Anda di halaman 1dari 7

KEMAS 8 (1) (2012) 62-68

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

ANALISIS FAKTOR RISIKO MULTIDRUG RESISTANT TUBERCULOSIS


(MDR-TB) (STUDI KASUS DI BP4 PURWOKERTO)

Dwi Sarwani SR , Sri Nurlaela, Isnani Zahrotul A

Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Multi Drug Resistant (MDR-TB) merupakan masalah terbesar dalam pencegahan dan
Diterima Maret 2012 pemberantasan TB dunia. Indonesia berada di peringkat 8 dari 27 negara dengan MDR-
Disetujui April 2012
TB terbanyak di dunia. WHO global report 2010, memperkirakan pasien MDR-TB di
Dipublikasikan Juli 2012
Indonesia berjumlah 8900. MDR-TB adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium
tuberkulosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan Isoniazid. Penelitian ini
Keywords: bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor risiko MDR-TB. Jenis penelitian yang
Risk factors
digunakan adalah kasus kontrol. Populasi kasus adalah penderita TB yang diuji dan
Multi Drug Resistant
Tuberculosis
terbukti resisten positif dan sampel kontrol adalah penderita yang diuji dan terbukti
resisten negatif. Perbandingan kasus:kontrol= 32:32. Analisis data dilakukan dengan
analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan regresi logistik. Hasil penelitian
menunjukan bahwa faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian Multi
Drug Resistant (MDR-TB) yaitu motivasi penderita yang rendah OR =4,2 (CI=1,478-
11,94) dan ketidakteraturan berobat OR=2,3 (CI=1,38–10,28). Diperlukan berbagai
dukungan khususnya yang berasal dari keluarga dan lingkungan pasien agar dapat
memotivasi penderita TB paru bahwa penyakitnya dapat disembuhkan dan melakukan
pengobatan dengan teratur.

Abstract
Multi Drug Resistant (MDR-TB) is the biggest problem in global TB prevention and
eradication. Indonesia is ranked in the eighth of 27 countries with MDR-TB in the world.
The WHO report estimates that globally MDR-TB patients in Indonesia counted 8900 cases.
Multi-drug resistant (MDR) tuberculosis is defined as disease caused by Mycobacterium
tuberculosis with resistance to at least two anti-tubercular drugs Isoniazid and Rifampicin.
This study was aimed to determine risk factors for MDR–TB. Type of study was a case-
control. Sample cases were patients that tested and proven resistant positive (32) and sampel
control were patients that tested and proven resistant negative (32). Data were analyzed by
using the methods of univariate, bivariate and multivariate with logistic regression. The
results showed that there were risk factors which proved the incidence of MDR-TB that
was low motivation OR =4,2 (CI=1,47 - 11,94) and inregular treatment OR=2,3 (CI=1,38
– 10,28). It id sugested to the TB suferer to enhance motivation and conduct regular
treatment.

© 2012 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Jl. Dr. Suparno - Purwokerto, 53122
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 62-68

Pendahuluan MDR-TB merupakan permasalahan


utama di dunia. Banyak faktor yang memberikan
Menurut World Health Organization kontribusi terhadap resistensi obat pada negara
(WHO) menyatakan bahwa penyakit berkembang termasuk ketidaktahuan penderita
Tuberkulosis Paru (TB) saat ini telah menjadi tentang penyakitnya, kepatuhan penderita
ancaman global, karena hampir sepertiga buruk, pemberian monoterapi atau regimen
penduduk dunia telah terinfeksi. Sebanyak 95% obat yang tidak efektif, dosis tidak adekuat,
kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, instruksi yang buruk, keteraturan berobat yang
terjadi pada negara-negara berkembang rendah, motivasi penderita kurang, suplai obat
(WHO, 2007). TB merupakan penyebab yang tidak teratur, bioavailibity yang buruk dan
kematian nomor satu diantara penyakit kualitas obat memberikan kontribusi terjadinya
menular dan merupakan peringkat ketiga dari resistensi obat sekunder (Masniari dkk, 2007).
10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia Faktor risiko lain untuk terjadinya MDR–
yang menyebabkan 100.000 kematian setiap TB adalah infeksi HIV, sosial ekonomi, jenis
tahunnya. Tingginya insidens dan prevalens kelamin, kelompok umur, merokok, konsumsi
TB terutama kasus TB BTA positif merupakan alkohol, diabetes, pasien TB paru dari daerah
ancaman penularan TB yang serius di lain (pasien rujukan), dosis obat yang tidak
masyarakat, karena sumber penularan TB tepat sebelumya dan pengobatan terdahulu
adalah penderita TB BTA positif (tbcindonesia, dengan suntikan dan fluoroquinolon (Balaji
2008). et al., 2010). Sumber lain menyebutkan bahwa
Obat tuberkulosis harus diminum oleh faktor risiko MDR-TB adalah jenis kelamin
penderita secara rutin selama enam bulan perempuan, usia muda, sering bepergian,
berturut-turut tanpa henti. Kedisiplinan lingkungan rumah yang kotor, konsumsi
pasien dalam menjalankan pengobatan juga alkohol dan merokok serta kapasitas paru-paru
perlu diawasi oleh anggota keluarga terdekat (Caminero, 2010).
yang tinggal serumah, yang setiap saat dapat Penelitian Prasetyo (2009) menyebutkan
mengingatkan penderita untuk minum obat. bahwa jumlah penderita MDR-TB di Balai
Apabila pengobatan terputus tidak sampai enam Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4)
bulan, penderita sewaktu-waktu akan kambuh Purwokerto dari Tahun 2003-2008 adalah
kembali penyakitnya dan kuman tuberkulosis 69 orang dengan perincian pada Tahun 2003
menjadi resisten sehingga membutuhkan biaya sebanyak 7 orang, Tahun 2004 sebanyak 8
besar untuk pengobatannya (Hiswani, 2006). orang, Tahun 2005 sebanyak 10 orang, Tahun
Beberapa faktor yang harus diperhatikan 2006 sebanyak 9 orang, Tahun 2007 sebanyak
yang sangat mempengaruhi keberhasilan 27 orang, dan Tahun 2008 sebanyak 8 orang.
pengobatan, seperti lamanya waktu pengobatan, Sebagian besar penderita ini adalah kasus
kepatuhan serta keteraturan penderita MDR-TB dengan resistensi pada obat anti
untuk berobat, daya tahan tubuh, juga faktor tuberkulosis lainnya sebesar 90% dari seluruh
sosial ekonomi penderita yang tidak kalah penderita MDR-TB. Pada Tahun 2009 angka
pentingnya (Situmeang, 2004). Pengobatan penderita MDR-TB di BP4 Purwokerto
yang terputus ataupun tidak sesuai dengan sebanyak 5 orang dengan resistensi terhadap
standar DOTS juga dapat berakibat pada rifampisin dan isoniazid sebanyak 3 orang dan
munculnya kasus kekebalan multi terhadap 2 orang lainnya adalah kasus MDR-TB dengan
obat anti TB yang memunculkan jenis kuman resistensi pada obat anti tuberkulosis (OAT) lini
TB yang lebih kuat, yang dikenal dengan Multi 1 lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, penulis
Drug Resistant (MDR-TB). Pengobatan MDR- tertarik untuk meneliti tentang analisis faktor
TB membutuhkan biaya yang lebih mahal dan risiko yang berpengaruh dengan kejadian
waktu yang lebih lama dengan keberhasilan Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR-TB)
pengobatan yang belum pasti (Depkes RI, di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4)
2009). Purwokerto”.

63
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 62-68

Metode Penyakit Paru-paru (BP4) Purwokerto. Jumlah


sampel 32 kasus dan 32 kontrol.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Variabel penelitian adalah jenis kelamin,
penelitian observasional dengan rancangan pendidikan, pendapatan, merokok, motivasi,
kasus kontrol. Penelitian dilakukan dengan cara keteraturan berobat dan kejadian MDR-TB.
observasi retrospektif untuk mengetahui faktor Analisis data dilakukan secara univariat,
risiko MDR-TB. Analisis data secara univariat, bivariat dengan Chi Square untuk mengetahui
bivariat dengan uji Chi Square serta mengetahui OR dan analisis multivariat.
besar risiko (odds ratio) dan multivariat.
Populasi kasus adalah semua penderita yang Hasil Penelitian dan Pembahasan
diuji resistensi TB pada Tahun 2003-2009 dan
terbukti resisten positif di Balai Pengobatan Perbandingan kondisi kasus dan kontrol
Penyakit Paru-paru (BP4) Purwokerto. dilihat dari variabel bebas yang diteliti disajikan
Populasi kontrol adalah semua penderita yang pada Tabel 1. Rangkuman hasil analisis bivariat
diuji resistensi TB dari Tahun 2003-2009 dan disajikan pada Tabel 2.
terbukti resisten negatif di Balai Pengobatan

Tabel 1. Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Variabel Bebas

Kasus Kontrol
Variabel
n % N %
Jenis kelamin
- Perempuan 16 50,0 14 43,8
- Laki-laki 16 50,0 18 56,2
Tingkat pendidikan
- Rendah 21 65,6 19 59,4
- Tinggi 11 34,4 13 40,6
Pendapatan keluarga
- < UMK 24 75,0 24 75,0
- ≥ UMK 8 25,0 8 25,0
Merokok
- Ya 15 46,9 17 53,1
- Tidak 17 53,1 15 46,9
Motivasi
- Rendah 12 68,8 11 34,4
- Tinggi 10 31,2 21 65,6
Keteraturan minum obat
- Tidak teratur 19 59,4 14 43,8
- Teratur 13 40,6 18 56,2

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat

No Variabel Independen p value OR (95% CI)


1. Jenis Kelamin 0,80 1,23 (0,48 – 3,44)
2. Pendidikan 0,79 1,30 (0,47 – 3,60)
3. Pendapatan keluarga 1,00 1,00 (0,32 – 3,10)
4. Merokok 0,80 0,79 (0,29 – 2,08)
5. Motivasi 0,01 4,20 (1,47 – 11,9)
6. Keteraturan minum obat 0,03 1,88 (1,38 – 10,2)

64
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 62-68

Tabel 3. Hasil Analisis Multivariat

No Faktor Risiko B p value OR 95% CI


1. Motivasi penderita (rendah) 1,435 0,05 4,2 1,47-11,94
2. Keteraturan minum obat (tidak teratur) 2,376 0,01 2,3 1,38- 10,28

Dari hasil analisis bivariat menunjukkan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi
ada 2 variabel yang terbukti berhubungan. tidak dapat diamati, yang dapat diamati adalah
Hasil analisis multivarit disajikan pada Tabel 3. kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan
tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Faktor yang Terbukti Berpengaruh pada Alasan utama gagalnya pengobatan
Kejadian MDR-TB adalah pasien tidak mau minum obatnya secara
Hasil analisis bivariat dan multivariat teratur dalam waktu yang diharuskan. Pasien
menunjukkan ada hubungan antara motivasi biasanya bosan harus minum banyak obat
dengan MDR-TB. Seseorang yang mempunyai setiap hari selama beberapa bulan. Lamanya
motivasi rendah untuk minum obat mempunyai waktu pengobatan TB paru yang harus
risiko 4,2 kali lebih besar untuk menderita dilakukanselama 6 bulan, dapat saja dijadikan
MDR-TB dibandingkan yang mempunyai beban oleh penderita sehingga mereka malas
motivasi yang tinggi. Hasil penelitian ini sesuai untukmelanjutkan proses pengobatan. Adapun
dengan Seetha et al., (1981), bahwa satu dari bagi penderita yang memiliki keinginan atau
studi operasional di National Tuberculosis motivasi yang kuat akan terhindar dan sembuh
Institute (NTI) dan juga the National Reports on dari penyakit dan tetap akan melakukan
DTPs menunjukkan bahwa hanya 30-35 % dari pengobatan secara teratur. Salah satu kesadaran
pasien TB yang melakukan pengobatan secara utama dalam penanganan kasus TB adalah
teratur dengan periode yang telah ditentukan. bagaimana memotivasi penderita agar mereka
Salah satu alasannya adalah kemungkinan mau menyelesaikan pengobatannya sesuai
mereka dipengaruhi oleh anggota keluarga dan waktu yang telah ditetapkan. Kurangnya
teman-teman mereka ketika mereka kembali ke motivasi dan kesadaran ini dapat terjadi karena
rumah setelah motivasi/pengobatan awal dan kurangnya pengetahuan penderita tentang
pengobatan wajib bulan pertama. Oleh karena penyakitnya dan bagaimana mengobatinya,
itu, jika kemungkinan motivasi pasien berasal pelayanan yang kurang memuaskan dari pihak
dari lingkungan rumah mereka dan kehadiran/ penyelenggara fasilitas kesehatan, faktor sosio-
peran anggota keluarga lain, kemungkinan ini budaya dan lain-lain.
dapat menolong keberlanjutan pengobatan Hasil analisis bivariat dan multivariat
karena TB. Motivasi dari anggota keluarga menunjukkan ada hubungan antara keteraturan
lain mungkin berpengaruh ke pasien untuk minum obat dengan kejadian MDR-TB.
mendukung program pengobatan TB secara Seseorang yang mengkonsumsi obat TB tidak
tuntas. teratur mempunya risiko 2,3 kali lebih besar
Menurut Woodworth dan Marquis yang untuk menderita MDR-TB dibandingkan
dikutip oleh Notoatmodjo (2003), berdasarkan yang mengkonsumsi obat secara teratur. Hasil
penyebabnya motivasi dapat dibagi menjadi ini sesuai dengan penelitian Ti T et al., (2006)
2 yaitu motivasi intrinsik yakni motif yang menyatakan bahwa orang yang melakukan
berfungsi tanpa rangsangan dari luar, karena pengobatan tidak teratur memiliki risiko terkena
pada dasarnya dalam diri seseorang sudah MDR-TB 4,8 kali lebih besar dibandingkan
ada dorongan untuk melakukan sesuatu dan dengan yang melakukan pengobatan teratur.
motivasi ekstrinsik yakni motif yang berfungsi Penelitian Barroso (2003), juga menyebutkan
karena adanya rangsangan dari luar diri bahwa orang yang melakukan pengobatan
seseorang. Motivasi merupakan suatu dorongan tidak teratur memiliki risiko terkena MDR-TB
dari dalam diri seseorang yang menyebabkan 5,1464 kali lebih besar dibandingkan dengan
orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan yang melakukan pengobatan teratur.

65
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 62-68

Faktor yang Terbukti Tidak Berpengaruh berbagai cara penularan penyakit TB.
pada Kejadian MDR-TB Pengetahuan tentang tuberkulosis dan
Hasil analisi bivariat dan multivariat jenis pengobatannya seharusnya bertambah seiring
kelamin bukan merupakan faktor risiko MDR- dengan tingkat pendidikan yang didapat.
TB. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Tingkat pendidikan responden menjadi
Sharma et al., (2004) yang menyatakan bahwa faktor penentu dari semua proses pendidikan
jenis kelamin perempuan berhubungan dengan kesehatan. Tingkat pendidikan yang lebih
kejadian MDR-TB (OR 3,4). Hal tersebut bisa tinggi, tak diragukan lagi membantu pasien
terjadi karena berdasarkan hasil analisis statistik untuk memahami pesan-pesan pendidikan.
didapatkan bahwa perbedaan persentase antara Selain itu, pasien tersebut memiliki kesempatan
kasus dan kontrol yang terlalu kecil dan juga yang lebih baik untuk menemukan pengetahuan
berdasarkan hasil temuan di lapangan pada yang cukup tentang penyakit tuberkulosis dari
saat penelitian dimana pada kelompok kasus berbagai media yang ada.
jumlah perempuan dan laki-laki sama. Pada Tidak bermaknanya variabel tingkat
kontrol juga didapatkan perbedaan yang kecil pendidikan dalam penelitian ini disebabkan
antara jumlah responden perempuan dan laki- karena tidak selamanya penderita yang
laki. Berdasarkan hal tersebut, maka faktor berpendidikan dasar tingkat pengetahuannya
risiko jenis kelamin pada penelitian ini bukan tentang penyakit TB rendah, dan juga tidak
merupakan faktor risiko terjadinya MDR-TB. semua yang berpendidikan menengah ke atas
Penelitian epidemiologi telah pengetahuan tentang TB tinggi. Saat ini sudah
membuktikan bahwa terdapat perbedaan antara banyak media yang memberikan informasi
laki-laki dan perempuan dalam hal prevalensi tentang pentingnya pengobatan TB secara
infeksi, progresiviti penyakit, insidens dan cuma-cuma dan sering tayang di televisi, para
kematian akibat TB. Jumlah penderita TB penyiar radio dan iklan di radio pun saat ini
yang meningkat juga dapat menyebabkan banyak yang memberikan informasi tentang
peningkatan jumlah penderita MDR-TB. pengobatan TB. Leaflet-leaflet yang ada di
Perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi puskesmas, spanduk-spanduk dan poster-
perkembangan penyakit dimana pada pada poster yang tersebar juga banyak memberikan
perempuan mempunyai penyakit yang informasi tentang TB dan pengobatannya.
lebih berat pada saat datang ke rumah sakit. Oleh karena itu, media elektronik dan media
Perempuan lebih sering terlambat datang ke cetak banyak memberikan informasi kepada
pelayanan kesehatan dibandingkan dengan responden.
laki-laki. Hal ini bisa disebabkan karena adanya Berdasarkan hasil analisis bivariat
rasa malu dan aib yang lebih dirasakan pada dan multivariat menunjukkan bahwa
perempuan dibanding laki-laki. Perempuan pendapatan bukan merupakan faktor risiko
juga lebih sering mengalami kekhawatiran kejadian MDR-TB. Hal ini tidak sesuai
akan dikucilkan dari keluarga dan lingkungan dengan hasil penelitian Casal et al., (2005)
akibat penyakitnya (Masniari dkk., 2007). yang menyebutkan bahwa seseorang dengan
Berdasarkan hasil analisis bivariat dan pendapatan rendah memiliki risiko terkena
multivariat menunjukkan bahwa pendidikan MDR-TB 10,36 kali lebih besar dibandingkan
bukan merupakan faktor risiko kejadian MDR- dengan orang yang pendapatannya tinggi
TB. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian (OR 10.36). Tidak bermaknanya variabel
Shetty et al., (2006), yang menunjukan bahwa pendapatan dalam penelitian ini disebabkan
tingkat pendidikan tinggi secara signifikan dapat karena lebih dari 50% yaitu sebesar 75 % (24
melindungi seseorang dari serangan penyakit orang) kasus maupun kontrol yang menjadi
tuberkulosis. Hal tersebut bisa terjadi karena subyek penelitian, memiliki kesamaan yaitu
berdasarkan hasil temuan di lapangan pada hidup pada keluarga dengan status ekonomi
saat penelitian baik responden kasus maupun rendah dengan pendapatan kurang dari
kontrol sudah memiliki tingkat pengetahuan Upah Minimum Kabupaten (UMK). Adanya
yang cukup baik. Dimana beberapa responden kesamaan karakteristik pendapatan keluarga
sudah mampu menjelaskan dengan benar pada kelompok kasus maupun kontrol, maka

66
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 62-68

tiap kelompok mempunyai peluang yang sama merokok, kebiasaan merokok juga merupakan
untuk menderita MDR-TB. Berdasarkan hal faktor dalam progresivitas tuberkulosis paru
tersebut, maka faktor risiko pendapatan pada dan terjadinya fibrosis.
penelitian ini bukan merupakan faktor risiko
terjadinya MDR-TB, tetapi mungkin karena Penutup
pengaruh faktor lain yang lebih dominan.
Berdasarkan hasil analisis bivariat dan Faktor risiko yang terbukti berpengaruh
multivariat menunjukkan bahwa variabel pada kejadian MDR-TB adalah motivasi yang
merokok bukan merupakan faktor risiko rendah dan ketidakteraturan minum obat.
kejadian MDR-TB. Hal ini tidak sesuai dengan Disarankan penderita TB paru untuk
hasil penelitian penelitian Holtz (2006), meningkatkan motivasi dan meningkatkan
yang menyebutkan bahwa merokok selama keteraturan pengobatan jangan sampai drop
pengobatan berhubungan dengan kejadian out pengobatan.
MDR-TB (OR 17.9) artinya orang yang
merokok memiliki risiko terkena MDR-TB Daftar Pustaka
17,9 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
tidak merokok. Hal ini juga tidak sesuai dengan Depkes RI. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan
penelitian Massi et al., (2011) menyatakan bahwa Tuberkulosis. Jakarta: Gerdunas-TB.
orang yang merokok memiliki risiko terkena Hiswani. 2006. TB merupakan Penyakit Infeksi
MDR-TB 4,01 kali lebih besar dibandingkan yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan
Masyarakat. (On-line). www.dinkes-dki.
dengan orang yang tidak merokok (OR 4,01 ).
go.id/tbl/html. Diakses 1 April 2011.
Tidak bermaknanya variabel merokok dalam Amu, F.A. 2008. Hubungan Merokok dengan
penelitian ini disebabkan karena berdasarkan Penyakit Tuberkulosis Paru. Jurnal Tuber-
hasil analisis statistik didapatkan bahwa culosis Indonesia, (5) 1-8.
perbedaan persentase antara kasus dan kontrol Balaji, V., Daley P., Azad, A.A., Sudarsanam, T.,
yang terlalu kecil dan berdasarkan temuan di Michael, J., Sarojini, Sahni, Diana, R., George,
lapangan pada saat penelitian menunjukan C.P., Abraham, I., Thomas, K., Ganesh, A.,
bahwa kasus maupun kontrol sama-sama John K R., & Mathai D. 2010. Risk Factors
memiliki kebiasaan merokok, sehingga tiap for MDR and XDR-TB in a Tertiary Referral
kelompok mempunyai peluang yang sama Hospital in India. PLoS ONE, 5(3).
Barroso, E.C., Mota, R.M.S., Santos, R.O., Sausa,
untuk menderita MDR-TB.
A.L.O., Barroso, J.B., & Rodrigues, J.L.N.
Kebiasaan merokok membuat seseorang 2003. Risk Factors for Acquired Multidrug-
jadi lebih mudah terinfeksi tuberkulosis, dan resistant Tuberculosis. Journal Pneumol, 29
angka kematian akibat TB akan lebih tinggi (2) 89-97.
pada perokok dibandingkan dengan bukan Caminero, J.A. 2010. Multidrug-resistant Tuber-
perokok. Kebiasaan merokok juga dapat culosis: Epidemiology, Risk Factors, and
merusak mekanisme pertahanan paru yang Case Finding. The International Journal of
disebut muccociliary clearance. Selain itu, asap Tuberculosis and Lung Disease, 14(4) 382–
rokok meningkatkan tahanan jalan napas 390.
(airway Resistant) dan menyebabkan mudah Casal, M., Vaquero, H., Rinder, E., Tortoli, J., Grosset,
S., Rüsch-gerdes, J., Gutiérrez, & Jarlier, V.
bocornya pembuluh darah di paru, juga akan
2005. A Case-Control Study for Multidrug-
merusak makrofag yang merupakan sel yang Resistant Tuberculosis: Risk Factors in
dapat memakan bakteri pengganggu Jumlah Four European Countries. Microbial Drug
penderita TB yang bertambah dapat menambah Resistance, 11(1) 62-67.009:217-21.
permasalahan baru, yakni bertambahnya Faustini, A., Hall, A.J., & Perucci, C.A. 2006. Risk
jumlah pasien TB yang MDR-TB. Beberapa Factors For Multidrug Resistant Tuberculosis
penelitian lain menemukan bahwa anak yang in Europe: A Systematic Review. Thorax
terpapar asap rokok (perokok pasif) ternyata an International Journal Of Respiratory
juga lebih sering mendapat TB nantinya. Juga Medicine, (61) 158-16.
ditemukan bahwa TB pada perokok lebih Holtz, T.H., Lancaster, J., Laserson, K.F., Wells, C.D.,
Thorpe, L., & Weyer, K. 2006. Risk factors
menular daripada penderita TB yang tidak

67
Dwi Sarwani SR, dkk. / KEMAS 8 (1) (2012) 62-68

associated with default from multidrug- Berobat di Puskesmas. Buletin Penelitian


resistant tuberculosis treatment, South Sistem Kesehatan, 9 (3) 134-141.
Africa, 1999–2001. The International Journal Santha, T., Garg, R., Frieden, T.R., Chandrasekaran,
of Tuberculosis and Lung Disease, 10(6) 649– V.,  Subramani, R.,  Gop P.G.,  Selvakumar,
655. N.,  Ganapathy, S.,  Charles, N.,  Rajamma,
Marahatta, S.B. 2010. Multi-drug Resistant J.,  & Narayanan, P.R. 2002. Risk Factors
Tuberculosis Burden and Risk Factors: An Associated with Default, Failure, and Death
Update. Kathmandu University Medical Among Tuberculosis Patients Treated in a
Journal, 8 (1) 116-125. DOTS Programme in Tiruvallur District,
Masniari, L., Priyanti, Z.S., & Tjandra, Y.A. South India, 2000. Ind. J. Tuberc Lung Dis,
2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi 6(9) 780-8.
Kesembuhan Penderita TB Paru. J Respir Seetha, M.A., Srikantaramu, N., Aneja, K.S., &
Indo, 27(3) 176-185. Singh, H. 1981. Influence of Motivation of
Massi, M.N., Wahyuni, S., Halik, H.; Anita, Y. I., Patients and Their Family Members on The
Leong, F.J., Dick, T., & Phyu, S. 2011. Drug Drug Collection by Patients. Ind. J. Tub,
Resistance Among Tuberculosis Patients 28(4) 182-190.
Attending Diagnostic and Treatment Centres Sharma, S.K. & Mohan, A. 2004. Multidrug-resistant
in Makassar, Indonesia. Int J Tuberc Lung Tuberculosis. Indian J Med Res, (120) 354-
Dis, 15(4) 489-95. 376.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Shetty N., Shemko, M., Vaz, M., & D’Souza, G..
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2006. An Epidemiological Evaluation of Risk
Pant, R., Pandey, K.R., Joshi, M., Sharma, S., Pandey, Factors for Tuberculosis in South India: A
T., & Pandey, S. 2009. Risk Factor Assessment Matched Case Control Study. Int J Tuberc
of Multidrug-Resistant Tuberculosis. J Nepal Lung Dis. 10(1) 80–86.
Health Res Counc, 7(2) 89-92. Situmeang, T. 2004. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Prasetyo, H.E. 2009. Pola Resisten Mycobacterium Masih Menjadi Masalah. http://www.gizi.
Tuberculosis Terhadap Obat Anti Tuber- net. Diakses 31 Maret 2011.
kulosis (OAT) Lini I Di Balai Pengobatan Ti, T., Lwin, T., Mar, T.T., Maung, W., Noe, P., Htun,
Penyakit Paru-Paru (BP4) Purwokerto. A.,  Kluge, H.H.,  Wright, A.,  Aziz, M.A.,
Skripsi. Jurusan Kesehatan Masyarakat &  Paramasivan, C.N. 2002. National Anti-
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. tuberculosis Drug Resistance Survey, 2002,
(Tidak dipublikasikan). in Myanmar. Int J Tuberc Lung Dis, 10(10)
Rachmawati, T. & Turniani, L. 2006. Pengaruh 1111-6.
Dukungan Sosial dan Pengetahuan tentang WHO. 2007. Global Tuberculosis Report. Geneva.
Penyakit TB Terhadap Motivasi untuk www.who.org. Diakses 22 Desember .
Sembuh Penderita Tuberkulosis Paru yang

68

Anda mungkin juga menyukai