Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

HEART FAILURE

Oleh:

dr. Dea Syafira Mahlevi

Rumah Sakit Umum Daerah Ploso Kabupaten Jombang

Program Dokter Internsip Indonesia

2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
HEART FAILURE

Oleh :
dr. Dea Syafira Mahlevi

Telah disetujui oleh :

Dokter Pendamping I Dokter Pendamping II

dr. Arif Eko Pribadi dr. Meridian Geodesi, M.M

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................... i

Halaman Pengesahan........................................................................................................ ii

Daftar Isi............................................................................................................................. iii

BAB 1 Pendahuluan........................................................................................................... 1

BAB 2 Tinjauan Pustaka..................................................................................................... 3

BAB 3 Laporan Kasus........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA………………………….....……………………………........................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung merupakan salah satu masalah kesehatan yang sedang dihadapi

masyarakat dunia akhir-akhir ini. Prevalensi keseluruhan HF pada populasi orang dewasa di

negara maju adalah 2%. Gagal jantung memiliki angka prevalensi lebih dari 5,8 juta di

Amerika Serikat dan lebih dari 23 juta di seluruh dunia (Dubey et al, 2012). Diperkirakan di

Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal

jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira

mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring

dengan usia, 80 % berumur lebih dari 65 tahun (Mappahya, 2004).Prevalensi pada gagal

jantung meningkat antara 2-3% pada usia 75 tahun, sehingga prevalensi pada usia antara

70an-80an antara 10-20% (Dubey et al, 2012)

Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei

Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab

kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan

bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab

kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia (Mappahya, 2004).

Gagal jantung merupakan sindrom yang memiliki gambaran: gejala gagal jantung,

sesak nafas tipikal saat istirahat maupun atau selam aktifitas dan atau lemas, tanda-tanda

resistensi cairan seperti kongsti pulmonary dan bengkak pada kaki dan kejadian

abnormalitas dari struktur atau fungsi dari jantung saat istirahat (Vahanian, 2008). Gagal

jantung bisa berasal dari CAD, tekanan darah tinggi, penyakit jantung rematik atau

penyebab lain seperti kardiomiopati, penyakit jantung bwaan, endocarditis, dan miokarditis.

Penyakit ini buka hanya merupakan alasan yang cukup untuk masuk ke rumah sakit secara

urgen, tetapi juga merupakan penyebab utama morbiditas dan mortilitas (Dubey et al, 2012).

1
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau

tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya

sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi

diastolik. Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal jantung, atau

perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya (Mappahya, 2004).

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan

penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik,

menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan (Sudoyo, 2009). Dari uraian

di atas, maka penting bagi kita untuk mengenali gejala gagal jantung secara dini terutama

bagi para klinisi.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Heart Failure.
2. Untuk mengetahui cara mendiagnosis pasien dengan Heart Failure.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan Heart Failure.

1.3 Manfaat

Penulisan portofolio ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

dokter mengenai Heart Failure dalam hal cara mendiagnosis dan tatalaksananya.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal jantung merupakan sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang

patologis dimana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan

kebutuhan jaringan, memiliki gambaran: gejala gagal jantung, sesak nafas tipikal saat

istirahat maupun atau selam aktifitas dan atau lemas, tanda-tanda resistensi cairan seperti

kongesti pulmonare dan bengkak pada kaki dan kejadian abnormalitas dari struktur atau

fungsi dari jantung saat istirahat.. Sekarang ini, gagal jantung dianggap sebagai remodeling

progresif akibat beban/ penyakit pada miokard (PERKI, 2016).

2.2 Epidemiologi

Penyebab utama gagal jantung di negara industri adalah iskemik kardiomiopati.

Sedangkan di negara berkembang penyebab utamanya adalah kariomiopati valvular dan

penyakit chaga. Akan tetapi, pada negara berkembang yang terurbanisasi, akibat diet yang

tidak sehat dan pola hidup kurang sehat menyebabkan peningkatan angka insidens penyakit

gagal jantung. Di Indonesia diperoleh hasil prevalensi, jantung berdsarkan wawancara

sebesar 7,2 % , berdasarkan kasus gagal jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga

kesehatan sebesar 12,5% dari semua responden. Angka insidens dan prevalensi terbanyak

gagal jantung pada ras berkulit hitam. Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi

miokard, endokadr, pericardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katub dan

gangguan irama.

.
2.3 Patogenesis

Possible Precipitating Factors for Acute Decompensation in Patients with Chronic

Heart Failure (HF)

1. Dietary indiscretion

2. Inappropriate reduction in HF medications

3
3. Myocardial ischemia, infarction

4. Arrhythmias (tachycardia or bradycardia)

5. Infection

6. Anemia

7. Initiation of medications that worsen the symptoms of HF: CCB, beta bloker, NSAID,

Thiazolidinediones

8. Konsumsi alcohol

9. Kehamilan

10. Hipertensi yang meberat

Gagal jantung terdapat 2 jenis yaitu gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolik

. Kedua jenis gagal jantung ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari

pemeriksaan fisik, footo thoraks, maupun EKG dan hanya dibedakan dengan eko-Doppler.

Gagl jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah

jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan

gejala hipoperfusi. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan ganguan

pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolic didefinisikan sebagai gagal jantung dengan

fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Ekokardiografi. Dopper.

(PAPDI, 2011)

Gagal jantung sistolik didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying

HD/index of events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat oleh

progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal

jantung. Remodeling struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme

kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal (gagal jantung

asimtomatik).Sindrom gagal jantung yang simtomatik akan tampak bila timbul faktor

presipitasi seperli infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktivitas

berlebihan,emosi atau konsumsi garam berlebih, emboliparu, hipertensi, miokarditis, virus,

demam reuma, endokarditis infektif. Gagal jantung simtomatikjuga akan tampak kalau terjadi

4
kerusakan miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasari.Skema di bawah ini dapat

menerangkan pathogenesis tersebut: (PAPDI, 2011)

Gambar 2.1 Pathogenesis Gagal Jantung

2.4 Klasifikasi Gagal Jantung


Penilaian derajat gangguan kapasitas fungsional dari Heart Failure, pertama kali

diperkenalkan oleh New York Heart Association (NYHA) tahun 1994 lebih berdasarkan

keluhan subjektif. Berdasarkan NYHA gagal jantung terbagi menjadi 4 klasifikasi yaitu

(PERKI, 2016):

1. Kelas 1, jika sesak timbul saat aktifitas berlebih


2. Kelas 2, jika sesak timbul saat aktifitas sedang
3. Kelas 3, jika sesak timbul saat aktiitas ringan
4. Kelas 4, jika sesak timbul saat istirahat.

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology / American Heart

Association (ACC/AHA).. pada tahun 2005 yang menekankan pembagian gagal jantung

bedasarkan progresifitas kelainan struktur dari jantung dan perkembangan status fungsional.

Klasifikasi dari ACC/AHA ini juga dibagi menjadi 4, yaitu(PAPDI):

1. Stage A menandakan ada faktor resiko gagal jantung(diabetes, hipertensi,penyakit

jantung koroner) namun belum ada kelainan struktur jantung (kardiomegali, LVH, dan

lain-lain) mupun kelainan fungsional.

5
1. Stage B menandakan ada faktor-faktor resiko gagal jantung seperti pada stage A dan

sudah terdapat kelainan structural, LVH, kardiomegali dengan atau tanpa kelainan

fungsional, namun bersifat asimptomatik.


2. Stage C, sedang dalam dekompensasi dan atau pernah gagal jantung, yang didasari

oleh kelainan structural dari jantung.


3. Stage D adalah benar-benar masuk ke dalam refractory gagal jantung.

2.5 Manifestasi Klinis Gagal Jantung

Pada tahap simptomatik terlihat sindrom gagal ginjal seperti cepat capek, sesak

nafas (dyspnoe in effort), kardiomegali, peningkatan vena jugularis, asites, hepatomegali,

dan edema. Pasien dengan gagal jantung yang akut akan memperlihatkan salah satu dari 6

bentuk gagal jantung akut. Keenam benuk gagal jantung akut adalah:

1. Perburukan atau gagal jantung kronik dekompensasi, dijumpai adanya kongesti

sistemik dan kongesti paru-paru.


2. Edema paru
Pasien dengan distree respiratory yang berat, pernafasan yang cepat, dan

orthopenea dan ronchi pada seuruh lapangan paru.


3. Gagal jantung hipertensif
Terdapat gejala dan tanda-tanda gagal jantung yang disertai dengan tekanan

darah tinggi dan biasanya fungsi sistolik jantung masih relatif cukup baik. Serta

terdapat tanda-tanda peningkatan tonus simpatitik dengan takhikardia dan

vasokonstriksi.
4. Shock kardiogenik, merupakan bukti adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan

yang disebabkan oleh gagal jantung. Dengan ciri-ciri khas: tekanan sistolik yang

rendah<90 mmHg atau penurunan tekanan rata-rata arteri (MAP) kurang dari 30

mmHg dan tidak adnya produksi urin atau berkurang (<0,5 ml/kg/jam).
5. Gagal jantung kanan terisolasi, ditandai dengan adanya sindroma “low out put”

tanpa disertai oleh kongesti paru dengan peninggian tekanan vena juguaris

dengan atau tanpa hepatomegaly dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang

rendah.
6. Sindroma koroner akut dan gagal jantung, episode gaga jantung akut biasanya

disertai dengan aritmia (bradikardia, AF dan VT).

6
2.6 Diagnosis Gagal Jantung

Untuk menegakkan diagnosis pada penderita perlu dilakukan anamnesa,

pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto thoraks, ekokardiografi-Doppler. Kriteria

Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.

Kriteria Mayor

-Distensi vena leher

-Kardiomegali

- Gallop S3

- Peninggian tekanan venajugularis

- Refluks hepatojugular

-Paroksismal nokturnal dyspnea

- Ronki paru

- Edema paru akut

Kriteria Minor

. Edema ekstremitas

. Batuk malam hari

. Dispnea d'effort

. Hepatomegali

. Efusi pleura

. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

. Takikardia(>l20/menit)

Major atau minor

Penurunan BB 24.5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.

Evaluasi awal yang perlu dilakukan adalah riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.

Penilaian perfusi perifer, suhu kulit, peninggian pengisian vena, adanya murmur sistolik,

7
murmur diastolic, demikian juga dengan irama gallop perlu diidentifikasi pada auskultasi

bunyi jantung. Kongesti paru juga perlu dideteksi dengan auskultasi dada dimana ditemukan

pada fase akut. Tekanan pengisian jantung kanan dapat dinilai dari evaluasi pengisian vena

jugularis. Efusi pleura umunya ditemukan pada saat dekompensasi akut dari gagal jantung.

Selanjutnya pemeriksaan EKG juga diperlukan sehingga dapat memberikan

informasi yang sangat penting meliputi frekuensi jantung, irama jantung, sistem konduksi

dan etiologi dari gagal jantung akut. Serta, Foto thoraks yang perlu diperiksakan secepat

mungkin saat masuk pasien yang diduga dengan gagal jantung akut, untuk menilai kongsti

paru dan untuk mengetahui kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura maupun

kardiomegali.

Analisa gas darah arterial memungkinkan kita untuk memeriksa oksigenasi (pO2)

fungsi respirasi (pCO2) dan keseimbangan asam basa (pH) yang harus dinilai pada pasien

dengan distress respiratori berat. Asidosis merupakan pertanda perfusi jaringan yang buruk.

Pemeriksaan laboratorium yang diperiksa yaitu pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea,

kreatinin, gula darah, albumin, enzim hati dan INR.Pemeriksaan Natriuretic Peptide ( BNP

atau NT pro BNP) akan menentukan prognosis yang penting. Ekokardiografi memegang

peranan yang sangat penting untuk mengevaluasi kelainan structural dan fungsional dari

jantung yang berkaitan dengan gagal jantung akut (PERKI, 2016).

2.7 Penatalaksanaan

Target terapi awal dari manajemen gagal jantung akut adalah memperbaiki gejala-

gejala dan keluhan dan menstabilkan kondisi hemodinamik, oksigenasi, perfusi organ.

Terapi simtomatik yang segera dilakukan:

1. Bila pasien gelisah atau nyeri, maka diberikan analgesik sedasi

2. Bila terdapat kongesti paru, maka diberikan terapi medis diuretic/vasodilator

3. Bila saturasi O2 arterial <95%, maka diberikan peningkatan pemberian O2

8
4. Bila irama janntung dan debar jantung tidak normal, maka pacu jantung anti

aritmia.

Oksigen diberikan secepat mungkin pada penderita hipoksemia untuk memperoleh

saturasi O2 arterial > 95%, atau >90% pada penderita PPOK. Hati-hati pada penderita

dengan obstruktif saluran nafas yang berat untuk mencegah hiperkapnia. Morfin harus

dipertimbangkan pada stadium awal gagal jantung akut terutama bila pasien neampak

gelisah, ansietas dn nyeri dada. Morphin diberikan bolus 2,5-5 mh IU dan dapat diulang

seperlunya. Respirasi harus dimonitor, kadang timbul nausea dan bila perlu boleh pakai anti

emetic. Hati-hati pada hipotensi, bradikardi AV block lanjut dan retensi CO2.

Beberapa hal yang perlu diingat : Manfaat simptomatik diuretic sudah terbukti dan

sudah diterima dan sudah diterima secara universal . Pasien dengan hipotensi (sistolik <90

nimHg) hiponatremia berat dan acidosis tidak sama responsifnya terhadap terapi diuretika. .

Dosis tinggi diuretika dapat memicu hipoalbuminemia dan hiponatremia dan meningkatkan

kemungkinan hipotensi apabila bersamaan dengan ACE I atau ARB. Opsi terapi alternatif

seperti pemakaian vasodilator IV dapat mengurangi keluhan dan mengurangi pemakaian

diuretic dosis tinggi. Bagaimana cara pemberian loop diuretika pada GJA. . Dosis awal yang

dianjurkan adalah 20-40mg I.V (0,5 – 1 mg bumetadine; 10-20 mg torasemide) atau harus

samaatau lebih dari dosis sehari-hari yang biasa didapat.Pada fase awal ini pasien harus

sering diawasi terutama mengenai produksi urine. Pemasangan kateter urine umumnya

perlu untuk memonitor produksi urine, dan mengetahui secara cepat respons pengobatan.

Pada pasien dengan bukti adanya volume overload dosis furosemide IV dapat

ditingkatkan,sesuai denganfungsi renal dan pemakaian oral diuretika yang sudah lama

sebelumnya. Pada pasien seperti ini, pemakaian furosemide IV secara continous (IV drips)

dapat dipenimbangkan sesudah pemberian initial. Pemakaian furosemide tidak boleh

melebihi 100 mg untuk 6 jam peftama, dan 240 mgpada 24 jam pertama.

Efek Samping Diuretika

. Hipokalemia,hiponatremia, hiperuricemia

. Hipovolemia,dehidrasi, produksi urine harus dimonitor.

9
-Aktivasi neurohormonal

-Dapat memicu hipotensi apabila sebelumnya dapat ACEI/ARB

Pendekatan terapi pada gagal jantung kronis dapat berupa:

1. Nonfarmakologis
2. Farmakologis
3. Pemakaian alat dan tindakan bedah
Penatalaksanaan umum non farmakologis, meliputi
1. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta

upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan.


2. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi, aktifitas seksual, serta

rehabilitasi
3. Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan minum alcohol.

Untuk pembatasan asupan garam belum ada guidelines yang pasti, namun

asupan garam yang berlebihan hendaknya dicegah. Pembatasan intake cairan

1,5-2 L/hari harus dilakukan pada pasien dengan gejala gagal jantung berat

terutama pad hiponatremi.


4. Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba
5. Mengurangi berat badan pasien dengan obesitas. Peengurangan berat badan

pada pasien yang obesitas (BMI>30 kg/m2) harus dilakukan untuk mencegah

progresifitas dari gagal jantung, mengurangi gejala dan memperbaiki keadaan.


6. Hentikan kebiasaan merokok
7. Konseling mengenai obat, efek samping dan menghindari obat-obat tertentu

seperti NSAID, antiaritmia kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat,

anti depresan trisiklik, steroid (Vahanian et all, 2008).

10
BAB 3
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. K

Usia : 62 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kabuh

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Tanggal pemeriksaan : 27 Maret 2019

Nomer Register : 050146

11
I. Anamnesis (Autoanamnesis dan Heteroanamnesis : Anak pasien)
Keluhan Utama : Ngongsrong
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan ngongsrong sejak 1 minggu ini. Ngongsrong

dirasakan saat aktifitas ringan seperti berjalan ke kamar mandi. Pasien juga mengaku sering

terbangun malam hari. Jika tidur pasien selalu menggunakan 2 bantal untuk mengurangi

keluhan ngongsrongnya. Pasien juga mengaku 3 hari ini kedua kakinya bengkak namun

tidak ada nyeri. Batuk lama disangkal


Riwayat Penyakit dahulu :
 Riw. DM (-) disangkal
 Riw. HT (+) Riwayat mengkonsumsi captopril 3x25mg
 Riw. HF (+) tidak rutin control
Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi
Riwayat Keluarga :
Ibu pasien memiliki riwayat HT (+)
Ayah pasien sudah meninggal
Riwayat Sosial
Pasien telah menikah dan mempunyai 2 orang anak, Merokok sejak remaja, 2 tahun sudah

berhenti, minum alcohol (-) disangkal, minum jamu-jamuan (-) disangkal.


II. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum Derajat sakit : Lemah


GCS : 456
Kesan gizi : kesan gizi baik
Warna kulit : sawo matang
Tanda-tanda vital Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 89 x/menit,regular
RR : 24 x/menit
Temp. axilla : 36,5°C
SpO2 : 98%
Kepala Mata : anemis(-), ikterik (-), edema preorbita (-), sianosis (-),

mata cekung (-), pupil bulat isokor (3mm/3mm), reflex

cahaya (+/+)
Leher Inspeksi : simetris, edema (-), massa (-)

Palpasi : pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)

JVP : R+2cmH2O
Thorax Inspeksi Umum:

Bentuk dada kesan normal, simetris, retraksi (-), tidak ada deformitas,

tidak ada jaringan parut.

Jantung

12
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : RHM : Sternal Line D

LHM : ICS 5 AAL S

Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler,murmur(-),gallop (+)

Paru-paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi(-)

Palpasi : Gerakan dinding dada simetris

Perkusi :

Kanan | Kiri : sonor sonor


sonor sonor

redup redup

Auskultasi : Suara napas: laju pernapasan 24x/menit, reguler

bronchial bronchial Rhonki - - Wheezing - -


bronchial bronchial - - - -
bronchial bronchial + + - -

Abdomen Inspeksi : Jaringan parut (-),massa (-), meteorismus (-),


Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, Shifting Dullnes (-), undulasi (-)

Palpasi : Soefl, Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas Pemeriksaan Atas Bawah


Kanan Kiri Kanan Kiri
Ekstremitas
Akral Hangat Hangat hangat hangat
Anemis – – – –
Ikterik – – – –
Edema – – + +
Sianosis – – – –
Capillary 2 detik 2 detik 2 detik 2 detik

RefillTime
Genitalia Inspeksi : Warna kulit kemerahan, tidak didapatkan luka, tidak

Eksterna didapatkan sekret

Palpasi : Tidak didapatkan benjolan disekitar genitalia eksterna

13
III. Rencana Diagnosis
 Darah Lengkap
 GDA
 Fungsi Ginjal
 Fungsi Liver
 Serum Elektrolit
 Foto Thorax AP
 EKG
IV. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium (27 – 03 – 2019) :

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Kesan

Darah Lengkap

Haemoglobin 13.1 g/dL 12.0 – 16.0 Normal

Eritrosit 4.75 106/ µL 4.2 – 5.4 Normal

Leukosit 10.27 103/ µL 4.8 – 10.8 Normal

Hematokrit 40.2 % 37 - 47 Normal

Trombosit 354 103/ µL 150 - 450 Normal

MCV 85.4 fL 81 - 99 Normal

MCH 28.9 pg 27 – 31 Normal

MCHC 33.9 g/dL 33 – 37 Normal

Eosinofil 5.4 % 0–6 Normal

Basofil 0.7 % 0–1 Normal

Neutrofil 82.0 % 40 – 74 meningkat

Limfosit 19.1 % 19 – 48 dbn

Monosit 5.8 % 3–9 dbn

Kimia Darah

14
Gula Darah Sewaktu 150 Mg/dL <200 dbn

Ureum 29,7 Mg/dL 16 – 38 dbn

Kreatinin 1.0 Mg/dL 0.5 – 1.02 dbn

Serum Elektrolit

Natrium 144.4 mmol/L 135 – 145 Dbn

Kalium 4.47 mmol/L 3.5 – 5.2 Dbn

Clorida 117.8 mmol/L 9.5 - 110 dbn

Foto Thorax AP (27 – 03 – 2019) :

15
Hasil Bacaan Radiologi :

 Soft tissue : normal


 Skeleton : normal
 Trakea : di tengah
 Aorta : dilatasi (+), kalsifikasi (-)
 Cor : CTR>55%
 Sudut Costophrenicus : normal
 Hemidiaphragma D/S : normal
 Pulmo : corakan vascular kesan meningkat
Kesimpulan : Cardiomegali
Edema Paru

EKG :

16
Hasil : SR, HR : 100x/menit, kesan LAD, PVC Occasional
V. Diagnosis Kerja
 Acute Lung Oedem et causa Heart Failure
II. Rencana Terapi
 O2 NRBM 8 – 10 lpm
 Semifowler Position
 IVFD PZ 7tpm  Inj. Ranitidine 2x50mg  Inj. Furosemide 3x40mg
III. Rencana Monitoring  P.O. Micardis 0-0-40mg
 Observasi Keluhan  P.O Atorvastatine 0-0-40mg
 Observasi Vital Sign
 Observasi Produksi Urin
IV. Rencana Edukasi
 Memberikan pengertian kepada pasien dan/atau keluarganya tentang perjalanan

penyakit dan tata laksananya


 Menjelaskan mengenai rencana pemeriksaan (pemeriksaan fisik maupun

laboratoris) yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit pasien)


 Menjelaskan mengenai rencana terapi, fungsi obat-obatan yang digunakan serta

efek samping yang akan ditimbulkan.

DAFTAR PUSTAKA

Dubey, L, Sharma SK, Chaurasia AK. 2012. Clinical Profile of Patients Hospitalized with

Heart Failure in Bharatpur, Nepal. Journal of Cardiovascular and Thoracic Research.

4 (4), p103-105.

Gopal, M, Karnath B. 2009. Clinical Diagnosis of Heart Failure. Review of Clinical Sign. p9-

15.

Mappahya, A.A. 2004. Dari Hipertensi Ke Gagal Jantung. Pendidikan Profesional

Berkelanjutan Seri II. FKUH. Makassar. 2004.

17
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler, 2016. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung.

Edisi pertama.

Perhimpunan Dokters Spesialis Penyakit Dalam, 2011. Gagal Jantung Akut. Jakarta : Interna

Publishing

Sudoyo, AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata,M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam.

Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing.

Vahanian, A, Camm J, Caterina RD, Dean V, Dickstein K, Filippatos G, Caterina RD et al.

2008. ESC Guidelines for Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart

Failure 2008. European Heart Journal. 29 p2388-2442.

Yancy, CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarow GC, Geraci

SA, Horwich T, Januzzi JL, Johnson MR. 2013. 2013 ACCF/AHA Guideline for the

Management of Heart Failure: A Report of the American College of Cardiology

Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.

Circulation Journal of Ameriican Association.

18

Anda mungkin juga menyukai