Anda di halaman 1dari 17

REFLEKSI KASUS Oktober 2015

KUSTA

DISUSUN OLEH:

NAMA : RANGGA DUO RAMADAN

STAMBUK : N 111 13 003

PEMBIMBING : dr. LILY C. MONGI

drg. ELLI YANE B., M. Kes.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah
yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketahanan nasional.1
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara berkembang sebagai akibat
keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam
bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 1
Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2011 adalah sekitar 219.075. Dari jumlah
tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (160.132), diikuti regional
Amerika (36.832), regional Afrika (12.673) dan sisanya berada di regional lain di dunia.
Sementara di regional Asia Tenggara distribusi kasus kusta bervariasi. Indonesia menepati
peringkat 2 dengan jumlah kasus baru yang ditemukan 20.023, setelah india di peringkat
pertama dengan jumlah kasus baru 127.295. 1
Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian
petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian,
kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan. 1
Dengan kemajuan teknologi dibidang promotif, pencegahan, pengobatan, serta
pemulihan, kesehatan dibidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan
seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Akan tetapi mengingat
kompleksnya masalah penyakit kusta, maka diperlukan program pengendalian secara terpadu
dan menyeluruh melalui strategi yang sesuai dengan endemisitas kusta. Selain itu juga harus
diperhatikan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial ekonomi untuk meningkatkan kualitas
hidup orang yang mengalami kusta. 1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas pasien


Nama Pasien : Tn. E
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Pendidikan terakhir : SD
Alamat : Desa Labuan Induk
Status : Belum menikah
Tanggal Pemeriksaan : 29 September 2015

2.2. Anamnesis
Keluhan utama:
Munculnya bercak-bercak berwarna putih kemerahan di wajah dan lengan kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan dialami sejak 2 bulan yang lalu selama meminum obat kusta. Keluhan disertai
dengan demam dan badan lemas. Keluhan ini awalnya muncul diwajah berupa bercak
berwarna putih sejak tahun 2004. Bercak tidak gatal dan mati rasa, permukaan bercak halus
mengkilap, serta batas kurang tegas. Keluhan kesemutan dan nyeri pada anggota gerak (-),
luka yang sulit sembuh (-). Pasien kemudian mulai berobat kusta tahun 2013 di PKM Labuan
tetapi hanya berobat 6 bulan. Kemudian pasien putus pengobatan karena kerja ke Luwuk.
Setelah itu tahun 2015 pasien kembali mulai berobat kusta di PKM Labuan akan tetapi hanya
selama 3 bulan. Setelah itu pasien putus pengobatan. Bulan Agustus tahun 2015 pasien
kembali berobat di PKM Labuan sampai sekarang.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah sebelumnya menjalani pengobatan Kusta namun tidak selesai. Riwayat
penyakit Hipertensi (-), diabetes (-), gangguan jantung (-), asma (-), alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat pengobatan:
Pasien sedang menjalani pengobatan kusta multibasiler yang sudah berlangsung 2 bulan.
Riwayat imunisasi BCG tidak diketahui.
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
- Pasien tinggal bersama 9 orang saudara, 1 orang ipar dan 1 orang keponakan di rumah
yang luasnya kurang lebih 92 m2 (8m x 12m) dengan 2 kamar tidur. Kedua orang tua
pasen sudah meninggal sejak tahun 2005.
- Pasien merupakan perokok aktif, tetapi tidak minum alkohol.
- Pasien merupakan keluarga ekonomi menengah kebawah. Pasien bekerja sebagai buruh
bangunan dengan waktu bekerja yang tidak menentu dan pendapatan sekitar Rp. 60.000
per hari bila mendapat pekerjaan.
- Untuk air minum, air untuk mandi, dan air untuk mencuci pakaian, pasien mendapatkan
dari sumur tetangga. Pasien mengaku ia memasak air untuk keperluan konsumsi rumah
tangga menggunakan tungku kayu.
- Pasien tidak memiliki fasilitas MCK di rumahnya. Pasien dan keluarga biasanya buang air
kecil dan air besar di sungai belakang rumah.
- Didalam rumah tidak terdapat hewan peliharaan .
- Ventilasi udara rumah pasien sangat kurang dan cenderung tertutup, lantai rumah disemen
kasar dan dilapisi alas lantai, dinding rumah disemen kasar dan tidak ada plafon serta
tampak tidak tertata.

2.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frek. Nadi : 80 x/menit
Frek. Napas : 28 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 153 cm
Status gizi : Gizi cukup

Status Generalis
Kepala Leher:
Kepala : Facies Leonina, Lihat status dermatologis
Rambut : Hitam, lurus
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Telinga : Liang telinga normal, serumen (+)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Paru:
Inspeksi:
- Bentuk dan ukuran dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-), pergerakan dada simetris
- Permukaan dada papula (-), petechie (-), purpura (-), ekimosis (-), nevi (-)
- Pergerakan otot bantu nafas: (-),
- Iga dan sela iga melebar (-)
- Tipe pernapasan torakoabdominal
Palpasi:
- Trakea tidak ada deviasi, iktus kordis di SIC V linea parasternal sinistra
- Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-)
- Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
- Taktil fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi:
- Batas jantung normal
- Paru sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi:
- Cor: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo: vesikuler (+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi: bentuk simetris, permukaan datar, distensi (-), asites (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal, bising aorta (-)
Perkusi: bunyi timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi: nyeri tekan (-), massa (-), hepatosplenomegali (-), tes undulasi (-), shifting dullness (-
).

2.4. Pemeriksaan Saraf Tepi


a. Perabaan (palpasi) saraf tepi
Penebalan/pembesaran di nervus ulnaris kanan dan kiri (+), nervus peroneus communis (-
), dan nervus tibialis posterior (-).
b. Pemeriksaan sensorik
- Nervus auricularis magnus: hipesthesia
- Nervus ulnaris, medianus, dan radialis dalam batas normal
- Nervus tibialis posterior: dalam batas normal
c. Pemeriksaan motorik
- Nervus fasialis: dalam batas normal, lagopthalmus (-/-)
- Nervus ulnaris: kekuatan otot jari kelingking kanan dan kiri tergolong kuat
- Nervus medianus: kekuatan otot ibu jari kanan dan kiri tergolong kuat.
- Nervus radialis: kekuatan pergelangan tangan kanan dan kiri tergolong kuat.
- Nervus peroneus communis: kekuatan otot kaki kanan dan kiri tergolong kuat

2.5. Status Dermatologis


Ujud Kelainan Kulit : makula hipopigmentasi ukuran numular, dan plakat disertai
eritema
Lokalisasi: Kepala dan Ekstremitas atas
1. Kepala: Makula hipopigmentasi disertai eritema difus ukuran numuler dan plakat,
bentuk tidak teratur, konfluens
2. Leher: Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
3. Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
4. Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
5. Bokong : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
6. Abdomen : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
7. Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
8. Ekstremitas Atas : Makula hipopigmentasi disertai eritema difus ukuran plakat
bentuk tidak teratur, konfluens
9. Ekstremitas Bawah: Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
Makula hipopigmentasi disertai eritema difus ukuran numuler dan plakat, bentuk tidak
teratur, konfluens

Makula hipopigmentasi disertai eritema difus ukuran plakat bentuk tidak teratur, konfluens

2.6. Anjuran Pemeriksaan


1. Pemeriksaan BTA
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Pemeriksaan serologi

2.7. Diagnosis Kerja


Morbus Hansen Multibasiler Hibitual Defaulter + Reaksi Kusta Tipe 1

2.8. Diagnosis Banding


1. Pitiriasis versikolor
2. Vitiligo
3. Pitiriasis alba

2.6. Penatalaksanaa
Medikamentosa
- Terapi sistemik hari I
 Rifampisin 600 mg 1x1
 Lampren 300 mg 1x1
 Dapson/DDS 100 mg 1x1
- Terapi sistemik hari 2-28
 Lampren 50 mg 1x1
 Dapson/DDS 100 mg 1x1
Terapi selama 12-18 bulan
- Terapi Prednisolon
 2 minggu pertama 40 mg/hari (1x8 tab) pagi hari sesudah makan
 2 minggu kedua 30 mg/hari (1x6 tab) pagi hari sesudah makan
 2 minggu ketiga 20 mg/hari (1x4 tab) pagi hari sesudah makan
 2 minggu keempat 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah makan
 2 minggu kelima 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah makan
 2 minggu kedua 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah makan

Non Medikamentosa
Edukasi:
- Penyakit yang diderita adalah penyakit kusta yang menular dan bisa menyerang siapa saja.
- Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit kusta dan cara
penularannya
- Menjelaskan cara perawatan diri dirumah untuk mencegah cacat
- Menjelaskan jenis obat, cara minum, dan menyimpan obat.
- Menjelaskan efek samping dari obat-obat yang diminum
- Menjelaskan kepada pasien agar tekun minum obat serta rutin memeriksakan dirinya
sampai dinyatakan sembuh untuk evaluasi perkembangan penyakit kusta di Puskesmas
meskipun pasien sudah merasa sehat sebelum dinayatakan sembuh
- Menjelaskan kepada pasien pasien untuk memantau perubahan gejala, jika bertambah
berat harus segera diperiksa kembali.
- Jagalah kebersihan rumah dan pencahayaan di dalamnya, buka jendela setiap hari pagi dan
siang hari.
- Menganjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk tidak saling bertukar memakai
pakaian atau handuk di rumah.
- Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup dan mengkonsumsi sayur-sayuran serta
buah-buahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh

2.7. Prognosis
Dubia ad bonam

2.8. Anjuran
Skrining terhadap anggota keluarga yang tinggal serumah dengan pasien
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 22 tahun yang mengeluhkan munculnya bercak-
bercak berwarna putih kemerahan di wajah dan lengan kiri dialami sejak 2 bulan yang lalu
selama meminum obat kusta. Keluhan disertai dengan demam dan badan lemas. Keluhan ini
awalnya muncul diwajah berupa bercak berwarna putih sejak tahun 2004. Bercak tidak gatal
dan mati rasa, permukaan bercak halus mengkilap, serta batas kurang tegas. Pasien
sebelumnya pernah berobat kusta di puskesmas labuan namun tidak pernah selesai berobat.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan facies leonina, makula hipopigmentasi disertai eritema
difus ukuran numuler dan plakat, bentuk tidak teratur, konfluens di wajah dan lengan kiri,
dan pembesaran nervus ulnaris bilateral.
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau tanda
cardinal (cardinal sign) yaitu:
1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa. Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak putih
(hipopigmentasi) atau kemerahan (eritema) yang mati rasa (anestesi).
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf
ini merupakan akibat dari peradangan saraf tepi (neuritis perifer) kronis. Gangguan
fungsi saraf bisa berupa:
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris: kelemahan (paresis) atau kelumpuhan (paralisis) otot
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering dan retak-retak
3. Adanya basil tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit
Seseorang dinyatakan sebagai penderita Morbus Hansen/kusta/lepra bila terdapat satu
dari tanda-tanda utama di atas. Pada pasien ini memenuhi dua dari tiga tanda utama diatas
sehingga dinyatakan sebagai penderita Morbus Hansen.
Menurut WHO, Morbus Hansen dapat dikalsifikasikan menjadi 2 tipe yaitu sebagai
berikut:
Pada pasien ini telah memenuhi dua dari tiga tanda utama dari Morbus Hansen tipe
multi basiller sehingga diagnosis dari pasien ini adalah Morbus Hansen Multi Basiller.
Pasien ini juga sebelumnya pernah berobat kusta tetapi tidak mengambil dan
memininum obatnya lebih dari 6 bulan secara kumulatif lebih dari 2 kali sehingga
digolongkan sebagai kasus hibitual defaulter.
Selama pengobatan ini pasien juga mengalami reaksi kusta yaitu interupsi dengan
episode akut pada perjalanan yang sangat kronis yang terbagi menjadi 2 macam yaitu:
Berdasarkan hasil penelusuran kasus ini, jika mengacu pada konsep kesehatan
masyarakat, maka dapat ditelaah beberapa faktor yang mempengaruhi atau menjadi faktor
resiko terhadap penyakit yang diderita oleh pasien dalam kasus ini.
a. Faktor sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi berperan penting dalam kejadian kusta. Dengan adanya
peningkatan sosial ekonomi maka kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan hilang.
Kasus kusta yang masuk dari negara lain ternyata tidak menularkan kepada orang yang
sosial ekonomi tinggi. Pasien memiliki tingkat sosial ekonomi menengah kebawah
sehingga meningkatkan kejadian kusta. Pendidikan dan pekerjaan juga dapat
memperngaruhi timbulnya penyakit kusta.
b. Umur
Kusta diketahui terjadi pada semua usia berkisar antara bayi sampai usia lanjut (3
minggu sampai lebih dari 70 tahun) namun yang terbanyak pada usia muda dan
produktif. Pasien berusia 22 tahun dan tergolong usia produktif sehingga sesuai dengan
data epidemiologi.
c. Jenis kelamin
Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkan laporan, sebagian besar
negara di dunia menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang daripada
perempuan. Rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor
lingkungan dan sosial budaya. Pada kebudayaan tertentu akses perempuan ke layanan
kesehatan sangat terbatas.
d. Status gizi
Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta. Hanya sebagian kecil yang dapat
ditulari (5%). Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh sendiri dan
hanya 30% yang menjadi sakit. Hanya sedikit orang yang terkena kusta setelah kontak
dengan pasien kusta, hal ini disebabkan adanya kekebalan tubuh. Faktor fisiologis seperti
pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan
perubahan klinis penyakit kusta.
e. Faktor perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita kusta
paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakhibat menjadi sumber
penular bagi orang disekelilingnya.
Pasien dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang kusta, pengertian, faktor
resiko, penularan, akibat dan sebagainya. Pengetahuan yang rendah ini mempengaruhi
tindakan yang menjadi kurang tepat. Pasien dan keluarga mengaku jarang membuka
jendela rumah dan tidak segera memeriksakan diri ketika sudah ada gejala sakit yang
mengarah ke kusta.
f. Faktor lingkungan
- Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk menjaga aliran udara dalam rumah tetap segar dan untuk
membebaskan ruangan dari bakteri-bakteri patogen karena akan selalu terjadi aliran
udara yang terus menerus. Ventilasi rumah pasien sangat kurang sehingga pertukaran
aliran udara hanya melalui pintu masuk rumah.
- Suhu
Suhu dalam rumah akan mempengaruhi derajar kesehatan penghuninya. Daerah yang
panas dengan kelembaban tinggi merupakan faktor yang mempermudah penularan
penyakit. Hal ini terbukti karena M. Leprae hidup optimal pada suhu 27-30 C dan
kelembaban tinggi. Kondisi suhu rumah pasien juga sekitar suhu optimal
pertumbuhan M. Leprae sehingga meningkatkan resiko penularan penyakit kusta.
- Kelembaban
Rumah yang memiliki kelembaban yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya, rumah lembab akan menjadi tempat yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri.
- Kepadatan hunian
Kepadatan hunian merupakan keadaan dimana kondisi antara jumlah penghuni
dengan luas seluruh rumah seimbang dengan jumlah penguninya. Apabila luas rumah
tidak seimbang dengan jumlah penguni atau melebihi akan berdampak negatif pada
kesehatan.
Dilihat dari segi kesehatan kondisi rumah dengan padat penghuni atau tidak sesuai
dengan ketentuan dapat berpengaruh terhadap penularan penyakit terutama penyakit
yang dapat menular lewat udara seperti penyakit kusta.
Berdasarkan Dir. Higiene dan Sanitasi Depkes RI, 1993 maka kepadatan penghuni
dikategorikan menjadi memenuhi standar (9 m² per orang) dan kepadatan tinggi yaitu
lebih 9 m² per orang denganketentuan anak <1 tahun tidak diperhitungkan dan umur
1-10 tahun dihitung setengah.
Suhu di dalam rumah dipengaruhi oleh jumlah penghuni di dalam rumah dan luas
rumah yang ditempati. Ketidakseimbangan antara luas rumah dengan jumlah
penghuniakan menyebabkan suhu di dalam rumah menjadi tinggi dan hal ini yang
dapat mempercepat penularan suatu penyakit.
Adapun edukasi yang dapat diberikan kepada pasien ini adalah sebagai berikut:
- Penyakit yang diderita adalah penyakit kusta yang menular dan bisa menyerang siapa saja.
- Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit kusta dan cara
penularannya
- Menjelaskan cara perawatan diri dirumah untuk mencegah cacat
- Menjelaskan jenis obat, cara minum, dan menyimpan obat.
- Menjelaskan efek samping dari obat-obat yang diminum
- Menjelaskan kepada pasien agar tekun minum obat serta rutin memeriksakan dirinya
sampai dinyatakan sembuh untuk evaluasi perkembangan penyakit kusta di Puskesmas
meskipun pasien sudah merasa sehat sebelum dinayatakan sembuh
- Menjelaskan kepada pasien pasien untuk memantau perubahan gejala, jika bertambah
berat harus segera diperiksa kembali.
- Jagalah kebersihan rumah dan pencahayaan di dalamnya, buka jendela setiap hari pagi dan
siang hari.
- Menganjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk tidak saling bertukar memakai
pakaian atau handuk di rumah.
- Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup dan mengkonsumsi sayur-sayuran serta
buah-buahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes., Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Direktorat


Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyalahgunaan Lingkungan; 2012.
2. Wolff, K., Lowell, A., Stephen, I., Barbara, A., Amy, S., David, J., Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine Seventh Edition. The McGraw-Hill: New York; 2008.
3. Wolff, K., Richard, A., Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology
Sixth Edition. The McGraw-Hill: New York; 2009.
LAMPIRAN

Rumah Tampak Depan

Ruang Tamu

Dapur
Kamar Tidur

MCK

Anda mungkin juga menyukai