Definisi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi dari
spesies Leptospira, famili Leprospiraceae ordo Spirochaetales yang patogen,
bermanifestasi sebagai demam akut. Infeksi pada manusia pada umumnya
disebabkan oleh roden (misalnya tikus), kadang-kadang babi dan anjing (Setadi,
2001).
Etiologi
Genus Leptospira berasal dari famili Leprospiraceae ordo Spirochaetales.
Genus Leptospira secara garis besar dibagi dalam dua spesies, L. interrogans
bersifat patogen dan L. biflexa yang non-patogen. Kedua spesies tersebut dibagi
menjadi beberapa serogrup dan serovars. Leptospira dapat menyebabkan infeksi
pada berbagai jenis banyak mamalia, seperti tikus, anjing, kucing, domba, babi,
tupai, rakun, dan lain-lain. Leptospira ditularkan melalui urin yang terinfeksi,
melalui invasi mukosa atau kulit yang tidak utuh. Infeksi dapat terjadi dengan
kontak langsung atau melalui kontak dengan air atau tanah yang tercemar. Pada
keadaan ideal, leptospira dapat bertahan selama 16 hari di air dan 24 hari di
tanah. Petani, pegawai kebersihan (pembuang samapah), pemelihara binatang,
orang yang berolah raga air, dan nelayan merupakan kelompok risiko tinggi
terkena leptospirosis (Jawetz, 2007).
Epidemiologi
Leptospirosis merupakan zoonosis dengan distribusi luas di seluruh
dunia, terutama pada wilayah dengan iklim tropis dan subtropis. Di daerah
dengan kejadian luar biasa leptospirosis ataupun pada daerah yang memiliki
faktor risiko tinggi terpapar leptospirosis, angka kejadian leptospirosis dapat
mencapai lebih dari 100 per 100.000 per tahun. Daerah risiko tinggi adalah
kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kepulauan
Pasifik. Di daerah tropis dengan kelembaban tinggi angka kejadian leptospirosis
berkisar antara 10-100 per 100.000 sedangkan di daerah subtropis angka
kejadian berkisar antara 0,1-1 per 100.000 per tahun. Leptospirosis lebih sering
terjadi pada laki-laki dewasa, mungkin disebabkan oleh paparan pekerjaan dan
kegiatan sehari-hari (Widoyono, 2008).
Patogenesis dan patofisiologi
Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis adalah
invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.
Diawali dari Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan
tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral
sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Leptospira
yang berhasil bertahan melepaskan toksin yang dapat merusak lapisan endotel
kapiler. Rusaknya lapisan endotel ini akan menyebabkan vaskulitis disertai
kebocoran dan ekstravasasi sel. Kuman leptospira ini dapat melekat pada
permukaan sel dan endotoksinnya dapat menstimulasi perlekatan netrofil pada
endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai
trombositopenia. Kuman leptospira ini memiliki fosfolipase yaitu hemolisin
yang mengakibatkan lisisnya eritrositdan membran sel lain yang mengandung
fosfolipid (Setiawan, 2008).
Kuman leptospira difagosit oleh sel-sel sistem retikuloendotelial
sertamekanisme pertahanan tubuh. Jumlah organisme semakin berkurang
denganmeningkatnya kadar antibodi spesifik dalam darah. Kuman ini akan
menyebar ke seluruh tubuh. Kuman leptospira akan dieleminasi dari semua
organ kecuali mata, tubulus proksimal ginjal, dan mungkinotak dimana kuman
leptospira dapat menetap selama beberapa minggu atau bulan (Cook, 2009).
Beberapa contoh kelainan organ adalah:
a) Mata
Leptospira dapat masuk ke uvea anterior yang dapat menyebabkan uveitis
anterior pada saat fase leptospiremia.
b) Paru
Edem intraalveolar dan intersisial dapat terlihat pada jaringan paru. Pada
vaskulitis berat dapat terjadi perdarahan paru.
c) Jantung
Leptospira yang masuk sampai aliran darah pada jantung dapat
menyebabkan peradangan (endokarditis), kemudian akan terjadi perlekatan
netrofil yang menimbulkan nekrosis dan akhirnya terjadi edema intersisial
dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Sehingga dapat terjadi
kelainan jantung secara fokal maupun difus.
d) Hati
Kerusakan hati yang terjadi akan mengakibatkan timbulnya ikterus,
meskipun ada beberapa ahli mengemukakan ikterus antara lain disebabkan
oleh hemolisis dan obstruksi bilier.
e) Ginjal
Adanya peradangan (nefritis intersisialis) dan nekrosis dapat menyebabkan
edema dan perdarahan di medulla. Kelainan ginjal ini secara terus menerus
dapat mengakibatkan gagal ginjal.
f) Otot Rangka
Invasi otot rangka oleh kuman leptospira mengakibatkan timbulnya
pembengkakan, vakuolisasi miofibril, nekrosis fokal, infiltrasi histiosit,
netrofildan sel plasma leptospira, misalnya pada otot gastroknemius
(Setiawan, 2008).
Manifestasi klinis
Gambaran klinik pada leptospirosis berkaitan dengan penyakit febril
umum dan tidak cukup khas untuk menegakkan diagnosis. Secara khas penyakit
ini bersifat bifasik, yaitu fase leptospiremi/ septikemia dan fase imun.
Selama fase ini, leptospira dapat dikultur dari darah atau cairan
serebrospinal penderita. Tes serologi menunjukkan hasil yang negatif sampai
setidaknya 5 hari setelah onset gejala. Pada fase ini mungkin dijumpai adanya
hepatomegali, akan tetapi splenomegali kurang umum dijumpai. Pada hitung
jumlah platelet, ditemukan adanya penurunan jumlah platelet dan
trombositopeni purpura. Pada urinalisis ditemukan adanya proteinuri, tetapi
kliren kreatinin biasanya masih dalam batas normal sampai terjadi nekrosis
tubular atau glomerulonefritis.
b. Fase imun
Fase kedua ini ditandai dengan leptospiuria dan berhubungan dengan
timbulnya antibodi IgM dalam serum penderita. Pada kasus yang ringan (mild
case) fase kedua ini berhubungan dengan tanda dan gejala yang minimal,
sementara pada kasus yang berat (severe case) ditemukan manifestasi
terhadap gangguan meningeal dan hepatorenal yang dominan.
Komplikasi
a) Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang ditandai dengan oliguria atau poliuria dapat
timbul 4-10 hari setelah gejala leptospirosis terlihat. Terjadinya gagal
ginjal akut pada penderita leptospirosis melalui 3 mekanisme:
Invasi/ nefrotoksik langsung dari leptospira Invasi leptospira
menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek
langsung dari migrasi leptospira yang menyebar hematogen menuju
kapiler peritubuler kemudian menuju jaringan interstitium, tubulus,
dan lumen tubulus. Kerusakan jaringan tidak jelas apakah hanya efek
migrasi atau efek endotoksin leptospira.
Reaksi imunologi Reaksi imunologi berlangsung cepat, adanya
kompleks imun dalam sirkulasi dan endapan komplemen dan adanya
electron dence bodies dalam glomerulus, membuktikan adanya
proses immune-complex glomerulonephritis dan terjadi tubulo
interstitial nefritis.
Reaksi non spesifik terhadap infeksi seperti infeksi yang lain
Hipovolemia dan hipotensi sebagai akibat adanya:
Intake cairan yang kurang
Meningkatnya evaporasi oleh karena demam
Pelepasan kinin, histamin, serotonin, prostaglandin, semua ini
akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
terjadi kebocoran albumin dan cairan intravaskuler.
Pelepasan sitokin akibat kerusakan endotel menyebabkan
permeabilitas sel dan vaskuler meningkat.
Hipovolemia dan hemokonsentrasi akan merangsang RAA dan
menyebabkan vasokonstriksi.
Hiperfibrinogenemia akibat kerusakan endotel kapiler (DIC)
menyebabkan viskositas darah meningkat.
Prognosis
Mortalitas pada leptospirosis berat sekitar 10%, kematian paling sering
disebabkan karena gagal ginjal, perdarahan masif atau ARDS. Fungsi hati dan
ginjal akan kembali normal, meskipun terjadi disfungsi berat, bahkan pada
pasien yang menjalani dialisis. Sekitar sepertiga kasus yang menderita
meningitis aseptik dapat mengalami nyeri kepala secara periodik.
Beberapa pasien dengan riwayat uveitis leptospirosis mengalami
kehilangan ketajaman penglihatan dan pandangan yang kabur (Setiawan, 2008).