A. Definisi
Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang
mengenai semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya
saliva. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang
terinfeksi, tapi kadang transplantasi jaringan yang terinfeksi dapat memulai
proses penyakit (corey, 1999).
Nama lain untuk rabies, la rage (Perancis), la rabbia (Italia), la rabia
(Spanyol), die tollwut (Jerman) atau di Indonesia terkenal dengan nama penyakit
Anjing Gila (corey, 1999).
B. Etiologi
Virus rabies merupakan virus asam ribonuklet beruntai tunggal,
beramplop, berbentuk peluru dengan diameter 75 sampai 80nm termasuk
anggota kelompok rhabdovirus. Glikoprotein virus terikat pada reseptor
asetilkolin, menambah neurovirulensi virus rabies, membangkitkan antibody
neutralisasi dan antibody penghambat hemaglutinasi, dan merangsang imunitas
sel T (Corey, 1999).
Gambar 1 Rhabdovirus
Virus rabies inaktif pada pemanasan; pada temperature 56ºC waktu paruh
kurang dari 1 menit, dan pada kondisi lembab pada temperatur 37ºC dapat
bertahan beberapa jam. Virus juga akan mati dengan deterjen, sabun, etanol
45%, solusi jodium (Chin, 2000).
Neurologik akut
Furious (80%)
2-7 hari
Halusinasi, bingung,
delirium, tingkah laku aneh,
agitasi, menggigit,
hidropobia, hipersalivasi,
disfagia, afasia,
inkoordinasi, hiperaktif,
spasme faring, aerofobia,
hiperventilasi, disfungsi
saraf otonom, sindroma
abnormalitas ADH
Paralitik Koma
Paralisis flaksid
2-7 hari
Autonomic instability,
0-14 hari
hipoventilasi, apnea, henti
nafas,
hipotermia/hipertermia,
hipotensi, disfungsi pituitari,
rhabdomiolisis, aritmia dan
henti jantung
H. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul
pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan
intrakranial; kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindrom
abnormalitas hormon antidimetik (SAHAD); disfungsi otonomik yang menyebabkan
hipertensi, hipotensi, hipertemia/hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat
lokal maupun generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan
respirasi. Pada stadium prodromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan
alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi pernafasan terjadi pada
fase neurologik akut. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan
gangguan otonomik (Chin, 2000).
I. Diagnosis
Diagnosis rabies hanya berdasarkan gejala klinis sangat sulit dan kurang
bisa dipercaya, kecuali terdapat gejala klinis yang khas yaitu hidrofobia dan
aerofobia. Diagnosis pasti rabies hanya bisa didapat dengan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dikerjakan:
Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV). Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering
dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment). Cara
pemberian : disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak–anak
di daerah paha).
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian
Dasar 0,5ml 0,5ml 4x Pemberian :
Hari Ke-0 : 2x Sekaligus
(Deltoid Kiri dan Kanan)
Hari Ke 7 dan Ke 21
Ulangan - - -
Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post
Exposure Treatment)
Vaksinasi Dosis Waktu pemberian Keterangan
Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post Exposure
Treatment). Cara pemberian : sama seperti pada butir 2.a.
II. Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR)
1. Serum hetorolog (Kuda). Kemasasn : vial 20 ml (1 ml = 100 IU)
Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin,
sisanya disuntikkan intra muskuler.
- Dosis :
2. Serum Momolog
Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU ). Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi
di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler.
- Dosis :
Jenis Dosis Waktu pemberian Keterangan
Serum
Serum 20ml/Kgbb Bersamaan dengan Sebelumnya
Momolog pemberian VAR tidak
hari ke-0 Dilakukan
Skintest
Perawatan Rabies
a. Penderita dirujuk ke Rumah Sakit
b. Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan cairan Ringer Laktat/NACI
0,9%/cairan lainnya, kalau perlu diberi anti konvulsan dan sebaiknya penderita
difiksasi selama di perjalanan dan waspada terhadap tindak–tanduk penderita
yang tidak rasional, kadang – kadang maniakal disertai saat–saat responsif.
c. Di Rumah Sakit penderita dirawat di ruang perawatan dan diisolasi
d. Tindakan medik dan pemberian obat–obat simptomatis dan supportif
termasukanti biotik bila diperlukan.
e. Untuk menghindari adanya kemungkinan penularan dari penderita, maka
sewaktu menanganikasus rabies pada manusia, hendaknya dokter dan paramedis
memakai sarung tangan, kaca mata dan masker, serta sebaiknya dilakukan
fiksasi penderita pada tempat tidurnya.4
c. Pencegahan Tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi
perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang
ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan
terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang
dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau
laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut
harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit
Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.4,6
Prognosis
Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah
mencapai sistem saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari kepustakaan
dilaporkan 10 pasien yang sembuh dari rabies namun sejak tahun 1972 hingga
sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup. Prognosis seringkali fatal
karena sekali gejala rabies telah tampak hampir selalu kematian terjadi 2-3 hari
sesudahnya sebagai akibat gagal nafas/henti jantung ataupun paralisis generalisata.
Berbagai penelitian dari tahun 1986 hingga 2000 yang melibatkan lebih dari 800
kasus gigitan anjing pengidap rabies di negara endemis yang segera mendapat
perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%
(Bleck, 2000).