Disusun oleh:
Nadya Ratu Aziza Fuady (1413010031)
Dosen pengampu:
dr. Yenni Bahar, M. Si
Puji sukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul Referat Tanaman Herbal
dengan Kandungan Antiinflamasi. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas
sebagai persyaratan dalam menyelsaikan Blok Kedokteran Herbal.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yenni
Bahar, M. Si sebagai pembimbing dalam pembuatan referat ini. Tidak lupa terima
kasih juga penulis sampaikan kepada dosen pembimbing di Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto lainnya atas bimbingannya selama ini.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari
dosen pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa untuk memberikan saran dan
masukan yang berguna bagi penulis.
Lepas dari segala kekurangan yang ada, kami berharap semoga referat ini
membawa manfaat bagi kita semua.
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1
C. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 3
B. Daun Kumis Kucing (Orthosiphonis aristatus Folium) ............................... 3
C. Kunyit (Curcuma domestica Val.) ............................................................... 5
D. Meniran (Phyllanthus niruri L.) ................................................................. 10
BAB III. PENUTUP ............................................................................................. 13
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
B. Saran ........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat
yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang
atau inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup
lukaluka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi (Houglum et
al, 2005). Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi
dalam dua golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat
antiinflamasi non steroid. Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan
steroid dan non-steroid terutama bekerja menghambat pelepasan
prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera (Gunawan, 2007).
Obat-obat antiinflamasi yang banyak di konsumsi oleh masyarakat
adalah antiinflamasi non steroid (AINS). Obat-obat golongan AINS
biasanya menyebabkan efek samping berupa iritasi lambung (Gunawan,
2010). Indonesia adalah negara yang subur dan kaya akan jenis
tumbuhtumbuhan. Berbagai tumbuhan tumbuh di negeri yang subur ini,
mulai dari tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias, makanan,
dan bahan obat-obatan. Sayangnya masyarakat kita masih belum begitu
tahu bahwa di balik semua kekayaan itu tersimpan manfaat dan khasiat
lain yang besar dari tanaman tersebut.
Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan
digunakan sebagai obat, dalam penyembuhan maupun pencegahan
penyakit. Obat berkhasiat mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati
penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tapi
mengandung efek resultan/ sinergi dari berbagai zat yang berfungsi
mengobati. Pemanfaatan tumbuhan herbal ini diwariskan secara turun
temurun hingga sekarang (BPOM RI, 2011). Obat bahan alam Indonesia
dibedakan menjadi tiga yaitu jamu (obat tradisional), Obat Herbal
Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka. Jamu (obat tradisional) digunakan
secara turun-temurun untuk pengobatan dan berdasarkan pengalaman.
1
Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah sediaan yang berasal dari bahan
alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah
dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. Fitofarmaka
adalah sediaan yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, dan bahan baku serta produksi
jadinya, telah distandarisasi ( BPOM RI, 2005).
Tanaman yang biasanya digunakan masyarakat untuk antiinflamasi
antara lain daun jambu biji, kunyit, daun kumis kucing, daun suji, daun
dewa, dan biji kelabet. Pada penelitian ini digunakan biji kelabet yang
secara empiris dapat menurunkan bengkak atau inflamasi. Dalam referat
ini, penulis akan terfokus terhadap tanaman kumis kucing, kunyit, dan
meniran. Teruama mengenai efeknya sebagai tanaman herbal yang dapat
digunakan sebagai antiinflamasi.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui deskripsi, uji preklinis, uji klinis, kandungan kimia,
dosis, indikasi, kontra indikasi serta interaksi dari obat herbal daun kumis
kucing.
2. Untuk mengetahui deskripsi, uji preklinis, uji klinis, kandungan kimia,
dosis, indikasi, kontra indikasi serta interaksi dari obat herbal kunyit.
3. Untuk mengetahui deskripsi, uji preklinis, uji klinis, kandungan kimia,
dosis, indikasi, kontra indikasi serta interaksi dari obat herbal meniran.
C. Manfaat Penulisan
Mendapatkan obat herbal anti inflamasi yang mempunyai efek
samping yang kecil, dengan ketersediaan yang melimpah serta mudah
didapat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
sehingga asam arachidonat tidak akan berubah menjadi prostaglandin
(Soemardi, 2004).
3. Uji klinis
Subjek sebanyak 48 orang (23 perempan dan 25 laki-laki) berusia
20-60 tahun, dengan batu ginjal berdiameter 10mm dan kadar kreatinin
<4 mg/dl. Diberikan 250 ml teh daun kumis kucing 2x sehari selama 18
bulan. Didapatkan hasil bahwa teh daun kumis kucing dapat menurunkan
batu ginjal sama dengan pembanding (natrium kalium fosfat), anti
inflamasi, diuresis (Soemardi, 2004).
4. Kandungan kimia
a. Flavonoid anti inflamasi
b. Orthosipon glikosida anti inflamasi
c. Minyak atsiri
d. Saponin
e. Garam kalium
f. Myoinositol
(Almatsier, 2004).
5. Dosis
Dosis harian berupa seduhan daun kumis kucing 6-12 g dalam 150
ml air panas, saring setelah 10 menit. Diminum tiap hari beserta konsumsi
air putih minimal 2 liter/hari (BPOM, 2011).
Obat herbal terstandar dari ekstrak daun kumis kucing yang saat
ini beredar di pasaran berupa kapsul dengan komposisi tiap kapsul
mengandng 250 mg ekstrak Orthosiphon aristatus herba. Adapun dosis
pemakaian adalah sebagai berikut: (BPOM, 2005).
Untuk pengobatan 3 kali 2 kapsul sehari sampai sembuh.
Untuk pencegahan 2 kali 1 kapsul sehari
Tidak dianjurkan untuk wanita hamil
6. Indikasi
a. Infeksi saluran kemih
b. Batu ginjal
4
c. Tekanan darah tinggi
d. Encok
e. Diabetes melitus
f. Glaukoma
(Sugati & Hutapea, 1991; Siska, Sunaryo, & Jamaliah, 2012).
7. Kontra indikasi
a. Alergi kumis kucing
b. Ibu hamil
c. Pengguna obat diuretik
d. Peminum alkohol
(Almatsier, 2004).
8. Interaksi
Daun kumis kucing jika dikonsumsi bersama obat anti hipertensi dan
obat diuretik akan menambahkan efektivitas obat tersebut, sehingga
dapat meningkatkan resiko kekurangan kalium (Almatsier, 2004).
5
berbentuk rimpang berwarna kuning tua atau jingga terang.
Perbanyakannya dengan anakan.
Terna berumur panjang dengan daun besar berbentuk elip, 3-8
buah, panjang sampai 85 cm, lebar sampai 25 cm, pangkal daun
meruncing, berwarna hijau seragam. Batang semu hijau atau agak
keunguan, tinggi sampai 1,60 m. Perbungaan muncul langsung dari
rimpang, terletak di tengah-tengah batang, ibu tangkai bunga berambut
kasar dan rapat, saat kering tebalnya 2-5 mm, panjang 16-40 cm, daun
kelopak berambut berbentuk lanset panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5 cm, yang
paling bawah berwarna hijau, berbentuk bulat telur, makin keatas makin
menyempit dan memanjang, warna putih atau putih keunguan, tajuk
bagian ujung berbelah-belah, warna putih atau merah jambu, bibir bundar
telur, warna jingga atau kuning keemasan dengan pinggir coklat dan di
tengahnya kemerahan.
Sisik-sisik ibu tangkai sampai pangkal dari bulirnya, berbentuk
garis, berbulu kasar, panjang 6-12 cm, lebar 1,75-2,75 cm. Bentuk bunga
majemuk bulir itu silindris. Daun pelindung bunga biasanya berbulu
kasar, berwarna putih atau putih kehijauan seragam kadang-kadang di
bagian ujungnya berbintik-bintik coklat. Mahkota bunga berwarna putih.
Labelum bagian tengah berwarna emas, dibatasi warna merah coklat, atau
hampir oranye. Stamino-dium berbentuk bulat telur terbalik sempit, elip
atau tumpul.
Bagian di dalam tanah berupa rimpang yang mempunyai struktur
berbeda dengan Zingiber (yaitu berupa induk rimpang tebal berdaging -
empu- yang membentuk anakan/ rimpang lebih panjang dan langsing -
entik-) warna bagian dalam kuning jingga (pusatnya lebih pucat) (Tuba,
2008).
6
Gambar 2.2. Tanaman kunyit dan rimpangnya
7
Pada kelompok I terjadi kematian mencit pada jam ke-8 pasca
perlakuan sebanyak 100% kelompok II terjadi kematian sebanyak 50%
pada jam ke-20 pasca perlakuan, sedangkan kelompok III dan kelompok
kontrol tidak ada yang mati (0%). Kematian mencit pada kelompok I dan
II diawali dengan gejala kejang/syarafi. Pada kelompok kontrol dan
kelompok III tidak terjadi perubahan nafsu makan, aktivitas gerak dan
gejala abnormalitas syaraf serta tidak ada yang mati walaupun terjadi
penurunan berat badan. Dosis letal (LD50) adalah pada dosis 5120 mg/kg
BB atau setara dengan dosis pemberian 0,2 ml minyak atsiri kunyit. LD50
terkategori “practically non toxic”, yang berarti aman digunakan karena
termasuk tidak bersifat toksik (Kurnijasanti, 2007).
3. Kandungan kimia
Kandungan utama dari kunyit adalah senyawa 1,7-bis(4-hidroksi-
3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,6-dion yang disebut sebagai kurkumin
(Jurenka, 2009; Simanjuntak, 2012). Kemudian senyawa 1-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-7-(4-hidroksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion atau demetoksi
kurkumin dan 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion atau
bisdemetoksi kurkumin (Simanjuntak, 2012). Senyawa kurkumin
mempunyai aktivitas anti inflamasi dengan mekanisme kerjanya yaitu
dengan menghambat pembentukan prostaglandin dan menekan aktivitas
enzim siklooksigenase.(Jurenka, 2009).
8
4. Dosis
Senyawa aktif kurkumin dapat mengatasi inflamasi sendi dengan
dosis sebesar 110 mg/kgBB (Khotimah & Muchtadi, 2016).
5. Indikasi
a. Mengatasi peradangan
b. Mencegah dan mengurangi gejala arthritis
c. Meredakan maag
d. Meredakan stress dan depresi
e. Menurunkan kadar kolesterol
f. Meningkatkan fungsi otak
g. Mengatasi jerawat dan mencegah penuaan kulit
h. Mencegah penyakit alzheimer
i. Mencegah diabetes
j. Membantu menurunkan berat badan
k. Mempercepat penyembuhan luka
l. Membersihkan liver
m. Mengobati asma
n. Meredakan demam dan flu
(Dalimarta, 2008).
6. Kontra indikasi
Kunyit dikenal dapat merangsang rahim dan mendorong aliran
menstruasi, oleh karena itu perlu perhatian lebih pada ibu hamil dan
menyusui untuk tidak mengonsumsi kunyit terlalu banyak. Begitupun
telah dibuktikan melalui penelitian bahwa kunyit dapat menurunkan efek
dari kemoterapi, untuk itu hindarilah konsumsi kunyit jika sedang
menjalani kemoterapi (Dalimarta, 2008).
9
C. Meniran (Phyllanthus niruri L.)
1. Deskripsi
Tumbuh liar di tempat yang lembab dan berbatu, seperti di
sepanjang saluran air, semak-semak, dan tanah di antara rerumputan.
Tumbuhan ini bisa tumbuh di daerah sampai ketinggian 1.000 m dpl.
Herba ini rasanya agak pahit, manis dan astringent. Meniran adalah
tanaman semusim, tumbuh tegak, bercabang-cabang, dan tingginya antara
30cm-50cm, dengan deskripsi selengkapnya:
Batang tanaman meniran ini memiliki batang yang berbentuk bulat
berbatang basah dengan tinggi kurang dari 50cm, berwarna hijau,
diameternya ± 3 mm.
Daun tanaman ini memiliki daun majemuk, tata letak daunnya
berseling bentuk daun bulat telur (ovale), ujung daunnya tumpul,
pangkalnya membulat, memiliki tepi daun yang rata ( Entire ),
memiliki anak daun 15-24, memiliki panjang ± 1,5 cm, lebar ± 7 mm,
dan berwarna hijau. Daun meniran ini termasuk pada tipe daun yang
tidak lengkap yaitu pada bagian daun bertangkai karena tanaman ini
hanya memiliki tangkai dan beberapa helaian daun.
Bunga tanaman ini memiliki bunga tunggal yang terdapat pada ketiak
daun menghadap ke arah bawah, menggantung dan berwarna putih.
Memiliki daun kelopak yang berbentuk bintang, benang sari dan putik
tidak terlihat jelas, mahkota bunga kecil dan berwarna putih 4. Buah
tanaman ini memiliki buah yang berbentuk kotak, bulat pipih dan
licin, diameter ± 2mm dan berwarna hijau 5. Biji Tanaman ini
memiliki biji yang kecil, keras dan berbentuk ginjal serta berwarna
coklat.
Akar tanaman ini memiliki akar tunggang yang berwarna putih.
(Dalimarta, 2008).
10
Gambar 2.3. Tanaman Meniran
11
d. Pelancar haid
e. Menambah nafsu makan
(Dalimarta, 2008).
6. Kontra indikasi
Kontra indikasi penggunaan herba meniran yaitu impoten
(Dalimarta, 2008).
7. Interaksi
Tidak ada interaksi
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obat herbal merupakan pilihan alternatif dalam proses penanganan
inflamasi karena efek samping yang relatif lebih kecil serta ketersediaan
tumbuhan obat yang melimpah seperti sediaan herbal antiinflamasi yang telah
distandardisasi oleh BPOM diantaranya seperti daun binahong, daun kumis
kucing, rimpang kunyit dan daun meniran.
B. Saran
Obat herbal sebaiknya masuk dalam daftar resep yang dibuat dokter.
Disamping itu sebaiknya pemerintah lebih gencar untuk menginstruksikan
pembuatan tanaman obat keluarga (Toga) di halaman-halaman rumah, sehingga
dapat merupakan apotik hidup obat herbal bagi masyarakat. Serta
mensosialisasikan pembuatan obat herbal yang sederhana yang dapat diadopsi
oleh masyarakat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Aspan, R. (2008). Toxonomi, koleksi tanaman oba: kebun tanaman obat Citeurep.
BPOM. (2011). Acuan Sediaan Herbal. Volume 6. Edisi 1. Jakarta: BPOM RI.
Swadaya
Rivai, H., Septika, R. & Boestari, A. (2013). Karakteristik ekstrak herba meniran
5(2), 15-23.
14
Soemardi. E. (2004). Isolasi, Identifikasi, dan Standarisasi Sinensetin sebagai
Sumarny, R., Yuliandini & Rohani, M. (2013). Efek anti inflamasi dan anti diare
15