Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation
(WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap
tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan kematian berasal
dari negara berkembang salah satunya Indonesia.
Menurut World Health Organization sejak tahun 2010 hingga Maret 2011, di
Indonesia tercatat 430.000 penderita TB paru dengan korban meninggal sejumlah
61.000. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kejadian tahun 2009 yang mencapai
528.063 penderita TB paru dengan 91.369 orang meninggal (WHO Tuberculosis
Profile, 2012). Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah Cina dan
India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia.
Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang setiap
tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai dengan adanya Basil
Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah 110 per 100.000 2 penduduk (Riskesdas,
2013). Di Jawa Tengah angka penemuan penderita TB paru dengan BTA positif tahun
2005 sebanyak 14.227 penderita, dengan rata-rata kasus atau case detection rate (CDR)
sebesar 40,09% meningkat menjadi 17.318 penderita dengan CDR 49,82% tahun 2006.
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang
(basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis (Hiswani, 2004).
Penularan melalui perantara ludah atau dahak penderita yang mengandung basil
tuberculosis paru. Pengobatan TB paru dapat dilaksanakan secara tuntas dengan
kerjasama yang baik antara penderita TB Paru 3 dan tenaga kesehatan atau lembaga
kesehatan, sehingga penyembuhan pasien dapat dilakukan secara maksimal.
Penanganan TB paru oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan menggunakan
metode Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau observasi langsung untuk
penanganan jangka pendek. DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen politik,
pemeriksaan dahak di laboratorium, pengobatan berkesinambungan yang harus
disediakan oleh negara, pengawasan minum obat dan pencatatan laporan.
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien dan
dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga
yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi

1
2

kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Apabila ini dibiarkan, dampak yang akan
muncul jika penderita berhenti minum obat adalah munculnya kuman tuberculosis
yang resisten terhadap obat, jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus menyebar
pengendalian obat tuberculosis akan 4 semakin sulit dilaksanakan dan meningkatnya
angka kematian terus bertambah akibat penyakit tuberculosis. Selain itu penderita juga
mengatakan tidak mengetahui tentang apa itu TB paru, apa gejalanya, bagaimana
penularanya dan bagaimana cara pengobatannya. Penderita TB paru mengatakan tidak
tahu upaya apa yang harus dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya. Mereka juga
tidak tahu jangka waktu pengobatanya oleh karena itu mereka tidak disiplin dalam
minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kepatuhan pengobatan
penyakit TB paru masih sangat kurang.

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami TB Paru dan
Anemia dan tindakan keperawatan.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat melaksanakan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan TB Paru
dan Anemia

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik klien yang mengalami TB Paru dan Anemia
b. Mengidentifikasi intervensi yang dapat dilakukan pada klien yang
mengalami masalah TB Paru dan Anemia
c. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan kepada klien dengan masalah
TB Paru dan Anemia

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Kedepannya laporan kasus ini dapat sebagai acuan dalam pembuatan asuhan
keperawatan medikal bedah dengan TB Paru dan Anemia.
1.3.2 Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi klien
Klien mendapatkan informasi mengenai TB Paru dan Anemia serta cara
mengontrolnya.
2. Manfaat bagi lahan praktek
3

Lahan praktek lebih mengenal asuhan keperawatan pada klien dengan


TB Paru dan Anemia.
3. Manfaat bagi profesi keperawatan
4. Sebagai acuan dan gambaran untuk profesi keperawatan dalam
pemberian asuhan keperawatan kesehatan medikal bedah TB Paru dan
Anemia.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS

Gambar 2.1 anatomi dan fisiologi


Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk pengambilan oksigen (O2) oleh
darah dan pembuangan karbondioksida (CO2). Paru dihubungkan dengan
lingkungan luarnya melalui serangkaian saluran, berturut-turut hidung, farings,
larings, trakea dan bronki. Saluran –saluran itu relatif kaku dan tetap terbuka dan
keseluruhannya meerupakan bagian konduksi dari sistem pernafasan.
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua
lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara,
debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung. hidung dapat menghangatkan
udara pernafasan oleh mukosa
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan, faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah
atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus
fausium disebut orofaring, dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin),
panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos dan lapisan mukosa. trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu
bronkus kanan dan bronkus kiri
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama
kanan dan kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri
5

cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung–ujung nya
terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli.
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung–gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga
lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang
diantaranya menghadap ke tengah rongga dada/ kavum mediastinum. Paru-paru
mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan
dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara
oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini,
kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut. sedangkan kapasitas paru-
paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang
dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5
liter
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara yang
mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi ) yang terjadi
karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses
pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan
proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan
mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan
otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta
eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka
udara terdorong keluar.
2. Difusi Gas
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari
area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas
melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran,
luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2
serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang
berperan penting yaitu alveoli dan darah.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O2 kedalam
sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksi
6

hemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan


plasma dalam sel.

2.2 Tuberkulosis (TB Paru)


2.2.1 Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat
merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson, 1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru (Bruner dan Suddart. 2002).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis (Elizabeth J.
Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru
adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan
mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen
atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

2.2.2 Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering
maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan
menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat
ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
7

sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.


(Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan
yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru
oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain:
1) Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu
dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3) Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4) Individu tanpa perawatan yang adekuat
5) Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan
gizi, by pass gatrektomi.
6) Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
7) Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8) Individu yang tinggal di daerah kumuh
9) Petugas kesehatan

2.2.3 Klasifikasi
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah :
1. TB paru : sputum BTA (+)
2. TB paru tersangka : sputum BTA (-) dengan klinis dan radiologis (+)
3. Bekas TB paru : riwayat obat anti tuberkulosis (OAT) adekuat dengan sputum (-),
klinis (-), radiologis menetap. Klasifikasi TB paru yaitu :
1. TB paru
2. Bekas TB paru
3. TB tersangka, yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati : sputum BTA (-), tapi tanda-tanda lain (+)
b. TB paru tersangka yang tidak diobati : sputum BTA (-) dan tanda-tanda lain
juga meragukan.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama
sekali dalam pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang

pana badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama


dapat sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak
pernah terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat
terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
Gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin

8
9

saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru
yakni setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula.sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang
pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada
kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak bernafas
Pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering
ditemukan berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga
terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
6. Takikardia
Udara tercemar Virus Dihirup individu rentan Kontak Dgn Pend.TB
TB Melalui Droplet 10

Droplet/Virus TB
masuk ke saluran
pernafasan

Virus TB menempel pd Masuk ke alveoli


dinding bronkus terminalis

Virus tidak dapat di


Proses inflamasi pada fagosit
bronkus
Sembuh sempurna
Virus TB berkembang
biak dlm makrofag
Sembuh dengan focus
Ghon
Lisis makrofag

Virus TB membentuk
Respon inflamasi lesi pd alveoli
terminalis

Meluas ke tulang
belakang
Pertukaran O2 dan CO2
Peningkatan suhu tubuh Peningkatan produksi tidak adekuat
sekret
Depresi sumsum tulang
belakang
Sesak nafas
Hipertermi Batuk
Malabsorbsi dan
Ketidakefektifan
kegagalan pemanfaatan
pola nafas zat besi

Peningkatan kontraksi Ketidakefektifan


dada dan otot bersihan jalan Menghambat
pernafasan nafas diferensiasi dan
proliferasi eritrosit

Nyeri akut
Anemia

Transport O2 terganggu

Hipoksia
Ketidakseimbangan
kebutuhan nutrisi
kurang dari SSP mengirim respon
kebutuhan tubuh ke hipotalamus

Intake menurun Mual/Muntah Pusing

Lemas

Intoleransi
aktivitas
11

2.2.5 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar
dapat diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 –
3 bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18
bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat
yang diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
12

* Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi
2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat
yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam
Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping
itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan
oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Efek Samping OAT :
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.adapun efek samping OAT antara lain yaitu:
1. Isoniazid (INH)
v Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
13

vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.


Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
v Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul
pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat
atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB
pada keadaan khusus.
2. Rifampisin
v Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam,
menggigil dan nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit perut, mual,
tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare, Sindrom kulit seperti
gatal-gatal kemerahan
v Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT
harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila
salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera
dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah
menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
- Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,
keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus
diberitahukan kepada pasien agar dimengerti dan tidak perlu
khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam
urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi
kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna
merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
14

tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-
25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu.
Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.
Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan
peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala
efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera
dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul
tiba- tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping
sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan
telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi
ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pada awal penyakit dimana lesi masih
merupakan sarang-sarang pneumonia gambaran radiologis adalah berupa
bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas. Bila telah berlanjut,
bercak-bercak awan jadi lebih padat dan batasnya jadi lebih jelas. Bila lesi
sudah diliputi jaringan ikat akan terlihat bulatan dengan batas yang tegas. Lesi
ini dikenal dengan nema tuberkuloma.
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberkulosa lebih lanjut) seperti infiltrat + garis-garis fibrotik +
klasifikasi + kavitas (sklerotik/nonsklerotik). Tuberkulosis sering memberikan
gambaran yang aneh-aneh, sehingga dikatakan ”tuberkulosis is the greatest
imitator”
15

Pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan gambarang yang


bermacam-macam dan tidak dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut
dari tuberkulosis.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah yang diperiksa adalah jumlah leukosit dan
limfosit yang meningkat pada saat tuberkulosis mulai (aktif). Pada
pemeriksaan Laju Endap Darah mengalami peningkatan, tapi Laju Endap
Daanh yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya proses
tuberkulosis. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit mulai normal
dan jumlah limfosit masih tetap tinggi dan Laju Endap Darah mulai turun
ke arah normal lagi.
b. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA diagnosis tuberkulosis sudah bisa dipastikan. Penemuan
adanya BTA pada dahak, bilasan bronkus, bilasan lambung cairan pleura
atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa TBC paru.
Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu : dahak sewaktu datang,
dahak pagi dan dahak sewaktu berkunjung hari kedua. Bila didapatkan hasil
dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu pisitif,
dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada
pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif, sedangkan bila tiga kali negatif dikatakan
mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman yang
menginfeksi perlu diakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman atau biakan
yang diambil.
c. Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1cc
tuberkulin PPD (Purified Protein Derivate) intra cutan. Setelah 48-72 jam
tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang
terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan
antigen tuberkulin.
Hasil tes mentoux dibagi dalam :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negative
2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
3) Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positive
4) Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantoux positif kuat
16

Biasanya hampir seluruh penderita memberikan reaksi mantoux yamg


positif (99,8%) Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pemberian
BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih
banyak ditemukan daripada positif palsu (Bahar,1996:721).

2.3 Anemia
2.3.1 Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan
suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001). Anemia
merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar
tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara
laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung
eritrosit dan hematokrit di bawah normal (Handayani & Andi, 2008).

Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria WHO


pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
 Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
 Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
 Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
 Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
 Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya
dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
 Hb < 10 gr/dl
 Hematokrit < 30%
 Eritrosit < 2,8 juta/mm2

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum
dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):
 Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
 Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
 Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
 Berat Hb < 6 gr/dl
17

2.3.2 Etiologi
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai
berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi secara
mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau
lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam
pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi
lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.

2.3.3 Klasifikasi
Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada prekusor
sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak. Anemia ini
dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat dari infeksi
tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat radiasi.
Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat diantisipasi jika pemajanan
18

pada pasien dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap berlangsung setelah
terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang hampir dapat
berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan
berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses pematangan eritrosit.
Ini merupakan tipe anemia yang paling umum. Anemia ini dapat ditemukan
pada pria dan wanita pasca menopause karena perdarahan (misal, ulkus,
gastritis, tumor gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggi serat
(mencegah absorpsi besi). Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan
masukan besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari
saluran gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah perifer yang
identik. Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat
ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang ketat, kegagalan absorpsi
saluran gantrointestinal, penyakit yang melibatkan ilium atau pankreas yang
dapat merusak absorpsi vitamin B12. Tanpa pengobatan pasien akan
meninggal setelah beberapa tahun, biasanya akibat gagal jantung kongesti
sekunder akibat dari anemia. Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena
asupan makanan yang kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada
orang tua, individu yang jarang makan sayuran dan buah, alkoholisme,
anoreksia nervosa, pasien hemodialisis.
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh defek
molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri. Anemia ini ditemukan
terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada
orang-orang kulit hitam. Anemia sel sabit merupaka gangguan resesif otosom
yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektis, satu
buah dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat itu disebut
hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit
apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolysis,
yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia
19

hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai, tetapi bila dijumpai
memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Anemia hemolitik dapat
disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir, dan reaksi transfuse.

2.3.4 Manifestasi Klinis


Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan
menjadi pucat.

Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia dibagi
menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah gejala
yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah menurun di
bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat diklasifikasikan menurut
organ yang terkena, yaitu:
 Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas
saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
 Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
 Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
 Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai
berikut:
 Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
 Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
 Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
 Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
20

Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut.


Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang
berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan
berwatna kuning seperti jerami.

2.3.5 Penatalaksaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya, dapat
dilakukan dengan (Baughman, 2000):
1. Anemia Aplastik
 Transplantasi sumsum tulang.
 Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
 Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
 Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel darah
merah dan trombosit.
 Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan
orang-orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
 Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
 Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
 Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
 Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
 Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
 Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada vege
tarian ketat).
 Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak
terdapatnya faktor-faktor instriksik.
 Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien anemia
pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
 Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
 Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
 Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin prenatal).
4. Anemia sel sabit
21

 Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.


 Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
 Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
 Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih ringan.
 Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak responsive
terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan darah sabit, dan
kadang-kadang setengah dari masa kehamilan untuk mencegah krisis.

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose anemia
adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
 Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen, seperti
kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC), asupan
darah tepi.
 Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan
trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah
(LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
 Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
 Faal ginjal
 Faal endokrin
 Asam urat
 Faat hati
 Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
 Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
 Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
 Pemeriksaan sitogenetik.
 Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction, FISH:
fluorescence in situ hybridization).
2.4 Teori Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
22

1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada
tempat- tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub
mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
* Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
* Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
* Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.
* Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara
kurang, daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar
matahari, jumlah anggota keluarga yang banyak.
6. Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah
anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab,
jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat
masuk, ventilasi minim menybabkan pertukaran udara kurang,
sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan imunisasi.
2) Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan
atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
23

4) Pola aktifitas – latihan


Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak
nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan
dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat
kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan.
(Marilyn. E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam
hal hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
(Marilyn. E. Doenges,
1999).
9) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari
dan berkeringat pada malam hari
10) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
11) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
12) Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
13) Cardiovaskuler Gejala: takikardia
24

7. Pemeriksaan Fisik
* Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
* Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan
timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
* Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitasyang cukup besar,
auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura,
auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
* Palpasi
badan teraba hangat (demam)
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
* Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
* Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
* Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
* Anemia bila penyakit berjalan menahun
* Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
* LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai
tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
* GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
25

kerusakan paru.
* Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
* Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak
normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
* Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan
lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan
mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit
bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
* Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk
melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
* Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC
adalah penebalan pleura, efusi pleura atau
empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan
rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural.

2. Diagnosis keperawatan
a. Ketidakefektifan Pola Nafas (Nanda, 2018-2020)
Domain
Definisi 4. Kelas 4. Kode diagnosis 00032
Definisi
Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Batasan Karakteristik
- Pola nafas abnormal
- Perubahan ekskursi dada
- Bradypnea
- Penurunan tekanan ekspirasi
26

- Penurunan tekanan inspirasi


- Penurunan venilasi semenit
- Penurunan kapasitas vital
- Dyspnea
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan cuping hidung
- Ortopnea
- Fase ekpirasi memanjang
- Pernafasan bibir
- Takipnea
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Penggunaan posisi tiga-titik
Faktor yang berhubungan
- Ansietas
- Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
- Keletihan
- Hiperventilasi
- Obesitas
- Nyeri
- Keletihan otot pernafasan
Kondisi terkait
- Deformitas tulang
- Deformitas dinding dada
- Sindrom hipoventilasi
- Gangguan musculoskeletal
- Imaturitas neurologis
- Gangguan neurologis
- Disfungsi neuromuscular
- Cedera medulla spinalis
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (Nanda, 2018 – 2020)
Domain II. Kelas 2. Kode diagnosis 00031
Deinisi:
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas
untuk mempertahankan bershian jalan napas.
Batasan Karaktersitik
 Tidak ada bauk
 Suara napas tambahan
27

 Perubahan pola napas


 Perubahan frekuensi napas
 Sianosis
 Kesulitan verbalisasi
 Penurunan bunyi napas
 Dispnea
 Sputum dalam jumlah yang berlebihan
 Batuk yang tidak efektif
 Ortopnea
 Gelisah
 Mata terbuka lebar
Faktor yang berhubungan
 Mukus berlebihan
 Terpajan asap
 Benda asing dalam jalan napas
 Sekresi yang tertahan
 Perokok pasif
 Perok
Kondisi terkait
 Spasme jalan napas
 Jalan napas alergik
 Asma
 Penyakit paru obstruksi kronis
 Eksudat dalam alveoli
 Hiperplasia pada dinding bronkus
 Infeksi
 Disfungsi neuromuskular
 Adanya jalan napas buatan
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh (Nanda, 2018 – 2020)
Domain 2. Kelas 1. Kode diagnosis 00002
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Batasan karakteristik
 Kram abdomen
 Nyeri abdomen
 Gangguna sensasi rasa
 Kurang minat pada makanan
28

 Tonus otot menurun


 Kesalahan informasi
 Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
 Kerapuhan kapiler
 Diare
 Kehilangan rambut berlebihan
 Enggan makan
 Asupan makanan kurang dari recommended daily allowance (ROA)
 Bising usus hiperaktif
 Kurang informasi
 Kesalahan persepsi
 Membran mukosa pucat
 Ketidakmampuan memakan makanan
 Cepat kenyang setelah makan
 Sariawan rongga mulut
 Kelemahan otot pengunyah
 Kelemahan otot untuk menelan
 Penurunan berat badan dengan asupan adekuat
Faktor berhubungan
 Asupan diet kurang
Populasi beresiko
 Faktor biologis
 Kesulitan ekonomi
Kondisi terkait
 Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
 Ketidakmampuan mencerna makanan
 Ketidakmampuan makan
 Gangguan psikososial

1) Rencana tindakan keperawatan


a. Pola nafas, ketidakefektifan
Status pernapasan : Kepatenan jalan napas (0401)
Kreteria hasil :
1. Ansietas (5)
2. Ketakutan (5)
29

3. Tersedak (5)
4. Suara napas tambahan (5)
5. Pernapasa cuping hidung (5)
6. Dispnea saat istirahat (5)
7. Dispena denga aktivitas ringan (5)
8. Batuk (5)
Keterangan :
1 : sangat berat
2 : berat
3 : cukup
4 : ringan
5 : tidak ada
Intervensi Rasional
1. Ajarkan klien mengenai 1. Memudahkan klien dalam
penggunaan perangkat oksigen pernafasan dan mengurangi
yang memudahkan mobilitas sesak napas
2. Monitor saturasi oksigen, 2. Mencegah terjadinya sianosis
status pernafasan dan pada jaringan perifer
oksignasi, sebagaimana 3. Posisikan klien semifowler
mestinya untuk mempermudah
3. Posisikan klien untuk pernafasan
memaksimalkan ventilasi 4. Pemasangan oksigen dengan
4. Berikan oksigen tambahan nasal canula tau masker dapat
seperti yang diperintahkan mengurangi dyspnea klien
5. Kolaborasikan dengan tim 5. Terapi intravena dapat
kesehatan lainnya untuk mempercepat kerja obat yang
pemberian terapi IV seperti diberikan
yang ditentukan
Tabel 2.1 Intervensi Ketidakefektifan Pola Nafas

b. Bersihan jalan napas, ketidakefektifan


Status pernapasan : Kepatenan jalan napas (0401)
Kreteria hasil :
9. Ansietas (5)
10. Ketakutan (5)
11. Tersedak (5)
12. Suara napas tambahan (5)
13. Pernapasa cuping hidung (5)
14. Dispnea saat istirahat (5)
15. Dispena denga aktivitas ringan (5)
16. Batuk (5)
Keterangan :
30

1 : sangat berat
2 : berat
3 : cukup
4 : ringan
5 : tidak ada
Intervensi
Intervensi Rasional
1.Instruksikan bagaimana agar bisa 1. Batuk adalah mekanisme
melakukan batuk efektif pemberian jalan napas alami,
membantu silia untuk
mempermudah jalan napas
2. Monitor status pernapasan dan paten.
okisgenasi sebagimana mestinya 2. Takipnea biasanya ada pada
beberpa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan
atau selama stres/ adanya proses
3.Posisikan untuk meringankan sesak infeksi akut.
napas 3. Posisi semifowler membatu
klien memaksimalkan ventilasi
sehingga kebutuhan oksigen
4.Lakukan Fisioterapi dada, terpenuhi melalui proses
sebagiamana mestinya pernapasan.
4. Fisioterapi dada dapat
memudahkan klien dalam
5.Kelola pemberian bronkodilator, mengeluarkan sekret yang sulit
sebagaimana mestinya dikeluarkan secara mandiri.
5. Bronkodilator dapat
memvasodilatasi saluran
pernapasan sehingga jalan
napas paten dan kebuthan
oksigen terpenuhi.
Tabel 2.2 Intervensi Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

c. Nutrisi : ketidakseimbangan, lebih dari kebutuhan tubuh


Status nutrisi (1004)
Keriteria hasil :
1. Asupan gizi (5)
2. Asupan makanan (5)
3. Asupan cairan (5)
4. Energi (5)
5. Rasio berat badan/tinggi badan (5)
6. Hidrasi (5)
Keterangan :
1: sangat menyimpang dari rentang normal
2: banyak menyimpang dari rentang normal
31

3: cukup menyimpang dari rentang normal


4: sedikit menyimpang dari rentang normal
5: tidak menyimpang dari renatang normal
Intervensi
Intervensi Rasional
1. Ajarkan dan dukung konsep 1. Meningkatkan pengatahuan agar
nutrisi yang baik dengan klien klien lebih paham dan menjaga
(dan orang terdejat klien dengan keseimbangan nutrisi tubuhnya.
tepat) 2. Meminimalisir asupan kebutuhan
2. Monitor intake/asupan dan cairan klien
asupan cairan secara tepat 3. Menyeimbangkan asupan kalori
3. Monitor asupan kalori makanan klien
harian 4. Beri kesempatan klien untuk
4. Berikan dukungan terhadap memperbaruhi gaya hidup serta
penigkatan berat badan dan pola makan klien
perilaku yang meningkatkan berat 5. Mengembangkan rencana perawat
badan dengan orang – orang terdekatnya.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain untuk mengembangkan
rencana perawatan dengan
melibatkan klien dan orang –
orang terdekatnya dengan tepat
Tabel 2.2 Intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai