks bagian depan,dan atrofi otak kecil

(cerebellum) (Yosep Iyus.H, 2014).


45

Secara general gejala serangan Skizofrenia dibagi menjadi 2. Yaitu gejala

positif dan gejala negatif:

1. Gejala positif

Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak

tidak mampu mengintepretasikan dan respons pesan atau

rangsangan yang datang. Klien skizofrenia mendengar suara-suara

atau meliht sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami

suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucintion,

gejala yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari

dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati,

memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan

sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.

Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam

menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan

kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia, lampu trafik dijalan

raya yang berwarna merah-kuning-hijau dianggap suatu iisyarat dari

luar angkasa. Beberapa penderita skizofrenia bebubah menjadi

seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati,

diintai, atau hendak diserang.

Kegagalan berpikir mengarah pada masalah dimana klien

skizofreni tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya.

Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan antara

kenyataan dan logika. Karena klien skizofrenia tidak mampu mengatur

pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak

bisa ditangkap oleh logika. Ketidak mampuan dalam berpikir


46

mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan

perasaan. Hasilnya kadang penderita skizofrenia tertawa atau

berbicara sendiri dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya.

Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa memahami

siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu

manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia

berada, dan sebagainya.

2. Gejala negatif

Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan

energi dan minat dalam hiduo yang membuat klie menjadi orang

malas. Karena klien skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit,

mereka tidak bis melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan.

Perasaan yang tumpul membuat emosi klien skizofrenia menjadi

datar. Klien skizofrenia tidak memiliki ekspressi baik raut muka

maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi

apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian

orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.

Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap,

selalu menjadi bagian dari hidup skizofrenia. Mereka tidak memiliki

perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi

dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi

adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Disamping itu, perubahan

otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang

berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari

lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam


47

beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia usia muda antara

15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40

tahun keatas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal

jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan

penderita skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di

bumu(Iyus, 2014).

2.2.5 Klasifikasi

Skiofrenia dapat digologkan menjadi dua jenis, yakni positif dan negative.

Kebanyakan klien dengn gangguan ini mengalami campuran kedua jenis

gejala.

1. Gejala positif meliputi halusinasi, waham, asosiasi longgar, dan

perilku yang teratur atau aneh.

2. Gejala negative meliputi emosi tertahan (efek datar), anhedonia,

avilisi, alogia, dan menarik diri.

Jenis-jenis skizofrenia

1. Skizofrenia paranoid

Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-

waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti

ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi

dan kemauan.

a. Cirri-ciri utama adalah waham yang simetris atau halusinasi

pendengaran

b. Individu ini dapat penuh curiga, argumentative, kasar, dan

agresif.
48

c. Perilaku kurang regresif, kerusakan lebih sedikit, dan

prognosisinya lebih baik disbanding jenis-jenis lain.

2. Skizofrenia hebefrenik (Disorganized schioprenia)

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada

masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah

gangguan proses berfikir, gangguan psikomotor seperti menerims,

neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham

dan halusinasi banyak sekali.

a. Cirri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau

serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga

banyak terjadi.

b. Individu tersebut juga mempunyai sikap yang aneh,

mengabaikan hygiene dan penampilan diri.

c. Awitan biasanya terjadi sebelum usia 25 tahun dapat bersifat

kronis.

d. Perilaku agresif, dengan interaksi sosial dan kontak dengan

realitas yang buruk.

3. Skizofrenia katatonik

Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta

sering di dahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh

gelisah katatonik atau stupor katatonik.

a. Ciri-ciri utamanya ditandai dengan gangguan psikomotor, yang

melibatkan imobilitas atau justru aktivitas yang berlebbihan

b. Strupor katatonik. Individu ini dapat menunjukkn ketidakaktifan,

negativism, dan kelenturan tubuh berlebihan (postur abnormal)


49

c. Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrim dan dapat

disertai dengan ekolalia dan ekopraksia

4. Skizofrenia simplek

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa

kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses

berfikir sukar di temukan, waham dan halusinasi jarang di dapat,

jenis ini timbulnya perlahan-lahan.

5. Episode Skizofrenia Akut

Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam

keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan

ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri

berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang

khusus baginya.

6. Skizofrenia Residual

Keadaan skizofrenia dengan gejala primernya bleuler, tetapi tidak

jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah

beberapa kali serangan skizofrenia.

7. Skizofrenia Skizo Aktif

Disamping gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan

juga gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-

manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek,

tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.


50

2.2.6 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan psikologi :

- Pemeriksaan psikiatri:

untuk menilai apakah seseorang mampu menjalankan aktivitas terrentu

dengan baik, juga berinteraksi dengan sesamanya.

- Pemeriksaan psikometri :

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi bakat, kepribadian,

tingkah laku, dan kemampuan sesorang. Tujuan utrama tes adalah menilai

kelayakan seseorang menjalankan pekerjaan atau posisi tertentu. Tes

psikometri dilakukan dengan memberi kuisioner, tes kepribadian, dan

memeriksa pencapaian akademik peserta.

2. Pemeriksaan lain jika diperlukan:

Darah rutin, fungsi hepar, faal ginjal, enzim hepar, EKG, CT scan, EEG.S

2.2.7 Penatalaksanaan

1. Penggunaan Obat Antipsikosis

Obat-obatan yang di gunakan untuk mengobati skizofrenia di sebut antipsikotik.

Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi. Delusi dan perubahan pola fikir yang

terjadi pada skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis

antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang

benar-benar cocok bagi pasien. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang

dikenal saat ini, yaitu:

a. Antipsikotik Konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik

konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering


51

menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik

konvensional antara lain:

1) Haldol (haloperidol) Sediaan Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg

dan injeksi 5mg/ml, dosis 5-15 mg/hari

2) Stelazine (trifluoperazine)

Sediaan Trifluoperazin Tablet 1 mg dan 5 mg, dosis 10-15mg/hari

3) Mellaril (thioridazine)

Sediaan Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg, dosis 150-600 mg/hari

4) Thorazine (chlorpromazine)

Sediaan klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg dan injeksi 25 mg/ml,

dosis 150-160 mg/hari

5) Trilafon (perphenazine)

Sediaan Perfenazin Tablet 2,4,8 m, dosis 12-24 mg/hari

6) Prolixin (fluphenazine)

Sediaan Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg, dosis 10-15 mg/hari sediaan

flufenazin dekanoat injeksi 25 mg/ml, dosis 25 mg/2-4 minggu. Akibat

berbagai efek samping yang dapat di timbulkan oleh antipsikotik

konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan

newer atypical antipsycotik. Ada 2 pengecualian (harus dengan

antipsikotik konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah

mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan

antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Kedua,

bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.


52

b. Newer atypical antipsycotics

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip

kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila di

bandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer

atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain:

1) Risperdal (risperidone)

Sediaan Risperidon Tablet 1,2,3 mg, dosis 2-6 mg/hari

2) Seroquel (quetiapine)

3) Zyprexa (olanzopine)

c. Clozaril (Clozapine)

Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana

pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah

sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi, ini artinya, pasien

yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya

secara reguler. Para ahli merekomendasikan pengunaan Clozaril bila

paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

1) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

2) Pembedahan bagian otak

3) Perawatan di rumah sakit (Hospitalization)

4) Psikoterapi

a. Terapi Psikoanalisa

Terapi psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep

freud. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan

konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang

digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya. Hal yang


53

paling penting pada terapi ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang

direpress oleh penderita.

b. Terapi Perilaku (Behavioristik)

pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian

klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku

nyata. Para terapist mencoba menentukan stimulus yang

mengawali respon melasuai dan kondisi lingkungan yang

menguatkan atau mempertahankan perilaku itu dalam masyarakat.

Paul dan Lentz menggunakan dua bentuk program psikososial

untuk meningkatkan fungsi kemandirian.

1. Sosial Learning Program.

Menolong penderita schizophrenia untuk mempelajari perilaku-

perilaku yang sesuai.

2. Social Skills Training.

Terapi ini melatih penderita mengenai keterampilan atau

keahlian sosial.

c. Terapi Humanistik

Terapi kelompok dan terapi keluarga (Nurarif Huda Amin,

2015).

2. Pertimbangan umum

1. Kontinuitas perawatan merupakan hal yang penting. Klien dapat

menerima pengobatan diberbagai tempat, termasuk rumah sakit

jiwa akut, rumah sakit jiwa jangka panjang, program berbasis

komunitas.
54

2. Tingkat perawatan bergantung pada keparahan gejala dan

ketersediaan dukungan dari keluarga dan sosial. Pengobatan ini

biasanya diberikan di lingkungan denga sifat restriktif yang paling

minimal.

3. Pendekatan manajemen kasus merupakan hal yang penting karena

perawatan klien umumnya berjangka panjang, membutuhkan kenja

dengan berbagai penyedia layanan untuk memastikan pelayanan

tersebut diberikan secara terkoordinasi

A. Hospital psikiatrik jangka pendek

Digunakan untuk menatalksanakan gejala-gejala akut dan memberikan

lingkungan yang aman dan terstruktur serta bebrbagai pengobatan,

termasuk:

1. Pengobatan farmakologik dengan medikasi antispikotik

2. Menejemen lingkungan

3. Terapi pendukung, yang pada umumnya berorientasi pada realitas,

dengan pendekatan perilaku kognitif

4. Psikologi edukasi bagi klien dan keluarganya

5. Rencana pemulangan dari rumah sakit untuk memastikan

kontinuitas asuhan

B. Hospitalisasi psikiatrik jangka panjang

1. Hospitalisasi jangka panjang diberikan pada klien dengan gejala

persisten yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain.

2. Tujuannya adalah menstabilkan dan memindahkan klien secept

mungkin kelingkungan yang kurang restriktif


55

C. Pengobatan berbasis komunitasMemberikan layanan komperhensif

berikut kepada klien dan keluarganya:

1. Perumahan bantuan meliputi rumah transisi; pengaturan hidup

yang kooperatif; crisis community residence; pengasuhan anak

angkat; dan board and care home.

2. Program day treatment memberikan terapi kelompok, pelatihan

keterampilan sosial, penatalaksanaan pengobatan, dan sosialisasi

dan reaksi.

3. Terapi pendukung melibatkan seorang manajer kasus dan

sejumlah ahli terapi untuk klien dan keluarganya.

4. Program psikoedukasi bagi klien, keluarganya dan kelompok-

kelompok masyarakat.

5. Outreach services diadakan untuk menemukan kasus dan

memberikan program pengobatan preventif bagi individu dan

keluarga yang mengalami peningkatan resiko.

D. Rehabilitasi psikososial

1. Rehabilitasi psikososial menekankan perkembangan keterampilan

dan dukungan yang diperlukan untuk hidup, belajar dan bekerja

dengan baik dikomunitas.

2. Pendekatan ini dapat menjadi bagian dari program pengobatan

diberbagai tempat pemberian layanan. Penggunaan gedung

pertemuan tempat klien fapat berkumpul untuk bekerja bersama

dan bersosialisasi sambil mempelajari keterampilan yang

diperlukan, dapat menjadi bagian dari layanan masyarakat di

beberapa tempat (Ann, 2005).


BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu konsep yang dipakai sebagai landasan berfikir
dalam kegiatan ilmu (Nursalam, 2011).
1. Keluarga harus mampu melihat
kebutuhan-kebutuhan klien dan
mempertahankan kekohosifan
Skizofrenia dalam keluarga dengan cara
belajar keterampilan merawat
klien, memenuhi kebutuhan
istirahat dan kebutuhan
emergensi di saat krisis, serta
Faktor
memberi dukungan emosional
1. Keturunan (pengasuh)
2. Endokrin 2. Keluarga harus mempu
3. memberikan dukungan finansial
3. Metabolisme
4. Susunan saraf pusat untuk perawatan klien dan
4. terlibat dalam kelompok yang
5. Teori adolf meyer
6. Teori sigmund freud dapat memberikan bantuan
7. Eugen bleuler seperti terapi suportif (perentara)
8. Proses psikososial dan 3. benar untuk membantu klien
lingkungan skizofrenia merubah sikap dan
Keluarga harus
mengembangkan hubungan
Latihan secara keterampilan (pengikut)
Komunikasi Efektif (Agung, 2018).

Peran Keluarga Pada


1. Enconding Skizofrenia
2. Dekoding
3. Konteks
4. Bahasa Tubuh Kategori:
5. Gangguan/Hambatan 1. Baik
6. Pikiran Terbuka 2. Cukup
7. Pendengar Aktif 3. Kurang
8. Refleksi
Keterangan:
........ : Tidak di teliti
: Di teliti
: Berhubungan

Bagan 3.1 : kerangka konsep dan hipotesis penelitian pengaruh komunikasi efektif terhadap
peran keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia di desa maron kidul.

56
57

1. Berdasarkan Gambar 3.1 Dapat di jelaskan bahwa pasien zkizofrenia dapat

dipengaruhiu oleh beberapa faktor, meliputi: Keturunan, Endokrin,

Metabolisme, Susunan saraf pusat, Teori adolf meyer, Teori sigmund freud,

Eugen bleuler, Proses psikososial dan lingkungan (Yosep Iyus.H, 2014).

Latihan komunikasi efektif yang pertama : 1. Enconding : Pesan tersampaikan

secara jelas dan dapat di terima. 2. Dekoding : Penyampaian dan gaya

bahasa yang cocok dengan mereka. 3. Konteks : Konteks komunikasi juga

mengacu kepada level komunikasi-komunikasi antar pribadi. 4. Bahasa Tubuh

: Meliputi postur, posisi tangan dan lengan, kontak mata, dan ekpresi wajah. 5.

Gangguan/Hambatan : Emosi bisa mengganggu komunikasi efektif, jika

komunikasi marah, kemampuannhya mengirimkan pesan efektif mungkin

berpengaruh negatif. 6. Pikiran Terbuka : Jangan terburu menilai atau

mengkritisi ucapan orang lain. Menghargai pendapat. 7. Pendengar Aktif :

Menjadi pendengar yang baik dan aktif akan meningkatkan pemahaman atas

pemikiran dan perasaan orang lain. 8. Refleksi : Pastikan bahwa kita mengerti

ucapan orang lain dengan (konfirmasi) (M.Taufik Juliane, 2010).

Peran keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia terdapat hasil yaitu :

Keluarga harus mampu melihat kebutuhan-kebutuhan klien dan

mempertahankan kekohesifan dalam keluarga dengan cara belajar

keterampilan merawat klien, memenuhi kebutuhan istirahat dan kebutuhan

emergensi disaat krisis, serta memberi dukungan emosional (pengasuh).

Keluarga harus mempu memberikan dukungan finansial untuk perawatan

klien dan terlibat dalam kelompok yang dapat memberikan bantuan seperti

terapi suportif (perentara). Keluarga harus mengembangkan hubungan secara


58

benar untuk membantu klien skizofrenia merubah sikap dan keterampilan

(pengikut) (Agung, 2018).

3.2 Hipotesis Penelitian

Secara umum pengertian hipotesis berasal dari kata hipo (lemah) dan

testis (pernyataan). Yaitu suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan

pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat di terima atau

harus di tolak. Berdasarkan fakta atau data empiris yang telah di kumpulkan

dalam penelitian (Alimul Aziz, 2007).

H1: Ada Pengaruh Komunikasi Efektif Terhadap Peran Keluarga Dalam

Perawatan Pasien Skizofrenia Di Desa Maron Kidul– Probolinggo.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan

penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun

peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2016).

Berdasarkan klasifikasi jenis penelitian desain penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah jenis pra-eksperimental dengan desainone grup pra-

post test design.Desain one grup pra-post test design adalah penelitian yang

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan melibatkan satu kelompok

subjek. Dimana kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi,

kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2011).

Tabel 4,1: Desaian Penelitian one grup pra=post test

Subjek Pra Perlakuan Pasca-Tes

K O I OI

Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan :

K: Subjek (Keluarga Pasien Skizofrenia)

O :Observasi (Peran Keluarga)

I : Intervensi (komunikasi efektif)

OI :Observasi peran keluarga sesuda Komunikasi

58
59

4.2 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian adalah tahapan dalam suatu penelitian yang

menyalurkan alur penelitian terutama variabel yang di gunakan dalam penelitian

(Nursalam, 2016).

Pengaruh Komunikasi Efektif Terhadap Peran Keluarga Dalam Perawatan


Pasien Skizofrenia Di Desa Maron Kidul

Populasi
Seluruh keluarga yang memiliki anggota keluarga yang terkena skizofrenia Di
Desa Maron Kidul sebanyak 19 orang

Tehnik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah Simple RandomSampling

Sampel
Keluarga yang akan diberikan komunikasi efektif Di Desa Maron Kidul
sebanyak 17 orang

Desain Penelitian
Rancangan Penelitian :Pra-eksperimental dengan pendekatan one grup pre-
post test

Pengumpulan Data
Observasi dan Kuesioner

Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating

Analisa Data
(wilcoxon)

Kesimpulan
H1 di terima jika p value ≤ α dengan α = 0,05
Hο di terima jika p value >α dengan α = 0,05

Bagan 4.1 : Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Komunikasi Efektif Terhadap Peran
Keluarga Dalam Perawatan Pasien Skizofrenia Di Desa MaronKidul
60

4.3 Populasi dan sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalesasi yang terdiri atas subjek/objek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti

untuk di pelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (Hidayat, 2009).

Populasi dalam penelitian ini seluruh jumlah keluarga pasien dalam

perawatan pasien skizofrenia di Desa Maron Kidul sejumlah 19 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan di teliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang di miliki oleh populasi. Dalam penelitian keperawatan,

kriteria sample meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, di mana kriteria

tersebut menentukan dapat dan tidaknya sample yang tersebut di gunakan (A.

Aziz Alimul Hidayat, 2011).

Rumus menurut (Nursalam, 2016) :

n=

Keterangan :
n : Besar Sample
N : Besar populasi
d : Tingkat segnifikan
jadi :
n= 19
1 + 19(0,05)²

= 19
1 +38(0,0025)

= 19
1 + 0.095

= 19 = 17
1,095
61

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik

Simple Random Sampling.Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian keluarga

pasien skizofrenia sejumlah 17 responden di Desa Maron Kidul.

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Tehnik sampling merupakan cara-cara yang di tempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam. 2016).

Penelitian ini di lakukan dengan tehnik Simple Random sampling yaitu dengan

cara yang paling sederhana. Untuk mencapai sampling ini, setiapelemendiseleksi

secara acak. Jika samplingframekecil nama bisa di tulis pada secarik kertas, di

letakkan di kotak, di aduk, dan di ambil secara acak setelah semuanya terkumpul

(Notoatmodjo, 2010). Adapun jumlah sampel yang akan di ambil oleh peneliti

dengan tehnik Simple Random sampling adalah sebagian keluarga pasien

skizofrenia sebanyak orang Di Desa Maron Kidul.

4.4. Variabel Penelitian

Variabel merupakan perilaku karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu benda, manusia, dll (Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini

terdiri dari 2 variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen.

4.4.1 Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen ini merupakan variabel yang mempengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lain. Variabel ini juga dikenal dengan nama

variabel bebas yang artinya stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan

kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku klien (Nursalam, 2016).Dalam

penelitian ini variabel/independen yang di gunakan pada penelitian ini adalah

pemberian komunikasi efektif.


62

4.4.2 Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel ini disebut juga variabel terikat yang

artinya aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai

stimulus. Variabel dependen dalam penelitian ini adalahperan keluarga dalam

perawatan pasien skizofrenia.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Mei – 12 Juni 2019

bertempat Di Desa Maron Kidul untuk mengetahui Pengaruh Komunikasi Efektif

Terhadap Peran Keluarga Dalam Perawatan Pasien Skizofrenia.

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati

artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat

diulang lagi oleh orang lain (Nursalam, 2016).

Dalam penelitian ini definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:


63

Tabel 4.2: Definisi Operasional Pengaruh Komunikasi Efektif Terhadap Peran Keluarga
Dalam Perawatan Pasien Skizofrenia.

Definisi
Variabel Indikator Alat Skala Skor
Operasio-
Ukur
nal

Variabel Suatu SOP - -


Independen komunikasi 1. Enconding :
:komunikasi yang sangat Pesan
efektif memperhatika tersampaikan
n kemampuan secara jelas dan
berbahasa, dapat di terima.
karena 2. Dekoding :
sifatnya yang Penyampaian
ditujukan dan gaya bahasa
untuk yang cocok
memberi dengan mereka.
terapi kepada 3. Konteks:Kontek
pasien/klien s komunikasi
atau lawan juga mengacu
bicara. kepada level
Komunikasi komunikas-
terapeutik komunikasi antar
sendiri pribadi.
merupakan 4. Bahasa Tubuh :
bagian dari Meliputi postur,
komunikasi posisi tangan dan
interpersonal lengan, kontak
dalam dunia mata, dan
kesehatan ekspresi wajah.
khususnya 5. Gangguan/Ham
bidang batan :Emosi
keperawatan bisa
yang mengganggu
membutuhkan komunikasi
rasa efektif. Jika
percaya/keper komunikasi
cayaan (trust). marah,
Sikap suporif kemampuannya
(supportivene mengirimkan
ss). Dan sikap pesan efektif
terbuka (open mungkin
mindedness) berpengaruh
dari masing- negatif.
masing pihak 6. PikiranTerbuka:
Jangan terburu
menilai atau
mengkritisi
ucapan orang
64

lain. menghargai
pendapat.
7. Pendengar Aktif
:Menjadi
pendengar yang
baik dan aktif
akan
meningkatkan
pemahaman atas
pemikiran dan
perasaan orang
lain.
8. Refleksi:Pastika
n bahwa kita
mengerti ucapan
orang lain
dengan
(konfirmasi) (M.
Taufik juliane,
2010).
65

Variabel Definisi Indikator Alat Skala Skor

Operasio-nal Ukur
Variabel Keluarga 1. Keluarga harus Kusioner Ordinal Kategori:
dependent: merupakan mampu melihat -Baik=76-
Peran sistem kebutuhan- 100%
keluarga pendukung kebutuhan klien -Cukup=
utama yang dan 56-75%
memberi mempertahankan -Kurang=
perawatan kekohosifan <55%
langsung dalam keluarga
pada setiap dengan cara
keadaan belajar
(sehat sakit) keterampilan
klien. merawat klien,
memenuhi
kebutuhan
istirahat dan
kebutuhan
emergensi di
saat krisis, serta
memberi
dukungan
emosional
(pengasuh)
2. Keluarga harus
mempu
memberikan
dukungan
finansial untuk
perawatan klien
dan terlibat
dalam kelompok
yang dapat
memberikan
bantuan seperti
terapi suportif
(perentara)
3. Keluarga harus
mengembangkan
hubungan secara
benanr untuk
membantu klien
skizofrenia
merubah sikap
dan keterampilan
(pengikut)
(Agung, 2018)
66

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Prosedur Administratif

Mendapatkan surat izin penelitian dari Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hafshawaty Jurusan S1 Keperawatan, Kemudian peneliti

mengajukan permohonan izin, peneliti juga mengajukan ijin kepada

Bankes Bangpol, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas Maron

untuk memperoleh data seberapa banyak peran keluarga dalam

perawatan pasien skizofrenia Di Desa Maron Kidul.

4.7.2 Prosedur Tekhnis Atau Alur Penelitian

1. Peneliti meminta izin dan mendapatkan izin dari Bankes Bangpol

probolinggo.

2. Peneliti meminta izin Kepala Dinas kesehatan dan kepala Desa

Maron Kidul untuk mengadakan penelitian di wilayah tersebut.

3. Peneliti datang ke kepala Puskesmas Maron kidul untuk

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

4. Peneliti datang kesetiap rumah keluarga pasien skizofrenia di Desa

Maron Kidul untuk mendapatkan data

5. Peneliti memberikan Informed Consent pada keluarga pasien

skizofrenia yang setuju menjadi responden untuk menanda-tangani

6. Peneliti memberikan kuesioner kepada responden sebelum

diberikan latihan tehnik komunikasi efektif

7. Peneliti menjelaskan kepada responden tentang prosedur

pelaksanaan dan tanggung jawabnya

8. Peneliti melakukan kegiatan penelitian dalam waktu 3 minggu setiap

pertemuan dilakukan 1 minggu 3 kali dengan durasi 1 jam.


67

9. Peneliti melakukan evaluasi dengan cara memberikan kuesioner

kembali kepada responden setelah diberikan latihan komunikasi

efektif

10. Peneliti mengumpulkan data untuk di uji menggunakan SPSS 15

4.8 Pengumpulan Data

4.8.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang akan

digunakan untuk pengumpulan data, seperti kuesioner (daftar

pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan

dengan pencatatan data dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

Instrumen dalam penelitian ini adalah menggunakan kuosioner

peran keluarga yang terdiri atas 22 pertanyaan dengan skala likert

dengan penilaian “Selalu” = 4, “sering” = 3, “kadang” = 2, “tidak

pernah” = 1. Hasil pengukuran terhadap peran keluarga memiliki nilai

minimal 6 dan nilai maksimal 24 (Agung, 2018).

Tabel 4.3 Kisi-Kisi Kuosioner peran keluarga

JenisPernyataan
Variabel Indikator
No. Soal Jumlahsoal
Peran 2,3,6,7,8,9,10,11, 13 soal
1. Pengasuh 12,16,22,23,24
keluarga
2. Perantara 7 soal
1,5,17,18,19,20,
21,
3. Pengikut 4,13,14,15,25 5 soal
68

4.8.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan

suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas

suatu instrumen dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor

masing-masing variabel dengan skor totalnya.

Uji validitas pada quisioner peran keluarga dilakukan pada tanggal

27 maret 2019 dengan hasil r table (0,632), dari 25 pertanyaan tidak

terdapat pertanyaan yang tidak valid yang nilainya lebih rendah dari r table

pada nilai signifikan 5% yaitu (0,632).

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan

bila fakta atau kenyataan hidup tadi di ukur atau di amati berkali-kali

dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati

sama-sama memegang peranan yang penting dalam waktu yang

bersamaan. Perlu diperhatikan bahwa reabilitas belum tentu akurat

(Nursalam, 2011).

Uji quisioner telah dilakukan dengan menggunakan Aplikasi SPSS

19.

Hasil uji reliabilitas quisioner peran keluarga didapatkan

Cronbach’s Alphasebesar 0,979 lebih besar dari 0,632 maka dinyatakan

reliable.Jadi kuesioner peran keluarga tersebut termasuk berkategori

reliabilitas sangat tinggi.Dari hasil uji validitas dan reliabilitas yang telah di
69

lakukan, maka dapat simpulkan bahwa kusioner peran keluarga tersebut

sudah layak untuk di gunakan sebagai instrumen penelitian.

4.8.3 Tehnik Pengumpulan Data

1. Editing

Editingyaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing data dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

Dalam hal ini, dilakukan pemeriksaan data, hasil data harus

dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu

a. Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi

b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup

jelas atau terbaca.

c. Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannya.

d. Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban

pertanyaan yang lainnya (Notoatmodjo, 2012)

2. Coding

Yang dimaksud dengan coding adalah mengubah data

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan

(Notoatmodjo, 2010).

3. Scoring

Scoring merupakan memberikan penilaian terhadap item-item

yang perlu diberikan penilaian atau skor.

Untuk variabel independen, latihan komunikasi efektif tidak

membutuhkan scoring, untuk variabel dependen di ukur

mengunakan kusioner peran keluarga dengan:


70

Slalu : nilai 4

Sering : nilai 3

Kadang-kadang : nilai 2

Tidak pernah : nilai 1

Skor ini dinyatakan dalam skor tertinggi adalah 40 dan skor

terendah adalah 10

4. Tabulating

Tabulating adalah menampilkan data yang diperoleh dalam

bentuk tabulasi. Proses ini merupakan tahapan akhir pengolahan

data yang sangat berguna untuk kegiatan selanjutnya yaitu tehnik

penyajian data. Penelitian ini datanya berbentuk numerik, maka

setelah data dikumpulkan dan diperiksa, kemudian akan dilakukan

analisa data dengan komputerisasi untuk menguji hipotesis yang

akan dilakukan. Untuk menguji hipotesisi yang menyatakan

pengaruh latihan komunikasi efektif terhadap peran keluarga dalam

perawatan pasien skizofrenia di Desa Maron Kidul.

4.9 Analisa Data

Penelitian ini bertujuan untuk menidentifikasi Pengaruh Komunikasi

Efektif Terhadap Peran Keluarga Dalam Perawatan Pasien Skziofrenia di

Desa Maron Kidul. Perhitungan analisis statistik tersebut mengunakan

komputerisasi, teknik yang digunakan adalah uji parametrik (paired T-

test)dengan syarat distribusi data normal (α=0,05).Pengambilah kepetusan

hipotesa berdasarkan pada:

H1 Diterima jika ρ ≤ α (0,05)

H0 Diterima jika ρ › α (0,05)


71

4.10 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memberikan penjelasan

kepada responden tentang berbagai hal terkait dengan penelitian yang

akan dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan:

4.10.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan anatara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan informed consent tersebut diberiakn sebelum penelitian

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden (Hidayat, 2009).

4.10.2 Tanpa Nama (Anonimity)

Merupakan masalah dalam penelitian keperawatan dengan

cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data (Hidayat, 2009).

4.10.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari

hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya,

semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan

atau dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2009).

Anda mungkin juga menyukai