BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Dewasa ini penyakit
batu empedu (cholelitiasis) yang terbatas pada kantung empedu biasanya
asimtomatis dan menyerang 10 – 20 % populasi umum di dunia. Diagnosis biasanya
ditegakkan dengan ultrasonografi abdomen. Kira-kira 20% wanita dan 10 % pria
usia 55 sampai 65 tahun memiliki batu empedu. Cholesistektomi diindikasikan pada
pasien simtomatis yang terbukti menderita penyakit batu empedu (cholelitiasis).
Indikasi laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan indikasi open
Cholesistektomi. Karena teknik minimal invasif memiliki aplikasi diagnosis dan
terapi dibanyak pembedahan, bedah laparoskopi meningkat penggunaannya baik
pada pasien rawat inap ataupun rawat jalan (Haryono, 2013).
Berdasarkan data World Health Organization, menyebutkan pertumbuhan
jumlah penderita cholelitiasis pada tahun 2012 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Sekitar 70-80 persen tindakan operasi di negara-negara maju akan
menggunakan teknik ini. Di Indonesia, teknik bedah laparoskopi mulai dikenal di
awal 1990-an ketika tim dari RS Cedar Sinai California AS mengadakan live demo
di RS Husada Jakarta. Selang setahun kemudian, Dr Ibrahim Ahmadsyah dari RS
Cipto Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi pengangkatan batu dan
kantung empedu (Laparoscopic Cholecystectomy) yang pertama. Sejak 1997,
Laparoscopic Cholecystectomy menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit
kantung empedu di beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar
di Indonesia (RISKESDAS, 2012).
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
> 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang mengandung 20-50% kolesterol).
10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis
kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
1. Jenis Kelamin
5
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena batu empedu.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitis
pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu
dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda
3. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.
4. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah operasi
gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu
dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
6. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi batu
empedu. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
7. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik
4. Patofisiologi
7
5. Manifestasi Klinis
1) Nyeri daerah midepigastrium
9
3. Intra Operatif Tujuan : resiko combustio dapat diminimalisir 1. Memasang arde electrocoter sesuai prosedur.
Resiko cedera Ktriteria hasil : 2. Memfiksasi arde secara adekuat
(combustio b.d tidak terjadi combustio. 3. Menggunakan power output sesuai kebutuhan
pemajanan peralatan 4. mengawasi selama pemakaian alat
kesehatan
(pemasangan arde
electrocouter)
4. Post Operatif Tujuan : kerusakan per-tukaran gas tidak terjadi Pengelolaan jalan napas
Gangguan Status Pernapasan: ventilasi 1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman dan
pertukaran gas b.d Kriteria hasil : usaha nafas.
efek samping dari 1. Dispnea tidak ada 2. Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan
anaesthesi. 2. PaO2, PaCO2, pH arteri dan SaO2 dalam atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi
batas normal tambahan
3. Tidak ada gelisah, sianosis, dan keletihan 3. Pantau hasil gas darah dan kadar elektrolit
4. Pantau status mental Observasi terhadap sianosis,
terutama membran mukosa mulut
5. Pantau status pernapasan dan oksigenasi
6. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan
(oksigen, pengisap,spirometer)
7. Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
8. Laporkan perubahan sehubungan dengan
pengkajian data (misal: bunyi napas, pola napas,
sputum,efek dari pengobatan)
9. Berikan oksigen atau sesuai dengan kebutuhan
5. Post Operatif Tujuan : kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Perawatan luka
Kerusakan integritas Penyembuhan Luka: Tahap Pertama 1. Ganti balutan plester dan debris
kulit b.d luka post Kriteria hasil : 2. Catat karakteristik luka bekas operasi
operasi 1. Kerusakan kulit tidak ada 3. Catat katakteristik dari beberapa
18
2. Eritema kulit tidak ada 4. Bersihkan luka bekas operasi dengan sabun
3. Luka tidak ada pus antibakteri yang cocok
4. Suhu tubuh antara 36°C-37°C 5. Sediakan perawatan luka bekas operasi sesuai
kebutuhan
6. Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur
perawatan luka
6. Post Operatif Tujuan : Nyeri dapat teratasi. Manajemen Nyeri :
Nyeri akut b.d proses Kontrol Resiko 1. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi,
pembedahan Kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
1. Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2- presipitasi ).
3 2. Observasi reaksi nyeri dari ketidak
2. Ekspresi wajah tenang nyamanan.Gunakan teknik komunikasi terapeutik
3. Klien dapat istirahat dan tidur untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
4. v/s dbn 3. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
5. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
6. Kolaborasi pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri.
7. Evaluasi tindakan pengurang nyeri
19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
I PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/ Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Alamat : Jl. Sisingamangaraja
Tgl MRS : Selasa, 7 Januari 2020
Diagnosa Medis : Cholelitiasis
B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama :
Klien mengatakan merasa cemas dan takut karena tidak pernah operasi
sebelumnya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk rumah IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
tanggal 7 januari 2020, diantar oleh menantu karena keluhan rasa nyeri
seperti terbakar pada bagian abdomen kuadran kanan dextra, dengan
skala nyeri 5-6 (sedang) dari rentang 0-10, nyeri yang dirasakan hilang
timbul. Dan dari IGD klien langsung dipindahkan langsung ke ruang
edelweis.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya dan
klien mengatakan tidak pernah punya riwayat operasi
20
Keterangan:
= Meninggal
= Laki-laki
= Perempuan
= Tinggal serumah
= Hubungan Keluarga
= Pasien
C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Pre Operatif :
Klien tampak cemas, klien tampak gelisah, klien terpasang infus di tangan bagian
kanan dengan cairan RL 20 tpm, kesadaran compos mentis, TTV : TD : 180/100
mmHg, Nadi : 80 x/mnt, Suhu : 36,6 Celsius, RR : 18 x/mnt.
Intra Operatif :
Setelah itu dilakukan draping/proses pemasangan duk steril, kemudian pasien
dilakukan desinfeksi kulit oleh tim bedah, kemudian pasien mulai di berikan
anestesi jenis GETA, setelah semua selesai dan anetesi sudah bekerja pasien
diposisikan supine dan head up 45 derajat serta diposisikan tilt/miring kesebelah
kiri sekitar 30 derajat menghadap ke dokter operator, pasien terlihat terpasang ETT,
Intubasi (+), OPA (+), NGT terbuka (+), dan DC (+). Setelah semua siap mulai
21
dilakukan insisi oleh dokter operator. Insisi dilakukan pada 3 area abdomen kuadran
kanan atas sinistra dan dextra serta di bawah umbilicus. Kemudian alat-alat
lapasraskopi dipasangkan ke monitor dan layar laparaskopi, operasi dimulai.
Post Operatif :
Proses pembedahan telah selesai, kemudian luka operasi ditutup menggunakan kasa
dan hypapix, passion dibersihkan dan dirapikan, ekstubasi (+), OPA dilepass,
kemudian pasien dipindahkan ke Ruang Pemulihan (RR) kemudian pasien
mengeluh merasa nyeri pada bagian luka yang dioperasi terasa seperti ditusuk-
tusuk, dengan skala 4-5 (sedang), nyeri terasa hilang timbul.
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,6.0C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 80x/mt
c. Pernapasan/RR : 16x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 180/100 mm Hg
Pemeriksaan Radiologis
1. USG
22
Palangka
Raya,………………………………
Mahasiswa
…………………………………….
23
ANALISIS DATA
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan data keadaan umum Klien tampak
cemas, klien tampak gelisah, klien terpasang infus di tangan bagian kanan dengan
cairan RL 20 tpm, kesadaran compos mentis, TTV : TD : 180/100 mmHg, Nadi :
80 x/mnt, Suhu : 36,6 Celsius, RR : 18 x/mnt. Berdasarkan masalah utama
keperawatan yang diangkat pada kasus ini adalah Ansietas.
Hal ini dilakukan karena didapatkan tanda-gejala ditemukan seperti Klien
tampak cemas ,klien tampak gelisah,klien terpasang infus ditangan bagian kanan
dengan cairan RL 20 tpm, dan kesadaran klien compos mentis,Pengkajian
merupakan tahap penting dari proses pemberian asuhan keperawatan yang sesuai
dengan kebutuhan individu.
Oleh karena itu, pengkajian yang akurat lengkap sesuai kenyataan dan
kebenaran data sangat penting untuk langkah selanjutnya dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai respons individu (Muttaqin, 2008). Pengkajian asuhan
keperawatan pada Ny. A dilakukan pada tanggal 14 Januari 2020 pukul 09.00 wib
dengan keluhan utama klien mengatakan cemas dan takut.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang didapat pada kasus ada 3 diagnosa keperawatan,
yaitu: Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan di tandai dengan
klien tampak cemas dan gelisah.
Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan operasi di tandai dengan klien
mengalami pemebedahan pada perut.
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat yang menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-
masalah aktual ataupun potensial dengan menggunakan terminologi NANDA
(Wilkinson, 2006).
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut teori ada 3 diagnosa keperawatan
yaitu: Cemas berhubungan dengan krisis situasional Operasi,Kurang Pengetahuan
b.d keterbatasan informasi tentang penyakit dan proses operasi,Resiko cedera
34
Evaluasi adalah hasil yang penulis ingin capai dari klien sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang ditegakan sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi
(Wilkinson, 2006).