Oleh
Muhammad Nizar
I4A012071
Pembimbing
dr. Hj. Lily Runtuwene, Sp.S
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................. 1
2.1 DEFINISI......................................................................... 3
2.2 ETIOLOGI....................................................................... 4
2.3 EPIDEMIOLOGI............................................................. 4
2.5 KLASIFIKASI................................................................. 7
2.6 DIAGNOSIS.................................................................... 7
2.7 PENATALAKSANAAN................................................. 11
2.8 PROGNOSIS................................................................... 26
BAB 3 PENUTUP.............................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 31
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurology sangat
besar manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan
BRAIN Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi
baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory
(BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai
Berbeda dengan audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang
kooperatif maupun non-kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien
respons dari pasien seperti pada audiometry karena pasien harus memencet tombol
jika mendengar stimulus suara. Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap
suara khusus.2
1
psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek
samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.2
diagnosis vertigo. Vertigo adalah sensasi seolah olah bergerak atau berputar yang
dialami seseorang yang biasa di sertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan.
vertigo akan mengganggu kegiatan penderita yang bila berlangsung lama akan
sering dijumpai dalam praktek yang sering digambarkan dengan rasa berputar, rasa
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap rangsangan suara (click). Pertama
kali diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971, BERA merupakan
aplikasi yang paling umum digunakan untuk menilai respon yang dibangkitkan oleh
rangsangan suara. Administrasi dan pelaksanaan tes ini biasanya oleh para ahli
teknik BERA khusus dan berbagai hal lainnya yang berkaitan dengan teknik telah
dihilangkan.4
ada anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah
satu sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara
psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek
samping, sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.2
3
BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan
suara singkat atau nada khusus yang ditransmisikan dari transduser akustik dengan
yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga.
level [nHL]).4
formal, dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri
Vertigo sendiri merupakan sensasi seolah olah bergerak atau berputar yang
dialami seseorang yang biasa di sertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan.
vertigo akan mengganggu kegiatan penderita yang bila berlangsung lama akan
4
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI
vestibular, sistem proprioseptif, dan sistem optik. Sistem vestibular meliputi labirin
dalam pars petrosa os temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan
terdiri atas labirin membran yang berisi endolimfe dan labirin tulang yang berisi
perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi kimia berbeda dan tidak
saling berhubungan.5
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang
kanalis semi sirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus
dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing masing mempunyai suatu penebalan
atau makula sebagai mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel sel rambut dan
mengaktifkan silia dan transmisi potensial aksi ke divisi vestibuler nervus kranialis
sakulus. Hal ini akan mengubah silia dan meningkatkan atau menurunkan frekuensi
5
Neuron orde I dari nervus vestibullaris merelai informasi dari utrikulus,
sakulus dan kanalis semisirkularis ke nukleus vestibularis, melalui badan sel bipolar
yang terletak dalam ganglion vestibularis (ganglion scarpa). Divisi koklearis dan
nervi spinalis serfikal atas, yang penting dalam mengatur gerakan mata, kepala dan
berjalan asenden menuju kel thalamus (regio ventral posterior) dan korteks serebri,
6
namun jalur yang pasti sehingga sinyal dari vestibular sampai ke korteks belum
diketahui. Implus dari nukleus superior dan medial secara tak langsung menuju
serebellum melalui serabut vestibulo serebelaris. Dari nukleus lateral turun sebagai
traktus vestibulospinalis yang penting dalam mengatur tonus oto dan postur.5
1. Tahap Transduksi
2. Tahap transmisi
Implus saraf yang dikirim oleh reseptor disalurkan oleh saraf aferennya
3. Tahap modulasi
koordinasi dan persepsi. Kelompok inti yang terkait antara lain : inti vestibularis,
mntah di batang otak), formasio retikularis (termasuk inti locus coeruleus), dan
datang dari sisi kiri terhadap kanan, maupun sebaliknya, yang kemudian akan
7
dijawab sebagai respon. Bila semuanya berfungsi normal informasi dari berbagai
sumber itu adalah sesuai atau harmonis, pusat akan memberikan informasi kepada
Apabila salah satu sisi atau sistem dari ketiga tahap tersebut diatas tidak
tidak normal (patologik) berupa tanda kegawatan tanda kegawatan dalam bentuk
vertigo (korteks serebri), mual, muntah, keringat dingin (otonom), nistagmus (otot
suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar cochlea. Sinyalnya berjalan
postsinaptik pada pusat auditori batang otak utama yang secara bersamaan
menimbulkan bentuk gelombang puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk
plot dengan tegangan negatif.4 Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf
mulai dari saat pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk
8
gelombang. Gelombang yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting
potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus cranialis (CN)
VIII. Respon tersebut dipercaya berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf CN
VIII (neuron urutan pertama) saat meninggalkan cochlea dan masuk ke canalis
auditori internal.
Gelombang II: gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat
9
Gelombang III: gelombang BERA III muncul dari aktivitas aktivitias saraf urutan
kedua arises from (diluar CN VIII) di dalam atau di dekat nukleus cochlearis.
Literatur menyatakan bahwa gelombang III ditimbulkan pada bagian caudal dari
Gelombang IV: gelombang BERA IV, yang sering memiliki puncak yang sama
dengan gelombang V, diperkirakan muncul dari neuron urutan ketiga pontine yang
untuk terbentuknya gelombang IV dapat datang dari nukleus cochlearis dan nukleus
komponen yang paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun
struktur yang komplex, dengan lebih dari 99% akson dari regio auditori batang otak
Gelombang VI dan VII: Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus
10
2.3 ETIOLOGI VERTIGO
11
c. Trauma
d. Tumor
e. Migren
f. Epilepsi
g. Kelainan endokrin :
- Hipotoroidi
- Hipoglikemi
- Hipoparatiroidi
- Umor medulla adrenalis
- Keadaan menstruasi-hamil-menopause
h. Kelainan psikoneurosis
Vertigo yang sistematis, yaitu vertigo yang disebabkan oleh kelainan sistem
vestibular ( yaitu labirin, nervus VIII ata inti vestibularis ) :3
1. Telinga
a. Bagian luar :
- Serumen
- Benda asing
b. Bagian tengah :
- Retraksi membran timpani
- Otitis media purulenta akuta
- Ototis media dengan efusi
- Labirintitis
- Kolesteatoma
- Ruda paksa dengan perdarahan
c. Bagian dalam :
- Labirintitis akuta toksika
- Trauma
- Serangan vaskular
- Alergi
- Hidrops labirin ( morbus meniere )
12
- Mabuk gerakan
- Vertigo postural
2. Nervus VIII :
a. Infeksi :
- Meningitis akuta
- Meningitis TB
- Meningitis basillaris luetika
b. Trauma
c. Tumor
3. Inti vestibulum ( batang otak ) :
a. Infeksi
- Meningitis
- Ensefalitis
- Abses otak
b. Trauma
c. Perdarahan
d. Trombosis arteria serebeli postero-inferior
e. Tumor
f. Sklerosis multipleks
13
otak dan merangsang kagiatan yang berlebihan di SSP. Bila berlangsung terus akan
muncul suatu adaptasi (sensory rerrengement theory).
c. Ketidakseimbangan saraf otonomik
Teori ini didasarkan atas kerja obat anti vertigo dimana gejala muncul akibat
ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsang gerakan. Yang bisa mengarah
pada dominasi saraf parasimpatis atau simpatis.
d. Neurohumoral (sinaps)
Munculnya sindroma vertigo berasal dari pelepasan corticotropin releasing
factor (CRF) dari hipotalamus akibat rangsang gerakan. CRF meningkatkan sekresi
stress hormon, dimana akan merangsang korteks limbik/ hipokampus (ansietas),
dan lokus coeruleus ke arah simpatis (pucat, vertigo) atau parasimpatis
(hipersalivasi, muntah). Bila sindroma tersebut berulang akibat rangsangan /
latihan, maka siklus perubahan dominasi saraf simpatis dan parasimpatis akan
timbul bergantian, sampai terjadi : perubahan sensitifitas (hiposensitif) reseptor
(down regulation), serta penurunan terhadap influks kalsium.
Berdasarkan lokasinya vertigo terbagi atas perier dan sentral yang secara
umum dapat dibedakan dari riwayat penyakit. Vertigo perifer melibatkan baik
bagian akhir vestibula (kanalis semisirkularis) atau neuron perifer termasuk nervus
VIII pars vestibula. Vertigo sentral dihasilkan dari kelainan yang terjadi pada
batang otak (nukleus vestibularis, fasikulus longitudinalis medialis), serebelum
(lobus flokulonodularis atau traktus vestibuloserebellaris) dan korteks lobus
temporalis.6
1. Vertigo perifer
Terdapat tiga jenis vertigo perifer yang sering dialami yaitu BPPV,
vestibular neuritis dan penyakit menierre :6
a. Benign paroxysmal positioning vertigo (BPVV):6
14
penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang
ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat
cedera kepala Dari namanya, jelas bahwa vertigo ini diakibatkan perubahan posisi
kepala seperti saat berguling di tempat tidur, membungkuk, atau menengadah ke
atas. Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah
diketahui pasti yaitu debris yang terdapat pada kanalis semisirkularis biasanya pada
kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat itu dalam keadaan normal
tidak ada. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan
defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo. Salah satu cara yang sangat mudah
dikerjakan untuk mendiagnosis BPPV adalah uji Dix-Hallpike, yaitu dengan
menggerakkan kepala pasien dengan cepat ke kanan, kiri dan kembali ke tengah.
Uji itu dapat membedakan lesi perifer atau sentral. Pada lesi perifer, dalam hal ini
positif BPPV, didapatkan vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10
detik, menghilang dalam waktu kurang dari 1 menit, berkurang dan menghilang
bila uji diulang beberapa kali (fatigue). Berbeda dengan lesi sentral, periode laten
tidak ditemukan, vertigo dan nistagmus berlangsung lebih dari 1 menit, dan bila
diulang gejala tetap ada (non fatigue). Obat tidak diberikan secara rutin pada BPPV.
Malah cenderung dihindari karena penggunaan obat vestibular suppresant yang
berkepanjangan hingga lebih dari 2 minggu dapat mengganggu mekanisme adaptasi
susunan saraf pusat terhadap abnormalitas vestibular perifer yang sudah terjadi.
Selain itu, efek samping yang timbul berupa ngantuk, letargi, dan perburukan
keseimbangan. Tanpa obat bukan berarti tidak ada terapi untuk mengurangi gejala
vertigo pada BPPV. Adalah manuver Epley yang disinyalir merupakan terapi yang
aman dan efektif. Manuver ini bertujuan untuk mengembalikan debris dari kanalis
semisirkularis posterior ke vestibular labirin. Angka keberhasilan manuver Epley
dapat mencapai 100% bila dilatih secara berkesinambungan. Bahkan, uji Dix-
Hallpike yang semula positif menjadi negatif. Angka rekurensi ditemukan 15%
dalam 1 tahun. Meski dibilang aman, tetap saja ada keadaan tertentu yang menjadi
kontraindikasi melaksanakan manuver ini yaitu stenosis karotid berat, unstable
angina, dan gangguan leher seperti spondilosis servikal dengan mielopati atau
reumatoid artritis berat. Setelah melakukan manuver Epley, pasien disarankan
15
untuk tetap tegak lurus selama 24 jam untuk mencegah kemungkinan debris
kembali lagi ke kanal semisirkularis posterior. Bila pasien tidak ada perbaikan
dengan manuver Epley dan medikamentosa, pembedahan dipertimbangkan.3,6
b. Vestibular neuritis
Vertigo rotasional yang berat dengan onset akut, disertai nistagmus spontan,
ketidakstabilan postur, dan nausea tanpa diikuti disfungsi auditorik. Gejala
biasanya mencapai puncak dalam 24 jam, membaik setelah beberapa hari-minggu.
Meski kerusakan berupa hilangnya fungsi vestibular unilateral permanen, tetap
terjadi perbaikan dengan adanya perbaikan otak. Vestibular neuritis dianggap
sebagai akibat virus, meski sulit untuk membuktikan.5
c. Penyakit menierre
16
menyerang, pasien dapat merasakan sensasi di telinga yang berlangsung selama 20
menit hingga beberapa jam. Diantara serangan, pasien sama sekali normal.
- Derajat II : gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi.
Muncul gejala tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah.
- Derajat III : gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif
memburuk. Kali ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah mengalami tuli
total. Vertigo mulai berkurang atau menghilang. Obat-obatan seperti
proklorperasin, sinnarizin, prometasin, dan diazepam berguna untuk menekan
gejala. Akan tetapi, pemakaian proklorperasin jangka panjang tidak dianjurkan
karena menimbulkan efek samping ekstrapiramidal dan terkadang efek sedasinya
kurang dapat ditoleransi, khususnya kaum lansia. Intervensi lain berupa diet rendah
garam (<1-2 gram per hari) dan diuretik seperti furosemid, amilorid, dan
hidroklorotiazid. Namun, kurang efektif menghilangkan gejala tuli dan tinitus.
Terapi ablasi sel rambut vestibular dengan injeksi intratimpani gentamisin juga
efektif. Keuntungan injeksi intratimpani daripada sistemik adalah mencegah efek
toksik berupa toksisitas koklea, ataxia, dan oscillopsia. Pada kasus jarang dimana
penyakit sudah kebal dengan terapi obat, diet dan diuretik, pasien terpaksa harus
memilih intervensi bedah, misalnya endolimfatik shunt atau kokleosakulotomi.
Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik, dapat terjadi
remisi sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral, prognosis tergantung dari penyakit
yang mendasarinya. Infark arteri basilar atau vertebral, misalnya, menandakan
prognosis yang buruk. Semoga dengan kemajuan ilmu bedah saraf di masa yang
akan datang, vertigo tak lagi menjadi momok. (1,2)
2. Vertigo sentral
Pada sebagian besar kasus sindroma vertigo sentral disebabkan disfungsi
dari induksi suatu lesi, tapi sebagian kecil disebabkan proses patologis dari berbagai
struktur mulai dari nukleus sampai korteks vestibularis.(2)
17
BAB 3
PENUTUP
18
mempromosikan pola yang teratur dalam aktivitas dan tidur, mengantisipasi stres,
mengidentifikasi episode baru awal, dan meminimalkan gangguan fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
Leher Ed. 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2003.
5. Bintoro Aris Catur. Kecepatan Rerata Aliran Darah Otak Sistem Vertebrobasilar
Pada Pasien Vertigo Sentral. Semarang: Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro. 2000.
6. Conrad Melissa. Vertigo Cause, Simptom, Treatment. 2013. Dikutip dari situs:
http://www.emedichine.com.
7.
19
2. Kessler RC, Chiu WT, Demler O, Merikangas KR, Walters EE, Prevalence,
severity, and comorbidity of 12-month DSM-IV disorders in the National
Comorbidity Survey Replication. Arch Gen Psychiatry 2005;62:617–627.
4. Geller B, Luby J, Child and adolescent bipolar disorder: a review of the past 10
years. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1997;36:1168–1176.
5. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ – III. Jakarta: Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2013.
10. National Alliance on Mental Illness. Bipolar Disorder. 2013. Available from
http://www2.nami.org/factsheets/bipolardisorder_factsheet.pdf.
11. National Institute of Mental Health, What are common symptoms of bipolar
disorder in children and teens? In: Bipolar Disorder In Children and Teens: A
Parent’s Guide. Bethesda, MD: National Institute of Mental Health, Jan 2007.
20
Available at: http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-
disorder/symptoms.html.
12. DelBello MP. Mood disorders: assessment, risk factors, and outcome. J Clin
Psychiatry. 2008 May;69(5):830.
15. Robert M.A. Hirschfeld, M.D., Chair Charles L. Bowden, M.D. Michael J.
Gitlin, M.D, et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With
Bipolar Disorder: Second Edition. American Psychiatric Association. 2010.
16. Goldstein TR, Birmaher B, Axelson D, Ryan ND, Strober MA, Gill MK, Valeri
S, Chiappetta L, Leonard H, Hunt J, Bridge JA, Brent DA, Keller M, History of
suicide attempts in pediatric bipolar disorder: factors associated with increased
risk. Bipolar Disord 2005;7:525–535.
17. Gould, M., Marrocco, F., Kleinman, M., Thomas, J.G., Mostkoff, K., Cote, J.
And Davies, M. Evaluating Iatrogenic Risk of Youth Suicide Screening
Programs. A Randomized Controlled Trial. JAMA 2005:293 (13) 1635-1643.
18. National Institute of Mental Health. Bipolar Disorder Research At the National
Institute of Mental Health. National Institute of Mental Health. 2000 April: 1-
16.
19. Miklowitz DJ. Adjunctive psychotherapy for bipolar disorder: state of the
evidence. Am J Psychiatry. 2008 Nov;165(11):1408-19. Epub 2008 Sep 15.
Review.
21