Anda di halaman 1dari 35

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Dewasa ini penyakit
batu empedu (cholelitiasis) yang terbatas pada kantung empedu biasanya
asimtomatis dan menyerang 10 – 20 % populasi umum di dunia. Diagnosis biasanya
ditegakkan dengan ultrasonografi abdomen. Kira-kira 20% wanita dan 10 % pria
usia 55 sampai 65 tahun memiliki batu empedu. Cholesistektomi diindikasikan pada
pasien simtomatis yang terbukti menderita penyakit batu empedu (cholelitiasis).
Indikasi laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan indikasi open
Cholesistektomi. Karena teknik minimal invasif memiliki aplikasi diagnosis dan
terapi dibanyak pembedahan, bedah laparoskopi meningkat penggunaannya baik
pada pasien rawat inap ataupun rawat jalan (Haryono, 2013).
Berdasarkan data World Health Organization, menyebutkan pertumbuhan
jumlah penderita cholelitiasis pada tahun 2012 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Sekitar 70-80 persen tindakan operasi di negara-negara maju akan
menggunakan teknik ini. Di Indonesia, teknik bedah laparoskopi mulai dikenal di
awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar Sinai California AS mengadakan live demo
di RS Husada Jakarta. Selang setahun kemudian, Dr Ibrahim Ahmadsyah dari RS
Cipto Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi pengangkatan batu dan
kantung empedu (Laparoscopic Cholecystectomy) yang pertama. Sejak 1997,
Laparoscopic Cholecystectomy menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit
kantung empedu di beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar
di Indonesia (RISKESDAS, 2012).
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
> 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang mengandung 20-50% kolesterol).
10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis
kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
2

kosentrasi kalsium dalam kandung empedu.Batu kandung empedu merupakan


gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimally invasive dengan
memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat ruang antara
dinding depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan akses endoskopi ke
dalam rongga peritoneum tersebut. Dukungan kepada pasien yang baik dari
berbagai faktor dapat mempengaruhi pasien dalam mengambil keputusan terapi
hemodialisis sebagai modalitas pengobatan yang akan dijalani. Peran petugas
kesehatan termasuk didalamnya perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan,
edukator dan konselor memberikan pengaruh terhadap pasien dalam menentukan
keputusan untuk penatalaksanaan penyakitnya, serta dukungan kepada pasien
dalam mengindentifikasi strategi koping yang efektif dan aman untuk menghadapi
berbagai masalah yang ditimbulkan. Sehingga disusun dalam “Asuhan
Keperawatan Perioperatif Pada Pasien dengan Cholelithiasis di Instalasi Bedah
Sentral RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dirumuskan rumusan masalah “Bagaimana
Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien dengan Cholelithiasis di Instalasi
Bedah Sentral RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?”
1.3 Tujuan Penulisan
Didapatkan kemampuan menyusun laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan tentang cholelithiasis.
1.3.1 Tujuan Khusus
Mampu menerapkan proses keperawatan dengan masalah :
1.3.1.1 Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan cholelithiasis.
1.3.1.2 Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan cholelithiasis.
1.3.1.3 Merumuskan intervensi/perencanaan keperawatan pada pasien
dengan cholelithiasis.
1.3.1.4 Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan
cholelithiasis.
1.3.1.5 Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan cholelithiasis.
3

1.3.1.6 Membuat dokumentasi keperawatan pada pasien dengan


cholelithiasis.
1.4 Manfaat
Manfaat dalam penulisan ini terbagi menjadi teoritis dan praktis yaitu sebagai
berikut:
1.4.1 Teoritis
Adanya asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan dapat menjadi bahan masukan dan informasi serta sebagai bahan
pembelajaran dan untuk memperkuat teori serta meningkatkan mutu profesi
keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan gagal ginjal kronik.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Manfaat penelitian bagi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi
dilaksanakan sebagai kosntribusi dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan serta dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan.
1.4.2.2 Bagi Mahasiswa
Manfaat asuhan keperawatan ini diharapkan mahasiswa dapat
mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang
keperawatan yang didapat selama pendidikan dengan kenyataan
yang ada di lapangan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4

2.1 Konsep Dasar Cholelithiasis


1. Pengertian
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan
membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran
empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu,
fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa
berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu
campuran (Haryono, 2013).
Lokasi batu empedu bisa bermacam–macam yakni di kandung empedu,
duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri, di dalam hati. Kandung empedu
merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah
lobus kanan hati. Empedu yangdisekresi secara terus menerus oleh hati masuk
kesaluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil
tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung
dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang,duktus
koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri sebelum
bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi
oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi (Nursalam & Fransisca,
2010).
2. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang
paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Batu empedu dapat
terjadi dengan atau tanpa factor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak factor
resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu
empedu.

1. Jenis Kelamin
5

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena batu empedu.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitis
pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu
dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda
3. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.
4. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah operasi
gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
6. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi batu
empedu. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik

8. Nutrisi intravena jangka lama


6

Nutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak


terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
3. Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai


anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan
anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu (Nursalam & Fransisca,
2010).

4. Patofisiologi
7

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan


berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
> 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang mengandung 20-50% kolesterol).
10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis
kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
kosentrasi kalsium dalam kandung empedu.Batu kandung empedu merupakan
gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada
keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga
solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh
substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung
empedu, kemudian lama kelamaan tersebut bertambah ukuran, beragregasi,
melebur dan membentuk batu. Factor motilitas kandung empedu dan biliary stasis
merupakan predisposisi pembentukan batu campuran (Haryono, 2013).
8

5. Manifestasi Klinis
1) Nyeri daerah midepigastrium
9

2) Mual dan muntah


3) Tachycardia
4) Diaphoresis
5) Demam
6) Flatus, rasa beban epigastrium, heart burn
7) Nyeri abdominal atas kronik
8) Jaundice
6. Komplikasi
Komplikasi dari kolelitiasis diantaranya adalah :
1) Empiema kandung empedu, terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut
dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu
yang tersumbat disertai kuman kuman pembentuk pus.
2) Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan
berkepanjangan duktus sitikus.
3) Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan
nekrosis jaringan berbercak atau total.
4) Perforasi : Perforasi lokal biasanya tertahan oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Perforasi bebas
lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan kematian sekitar 30%.
5) Pembentukan fistula
6) Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh
lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus.
7) Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porcelain.
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Sinar-X Abdomen
Pemeriksaaan sinar-X abdomen dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan
akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab
gejala yang lain. Namun demikian, hanya 15% hingga 20% batu empedu
yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui
pemeriksaan sinar-X.
2) Ultrasonografi.
10

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai


prosedur diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat serta akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi
hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat
pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil
yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.
Penggunaan ultrasound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkan kembali. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi.
Dilaporkan bahwa USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.
3) Pemeriksaan Radionuklida atau Koleskintografi
Koleskintografi telah berhasil dalam membantu menegakkan diagnosis
kolelisistitis. Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan
melalui intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan
dengan cepat diekskresikan dalam system bilier. Selanjutnya dilakukan
pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung
empedu dan percabangan bilier. Pemeriksaan ini lebih mahal daripada
USG, memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengerjakannya,
membuat pasien terpajan sinar radiasi, dan tidak dapat mendeteksi batu
empedu. Penggunaannya terbatas pada kasus-kasus yang dengan
pemeriksaan USG, diagnosisnya masih belum dapat disimpulkan.
4) Kolesistografi.
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pemeriksaan
pilihan, kolesistografi masih digunakan jika alat USG tidak tersedia atau
bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu
untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta
mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang
diekskresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung empedu
diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh
bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan
11

tampak pada foto rontgen. Preparat yang diberikan sebagai bahan


kontras mencakup asam iopanoat (Telepaque), iodipamie meglumine
(Cholografin) dan sodium ipodat (Oragrafin). Semua preparat ini
diberikan dalam dosis oral, 10-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan
sinar-X. sesudah diberikan preparat kontras, pasien tidak boleh
mengkonsumsi apapun untuk mencegah kontraksi dan untuk
pengosongan kandung empedu.
Kepada pasien harus ditanyakan apakah ia mempunyai riwayat
alergi terhadap yodium atau makanan laut. Jika tidak ada riwayat alergi,
pasien mendapat preparat kontras oral pada malam harinya sebelum
pemeriksaan radiografi dilakukan. Foto rontgen mula-mula dibuat pada
abdomen kuadaran kanan atas. Apabila kandung empedu tampak terisi
dan dapat mengosongkan isinya secara normal serta tidak mengandung
batu, kita dapat menyimpulkan bahwa tidak terjadi penyakit kandung
empedu. Apabila terjadi penyakit kandung empedu, maka kandung
empedu tersebut mungkin tidak terlihat karena adanya obstruksi oleh
batu empedu. Pengulangan pembuatan kolesistogram oral dengan
pemberian preparat kontras yang kedua mungkin diperlukan jika
kandung empedu pada pemeriksaan pertama tidak tampak.
Kolesistografi pada pasien yang jelas tampak ikterik tidak akan
memberikan hasil yang bermanfaat karena hati tidak dapat
mengekskresikan bahan kontras radiopaque kedalam kandung empedu
pada pasien ikterik. Pemeriksaan kolesistografi oral kemungkinan besar
akan diteruskan sebagai bagian dari evaluasi terhadap pasien yang telah
mendapatkan terapi pelarutan batu empedu.
2.2 Konsep Dasar Laparascopy
1. Pengertian
Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimally invasive dengan
memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat ruang antara
dinding depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan akses endoskopi ke
dalam rongga peritoneum tersebut.Teknik laparoskopi atau pembedahan minimally
invasive diperkirakan menjadi trend bedah masa depan.
12

Di Indonesia, teknik bedah laparoskopi mulai dikenal di awal 1990-an ketika


tim dari RS Cedar Sinai California AS mengadakan live demo di RS Husada
Jakarta. Selang setahun kemudian, Dr Ibrahim Ahmadsyah dari RS Cipto
Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi pengangkatan batu dan kantung
empedu (Laparoscopic Cholecystectomy) yang pertama. Sejak 1997, Laparoscopic
Cholecystectomy menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit kantung empedu
di beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.
Beberapa keuntungan dari tindakan laparascopy ini antara lain :
1) Nyeri pasca bedah jauh lebih ringan
2) Membantu menegakkan diagnosa lebih akurat
3) Proses pemulihan lebih cepat
4) Rawat inap lebih singkat
5) Luka bekas operasi lebih kecil
Posisi pasien operasi Laparascopy Chole adalah pasien tidur terlentang dalam
posisi anti trendelenburg, miring kekiri 30° kearah operator, operator berada
disebelah kiri pasien, asisten dan instrumen sebelah kanan pasien

Laparoscopy cholelitiasis diindikasikan pada pasien simtomatis yang terbukti


menderita penyakit batu empedu (cholelitiasis). Indikasi laparoskopi untuk
13

Cholesistektomi sama dengan indikasi open Cholesistektomi.Keuntungan


melakukan prosedur laparoskopi pada cholesistektomi yaitu: laparoscopic
cholesistektomi menggabungkan manfaat dari penghilangan gallblader dengan
singkatnya lama tinggal di rumah sakit, cepatnya pengembalian kondisi untuk
melakukan aktivitas normal, rasa sakit yang sedikit karena torehan yang kecil dan
terbatas, dan kecilnya kejadian ileus pasca operasi dibandingkan dengan teknik
open laparotomi.
Namun kerugiannya, trauma saluran empedu lebih umum terjadi setelah
laparoskopi dibandingkan dengan open cholesistektomi dan bila terjadi pendarahan
perlu dilakukan laparotomi.. Kontra indikasi pada Laparoskopi cholesistektomi
antara lain: penderita ada resiko tinggi untuk anestesi umum; penderita dengan
morbid obesity; ada tanda-tanda perforasi seperti abses, peritonitis, fistula; batu
kandung empedu yang besar atau curiga keganasan kandung empedu; dan hernia
diafragma yang besar.

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengkajian fase Pre Operatif
1) Pengkajian Psikologispasienmeliputi perasaan takut / cemas dan
keadaan emosi pasien
2) Pengkajian Fisik pasien pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah,
nadi, pernafasan dan suhu.
3) Sistem integumen pasien apakah pasien pucat, sianosis dan adakah
penyakit kulit di area badan.
4) Sistem Kardiovaskuler pasien apakah ada gangguan pada sisitem
cardio, validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?,
kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi., Kebiasaan merokok,
minum alcohol, Oedema, Irama dan frekuensi jantung.
5) Sistem pernafasan pasien apakah pasien bernafas teratur dan batuk
secara tiba-tiba di kamar operasi.
6) Sistem gastrointestinal pasien apakah pasien diare ?
14

7) Sistem reproduksi pasien apakah pasien wanita mengalami menstruasi


?
8) Sistem saraf pasien bagaimana kesadaran ?
9) Validasi persiapan fisik pasien. Apakah pasien puasa, lavement,
kapter, perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien / perlengkapan
operasi dan validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
b. Pengkajian fase Intra Operatif
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang
diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada
pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian
psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji adalah :
1) Pengkajian mental pasienBila pasien diberi anaesthesi lokal dan
pasien masih sadar atau terjaga maka sebaiknya perawat
menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan
memberi dukungan agar pasien tidak cemas atau takut menghadapi
prosedur tersebut.
2) Pengkajian fisikpasienTanda-tanda vital (bila terjadi
ketidaknormalan maka perawat harus memberitahukan
ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
3) Transfusi dan infuse pasien. Monitor flabot sudah habis apa belum.
4) Pengeluaran urin pasien. Normalnya pasien akan mengeluarkan urin
sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
c. Pengkajian fase Post Operatif
1) Status respirasi pasienMeliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman
pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2) Status sirkulatori pasienMeliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan
warna kulit.
3) Status neurologis pasien meliputi tingkat kesadaran.
4) Balutan pasien meliputi : balutan luka
5) Kenyamanan pasien Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
15

6) Keselamatan pasien meliputi : diperlukan penghalang samping


tempat tidur, kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat
pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7) Perawatan pasien meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan,
kelancaran cairan.
8) Nyeri pasien meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor
yang memperberat atau memperingan
16

NO. NANDA NOC NIC


1. Pre Operatif Tujuan : cemas dapat terkontrol. Penurunan kecemasan
Cemas b.d krisis Kriteria hasil : 1. Bina hubungan saling percaya dengan klien /
situasional Operasi 1. Secara verbal dapat mendemonstrasikan keluarga.
teknik menurunkan cemas. 2. Kaji tingkat kecemasan klien.
2. Mencari informasi yang dapat menurunkan 3. Tenangkan klien dan dengarkan keluhan klien
cemas dengan atensi
3. Menggunakan teknik relaksasi untuk 4. Jelaskan semua prosedur tindakan kepada klien
menurunkan cemas setiap akan melakukan tindakan
4. Menerima status kesehatan. 5. Dampingi klien dan ajak berkomunikasi yang
terapeutik
6. Berikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
7. Ajarkan teknik relaksasi
8. Bantu klien untuk mengungkapkan hal-hal yang
membuat cemas.
2. Pre Operatif Tujuan : bertambah-nya pengetahuan pasien Pendidikan kesehatan : proses penyakit
Kurang Pengetahuan tentang penyakitnya. 1. Kaji tingkat pengetahuan klien.
b.d keterbatasan Pengetahuan: Proses Penyakit 2. Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda gejala
informasi tentang Kriteria hasil : serta komplikasi yang mungkin terjadi
penyakit dan proses 1. Pasien mampu men-jelaskan penyebab, 3. Berikan informasi pada keluarga tentang
operasi komplikasi dan cara pencegahannya perkembangan klien.
2. Klien dan keluarga kooperatif saat dilakukan 4. Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang
tindakan tindakan yang akan dilakukan.
5. Berikan penjelasan tentang pentingnya ambulasi
dini
6. Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan
muncul
17

3. Intra Operatif Tujuan : resiko combustio dapat diminimalisir 1. Memasang arde electrocoter sesuai prosedur.
Resiko cedera Ktriteria hasil : 2. Memfiksasi arde secara adekuat
(combustio b.d tidak terjadi combustio. 3. Menggunakan power output sesuai kebutuhan
pemajanan peralatan 4. mengawasi selama pemakaian alat
kesehatan
(pemasangan arde
electrocouter)
4. Post Operatif Tujuan : kerusakan per-tukaran gas tidak terjadi Pengelolaan jalan napas
Gangguan Status Pernapasan: ventilasi 1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman dan
pertukaran gas b.d Kriteria hasil : usaha nafas.
efek samping dari 1. Dispnea tidak ada 2. Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan
anaesthesi. 2. PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi
batas normal tambahan
3. Tidak ada gelisah, sianosis, dan keletihan 3. Pantau hasil gas darah dan kadar elektrolit
4. Pantau status mental Observasi terhadap sianosis,
terutama membran mukosa mulut
5. Pantau status pernapasan dan oksigenasi
6. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan
(oksigen, pengisap,spirometer)
7. Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
8. Laporkan perubahan sehubungan dengan
pengkajian data (misal: bunyi napas, pola napas,
sputum,efek dari pengobatan)
9. Berikan oksigen atau sesuai dengan kebutuhan
5. Post Operatif Tujuan : kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Perawatan luka
Kerusakan integritas Penyembuhan Luka: Tahap Pertama 1. Ganti balutan plester dan debris
kulit b.d luka post Kriteria hasil : 2. Catat karakteristik luka bekas operasi
operasi 1. Kerusakan kulit tidak ada 3. Catat katakteristik dari beberapa
18

2. Eritema kulit tidak ada 4. Bersihkan luka bekas operasi dengan sabun
3. Luka tidak ada pus antibakteri yang cocok
4. Suhu tubuh antara 36°C-37°C 5. Sediakan perawatan luka bekas operasi sesuai
kebutuhan
6. Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur
perawatan luka
6. Post Operatif Tujuan : Nyeri dapat teratasi. Manajemen Nyeri :
Nyeri akut b.d proses Kontrol Resiko 1. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi,
pembedahan Kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
1. Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2- presipitasi ).
3 2. Observasi reaksi nyeri dari ketidak
2. Ekspresi wajah tenang nyamanan.Gunakan teknik komunikasi terapeutik
3. Klien dapat istirahat dan tidur untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
4. v/s dbn 3. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
5. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
6. Kolaborasi pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri.
7. Evaluasi tindakan pengurang nyeri
19

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Kelompok 2


Ruang Praktek : OK/IBS
Tanggal Praktek : 11 November 2019
Tanggal & Jam Pengkajian : 12 November 2019/12 :00 WIB

I PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/ Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Alamat : Jl. Sisingamangaraja
Tgl MRS : Selasa, 7 Januari 2020
Diagnosa Medis : Cholelitiasis
B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama :
Klien mengatakan merasa cemas dan takut karena tidak pernah operasi
sebelumnya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk rumah IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
tanggal 7 januari 2020, diantar oleh menantu karena keluhan rasa nyeri
seperti terbakar pada bagian abdomen kuadran kanan dextra, dengan
skala nyeri 5-6 (sedang) dari rentang 0-10, nyeri yang dirasakan hilang
timbul. Dan dari IGD klien langsung dipindahkan langsung ke ruang
edelweis.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya dan
klien mengatakan tidak pernah punya riwayat operasi
20

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga seperti
asma tapi punya penyakit Diabetes Mellitus dan Hipertensi.
GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan:

= Meninggal

= Laki-laki

= Perempuan

= Tinggal serumah

= Hubungan Keluarga

= Pasien

C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Pre Operatif :
Klien tampak cemas, klien tampak gelisah, klien terpasang infus di tangan bagian
kanan dengan cairan RL 20 tpm, kesadaran compos mentis, TTV : TD : 180/100
mmHg, Nadi : 80 x/mnt, Suhu : 36,6 Celsius, RR : 18 x/mnt.
Intra Operatif :
Setelah itu dilakukan draping/proses pemasangan duk steril, kemudian pasien
dilakukan desinfeksi kulit oleh tim bedah, kemudian pasien mulai di berikan
anestesi jenis GETA, setelah semua selesai dan anetesi sudah bekerja pasien
diposisikan supine dan head up 45 derajat serta diposisikan tilt/miring kesebelah
kiri sekitar 30 derajat menghadap ke dokter operator, pasien terlihat terpasang ETT,
Intubasi (+), OPA (+), NGT terbuka (+), dan DC (+). Setelah semua siap mulai
21

dilakukan insisi oleh dokter operator. Insisi dilakukan pada 3 area abdomen kuadran
kanan atas sinistra dan dextra serta di bawah umbilicus. Kemudian alat-alat
lapasraskopi dipasangkan ke monitor dan layar laparaskopi, operasi dimulai.
Post Operatif :
Proses pembedahan telah selesai, kemudian luka operasi ditutup menggunakan kasa
dan hypapix, passion dibersihkan dan dirapikan, ekstubasi (+), OPA dilepass,
kemudian pasien dipindahkan ke Ruang Pemulihan (RR) kemudian pasien
mengeluh merasa nyeri pada bagian luka yang dioperasi terasa seperti ditusuk-
tusuk, dengan skala 4-5 (sedang), nyeri terasa hilang timbul.
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,6.0C  Axilla  Rektal  Oral
b. Nadi/HR : 80x/mt
c. Pernapasan/RR : 16x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 180/100 mm Hg

D. DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATURIUM, PENUNJANG


LAINNYA)
Pemeriksaan laboratorium : tanggal 15 Januari 2020

Parameter Hasil Satuan Nilai normal


Glukosa-Puasa 182 mg/dL 65-100
HGB 10,2 g/dL 10,5-18.0

Pemeriksaan Radiologis
1. USG
22

Palangka
Raya,………………………………
Mahasiswa

…………………………………….
23

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Pre Operatif : Cholelitiasis Ansietas

Ds :
- Klien mengatakan Kurang Informasi
mrasa cemas dengan

kondisinya saat ini
Kurang Pengetahuan
(penyakitnya)

- Klien mengatakan
Cemas
merasa takut saat
mau operasi
Do :
- Klien tampak cemas
- Klien tampak gelisah
- TD : 180/100 mmHg
N : 80x/menit
R : 16x/menit
S : 36,6 ◦C
24

Intra Operatif : Proses pembedahan Risiko Perdarahan


Ds : - ↓
Do : Insisi pada 3 area perut
1. Klien tampak ↓
berbaring dengan Risiko Perdarahan
posisi supine
2. Klien terpasang
infus RL 20 tpm
ditangan sebelah
kanan
3. Insisi 3 area
4. HB terakhir 10,2
g/dL
5. Tidak ada stok
transfuse
6. Perdarahan pra-op
kurang lebih 20 ml
tanpa campuran
cairan.
7. TD : 160/99 mmHg
N : 88x/menit
R : 20x/menit
S : 36,5 ◦C
25

Post Operatif Cholelitiasis Nyeri


Ds : ↓
1. Klien mengatakan Pre Operasi
nyeri dan rasa tidak ↓
nyaman pada Obstruksi post op
bagian perut yang laparaskopi
dilakukan operasi. ↓
2. P : nyeri di rasakan Agen injuri fisik
pada saat istirahat. ↓
Q : nyeri di rasakan Nyeri
seperti di tusuk-
tusuk
R : nyeri di rasakan
di area abdomen
kuadran atas sinistra
dan dextra, serta
dibawah umbilicus.
S : Skala nyeri 4-6
T : nyeri yang di
rasakan hilang
timbul
Do :
1. TD : 156/84 mmHg
N : 85 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36.5 ◦C
2. Post op
Laparaskopi
Cholesistektomy
26
27

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. A

Ruang Rawat : OK/ IBS

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Pre Operatif : Setelah di lakukan tindakan 1. Identifikasi kondisi umum klien 1. Mengtahui keadaan umum klien
keperawtan selama 1x1 jam (mis,kesadaran,jenis operasi,jenis anastesi)
Ansietas berhubungan dengan di harapkan kecemasan klien 2. Monitor tekanan darah,nadi,pernafasan,dan suhu 2. Mengetahui tanda-tanda vital klien
kurangnya pengetahuan di berkurang dengan kriteria tubuh 3. Mengurangi rasa cemas klien
tandai dengan klien tampak hasil : 3. Jelaskan tentang prosedur,waktu dan lamanya memberikan informasi terkait
cemas dan gelisah operasi tindakan yang di lakukan
1. Klien tampak tenang 4. Latih teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri 4. Memandirikan klien supaya tahu
2. Klien mengatakan rasa pasca operasi salah satu cara untuk mengurangi
takutnya berkurang nyeri secara mandiri.
3. Klien menyatakan siap
untuk di operasi
28

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. A

Ruang Rawat : OK/IBS

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Intra Operatif : Setelah di lakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab perdarahan 1. Untuk mengetahui penyebab
keperawatan selama 1x1 jam di 2. Monitor perdarahan pada daerah pembedahan perdarahan
Risiko Perdarahan harapkan tidak terjadi 3. Monitor tanda-tanda vital 2. Mengetahui jumlah perdarahan
berhubungan dengan tindakan perdarahan klien berkurang 4. Pastikan keamanan elektrikal dan alat-alat yang di 3. Mengetahui keadaan umum klien
operasi di tandai dengan klien dengan kriteria hasil : gunakan selama prosedur operasi,misalnya alat selama proses pembedahan
mengalami pembedahan pada succion. 4. Untuk mengetahui apakah alat
perut. 1. Tidak terjadi perdarahan berfungsi atau tidak
berlebih saat tindakan
pembedahan.
2. Ttv di batas normal
3. TD : 130/90 mmHg
N : 95x/menit
Rr : 20x/menit
S : 36,5 ◦C
29

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. A

Ruang Rawat : OK/IBS

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Post Operatif : Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji tanda nyeri pada pasien 1. Untuk menentukan rencana tindakan
keperawatan selama 1x1 jam di 2. Ajarkan teknik relaksasi kepada pasieen menghilangkan nyeri
Nyeri berhubungan dengan agen harapkan nyeri 3. Berikan informasi yang akurat untuk 2. Membantu klien mengurangi rasa nyeri
injuri fisik di tandai dengan berkurang/hilang dengan mengurangi rasa sakit 3. Untuk mengurangi cemas klien
bekas luka insisi. kriteria hasil : 4. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik 4. Untuk mengurangi nyeri pasien
1. Klien tampak rileks
2. Keluhan nyeri
berkurang/hilang
3. Klien mampu beraktivitas
maksimal
30

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Pre Operatif
Tanda tangan
Hari/Tanggal dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama
Perawat
1. Mengidentifikasi kondisi umum klien (mis,kesadaran S : klien mengatakan masih khawatir dan takut
Selasa , 14 Januari 2020
jenis operasi, jenis anastesi) O:
Jam 11:00 WIB 2. Memonitor tekanan darah, Nadi, Pernafasan dan suhu 1. Klien tampak tegang
tubuh 2. Tingkat kesadaran composmentis
Dx Kep :
3. Menjelaskan tentan prosedur waktu dan lamanya operasi 3. Jenis operasi Laparaskopi Chlosistektomy
Ansietas berhubungan 4. Melatih teknik mengurangi nyeri Pasca Operasi 4. TD : 180/100 mmHg
dengan kurangnya N : 80x/menit
pengetahuan di tandai R : 16x/menit
dengan klien tampak S : 36,6 ◦C
cemas dab gelisah A : masalah ansietas pada Ny. A belum teratasi
P : Hentikan intervensi ( proses pembedahan di laksanakan )
31

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Intra Operatif
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Selasa , 14 Januari 2020 1. Mengidentifikasi penyebab perdarahan S:-
2. Monitor perdarahan pada daerah pembedahan
Jam 11:00 WIB 3. Monitor tanda-tanda vital O:
4. Memastikan keamanan elektrikal dan alat-alat yang di
Dx Kep : 1. Proses pembedahan sedang di lakukan
gunakan selama prosedur operasi,misalnya alat succion
2. Perdarahan ± 20 ml tanpa cairan (dalam suction)
Risiko perdarahan 3. Terpasang infus RL 20 tpm
berhubungan dengan 4. TD : 160/99 mmHg
tindakan operasi di N : 88x/menit
tandai dengan klien R : 20x/menit
mengalami S : 36,5 ◦C
pemebedahan pada A : masalah risiko perdarahan teratasi
perut P : lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4 di ruangan
32

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Post Operatif
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Selasa , 14 Januari 2020 1. Mengkaji tanda nyeri pada pasien S : klien mengatakan rasa tidak nyaman dan nyeri pada bagian
2. Mengajarkan teknik relaksasi kepada pasieen perut yang dioperasi. P : nyeri di rasakan pada saat
Jam 11:00 WIB 3. Memberikan informasi yang akurat untuk mengurangi istirahat, Q : nyeri di rasakan seperti di tusuk-tusuk, R :
rasa sakit nyeri di rasakan di area abdomen kuadran atas sinistra dan
Dx Kep :
4. Berkolaborasi dalam pemberian terapi analgetik dextra, serta dibawah umbilicus, S : Skala nyeri 4-6 dan T
Nyeri berhubungan
: nyeri yang di rasakan hilang timbul
dengan agen injuri fisik
O : Klien tampak rileks sambil melakukan teknik relaksasi
di tandai dengan bekas
yang di ajarkan perawat seperti tarik nafas dalam lalu
luka insisi
hembuskan perlahan.
A : masalah nyeri Ny. A belum teratasi
P : Anjurkan melanjutkan intervensi di ruangan
33

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan data keadaan umum Klien tampak
cemas, klien tampak gelisah, klien terpasang infus di tangan bagian kanan dengan
cairan RL 20 tpm, kesadaran compos mentis, TTV : TD : 180/100 mmHg, Nadi :
80 x/mnt, Suhu : 36,6 Celsius, RR : 18 x/mnt. Berdasarkan masalah utama
keperawatan yang diangkat pada kasus ini adalah Ansietas.
Hal ini dilakukan karena didapatkan tanda-gejala ditemukan seperti Klien
tampak cemas ,klien tampak gelisah,klien terpasang infus ditangan bagian kanan
dengan cairan RL 20 tpm, dan kesadaran klien compos mentis,Pengkajian
merupakan tahap penting dari proses pemberian asuhan keperawatan yang sesuai
dengan kebutuhan individu.
Oleh karena itu, pengkajian yang akurat lengkap sesuai kenyataan dan
kebenaran data sangat penting untuk langkah selanjutnya dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai respons individu (Muttaqin, 2008). Pengkajian asuhan
keperawatan pada Ny. A dilakukan pada tanggal 14 Januari 2020 pukul 09.00 wib
dengan keluhan utama klien mengatakan cemas dan takut.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang didapat pada kasus ada 3 diagnosa keperawatan,
yaitu: Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan di tandai dengan
klien tampak cemas dan gelisah.
Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan operasi di tandai dengan klien
mengalami pemebedahan pada perut.
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat yang menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-
masalah aktual ataupun potensial dengan menggunakan terminologi NANDA
(Wilkinson, 2006).
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut teori ada 3 diagnosa keperawatan
yaitu: Cemas berhubungan dengan krisis situasional Operasi,Kurang Pengetahuan
b.d keterbatasan informasi tentang penyakit dan proses operasi,Resiko cedera
34

(combustio b.d pemajanan peralatan kesehatan (pemasangan arde electrocouter),


G,angguan pertukaran gas b.d efek samping dari anaesthesi, (Nurarif & Kusuma,
2013:110).
4.3 Intervensi Keperawatan
Tujuan yang direncanakan penulis adalah Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x1 jam di harapkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria
hasil :Klien tampak rileks,Keluhan nyeri berkurang/hilang,Klien mampu
beraktivitas maksimal.
Intervensi adalah rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan
kepada pasien sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakan sehingga
kebutuhan pasien dapat terpenuhi (Wilkinson, 2006).
Intervensi keperawatan yang dibuat oleh penulis tidak sesuai dengan teori,
intervensi keperawatan yang penulis lakukan berdasarkan respons dan kebutuhan
klien, dalam teori dijelaskan bahwa intervensi keperawatan pada klien dengan.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan di tandai dengan klien
tampak cemas dan gelisah.
4.4 Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang penulis lakukan kepada
pasien sesuai dengan intervensi sehingga kebutuhan pasien terpenuhi (Wilkinson,
2006).
Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah
disusun dan tidak semua dari intervensi tersebut dapat diimplementasikan
seluruhnya oleh penulis dalam tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan yang
telah dilakukan oleh penulis berdasarkan diagnosa keperawatan pertama, Ansietas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan di tandai dengan klien tampak cemas
dan gelisah
4.4 Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi pada hari Selasa 14 Januari 2020 pukul 09.00 wib dengan keluhan
utama klien mengatakan cemas dan takut dengan metode SOAP untuk mengetahui
dari keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan memperhatikan
pada tujuan, kriteria hasil yang telah dibuat penulis yang hasilnya adalah subjektif
Klien mengatakan Klien mengatakan cemas dan takut Planning intervensi
dilanjutkan yaitu: Identifikasi kondisi umum klien (mis,kesadaran,jenis
operasi,jenis anastesi),Monitor tekanan darah,nadi,pernafasan,dan suhu
tubuh,Jelaskan tentang prosedur,waktu dan lamanya operasi, Latih teknik relaksasi
untuk mengurangi nyeri pasca operasi.
35

Evaluasi adalah hasil yang penulis ingin capai dari klien sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang ditegakan sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi
(Wilkinson, 2006).

Dari data yang didapatkan masalah keperawatan Ansietas berhubungan dengan


kurangnya pengetahuan di tandai dengan klien tampak cemas dab gelisah dengan
belum teratasi dikarenakan belum sesuai dengan kriteria hasil yang penulis
harapkan.

Anda mungkin juga menyukai