Anda di halaman 1dari 234

Laporan Akhir

Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji


Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan bagian yang amat penting dalam pembangunan nasional.


Sarana dan prasarana transportasi berperan sebagai pendukung kegiatan ekonomi
dan berfungsi untuk menyediakan jasa pelayanan bagi arus pergerakan orang dan
barang khususnya dalam distribusi barang dan jasa dari sumber bahan baku ke
tempat produksi serta ke lokasi pemasarannya baik di tingkat lokal, regional,
nasional, maupun internasional. Jasa pelayanan sarana dan prasarana transportasi
sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan sosial masyarakat, termasuk upaya
penanggulangan kemiskinan.

Perencanaan transportasi didefinisikan sebagai suatu proses yang tujuannya


mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan barang
bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah. Selain itu harus
juga mempunyai unsur cepat dan juga dengan pertimbangan manusia, suatu sistem
transportasi harus pula mempertimbangkan unsur kenyamanan.

Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh peran sektor transportasi yang


dalam hal ini melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat. Pemerintah baik
pusat, provinsi dan daerah memiliki kewenangan dan kewajiban masing-masing
untuk menyusun rencana, merumuskan kebijakan mengendalikan dan mengawasi
perwujudan transportasi tersebut.

Dermaga atau pelabuhan merupakan simpul sistem perangkutan laut dan atau
perairan dengan darat. Dermaga atau Pelabuhan merupakan suatu unit ekonomi yang
berperan merangsang pertumbuhan dan perkembangan perdagangan atau
perekonomian yang terdiri atas kegiatan penyimpanan, distribusi, pemrosesan,
pemasaran, dan lain-lain. Dermaga atau Pelabuhan merupakan suatu unit dalam
sistem ekonomi secara keseluruhan dan tidak dapat dipisahkan dengan kondisi
ekonomi daerah yang dilayani oleh suatu pelabuhan.

Pelabuhan berperan strategis dalam usaha meningkatkan pemanfaatan sumberdaya


kelautan dimana pelabuhan juga berfungsi sebagai sentra kegiatan dan
distribusi
I-1
sumber daya. Pelabuhan merupakan simpul sistem perangkutan laut dengan darat.
Pelabuhan merupakan suatu unit ekonomi yang berperan merangsang pertumbuhan
dan perkembangan perdagangan atau perekonomian yang terdiri atas kegiatan
penyimpanan, distribusi, pemrosesan, pemasaran, dan lain-lain. Pelabuhan
merupakan suatu unit dalam sistem ekonomi secara keseluruhan dan tidak dapat
dipisahkan dengan kondisi ekonomi daerah yang dilayani oleh suatu pelabuhan.
Dalam rangka menunjang kegiatan pembangunan pelabuhan, diperlukan sebuah
aktifitas studi yang mampu memberikan gambaran secara lebih komprehensif
tentang kelayakannya baik teknis maupun sosial serta ekonomi. Dokumen studi
Kelayakan akan menjadi acuan dalam pengembangan pembangunan pelabuhan.

Salah satu pelabuhan strategis di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah


Pelabuhan Maccini Baji yang terletak di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Pelabuhan Maccini Baji merupakan Pelabuhan Umum terletak di Desa Pundata Baji,
Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Letak
Pelabuhan Umum Maccini Baji berada pada koordinat 4°46’ LS dan 119°29’ BT.
Adapun lokasi Pelabuhan Maccini Baji dapat dilihat pada peta lokasi berikut :

Gambar 1.1 Peta Lokasi Pelabuhan Maccini Baji


Dalam rangka menunjang kegiatan pembangunan pelabuhan, diperlukan sebuah
aktvitas studi yang mampu memberikan gambaran secara lebih komprehensif
tentang kelayakan pada beberapa aspek yang dianggap penting sebelum dimulainya
pembangunan pelabuhan tersebut. Di samping itu, Peraturan Menteri Perhubungan
No. PM. 112 Tahun 2017 tentang Pedoman dan Proses Perencanaan di lingkungan
Kementerian Perhubungan mengamanatkan adanya pelaksanaan Studi
Kelayakan sebagai salah satu syarat pembangunan suatu infrastruktur
transportasi, termasuk dalam hal ini pelabuhan.

Dalam rangka mempersiapkan pengembangan pembangunan pelabuhan yang baik


dan memenuhi syarat untuk operasional kapal-kapal dengan selamat, aman dan
lancar, maka Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan perlu mengadakan
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan, Guna Mendukung Percepatan
Optimalisasi Fasilitas Pelabuhan di Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

1.2 Maksud dan Sasaran


Maksud dari kegiatan ini adalah untuk melakukan kajian kelayakan pengembangan
fasilitas pelabuhan berdasarkan aspek kelayakan teknis, tata ruang, ekonomi dan
finansial, dan lingkungan. Kegiatan ini merupakan suatu penilaian (appraisal) guna
mengetahui kelayakan suatu kegiatan untuk diimplementasikan di lapangan.

Berdasarkan hasil Studi Kelayakan yang merupakan bagian dari tahap pra‐desain
dalam studi perencanaan, selanjutnya dapat disusun studi lanjutan berupa Rencana
Induk Pelabuhan dan Studi Lingkungan maupun dokumen‐dokumen studi Survey,
Investigasi dan Rancangan Dasar maupun Rancangan Rinci yang merupakan
tahapan desain dalam pembangunan pelabuhan.

Hasil dari kegiatan ini pada prinsipnya untuk dijadikan acuan bagi para pelaksana
studi lanjutan maupun pelaksana pembangunan serta para pengambil kebijakan.
Dalam skala yang lebih besar, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk melindungi
masyarakat sekitar dan para pelaku usaha dari dampak yang mungkin timbul dari
pelaksanaan pembangunan suatu pelabuhan, yaitu :

1. Terwujudnya suatu kajian kelayakan yang komprehensif baik ditinjau dari


aspek kelayakan teknis, sosial ekonomi..
2. Tersedianya suatu kajian kelayakan pengembangan pelabuhan dari aspek teknis,
sosial, dan finansial (ekonomi) baik secara lokal, regional maupun nasional.

1.3 Keluaran Studi


Keluaran dari Pekerjaan Studi Kelayakan Peningkatan Pelabuhan berupa laporan
yang berisi penjelasan keseluruhan hasil studi berdasarkan analisis dari semua aspek
terkait, tanggapan terhadap hasil‐hasil analisis serta rekomendasi layak atau
tidaknya pengembangan pelabuhan laut di wilayah studi. Isi dari dokumen
kelayakan ini adalah potensi permintaan (demand) jasa pelabuhan, kajian
kelayakan teknis, ekonomi, finansial, operasional dan lingkungan, serta dimensi
kebutuhan ruang/spasial.

1.4 Ruang Lingkup Pekerjaan


Lingkup pekerjaan yang dipersyaratkan adalah sebagai berikut
:
Mencakup kegiatan studi kelayakan peningkatan kapasitas pelabuhan Provinsi
Sulawesi Selatan yang dibiayai dari dana APBD-P Dinas Perhubungan Provinsi
Sulsel Tahun Anggaran 2018 dan dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2018.

1.5 Jadwal Pelaksanaan Studi


Studi kelaykan dalam rangka pembangunan pelabuhan laut memerlukan waktu
pelaksanaan selama 2 (dua ) bulan.

1.6 Dasar Hukum


Landasan hukum pelaksanaan kegiatan penyusunan studi kelayakan dalam rangka
pembangunan pelabuhan laut ini adalah sebagai berikut:
1. Undang‐undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
2. Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan
3. Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian
4. Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan
5. Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan
Maritim
6. Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah beserta
Perubahannya
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten dan Kota;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 112 Tahun 2017 tentang Pedoman
Perencanaan di Lingkungan Departemen Perhubungan;
10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 432 Tahun 2017 tentang Penetapan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional beserta perubahannya.
11. Berbagai konvensi internasional yang diterbitkan oleh International Maritime
Organization (IMO) dan beberapa peraturan pelaksanaan yang relevan.

1.7 Sistematika Penyajian Dokumen


1. Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan berisikan tentang pemahaman tentang kerangka acuan
yang diberikan. Secara umum Laporan Pendahuluan berisi tentang :
a. Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan dipaparkan tentang hal-hal sebagai berikut : latar
belakang, maksud, sasaran dan keluaran studi, ruang lingkup pekerjaan
(pendataan terhadap daerah hinterland, analisis traffic forecasting, tata ruang
wilayah studi, kelayakan ekonomi dan finansial terhadap wilayah studi,
kelayakan teknis, kelayakan lingkungan dan kajian teknis terhadap
kebutuhan prasarana pelabuhan), tanggapan terhadap Kerangka Acuan Kerja
(lingkup pekerjaan, informasi pekerjaan dan jadwal pelaksanaan studi), dasar
hukum yang digunakan sebagai acuan penyusunan studi kelayakan dalam
rangka pembangunan pelabuhan dan sistematika penyajian dokumen.
b. Gambaran Umum Lokasi Pekerjaan
Gambaran umum lokasi pekerjaan menggambarkan karakteristik fisik
daratan dan perairan wilayah studi (letak geografis dan administrasi,
morfologi, topografi, iklim, jenis tanah, kondisi fisiografi dan sumber daya
alam, geologi, hidrologi dan arus serta gelombang), gambaran umum
kabupaten (letak, batas
dan luas wilayah), topografi, iklim, demografi, pendidikan, kesehatan,
pertanian, transportasi dan PAD), serta konsep rencana struktur ruang
wilayah kabupaten.
c. Metodologi Pelaksanaan
Pekerjaan
Metodologi pelaksanaan pekerjaan berisi uraian tentang metoda pendekatan
yang digunakan, metoda survey (survey primer dan sekunder), metoda
analisis (analisis tentang prakiraan permintaan angkutan laut, analisis
kelayakan ekonomi dan finansial, analisis lingkungan, metoda pengambilan
keputusan, kajian terhadap pelabuhan eksisting, penyusunan kebutuhan
ruang darat dan laut) serta uraian sistem penyampaian laporan.
d. Rencana Kerja
Rencana Kerja berisi pekerjaan persiapan, pengumpulan data dan informasi,
analisis kajian studi (penilaian lokasi studi terpilih, persyaratan/ketentuan
operasional, pendataan daerah hinterland, analisis traffic forecasting, analisis
tata ruang dan keselamatan pelayaran terhadap wilayah studi), penyusunan
rencana lay out dan basic design (konsepsi pengembangan pelabuhan,
pembuatan lay out dan basic design), penyusunan analisis kelayakan (analisis
kelayakan ekonomi dan finansial, kelayakan teknis dan lingkungan terhadap
wilayah studi), sistem penyampaian laporan dan gambaran jadwal
pelaksanaan.
e. Struktur Organisasi Pelaksanaan
Pekerjaan
Pada struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan diuraikan tentang struktur
organisasi, tim pelaksana kegiatan dan uraian tugas tenaga ahli. Sebelum
pemaparan laporan pendahuluan, konsultan melaksanakan kunjungan /
survey awal ke lapangan untuk mengumpulkan data sekunder dari
Kabupaten/ Kota.

2. Laporan Antara
Laporan Antara merupakan laporan yang berisikan tentang penjelasan
mengenai data survey lapangan yang berhubungan dengan lokasi studi. Seluruh
rencana kegiatan yang tertuang dalam laporan ini menjadi bahan diskusi
dengan pihak pemberi pekerjaan yang hasilnya akan menjadi bahan/pedoman
untuk langkah pelaksanaan pekerjaan lebih lanjut. Pada tahap ini diharapkan
telah dipahami karakteristik fisik daratan dan perairan di wilayah studi.
Selanjutnya dibuat kajian
(sintesis) terhadap potensi pelabuhan/kawasan-kawasan dan
permasalahannya. Laporan ini dalam proses penyiapannya melibatkan instansi
terkait di daerah. Laporan Antara berisi :
a. Pendahuluan
Latar belakang, maksud, sasaran dan keluaran studi, ruang lingkup pekerjaan
(pendataan terhadap daerah hinterland, analisis traffic forecasting, tata ruang
wilayah studi, kelayakan ekonomi dan finansial terhadap wilayah studi,
kelayakan teknis, kelayakan lingkungan dan kajian teknis terhadap
kebutuhan prasarana pelabuhan), tanggapan terhadap Kerangka Acuan Kerja
(lingkup pekerjaan, informasi pekerjaan dan jadwal pelaksanaan studi), dasar
hukum yang digunakan sebagai acuan penyusunan studi kelayakan dalam
rangka pembangunan pelabuhan dan sistematika penyajian dokumen.
b. Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Metodologi pelaksanaan pekerjaan berisi uraian tentang metoda pendekatan
yang digunakan, metoda survey (survey primer dan sekunder), metoda
analisis (analisis tentang prakiraan permintaan angkutan laut, analisis
kelayakan ekonomi dan finansial, analisis lingkungan, metoda pengambilan
keputusan, kajian terhadap pelabuhan eksisting, penyusunan kebutuhan
ruang darat dan laut) serta uraian sistem penyampaian laporan.
c. Gambaran Umum Lokasi Pekerjaan
Gambaran umum lokasi pekerjaan menggambarkan karakteristik fisik
daratan dan perairan wilayah studi (letak geografis dan administrasi,
morfologi, topografi, iklim, jenis tanah, kondisi fisiografi dan sumber daya
alam, geologi, hidrologi dan arus serta gelombang), gambaran umum
kabupaten (letak, batas dan luas wilayah), topografi, iklim, demografi,
pendidikan, kesehatan, pertanian, transportasi dan PAD) serta konsep
rencana struktur ruang wilayah kabupaten.
d. Tinjauan Umum Aspek Kebijakan Pemerintah
Aspek kebijakan pemerintah berisi peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan studi, diantaranya adalah Undang-undang Nomor 17
tahun
2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009
tentang Kepelabuhanan, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 414
tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional,
Sistranas, RTRW
provinsi dan kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota yang di dalamnya mengakomodir wilayah lokasi pelabuhan
yang direncanakan, rencana pengembangan system jaringan transportasi
darat, laut, udara dan antarmoda;
e. Hasil Survey dan Analisis Data
Hasil survey dan analisis data berisi tentang gambaran umum, lokasi
pekerjaan, kondisi dermaga eksisting (bila ada), kondisi sosial masyarakat,
pelabuhan eksisting (bila ada), rencana pengembangan pelabuhan dan
masterplan jalur perintis.

3. Laporan Semi Rampung


Secara umum laporan semi rampung berisi data dan analisis seperti yang telah
digambarkan pada dokumen laporan antara dan ditambahkan hal-hal sebagai
berikut :
a. Analisis kajian studi
b. Kajian kelayakan lokasi
pelabuhan
c. Kajian teknis kebutuhan prasarana
pelabuhan
Kajian teknis kebutuhan prasarana pelabuhan menggambarkan dasar
pertimbangan pembangunan pelabuhan (konsepsi pengembangan pelabuhan,
kriteria pengembangan pelabuhan lokal), fasilitas utama/prasarana laut (alur
pelayaran, kolam pelabuhan, dermaga, peruntukan perairan untuk fasilitas
lainnya), fasilitas daratan (terminal penumpang, kantor pelabuhan, lapangan
penumpukan, gudang, jalan akses, lapangan parkir, dll) dan pra design (tata
letak pelabuhan laut, design dermaga untuk kapal yang direncanakan).
d. Analisis kelayakan ekonomi dan
finansial
Analisis kelayakan ekonomi dan finansial berisi uraian tentang
pembangunan fasilitas fisik pelabuhan, analisis kelayakan ekonomi dan
finansial rencana pembangunan pelabuhan di lokasi terpilih.
e. Kesimpulan dan rekomendasi
Kesimpulan merupakan rangkuman hasil dari aspek-aspek yang telah
dianalisis sedangkan rekomendasi berisi arahan yang harus dilakukan
terhadap lokasi terpilih.
4. Laporan Final
Laporan ini merupakan produk akhir dari studi kelayakan pembangunan
pelabuhan dan merupakan penyempurnaan akhir dari masukan-masukan yang
telah diberikan oleh pihak-pihak terkait dalam tahapan sebelumnya.
Dokumen Laporan Rampung berisikan
:
a. Penjelasan hasil-hasil studi berdasarkan analisis teknis, tata ruang,
sosial, keselamatan pelayaran, ekonomi dan finansial serta lingkungan hidup;
b. Tanggapan terhadap masukan-masukan dari pembahasan
sebelumnya;
c. Rekomendasi kelayakan teknis, finansial dan lingkungan dari pembangunan
pelabuhan laut di wilayah studi;
Dokumen lainnya yang tidak terpisahkan dari produk laporan akhir meliputi
:
a. Dokumen peta – peta;
b. Dokumen Laporan Ringkas (Executive Summary);
c. Salinan dokumen (soft copy) laporan dalam bentuk
CD.

5. Laporan Ringkas (Eksekutif Simmary)


Laporan Ringkas merupakan laporan yang berisikan intisari yang lengkap dan
menyeluruh terhadap studi kelayakan pembangunan yang disampaikan secara
singkat, jelas dan padat, disertai peta dan gambar yang diperlukan, dan
dituliskan maksimum dalam 30 halaman.
BAB II
METODOLOGI STUDI

2.1 Kerangka Rencana Kerja Studi

Kerangka rencana kerja penyusunan Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan


Maccini Baji di Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan didasarkan pada
substansi yang telah ditetapkan pada kerangka acuan kerja (KAK) Penyusunan Studi
Pelabuhan Maccini Baji. Kerangka Rencana Kerja Studi ini disajikan pada Gambar
2.1.

Gambar 2.1. memperlihatkan bahwa terdapat empat tahapan kegiatan utama pada
penyusunan Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji di Kabupaten
Pangkep ini, yaitu Tahap Persiapan, Tahap Pengumpulan atau Survei Data, Tahap
Kompilasi dan Analisis Data, dan Tahap Analisis Kelayakan. Jenis-jenis kegiatan
pada setiap tahapan dari Kerangka Rencana Kerja tersebut diuraikan sebagai berikut:

2.1.1 Tahap Persiapan

Pada Tahap Persiapan terdapat beberapa kegiatan sebagai


berikut:

1. Telaah awal KAK, khususnya terhadap maksud, tujuan, dan lingkup pekerjaan
penyusunan Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji.
2. Penyusunan rencana awal Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini
Baji.
3. Penyusunan metodologi dan teknis pelaksanaan studi kelayakan penyusunan
Studi
Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji.
4. Persiapan SDM, peralatan dan bahan studi kelayakan penyusunan Studi
Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji.

II - 1
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

2. PENGUMPULAN / SURVEI 3. KOMPILASI & ANALISIS 4. ANALISIS


1. PERSIAPAN

3. Survei Kondisi Sistem


DATA DATA KELAYAKAN

2. Survei Topografi
Analisis Kondisi Tata Analisis Kelayakan

Perancangan Lokasi Pembangunan Dermaga


Jaringan
Topografi Transportasi Ruang Wilayah Teknis
TELAAH AAK: Darat

Transportasi
Hidrograf, dan Geologi
-Maksud Pekerjaan
-Tujuan Pekerjaan Prasarana Analisis Kondisi Premilinary Design
Potensi Demografi-

Rekomendasi Peningkatan Pelabuhan


Analisis Peningkatan Kapasitas
-Lingkup Pekerjaan Hidrografi Transportasi & Analisis Biaya
Air (Sungai) Ekonomi Wilayah Pembangunan

Tabulasi dan Kompilasi


Sarana
Geologi Analisis Kondisi &
Transportasi
Kelayakan Analisis

4. Survei Potensi
PENYUSUNAN Air (Sungai)
Trend Potensi
RENCANA AWAL Pergerakan Orang Ekonomi
Data Sosio Demografi,

STUDI & Barang


Kapal/

Pergerakan
Kondisi Perahu
Lingkungan Analisis Kondisi
Analisis Manfaat
Barang Pelayanan Transp.
Dermaga
Wilayah

PENYUSUNAN Jumlah
Penumpang Analisis Lokasi
METODOLOGI & Penduduk
1. Survei

Survei Hasil Studi

TEKNIS Pembangunan
Analisis Kelayakan
Ekonomi, Lingungan

PELAKSANAAN Rencana Dermaga/Pelabuhan


Tenaga keruangan dan
Pengembangan
STUDI Kerja Keselamatan
Prasarana
Topografi dan
Perencanaan5.Terkait

Pelayaran
Hidrografi
PDRB Tata Rencana
Pengembangan
PERSIAPAN SDM, Sarana Analisis Kondisi Analisis Awal
Guna
PERALATAN & Lahan Kelayakan
BAHAN STUDI Perairan Analisi Kondisi Lingkungan
Rencana
Pengembangan Lingkungan Wilayah
Kawasan

Gambar 2.1. Kerangka Rencana Kerja Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji

II - 2
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi
Selatan

2.1.2 Tahap Pengumpulan atau Survei Data

Pada Tahap Pengumpulan atau Survei Data ini, terdapat beberapa


kegiatan sebagai berikut:
1. Survei Data Potensi Sosio Demografi, Ekonomi, dan Lingkungan pada
Wilayah Studi. Pada survei ini, data-data yang dikumpulkan meliputi: Data
Kondisi Lingkungan, Data Jumlah Penduduk, Data Tenaga Kerja, Data
PDRB, dan Data Tata Guna Lahan dan Perairan.
2. Survei Kondisi Topografi, Hidrografi, dan Geologi pada Wilayah Studi.
Pada survei ini, data-data yang dikumpulkan meliputi: Data Topografi, Data
Hidrografi, dan Data Kondisi Geologi Teknik pada Wilayah Studi.
3. Survei Kondisi Sistem Transportasi. Pada survei ini, data-data yang
dikumpulkan meliputi: Data Kondisi Jaringan Transportasi Darat, Data
Prasarana Transportasi Air dan atau Sungai.
4. Survei Potensi Pergerakan. Pada survei ini, data-data yang
dikumpulkan meliputi: Data Jenis Kapal atau Perahu, Data Potensi
Pergerakan Barang, dan Data Potensi Pergerakan Orang.
5. Survei Hasil Studi atau Perencanaan yang terkait. Pada survei ini, data-data
yang dikumpulkan meliputi: Data hasil-hasil studi Rencana Pengembangan
Prasarana, Rencana Pengembangan Sarana, dan Rencana Pengembangan
Kawasan.

2.1.3 Tahap Kompilasi dan Analisis Data

Pada Tahap Kompilasi dan Analisis Data ini, terdapat beberapa kegiatan
sebagai berikut:

1. Analisis Kondisi Tata Ruang Wilayah


2. Analisis Kondisi Potensi Demografi-Ekonomi Wilayah
3. Analisis Kondisi dan Trend Potensi Pergerakan Orang dan Jenis Komodit
atau Barang
4. Analisis Kondisi Jaringan dan Pelayanan Transportasi

II - 3
5. Analisis Peningkatan Kapasitas Pelabuhan
6. Analisis Kondisi Topografi dan
Hidrografi
7. Analisis Kondisi Geologi Teknik Wilayah Studi
8. Analisis Kondisi Lingkungan Wilayah
9. Rancangan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan

2.1.4 Tahap Analisis Kelayakan


Pada Tahap Analisis Kelayakan, terdapat beberapa kegiatan sebagai
berikut:

1. Analisis Kelayakan Teknis


2. Preliminary Design dan Analisis Biaya Pembangunan
Pelabuhan
3. Analisis Kelayakan Ekonomi
4. Analisis Manfaat Pelabuhan
5. Analisis Awal Kelayakan Lingkungan
6. Rekomendasi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini
Baji

2.2 Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder yang dibutuhkan dalam studi ini menyangkut data sosio
demografi, ekonomi dan lingkungan wilayah, data kondisi system transportasi,
data potensi pergerakan, dan data hasil studi perencanaan terkait. Data sekunder
yang dibutuhkan diperoleh dari Pemerintahan Kabupaten, Badan Pusat Statistik
(BPS) dan Kantor Pelabuhan terkait antara lain :
1. Kebijakan Permerintah Terkait Kepelabuhanan
2. Data Sistranas (Sistem Transportasi Nasional)
3. Data Rencana Induk Pelabuhan Nasional
4. Data RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
5. Data RTRW Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
6. Provinsi Sulawesi Selatan dalam angka
7. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam angka
8. Statistik Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan
9. Data lain yang terkaiut Pengembangan Pelabuhan di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan
10. Data Operasional Pelabuhan yang sudah ada.

2.3 Pengumpulan Data Primer

2.3.1 Survei Topografi


Survey ini dilakukan untuk mendapatkan peta rupa bumi di bagian darat
menyusur pantai atau sepanjang wilayah pengamanan Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan.
1. Peralatan Survei
Peralatan yang dipergunakan dalam survei topografi antara lain
meliputi:

Wild T-2 Theodolite 


Wild Nak.1 Waterpass
Rambu ukur
Pita ukur 50 m
Rol meter 3 m

Gambar 2.2 Alat Ukur Theodolit dan Waterpass

2. Pembuatan Titik Tetap (Bench Mark)


Sebelum memulai melakukan pengukuran terlebih dahulu membuat titik
tetap (Bench Mark - BM) di lokasi. Hal ini dikarenakan BM berfungsi
untuk mengikat pengukuran apabila di lokasi tidak ada titik tetap. Titik
koordinat
BM (X,Y,Z) diasumsikan dan menjadi titik referensi pada saat
pelaksanaan konstruksi nanti.

3. Penentuan Kerangka Dasar Horisontal


Pengukuran titik kontrol horisontal (titik poligon) dilaksanakan dengan
cara mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada
pengukuran poligon ini, titik akhir pengukuran berada pada titik awal
pengukuran. Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double series,
dimana besar sudut yang akan dipakai adalah harga rata-rata dari
pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan
matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.

4. Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100
meter. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita
ukur, sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan
permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring
dilakukan dengan cara seperti pada 4

Jarak AB = d1 + d2 + d3

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan


juga pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai
koreksi.

d1 d2

d3
A

B
Gambar 2.3 Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring
5. Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal
alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut
jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di
masing-masing titik poligon. Penjelasan pengukuran sudut jurusan
sebagai berikut lihat Gambar 5 Pembacaan sudut jurusan poligon
dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan luar biasa (LB) dengan
spesifikasi teknis sebagai berikut :

a. Jarak antara titik-titik poligon adalah  50


m.
b. Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2
Wild. c. Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100
meter.
d. Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
e. Selisih sudut antara dua pembacaan < 5” (lima detik).
f. Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus
berikut.
g. Bentuk geometris poligon adalah
loop.
f
f x 2
y 2 
KI  1: 5.000
d
Gambar 2.4 Pengukuran Sudut Antar Dua Patok
6. Penentuan Kerangka Dasar Vertikal
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat
datar pada titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan
tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang
sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang.
Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah
diikatkan terhadap BM. Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar
dilakukan dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik
terhadap bidang referensi (BM) seperti digambarkan pada Gambar 2.5

Gambar 2.5 Pengukuran Waterpass


Spesifikasi Teknis pengukuran waterpass adalah sebagai berikut:
a. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
b. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
c. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan
rambu belakang menjadi rambu muka.
d. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu
lengkap Benang Atas, Benang Tengah, dan Benang Bawah.
e. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama
dengan
2 mm.
f. Jarak rambu ke alat maksimum 75
m.
g. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis
bidik.
h. Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus
berikut:
dimana D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan
kilo meter G. Penentuan Situasi Rinci
Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan, baik
obyek alam maupun bangunan-bangunan, Spillway, jalan dan
sebagainya. Obyek-obyek yang diukur kemudian dihitung harga
koordinatnya (x,y,z).

Untuk selanjutnya garis kontur untuk masing-masing ketinggian dapat


ditentukan dengan cara interpolasi.

Pengukuran rinci/situasi dilaksanakan memakai metoda tachymetri


dengan cara mengukur besar sudut dari poligon (titik pengamatan
situasi) kearah titik rinci yang diperlukan terhadap arah titik poligon
terdekat lainnya, dan juga mengukur jarak optis dari titik pengamatan
situasi. Pada metoda tachymetri ini didapatkan hasil ukuran jarak
dan beda tinggi antara stasiun alat dan target yang diamati. Dengan
cara ini diperoleh data-data sebagai berikut :

 Azimuth magnetis
 Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
 Sudut zenith atau sudut miring
 Tinggi alat ukur

Metoda yang digunakan adalah methode tachymetri dengan membuat


jalur ray, dimana setiap ray terikat pada titik-titik poligon sehingga
membentuk jalur poligon dan waterpass terikat sempurna.
Pembacaan detail dilakukan menyebar ke seluruh areal yang dipetakan
dengan kerapatan disesuaikan dengan skala peta yang akan di buat.
Gundukan tanah, batu-batu besar yang mencolok serta garis pantai akan
diukur dengan baik. Juga bangunan-bangunan yang penting dan
berkaitan dengan pekerjaan desain akan diambil posisinya.
Setiap ujung dermaga (bila ada) diambil posisinya dan untuk
pengecekan peta, jarak antara ujung-ujung dermaga yang
bersebelahan juga akan diukur.
2.3.2 Survei Bathimetri
Pekerjaan survei dan pemetaan laut/perairan pada dasarnya merupakan proses
penggambaran keadaan fisik daerah perairan melalui data ukuran hasil survei di
lapangan. Data-data tersebut merupakan data-data yang memvisualisasikan
kondisi perairan secara horizontal dan vertikal. Dengan demikian berarti bahwa
untuk setiap titik yang berada di dasar laut dapat diketahui berapa kedalaman
dan dimana posisi pada satu sistem koordinat tertentu. Pada dasarnya
pekerjaan survei pemetaan laut sangat luas cakupannya. Hal ini dapat dilihat
dari definisi hidrografi yang dikeluarkan oleh PBB: “Hidrografi adalah
ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengukur (measure), menjelaskan
(describe), dan melukiskan (depict) tentang konfigurasi dasar laut (batimetri,
geologi dan geofisika), hubungan geografis daratan dan laut serta sifat dan
dinamika air laut”.

Dari definisi ini tampak jelas bahwa spektrum kegiatan survei pemetaan laut
sangat luas di antaranya menyangkut survei geologi, geodesi, geofisika dan
oseanografi.Dalam bidang geodesi pekerjaan paling utama dalam survei
pemetaan laut adalah survei batimetri. Kegiatan dalam survei batimetri meliputi
kegiatan-kegiatan seperti pengukuran kedalaman, pengamatan pasang surut,
penentuan posisi horizontal fix perum, pengukuran titik kerangka dasar dan
lain- lain. Survei batimetri atau sering disebut dengan pemeruman adalah proses
dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model)
bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). Proses
penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga
visualisasinya) disebut survei batimetri.

II -
1010
1. Metoda Pelaksanaan Survei Batimetri

Metoda pelaksanaan survei batimetri yang dilakukan pada pekerjaan saat


ini adalah mengikuti bagan alir dibawah ini.

Gambar 2.6 Bagan alir pengukuran kedalaman perairan (batimetri).


2. Penentuan Lajur Sounding

Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) lajur


pengukuran kedalaman. Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus,
lingkaran- lingkaran konsentrik, atau lainnya sesuai metode yang
digunakan untuk penentuan posisi fix perumnya. Lajur-lajur perum
didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendeteksian perubahan
kedalaman yang lebih ekstrim. Untuk itu desain lajur-lajur perum harus
memperhatikan kecenderungan bentuk dan topografi pantai sekitar
perairan yang akan disurvei. Agar mampu mendeteksi perubahan
kedalaman yang lebih ekstrim, lajur perum dipilih dengan arah yang tegak
lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai.

Gambar 2.7 Pergerakan perahu dalam menyusuri lajur sounding.

3. Garis Pantai
Garis pantai merupakan garis pertemuan antara pantai (daratan) dan
air (lautan). Walaupun secara periodik permukaan air laut selalu berubah,
suatu tinggi pasang surut tertentu yang tetap harus dipilih untuk
menjelaskan
posisi garis pantai. Pada peta laut biasanya digunakan garis air tinggi (high
water line) sebagai garis pantai. Sedangkan untuk acuan nol kedalaman
dari garis air terendah (low water line) harus digambarkan di peta batimetri
atau topografi yang dibuat. Sebelum kegiatan pengukuran garis perairan
dilakukan, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan survey pendahuluan untuk
mengenal karakteristik perairan yang akan ditemui. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memeriksa peta-peta lama yang tersedia. Kegiatan
ini dapat dianggap sebagai bagian dari kegiatan perencanaan sebelum
survei lapangan dilaksanakan. Berdasarkan informasi awal ini, dapat
ditentukan metode dan peralatan apa yang akan digunakan untuk
penentuan garis pantai.

4. Peralatan dan Penerapan

Pengukuran kedalaman dilakukan dengan metode akustik. Metode ini


memanfaatkan pantulan gelombang bunyi yang dibangkitkan oleh alat
perum gema (echosounder). Jenis echosounder yang diperkenankan untuk
digunakan dalam pemeruman pada umumnya memiliki frekuensi antara 12
hingga 7000 KHz. Echosounder yang lazim digunakan adalah echosounder
dengan frekuensi 150-500 KHz dengan ketelitian kedalaman
maksimum adalah 1 desimeter atau 10 cm.

Gambar 2.8 Penempatan alat di perahu.


Gambar 2.9 Prinsip kerja echosounder single beam.

5. Prosedur Pemeruman

Echosounder yang digunakan harus sesuai dengan syarat pada sub bab
sebelumnya. Echosounder harus dapat beroperasi setidaknya 6 jam non-
stop perhari dengan menggunakan catu daya listrik yang ringkas dan dapat
dioperasikan di atas kapal bermotor tunggal. Data posisi dari GPS yang
digunakan harus dapat terintegrasi dengan data echosounder baik dengan
metode manual (fix sounding line) atau dengan metode digital (terintegrasi
dalam komputer).

Wahana apung yang digunakan untuk melakukan pemeruman harus aman,


seimbang dan dapat berjalan pada kecepatan yang relatif tetap dan
lamban (3-7 knot/ 5-12 km per jam). Hal ini untuk menjaga konsistensi
pemeruman
agar berada sesuai jalur yang direncanakan. Kapal yang digunakan
juga harus mudah bermanuver dan dapat menjangkau perairan dangkal.

Pengukuran kedalaman dilakukan secara simultan dengan pengkuran posisi


kedalaman di laut dan pengamatan pasang surut air laut. Data-data ini
diolah untuk mendapatkan informasi kedalaman pengukuran, posisi
horizontal, waktu, reduksi pasang surut dan koreksi barcheck di setiap titik
fix perum.

Gambar 2.10. Pengambilan Data survey Batimetri


2.3.3. Survey Pasang Surut

Pengamatan pasang surut dilakukan untuk memperoleh data tinggi rendahnya


muka air di suatu lokasi. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat
ditetapkan datum vertikal tertentu yang sesuai untuk keperluan-keperluan
tertentu pula. Pengamatan pasang surut dilakukan dengan mencatat atau
merekam data tinggi rendahnya permukaan air pada setiap interval waktu
tertentu. Rentang pengamatan pasang surut sebaiknya dilakukan selama selang
waktu keseluruhan periodisasi benda-benda langit yang mempengaruhi
terjadinya pasang surut hingga kembali pada posisinya semula. Rentang
pengamatan pasang surut yang lazim dilakukan untuk keperluan praktis adalah
15 atau 29 piantan (1 piantan =
25 jam). Interval waktu pencatatan atau perekaman tinggi rendahnya muka air
biasanya 15 menit atau 60menit.

Cara yang paling sederhana untuk mengamati pasang surut dengan


menggunakan rambu atau papan duga (peilschaal). Tinggi pasang surut setiap
interval waktu diamati secara manual oleh operator (pencatat) dan dicatat pada
suatu formulir yang telah disediakan. Pada rambu atau papan duga dilukis
tanda-tanda skala bacaan dalam satuan desimeter. Pencatat akan menuliskan
kedudukan tinggi rendahnya muka air relatif terhadap rambu atau papan
duga pada jam-jam tertentu sesuai dengan skala bacaan yang ada. Pasang
surut air laut yang relatif tidak tenang membatasi kemampuan pencatatan
dalam menaksir bacaan skala. Walaupun demikian, cara ini cukup efektif untuk
memperoleh data pasang surut dengan ketelitian hingga sekitar 2,5 cm. Tinggi
rambu atau papan duga disesuaikan dengan karakter tunggang air di wilayah
perairan yang diamati pola pasang surutnya, yang biasanya sekitar 2 hingga 3
meter.

Beberapa persyaratan untuk penempatan lokasi stasiun pasang surut yang harus
dipenuhi antara lain adalah:
 Lokasi stasiun pasang surut harus menggambarkan karakteristik
pasang surut di daerah sekitarnya.
 Tanah di daerah lokasi stasiun pasang surut harus keras (tidak berlumpur).
 Lokasi stasiun pasang surut sebaiknya jauh dari muara sungai,
untuk menghindari pengaruh aliran serta endapan dan sampah yang
terbawa menuju ke laut.
 Perairan di lokasi stasiun pasang surut diupayakan bersih dan jernih serta
tidak terganggu oleh tumbuhan laut yang ada di sekitarnya.
 Lokasi dicari sedemikian rupa agar memudahkan pengawasan dan
pemeliharaan stasiun pasang surut.
 Terlindung dari pengaruh ombak dan gelombang serta pengaruh lainnya
secara langsung.
1. Metoda Pelaksanaan survei Pasang surut

Pada pekerjaan ini pengamatan pasang surut dilakukan pada 1 (satu)


stasiun
Pasut selama 24 (dua puluh empat) jam dengan interval pembacaan
setiap
0,5 jam (30 menit). Alat utama yang digunakan dalam pengamatan pasang
surut ini adalah dengan menggunakan rambu Peilschaal dengan
interval skala bacaan 1 (satu) cm. Pengukuran dilakukan pada tempat yang
secara teknis memenuhi syarat.

Hasil pengamatan pada peilschaal dicatat pada formulir yang telah


disediakan, kemudian diikatkan (levelling) ke patok pengukuran topografi
terdekat untuk mengetahui elevasi nol peilschaal dengan menggunakan alat
ukur waterpass Topcon AT-B4. Sehingga pengukuran Topografi, Batimetri
dan

Pasang surut mempunyai datum (bidang referensi) yang


sama.
Gambar 2.11. Lokasi pengamatan pasut.

Elevasi Nol Peilschaal = TP + BT.1 – BT.2

Dimana: TP = Tinggi titik patok terdekat dengan peilschaal

BT.1 = Bacaan benang tengah di patok

BT.2 = Bacaan benang tengah di peilschaal

Gambar 2.12. Pengikatan (levelling) Peilschaal.


2. Peralatan Survei Pasang Surut

a. Rambu ukur pasang surut


b. Formulir pencatatan data
c. Senter
d. Papan untuk menulis data
e. Jam
f. Waterpass Topcon AT-B4 untuk pengikatan elevasi
g. Rambu ukur waterpass

3. Hasil Survey Pasang Surut

Analisa pasang surut dilakukan untuk menentukan elevasi muka air bagi
perencanaan fasilitas laut, mengetahui tipe pasang surut yang terjadi dan
meramalkan fluktuasi muka air. Urutan analisa pasang surut adalah
sebagai berikut:

a. Menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah menguraikan


fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi 9 (sembilan) komponen
harmonik penyusunnya;
b. Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap
komponen;
c. Metode yang biasa digunakan untuk menguraikan komponen-
komponen pasang surut adalah metode Admiralty atau Least Square

Sebelum dilakukan perhitungan, data hasil pengamatan terlebih dahulu


diikatkan pada referensi topografi yang ada.

Tipe pasang surut di berbagai daerah tidak sama, di suatu daerah dalam
satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum
tipe pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe,
yaitu:

a. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)


b. Pasang surut harian ganda (semidiurnal
tide);
c. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide
prevailing semidiurnal); dan
d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide
prevailing diurnal).
Macam tipe pasang surut berdasarkan angka formzall dapat dilihat
pada tabel berikut

Tabel 2.1. Tipe pasang surut.

II -
2020
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi
Selatan

BAB III

TINJAUAN KEBIJAKAN DAN PEMBANGUNAN TERKAIT

3.1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 mengatur tentang pelayaran. Dimana pelayaran


adalah satu kesatuan system yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhan,
keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim. Salah satu
penyelenggaraan pelayaran adalah memperlancar arus perpindahan orang dan/atau
barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan
dalam rangka meperlancar perkeonomian nasional.

Pembinaan pelayaran dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan


masyarakat dan diarah untuk :

1. Memperlanacar arus perpindahan orang dan/atau barang secara massal melalui


perairan dengan selamat, aman, cepat, lancer, tertib dan teratur, nyaman, dan
berdaya guna dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat;

2. Meningkatkan meningkatkan penyelenggaraan kegiatan angkutan di perairan,


kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim
sebagai bagian dari keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

3. mengembangkan kemampuan armada angkutan nasional yang tangguh di perairan


serta didukung industri perkapalan yang andal sehingga mampu memenuhi
kebutuhan angkutan, baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri;

4. mengembangkan usaha jasa angkutan di perairan nasional yang andal dan berdaya
saing serta didukung kemudahan memperoleh pendanaan, keringanan
perpajakan, dan industri perkapalan yang Tangguh sehingga mampu mandiri dan
bersaing;

5. meningkatkan kemampuan dan peranan kepelabuhanan serta keselamatan dan


keamanan pelayaran dengan menjamin tersedianya alur pelayaran, kolam pelabuhan,

III - 1
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi
Selatan

dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang memadai dalam rangka menunjang


angkutan di perairan;

6. mewujudkan sumber daya manusia yang berjiwa bahari, profesional, dan mampu
mengikuti perkembangan kebutuhan penyelenggaraan pelayaran; dan

7. memenuhi perlindungan lingkungan maritim dengan upaya pencegahan dan


penanggulangan pencemaran yang bersumber dari kegiatan angkutan di perairan,
kepelabuhanan, serta keselamatan dan keamanan.

Untuk aspek kepelabuhanan dijelaskan mengenai peran pelabuhan antara lain sebagai
:

1. simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan


hierarkinya;

2. pintu gerbang kegiatan perekonomian;

3. tempat kegiatan alih moda transportasi;

4. penunjang kegiatan industry dan/atau perdagangan;

5. tempat distribusi, produksi, dan konsolodasi muatan atau barang;


dan

6. mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.

3.2 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 yang telah diperbaharui dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 mengatur tentang Kepelabuhanan. Dimana Pelabuhan
adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat
barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. Sedangkan kepelabuhanan adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang
kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang,
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
keselamatan dan keamanan berlayar, tempatKabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi
perpindahan intra-dan/atau antarmodaSelatanserta
mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang
wilayah.
Dalam peraturan ini menjelaskan fungsi pelabuhan sebagai pelabuhan utama, pelabuhan
pungumpul, dan pelabuhan pengumpan. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang
fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih
muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai
tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan
yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat
angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan
pelayanan antarprovinsi. Dan Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi
pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam
negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan
pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.

Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas: penyediaan dan/atau pelayanan


jasa kapal, penumpang, dan barang; dan jasa terkait dengan kepelabuhanan.
Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang terdiri atas:
1. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
2. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air
bersih;
3. penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau
kendaraan;
4. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan
bongkar muat barang dan peti kemas;
5. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang,
alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
6. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering,
dan ro-ro;
7. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
8. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang;
dan/atau
9. penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.
Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan
meliputi:
1. penyediaan fasilitas penampungan limbah;
2. penyediaan depo peti kemas;
3. penyediaan pergudangan;
4. jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor;
5. instalasi air bersih dan listrik;
6. pelayanan pengisian air tawar dan minyak;
7. penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa pelabuhan;
8. penyediaan fasilitas gudang pendingin;
9. perawatan dan perbaikan
kapal;
10. pengemasan dan pelabelan;
11. fumigasi dan pembersihan/perbaikan kontainer;
12. angkutan umum dari dan ke pelabuhan;
13. tempat tunggu kendaraan bermotor;
14. kegiatan industri tertentu;
15. kegiatan perdagangan;
16. kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi;
17. jasa periklanan; dan/atau
18. perhotelan, restoran, pariwisata, pos dan
telekomunikasi.

3.3 Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 432 Tahun 2017
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 432 Tahun 2017
mengatur tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Keberadaan suatu pelabuhan
dengan berbagai jenis jasa kepelabuhanan tidak terlepas dari wilayah pendukung
di belakangnya, termasuk kelengkapan sarana dan prasarana pelabuhan serta
adanya kegiatan pengelolaan pelabuhan baik dari aspek penyediaan maupun
pelayanan jasa kepelabuhanan. Hal tersebut harus dirancang dan ditata kelola
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan jasa kepelabuhanan baik
untuk kapal, penumpang maupun barang, untuk kurun waktu sekarang maupun di masa
yang akan datang, yang akan terus berkembang secara dinamis sesuai dengan
perkembangan lingkungan strategis baik nasional maupun internasional.
Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagai bentuk pengaturan ruang kepelabuhanan
nasional yang memuat tentang kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki
pelabuhan secara nasional menjadi dasar dan pedoman dalam penetapan lokasi,
pembangunan, pengoperasian dan pengembangan pelabuhan. Kebijakan pelabuhan
nasional memuat arah pengembangan pelabuhan, baik pelabuhan yang sudah ada
maupun arah pembangunan pelabuhan yang baru dengan tujuan agar penyelenggaraan
pelabuhan dapat saling bersinergi dan saling menunjang antara satu dan lainnya. Selain
itu, kebijakan pelabuhan nasional juga menjadi dasar atau pedoman dalam menetapkan
rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun.

Kepelabuhanan Nasional khususnya diarahkan untuk mewujudkan sector kepelabuhanan


menjadi industri jasa kepelabuhanan yang kompetitif dengan system operasi pelabuhan,
baik dalam bidang keselamatan pelayaran maupun perlindungan lingkungan maritim.
Kebijakan Pelabuhan Nasional diarahkan dalam upaya:
1. Mendorong investasi swasta
Partisipasi swasta/badan usaha merupakan salah satu sektor yang menunjang
keberhasilan dalam percepatan pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan karena
kemampuan finansial sektor publik yang terbatas.
2. Mendorong persaingan
Terwujudnya iklim persaingan yang sehat dalam usaha kepelabuhanan dengan tetap
memperhatikan implementasi strategi hub and spoke untuk meningkatkan skala
ekonomis pengelolaan pelabuhan sekaligus menekan biaya logistik sehingga
diharapkan dapat menghasilkan jasa kepelabuhanan yang lebih efektif dan efisien.
3. Pemberdayaan peran penyelenggara pelabuhan
Upaya peningkatan peran Penyelenggara Pelabuhan sebagai pemegang hak
pengelolaan lahan daratan dan perairan dapat dilaksanakan secara bertahap.
4. Terwujudnya integrasi perencanaan
Perencanaan pelabuhan harus mampu mengantisipasi dinamika pertumbuhan
kegiatan ekonomi sehingga dapat terintegrasi dalam sistem transportasi nasional,
sistem logistik nasional, rencana tata ruang wilayah serta mengakomodasi
keterlibatan masyarakat setempat.
5. Menciptakan kerangka kerja hukum serta peraturan yang tepat dan fleksibel
Penerbitan peraturan pelaksanaan yang lebih menunjang implementasi
operasional diperlukan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan,
mengatur prosedur penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang lebih efisien dan
meningkatkan daya saing terhadap pasar.
6. Mewujudkan sistem operasional pelabuhan yang aman dan terjamin
Sektor pelabuhan harus memiliki tingkat keselamatan dan keamanan kapal dan
fasilitas pelabuhan yang baik serta mempunyai aset dan sumber daya manusia yang
andal.
7. Meningkatkan perlindungan maritim
Pengembangan pelabuhan akan meningkatkan penggunaan wilayah perairan
sehingga berdampak terhadap lingkungan maritim. Penyelenggara pelabuhan harus
lebih cermat dalam mitigasi lingkungan guna memperkecil atau sedapat mungkin
menghilangkan dampak pencemaran lingkungan maritim.
8. Mengembangkan sumberdaya manusia
Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan
profesionalisme dan kompetensi dalam upaya meningkatkan produktivitas dan
tingkat efisiensi.

Hasil penetapan dan hirarki pelabuhan untuk jangka waktu panjang untuk wilayah
Kabupaten Pangkep dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 3.1. Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)


PENETAPAN DAN HIERARKI PELABU
NO.
Kab/Kota

Pangkajene
1
Kepulauan
Pangkajene
2
Kepulauan
Pangkajene
3
Kepulauan
Pangkajene
4
Kepulauan
Pangkajene
5
Kepulauan
RENCANA LOKASI DAN HIERARKI PELA
NO.
Kab/Kota

Pangkajene
1
Kepulauan
Pangkajene
2
Kepulauan
Pangkajene
3
Kepulauan
Pangkajene
4
Kepulauan
Pangkajene
5
Kepulauan
Pangkajene
6
Kepulauan
Pangkajene
7
Kepulauan
Pangkajene
8
Kepulauan
Pangkajene
9
Kepulauan
Pangkajene
10
Kepulauan
Pangkajene
11
Kepulauan
Pangkajene
12
Kepulauan
Pangkajene
13
Kepulauan
Pangkajene
14
Kepulauan
Pangkajene
15
Kepulauan
Ket : * Kantor pelabuhan
3.4 Sistem Transportasi Nasional
Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari
transportasi jalan, transportasi kereta api, transsportasi sungai dan danau, transportasi
penyebrangan, transportasi laut, transportasi udara, serta transportasi pipa, yang masing-
masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang sling berinteraksi dengan
dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu system pelayanan
transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan
atu barang, yang terus berkambang secara dinamis.
Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam
menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan
mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang
mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah, dan lebih memantapkan
perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka
perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan internasional.
Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan
efisien. Efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi,
teratur, lancer dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib,
aman, serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi
dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional.
Selamat, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari kecelakaan akibat
factor internal transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain berdasarkan
perbandingan antara jumlah kejadian kecelakaan terhadap jumlah pergerakan kendaraan
dan jumlah penumpang dan atau jumlah barang.
Aksesibilitas tinggi, dalam arti bahwa jaringan pelayanan transportasi dapat
menjangkau seluas mungkin wilayah nasional dalam rangka perwujudan wawasan
nusantara dan ketahanan nasional. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain dengan
perbandingan antar panjang dan kapasitas jaringan transportasi dengan luas wilayah
yang dilayani.
Terpadu, dalam arti terwujudnya keterpaduan intramoda dan antarmoda dalam jaringan
prasarana dan pelayanan, yang meliputi pembangunan, pembinaan dan
penyelenggaraannya sehingga efektif dan efisien.
Kapasitas mencukupi, dalam arti bahwa kapasitas sarana dan prasarana transportasi
cukup tersedia untuk memenuhi permintaan pengguna jasa.Kinerja kapasitas
tersebut dapat diukur berdasarkan indikator sesuai dengan karakteristik masing-
masing moda, antara lain perbandingan jumlah sarana transportasi dengan jumlah
penduduk pengguna transportasi, antara sarana dan prasarana, antara penumpang-
kilometer atau ton-kilometer dengan kapasitas yang tersedia.
Teratur, dalam arti pelayanan transportasi yang mempunyai jadwal waktu
keberangkatan dan waktu kedatangan. Keadaan ini dapat diukur antara lain dengan
jumlah sarana transportasi dengan jumlah sarana transportasi berjadwal terhadap seluruh
sarana transportasi yang beroperasi.
Lancar dan cepat, dalam arti terwujudnya waktu tempuh yang singkat dengan tingkat
keselamatan yang tinggi. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara
lainkecepatan kendaraan per satuan waktu.
Mudah dicapai, dalam arti bahwa pelayanan menuju kendaraan dan dari kendaraan ke
tempat tujuan mudah dicapai oleh pengguna jasa melalui informasi yang jelas,
kemudahan mendapatkan tiket, dan kemudahan alih kendaraan. Keadaan tersebut dapat
diukur antara lain melalui indikator waktu dan biaya yang dipergunakan dari tempat asal
perjalanan ke sarana transportasi atau sebaliknya.
Tepat waktu, dalam arti bahwa pelayanan transportasi dilakukan dengan jadwal yang
tepat, baik saat keberangkatan maupun kedatangan, sehingga masyarakat dapat
merencanakan perjalanan dengan pasti. Keadaan tersebut dapat diukur antara lain
dengan jumlah pemberangkatan dan kedatangan yang tepat waktu terhadap jumlah
sarana transportasi berangkat dan datang.
Nyaman, dalam arti terwujudnya ketenangan dan kenikmatan bagi penumpang selama
berada dalam sarana transportasi. Keadaan tersebut dapat diukur dari ketersediaan dan
kualitas fasilitas terhadap standarnya.
Tarif terjangkau, dalam arti terwujudnya penyediaan jasa transportasi yang sesuai
dengan daya beli masyarakat menurut kelasnya, dengan tetap memperhatikan
berkembangnya kemampuan penyedia jasa transportasi . Keadaan tersebut dapat diukur
berdasarkan indikator perbandingan antara pengeluaran rata-rata masyarakat untuk
pemenuhan kebutuhan transportasi terhadap pendapatan.
Tertib, dalam arti pengoperasian sarana transportasi sesuai dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku dan norma atau nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat. Keadaan tersebut dapat diukur berdasarkan indikator antara lain
perbandingan jumlah pelanggaran dengan jumlah perjalanan.
Aman, dalam arti terhindarnya pengoperasian transportasi dari akibat faktor
eksternal
transportasi baik berupa gangguan alam, gangguan manusia, maupun gangguan
alam, gangguan manusia, maupun gangguan lainnya. Keadaan tersebut dapat diukur
antara lain dengan perbandingan antara jumlah terjadinya gangguan dengan jumlah
perjalanan. Polusi rendah, dalam arti polusi yang ditimbulkan sarana transportasi
baik polusi gas buang, air, suara, maupun polusi getaran serendah mungkin. Keadaan
dapat diukur antara lain dengan perbandingan antara tingkat polusi yang terjadi terhadap
ambang batas polusi yang ditetapkan.
Efisien, dalam arti mampu memberikan manfaat yang maksimal dengan pengorbanan
tertentu yang harus ditanggung oleh pemerintah, operator, masyarakat dan lingkungan,
atau memberikan manfaat tertentu dengan pengorbanan minimum. Keadaan ini
dapat diukur antara lain berdasarkan perbandingan manfaat dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan. Sedangkan utilisasi merupakan tingkat penggunaan kapasitas sistem
transportasi yang dapat dinyatakan dengan indikator seperti faktor muat
penumpang, faktor muat barang dan tingkat penggunaan sarana dan prasarana.

3.5 Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009


Rencana Pengembangan dan Kebijakan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan diatur dalam
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009 Tentang Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 – 2029. Tujuan umum penataan ruang
wilayah Provinsi adalah untuk menata ruang wilayah Sulawesi Selatan termasuk pesisir
dan pulau-pulau kecilnya menjadi simpul transportasi, industri, perdagangan, pariwisata,
permukiman, pertanian, lahan pangan berkelanjutan, serta untuk meningkatkan kualitas
lingkungan daerah aliran sungai, secara sinergis antar sektor maupun antar wilayah,
partisipatif, demokratis, adil dan seimbang, dalam sistem tata ruang wilayah

III -
1010
nasional, yang bermuara pada proses peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya
warga Sulawesi

III -
1111
Selatan secara berkelanjutan.

Adapun tujuan khusus penataan ruang wilayah Provinsi adalah :


1. mengembangkan fungsi Sulawesi Selatan sebagai simpul transportasi, industri,
perdagangan dan konvensi;
2. mengarahkan peran Sulawesi Selatan sebagai lahan pangan berkelanjutan dengan
mengarahkan pengembangan agrobisnis dan agroindustri khususnya komoditi-
komoditi unggulan Sulawesi Selatan, yang sekaligus sebagai penggerak ekonomi
rakyat;
3. mengarahkan pengembangan kawasan serta prasarana wisata budaya, wisata alam,
wisata bahari, wisata agro, maupun wisata belanja;
4. memulihkan daya dukung lingkungan, terutama DAS kritis sebagai dukungan
proaktif terhadap fenomena perubahan iklim dunia, dengan menciptakan
keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan lindung dengan kawasan
budidaya dalam satu ekosistem darat, laut dan udara, serta terpadu antara wilayah
Kabupaten/kota;
5. meningkatkan sinergitas, efektifitas dan efisiensi penataan ruang lintas sektor dan
lintas wilayah Kabupaten/kota yang konsisten dengan kebijakan Nasional dan
daerah, termasuk pengembangan prasarana wilayah sesuai daya dukung
wilayahnya;
6. secara khusus mengarahkan penataan ruang wilayah pesisir dan kepulauan menjadi
lebih produktif, lebih terpenuhi pelayanan sosial, ekonomi dan budaya, serta lebih
terlayani sistem transportasi, informasi dan komunikasi agar terbangun
ekonomi wilayah kelautan secara terpadu dan berkelanjutan;
7. menjadi dasar bagi penyusunan rencana yang bersifat lebih operasional dalam
pembangunan dan pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan seperti
penyusunan RTRW Kabupaten/Kota, perencanaan kawasan strategis Provinsi,
penyusunan RPJMD Provinsi;
8. menciptakan kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang yang akan
merangsang partisipasi masyarakat;
9. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
10. menjadi pedoman bagi aparat terkait dalam hal pengendalian pemanfaatan ruang,
baik melalui pengawasan, perizinan dan penertiban.

Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi:

1. peningkataan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi


wilayah darat maupun laut dan pulau-pulau kecil secara merata dan berhirarki;
2. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,
informasi, telekomunikasi, energi dan sumberdaya air yang terpadu dan merata di
seluruh wilayah Provinsi; dan
3. pengembangan kawasan strategis Provinsi.

Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan


ekonomi wilayah meliputi:

1. meningkatkan interkoneksi antara kawasan perkotaan baik Mamminasata sebagai


Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu
Palopo, Watampone, Parepare, Barru, Pangkajene dan Kepulauan, Jeneponto dan
Bulukumba, maupun Pusat-usat Kegiatan Lokal (PKL) berupa ibukota-ibukota
Kabupaten yang tidak termasuk dalam PKN maupun PKW, antara kawasan
perkotaan dengan pusat-pusat kegiatan kawasan perdesaan, serta antara kawasan
perkotaan dengan wilayah sekitarnya, termasuk dengan pulau-pulau kecil;
2. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensil dan belum
terlayani oleh pusat pertumbuhan yang ada;
3. mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan, khususnya daerah pantai dan
daerah irigasi teknis; dan
4. mendorong kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan agar lebih produktif,
kompetitif dan lebih kondusif untuk hidup dan berkehidupan secara berkelanjutan,
serta lebih efektif dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya, terutama
PKN, PKW dan PKL.

Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana meliputi:

1. meningkatkan kualitas jaringan prasarana transportasi darat, laut dan udara secara
terpadu;
2. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi dan informasi terutama di
kawasan yang masih terisolasi;
3. meningkatkan jaringan energi dengan lebih menumbuh-kembangkan pemanfaatan
sumberdaya terbarukan yang ramah lingkungan dalam sistem kemandirian energi
listrik lingkungan mikro, baik di daerah perdesaan terpencil maupun pulau-pulau
kecil terpencil;
4. meningkatkan kualitas dan daya jangkau jaringan prasarana serta mewujudkan
keterpaduan sistem jaringan sumberdaya air;
5. meningkatkan jaringan distribusi minyak dan gas bumi yang terpadu dalam sistem
tatanan Nasional secara optimal.

Strategi pengembangan kawasan strategis Provinsi meliputi:

1. pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan untuk


mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan
keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan
kawasan, melestarikan keunikan rona alam, dan melestarikan warisan ragam budaya
lokal;
2. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan
perekonomian Provinsi yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam
perekonomian Nasional atau internasional;
3. pemanfaatan sumberdaya alam dan atau perkembangan ilmu pengetahuan
dan
teknologi (iptek) secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
4. pelestarian dan peningkatan kualitas sosial dan budaya lokal yang
beragam.
5. pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan
dunia, cagar biosfer, ramsar; dan
6. pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan sosial ekonomi
budaya antar kawasan.
Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi meliputi : rencana struktur ruang yang
ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang terkait dengan
wilayah Provinsi dan rencana struktur ruang wilayah Provinsi.
Rencana struktur ruang yang ditetapkan dalam RTRW Nasional meliputi :
1. sistem perkotaan Nasional yang dibentuk dari kawasan perkotaan dengan skala
pelayanan yang berhierarki, meliputi pusat kegiatan Nasional (PKN), pusat kegiatan
wilayah (PKW) dan pusat kegiatan lokal (PKL) yang didukung dan dilengkapi
dengan jaringan prasarana wilayah yang tingkat pelayanannya disesuaikan dengan
hierarki kegiatan dan kebutuhan pelayanannya;
2. jaringan prasarana utama merupakan sistem primer yang dikembangkan untuk
mengintegrasikan wilayah nasional selain untuk melayani kegiatan berskala
Nasional.
Rencana struktur ruang wilayah Provinsi merupakan arahan perwujudan sistem
perkotaan dalam wilayah Provinsi dan jaringan prasarana wilayah Provinsi yang
dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah Provinsi selain untuk melayani kegiatan
skala Provinsi, yang terdiri dari:
1. rencana sistem perkotaan;
2. rencana sistem jaringan transportasi;
3. rencana sistem jaringan energi;
4. rencana sistem jaringan telekomunikasi dan informasi;
5. rencana sistem jaringan sumber daya air; dan
6. rencana sistem prasarana persampahan dan sanitasi.

Rencana sistem perkotaan di Provinsi berhierarki, yang terdiri dari PKN, PKW dan
PKL;
1. PKN sebagaimana yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26
tahun 2008 tentang RTRW Nasional, adalah Mamminasata yang terdiri dari Kota
Makassar, kawasan perkotaan di Kabupaten Maros, kawasan perkotaan di Kabupaten
Gowa dan kawasan perkotaan di Kabupaten Takalar;
2. PKW sebagaimana telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26
tahun
2008 tentang RTRW Nasional, yang terdiri dari Bulukumba, Jeneponto, Pangkajene,
Barru, Parepare, Watampone dan Palopo;
3. PKL sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan usulan
Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri dari : Kota Bantaeng sebagai ibukota Kabupaten
Bantaeng, Kota Enrekang sebagai ibukota beserta kawasan agropolitan di Kabupaten
Enrekeng, Kota Masamba sebagai ibukota di Kabupaten Luwu Utara, Kota Belopa
sebagai ibukota Kabupaten Luwu, Kota Malili sebagai ibukota Kabupaten dan Kota
Terpadu Mandiri Mahalona di Kabupaten Luwu Timur, Kota Pinrang/Watansawitto
sebagai ibukota Kabupaten Pinrang, Kota Pangkajene sebagai ibukota Kabupaten
Sidenreng-Rappang, Kawasan Ekonomi Khusus Kota Emas di Kabupaten Barru,
Kota Benteng sebagai ibukota dan kawasan pusat distribusi bahan kebutuhan bahan
pokok KTI Kota Pamatata di Kabupaten Kepulauan Selayar, Kota Sinjai sebagai
ibukota Kabupaten Sinjai, Kota Watansoppeng sebagai ibukota Kabupaten Soppeng,
Kota Makale sebagai ibukota Kabupaten Tana Toraja, Kota Rantepao sebagai
ibukota Kabupaten Toraja Utara, dan Kota Sengkang sebagai ibukota Kabupaten
Wajo;

Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Provinsi meliputi: sistem jaringan


transportasi darat; sistem jaringan transportasi laut; dan sistem jaringan transportasi
udara. Pengembangan sistem jaringan transportasi darat Provinsi meliputi :
1. Rencana pengembangan jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota
Provinsi ke ibukota Kabupaten/Kota meliputi: Jalan Pulau Selayar: Appatana –
Benteng – Paotori, Bulukumba – Tanah Beru – Bira, Bantaeng – Boro, Jeneponto –
Sapaya – Palangga, Sungguminasa – Malino – Tondong, Ujung Lamuru – Takkalala
– Soppeng – Sidenreng – Rappang – Pinrang, Cabbenge – Ulugalung, Makale –
batas
Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat, Sabbang – batas Kabupaten Mamuju
Provinsi Sulawesi Barat, Tupu – Malauwe, Kulampu - Peneki – Solo, Impaimpa –
Anabanua, Jeneponto – Takalar, Tanah Beru – Kajang – Tanete, Kajang – Sinjai,
Takkalala – Pakkae, Palattae – Sanrego – Tanabatue, Bajo – Ujung Lamuru,
Tanjung Bunga/Galesong Utara – Mangulabbe – Buludong.
2. Rencana pengembangan jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota
Kabupaten/Kota meliputi Soloonro – Pompanua.

Pengembangan sistem jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan Provinsi


meliputi: jaringan penyeberangan lintas kabupaten meliputi:
1. Mengembangkan jaringan transportasi danau di Danau Tempe, Danau Towuti dan
Danau Matano.
2. Mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas antar kabupaten
dalam provinsi yang menghubungkan Bira – Pamatata.
Pengembangan sistem jaringan transportasi laut Provinsi meliputi tatanan
kepelabuhanan dan alur pelayaran;
1. Sistem tatanan kepelabuhanan berupa pelabuhan regional/pengumpan primer
meliputi: Waruwaru dan Malili (Kabupaten Luwu Timur), Belopa
(Kabupaten Luwu), Pattirobajo (Kabupaten Bone), Awerange (Kabupaten Barru),
Galesong (Kabupaten Takalar), Jeneponto (Kabupaten Jeneponto), Benteng dan
Jampea (Kabupaten Kepulauan Selayar) Bantaeng (Kabupaten Bantaeng);
2. Alur pelayaran antar kabupaten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi Lepee
(Kabupaten Bulukumba) – Benteng (Kabupaten Kepulauan Selayar).

Pengembangan sistem jaringan transportasi udara provinsi meliputi


tatanan kebandarudaraan dan jalur penerbangan.
1. Sistem tatanan kebandarudaraan provinsi berupa bandar udara bukan pusat
penyebaran meliputi: Sorowako dan Malili di Kabupaten Luwu Timur, Pongtiku
di Kabupaten Tana Toraja, H. Aroepala Kabupaten Kepulauan Selayar, Seko,
Rampi dan Andi Jemma di Kabupaten Luwu Utara, Lagaligo-Bua Kabupaten Luwu,
Bone Kabupaten Bone, Bulukumba Kabupaten Bulukumba;
2. Rute penerbangan di Provinsi berupa jalur penerbangan regional meliputi: Sorowako
– Makassar, Seko – Makassar, Pongtiku – Makassar, Pongtiku – Mamuju, Aroepala –
Makassar, Seko – Mamuju, Seko – Palu, Rampi – Makassar, Rampi – Mamuju,
Rampi
– Palu, Andi Jemma – Makassar, Lagaligo – Makassar, Bone – Makassar, Bulukumba
– Makassar.
Gambar 3.1 Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Gambar 3.2 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan

3.6 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012


Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan diatur
dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012. Dalam RTRW Kabupaten Pangkep
bagian yang mengakomodir wilayah lokasi Pelabuhan Maccini Baji diantaranya :
1. Dalam rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pangkep, Kecamatan Labbakkang
yang merupakan lokasi Pelabuhan Maccini Baji merupakan Kawasan perkotaan yang
termasuk Wilayah Pengembangan Kegiatan Lokal Promosi.
2. Dalam Rencana Sistem Jaringan Transportasi laut, akan dilakukan pembangunan dan
pengembangan Pelabuhan Maccini Baji yang dalam tatanan kepelabuhan
wilayah Kabupaten Pangkep merupakan pelabuhan pengumpan.
Berdasarkan kriteria kawasan strategis dan potensi wilayah, maka rencana kawasan
strategis untuk pertumbuhan perekonomian kabupaten yang ditetapkan dalam RTRW
Kabupaten Pangkep diarahkan pada:
1. Kawasan perdagangan di Kota Pangkajene
2. Kawasan Wisata Mattampa
3. Kawasan Minapolitan Labakkang yang terletak di Kelurahan Pundata Baji Dusun
Maccini Baji Kecamatan Labakkang yang meliputi wilayah Kecamatan Kecamatan
Minasa Te’ne, Pangkajene, Bungoro, Ma’rang, Segeri, Mandalle, dan Liukang
Tupabbiring Utara dengan potensi yaitu untuk perikanan budidaya dan pengolahan.

Strategi penataan ruang wilayah kabupaten merupakan penjabaran kebijakan penataan


ruang wilayah kabupaten ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
1. Strategi pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan di Kabupaten Pangkajene
dan
Kepulauan, terdiri atas:
a. Meningkatkan interkoneksi antar kawasan perkotaan yang meliputi Pusat
Kegiatan Wilayah (PWK), Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLP), Pusat
Pelayanan Kawasan (PPK) yang meliputi seluruh ibukota kecamatan, dan Pusat
Pelayanan Lingkungan (PPL), antar kawasan perkotaan dengan kawasan
perdesaan, serta antar kawasan perkotaan dengan wilayah sekitarnya;
b. Mendorong pembangunan Kota Pangkajene sebagai Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW) di Sulawesi Selatan melalui pembangunan infrastuktur secara
terpadu baik internal maupun eksternal wilayah;
c. Mendorong pembangunan Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) di Kabupaten
Pangkep sebagai bagian wilayah pengembangan PKLp di Propinsi Sulawesi
Selatan
d. Mengembangkan kawasan perkotaan PPK dan PPL sebagai pusat pertumbuhan
agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam mendorong pengembangan
wilayah sekitarnya;
e. Mendorong kawasan perkotaan, pusat-pusat pertumbuhan agar lebih produktif,
kompetitif dan lebih kondusif secara berkelanjutan, serta lebih efektif dalam
mendukung pengembangan wilayah sekitarnya; dan
f. Mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan yang berwawasan
lingkungan dan produktif.
2. Strategi pengembangan prasarana wilayah di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan, terdiri atas:
a. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
wilayah yang didasarkan pada skala kebutuhan;
b. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana transportasi, telekomunikasi dan informasi, energi dan sumberdaya
air yang berhierarkis, sinergis, terpadu dan merata diseluruh wilayah PKW,
PKLp, PPK dan PPL;
c. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas sistem jaringan prasarana dalam
mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat dan laut;
d. Mengembangkan akses jaringan jalan menuju kawasan pertanian, perkebunan,
perikanan, pariwisata dan industri serta daerah-daerah yang masih terisolir;
e. Meningkatkan kualitas dan keterpaduan pelayanan jaringan prasarana
transportasi inter dan antar wilayah;
f. Meningkatkan jaringan energi dengan pemanfaatan sumber daya terbarukan
yang ramah lingkungan dalam sistem kemandirian energi dan mewujudkan
keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;
g. Meningkatkan kualitas dan kuantitas jaringan irigasi dan
mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air;
h. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana persampahan secara terpadu melalui
penerapan konsep 4R (rethinking, reduce, reuse dan recycling) dengan
paradigma sampah sebagai bahan baku industri menggunakan teknik

III -
2020
pemprosesan modern di perkotaan berbentuk tempat pemprosesan akhir
(TPA),

III -
2121
dan teknik pengolahan konvensional di perdesaan yang menghasilkan
kompos maupun bahan baku setengah jadi;
i. Mengarahkan sistem pemprosesan akhir sampah dengan metode
sanitary landfill; dan
j. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana sanitasi melalui pengelolaan limbah
terpadu dan/atau instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).

3.7 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pangkajene Kepulauan

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan diatur
dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012. Perencanaan tata ruang merupakan
proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata
ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Rencana Struktur
Tata Ruang merupakan kegiatan menyusun rencana yang produknya menitikberatkan
pada pengaturan hirarki pusat pemukiman dan pusat pelayanan barang dan jasa, serta
keterkaitan antara pusat tersebut melalui sistem prasarana.

1. Rencana Struktur Ruang Kabupaten Pangkajene dan


Kepulauan

Secara umum pusat kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan pemerintahan berada di
kawasan perkotaan. Sedangkan kebutuhan hasil pertanian diproduksi di kawasan
perdesaan untuk memenuhi kebutuhan wilayah Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan dan wilayah luarnya, baik berupa bahan mentah maupun barang siap
konsumsi. Begitu juga sebaliknya kebutuhan barang hasil industri manufaktur
diproduksi atau disalurkan melalui kawasan perkotaan. Agar interkoneksitas antar
pusat kegiatan, serta pelayanan prasarana wilayah efisien dan efektif maka perlu
diwujudkan sistem interkoneksitas antar kawasan perkotaan dan perdesaan yang
berdaya guna besar. Sistem perkotaan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
dibangun dengan beberapa pusat kegiatan seperti pusat kegiatan wilayah, pusat
kegiatan lokal maupun sub pusat kegiatan lokal, serta kawasan perkotaan berupa
kota, ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan kawasan pusat pertumbuhan
industri dan perdagangan yang padat dengan kegiatan perkotaan dan fasilitas
permukiman.
a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

PKW adalah perkotaan sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul
transportasi yang melayani beberapa kabupaten. Dalam RTRWP, pusat-pusat
perkotaan di Provinsi Sulawesi Selatan yang ditentukan sebagai PKW adalah
Kota Pangkajene di Kecamatan Pangkajene.

b. Pengembangan Kegiatan Lokal Promosi (PKLP)

Terdapat kawasan PKLp yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Pangkajene


dan Kepulauan yaitu kecamatan yang berpotensi sebagai PKLp Kawasan
Perkotaan Segeri di Kecamatan Segeri, Kawasan Perkotaan Labakkang
Kecamatan Labakkang dan Kawasan Perkotaan Bungoro Kecamatan Bungoro dan
Kawasan Perkotaan Balang Lompo di Kecamatan Liukang Tuppabiring.

c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)


Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan Kabupaten Pangkep yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa.
PPK sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Pangkep terdiri atas
ibukota-ibukota kecamatan yang tidak termasuk PKL, meliputi PPK- PPK;
1) Kawasan Perkotaan Sapuka di Kecamatan Liukang Tangaya;
2) Kawasan Perkotaan Kalu-Kalukuang di Kecamatan Liukang
Kalmas;
3) Kawasan Perkotaan Mattiro Sompe di Kecamatan Liukang Tuppabbiring;
4) Kawasan Perkotaan Mattiro Uleng di Kecamatan Liukang Tuppabbiring
Utara;
5) Kawasan Perkotaan Baleangin di Kecamatan Balocci;
6) Kawasan Perkotaan Bonto-Bonto di Kecamatan Ma’rang;
7) Kawasan Perkotaan Minasa Te’ne di Kecamatan Minasa Te’ne
8) Kawasan Perkoataan Bantimurung di Kecamatan Tondong Tallasa
9) Kawasan Perkotaan Mandalle di Kecamatan Mandalle
d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. PPL
sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Pangkep terdiri atas PPL-
PPL tersebut yaitu :
1) Pusat Lingkungan Sabalona Kecamatan Liukang Tangaya
2) Pusat Lingkungan Pammos Kecamatan Liukang Kalmas
3) Pusat Lingkungan Mattiro Langi Kecamatan Liukang Tupabiring
4) Pusat Lingkungan Mattiro Bombang Kecamatan Liukang Tupabiring Utara
5) Pusat Lingkungan Tonasa Kecamatan Liukang Balocci
6) Pusat Lingkungan Padang Lampe Kecamatan Ma’rang
7) Pusat Lingkungan Kalabbirang Kecamatan Minasatene
8) Pusat Lingkungan Tondongkura Kecamatan Tondong Tallasa
9) Pusat Lingkungan BoddiE Kecamatan Mandalle

Adapun peta rencana struktur ruang Kabupaten Pangkajene Kepulauan sebagaimana


pada gambar berikut :
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 3.3 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Pangkep

III - 24
2. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan

Secara internal pengembangan jalur transportasi bertumpu pada pemanfaatan jalur


Jalan Trans Sulawesi dari Pangkajene menuju Pangkep dan Barru, selain sebagai
jalur penghubung antar ibukota, juga diupayakan mendukung sirkulasi antara
permukiman, perkantoran, dan pendidikan dengan kawasan pusat kegiatan. Selain
bertumpu pada fungsi jalan tersebut, pengembangan struktur ruang juga diupayakan
dengan pengembangan jalan-jalan baru yang dapat menghubungkan dan
memperlancar arus pergerakan antar pemanfaatan ruang. Selanjutnya, sistem
pergerakan yang menghubungkan tiap kota kecamatan menuju ke pusat kota
Kabupaten (termasuk pergerakan eksternal) perlu mendapat penanganan, karena
sebagian besar masih harus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya.

Hubungan antar wilayah di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan masih sangat


dominan dilakukan dengan menggunakan sistem transportasi darat, yang ditunjang
ketersediaan jaringan jalan dan moda angkutan untuk memobilisasi dan
mendistribusikan pergerakan. Pendistribusian pergerakan kendaraan sesuai asal dan
tujuan (origin and destenation) dilakukan untuk mengatur pergerakan dengan sistem
transportasi wilayah yang didukung dengan ketersediaan satu terminal induk. Unsur
lain yang penting dalam sistem transportasi adalah ketersediaan moda angkutan
darat sebagai sarana utama pergerakan darat dan pendukung utama pembangunan.

Rencana Sistem Prasarana Transportasi dirumuskan dalam rangka pengembangan


sistem prasarana transportasi untuk meningkatkan pelayanan jaringan transportasi
di wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Adapun sistem jaringan
transportasi di wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan terdiri dari:

a. Sistem Jaringan Transporasi Darat


Rencana sistem jaringan transportasi dasar akan memuat tiga rencana
pengembangan sistem jaringan transportasi diantaranya jaringan lalulintas
dan angkutan jalan.
1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud terdiri atas:

III -
2525
a) Jaringan jalan arteri yang merupakan system jaringan jalan nasional yang
ada di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, terdiri atas:
(1) Ruas Batas Kabupaten Barru – Batas Kota Pangkajene Kepulauan
sepanjang 31,866 Km;
(2) Ruas jalan Kemakmuran sepanjang 0,699 Km;
(3) Ruas Batas Kota Pangkajene Kepulauan – Batas Kab. Maros
sepanjang 4,353 Km; dan
(4) Ruas jalan Hasanuddin sepanjang 4,213 Km
b) Peningkatan status jalan dari jalan lokal menjadi jalan provinsi berupa
kolektor primer (K2) yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan,
terdiri atas :
(1) Ruas jalan Ladonge – Mallawa -Balocci panjang ruas 1,3 Km
(2) Ruas jalan Jenetaesa -Bontobalang – Leangleang -Balocci
Panjang ruas 2,8 Km
c) Peningkatan status jalan dari jalan lokal menjadi jalan provinsi berupa
jalan kolektor sekunder (K3) yang ada di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan, terdiri atas :
(1) Ruas jalan Manyampa-Bantimurung panjang ruas 2,5 Km
(2) Ruas jalan Katapang-Dengeng-Dengeng; Boddie-Patalasang
Panjang ruas 2,3 Km
(3) Ruas jalan Galung Boko-Lamperangeng panjang ruas 1,7 Km
(4) Ruas jalan Padang-Padange-Jollo panjang ruas 1,0 Km
(5) Ruas jalan Padang-Padange-Biringkassi panjang ruas 2,3 Km
(6) Ruas jalan Bawasalo-Gusung panjang ruas 2,0 Km
(7) Ruas jalan Tanarajae-Kayu Jawaya panjang ruas 3,0 Km
(8) Ruas jalan Tondong Kura-Pabbicarae panjang ruas 2,7 Km
(9) Ruas jalan Tumbue-Bonti panjang ruas 2,8 Km
(10)Ruas jalan Pattupunge-Pujananti panjang ruas 5,0 Km
(11)Ruas jalan Tekolabbua-pandanglau panjang ruas 2,8 Km
2) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud terdiri atas :
a) Terminal tipe C terdapat di Kelurahan Samalewa Kecamatan Bungoro
b) Halte yang terdapat di setiap wilayah kecamatan yang dipusatkan di
Ibukota Kecamatan, terdiri atas :
(1) Kawasan Perkotaan Balleangin di Kecamatan Balocci;
(2) Kawasan Perkotaan Labakkang di Kecamatan Labakkang;
(3) Kawasan Perkotaan Bonto-Bonto di Kecamatan Ma’rang;
(4) Kawasan Perkotaan Segeri di Kecamatan Segeri;
(5) Kawasan Perkotaan Minasa Te’ne di Kecamatan Minasa Te’ne;
(6) Kawasan Perkotaan Bantimurung di Kecamatan Tondong Tallasa;
(7) Kawasan Perkotaan Mandalle di Kecamatan Mandalle;
(8) Kawasan Perkotaan Pangkajene di Kecamatan Pangkajene;
c) Terminal barang yang penempatannya dilakukan berdasarkan hasil
studi/kajian terlebih dahulu.
d) Terminal kagro diarahkan pada Kecamatan Bungoro yang penempatannya
dilakukan berdasarkan hasil studi/kajian terlebih dahulu.
3) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud terdiri atas :
a) Trayek angkutan barang, terdiri atas jalur pengangkutan hasil produksi
industri dari tempat produksi menuju pusat pemasaran dan pusat-pusat
kegiatan ekonomi yakni dari Kecamatan Bungoro menuju pelabuhan
pengangkutan barang dan menuju Makassar.
b) Trayek angkutan penumpang, terdiri atas :
(1) Bus (AKAP) dengan pelayanan sepanjang jalan arteri dari poros
Maros-Pangkajene dan Kepulauan-Barru;
(2) Mini Bus (AKDP) dengan pelayanan sepanjang jalan arteri dan
kolektor yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan;
(3) Angkutan Kota (Angkot) dengan pelayanan di Kota Pangkajene; dan
(4) Angkutan Perdesaan (Angdes) dengan pelayanan antar
kecamatan dalam wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
4) Jaringan angkutan sungai sebagaimana dimaksud adalah jaringan prasarana
dan pelayanan bagi pergerakan orang atau barang ke wilayah pulau-pulau
dalam wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Jaringan tersebut terdiri atas :

III -
2727
a) Pengembangan simpul transportasi sungai pada dermaga Sungai Kalibone
Kecamatan Minasa Te’ne;
b) Pengembangan simpul transportasi sungai pada dermaga Sungai
Pangkajene Kecamatan Pangkajene;
c) Pengembangan simpul transportasi sungai pada dermaga Sungai
Limbangan Kecamatan Labakkang;
d) Pengembangan simpul transportasi sungai pada dermaga Sungai Kassi
Kebo Kecamatan Ma’rang;
e) Pengembangan simpul transportasi sungai pada dermaga Sungai
Biringkassi Kecamatan Bungoro;
f) Pengembangan simpul transportasi sungai pada dermaga Sungai Jennae
Kecamatan Ma’rang;
g) Pengembangan simpul transportasi sungai pada dermaga Sungai Padadae
Kecamatan Pangkajene;
h) Pengembangan simpul transportasi sungai pada dermaga Sungai Pandang
Lau-Kecamatan Pangkajene;
i) Pengembangan simpul transportasi sungai pada dermaga Sungai Bawasalo
Kecamatan Segeri;
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 3.4 Peta Rencana Sistem Jaringan Jalan Kabupaten Pangkep

III - 29
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi
Selatan

b. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Laut


1) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Pangkep terdiri atas :
a) Peningkatan status pelabuhan Biringkassi Kecamatan Bungoro menjadi
Pelabuhan Pengumpul;
b) Pembangunan dan pengembangan Pelabuhan pengumpan, terdiri atas:
(1) pelabuhan S. Pangkajene di Kecamatan Pangkajene;
(2) pelabuhan P. Balang Lompo di Kecamatan Liukang Tupabiring;
(3) pelabuhan P. Kalukalukuang di Kecamatan Liukang Kalmas;
(4) pelabuhan P. Sapuka di Kecamatan Liukang Tangaya; dan
(5) pelabuhan Maccini Baji di Kecamatan Labakkang.
c) Pengembangan dan peningkatan fasilitas pada pelabuhan-pelabuhan
rakyat yang berfungsi sebagai simpul-simpul pergerakan barang dan
orang antar pulau di Kabupaten Pangkep, teridiri dari :
(1) pelabuhan Rakyat Kalibone Kecamatan Minasatene;
(2) pelabuhan Rakyat Pangkajene Kecamatan Pangkajene;
(3) pelabuhan Rakyat Limbangan Kecamatan Labakkang;
(4) pelabuhan Rakyat Kassikebo Kecamatan Ma'rang;
(5) pelabuhan Rakyat Biringkassi Kecamatan Bungoro;
(6) pelabuhan Rakyat Jennae Kecamatan Ma’rang;
(7) pelabuhan Rakyat Padadae Kecamatan Pangkajene;
(8) pelabuhan Rakyat Pandang Lau Kecamatan Pangkajene;
(9) pelabuhan Rakyat Bawasalo Kecamatan Segeri.

2) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu alur
pelayaran angkutan barang (terutama produk semen) dan orang, terdiri atas :
a) Biringkassi – Pulau Kalimantan;
b) Biringkassi – Pulau Nusa Tenggara; dan
c) Biringkassi – Provinsi di Pulau Sulawesi
d) Biringkassi – Pulau Maluku dan Maluku Utara
e) Biringkassi – Pulau Papua

III - 30
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 3.5 Peta Rencana Sistem Transportasi Laut Kabupaten Pangkep

III - 31
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi
Selatan

c. Rencana Sistem Jaringan Jaringan Perkeretaapian


Untuk menghubungkan potensi-potensi unggulan pada wilayah Pulau Sulawesi
dengan outlet-outlet utama yang selanjutnya menuju ke lokasi pasar potensial
yang ada adalah dengan pembangunan prasarana dan sarana transportasi jalan rel.
Jalan rel memiliki keandalan dibanding dengan prasarana dan sarana transportasi
lainya ditinjau dari segi kemampuan jarak tempuh (long-distance transportation
mode) dengan kemampuan kecepatan 450 km/jam, kapasitas pengangkutan yang
besar, ramah lingkungan, tingkat keamanan dan keselamatan relatif tinggi, serta
dari segi ekonomisnya untuk pengangkutan besar. Dengan karakteristik produk-
produk unggulan wilayah umumnya besar dari segi volume serta dukungan
prasarana jalan belum memenuhi kebutuhan pergerakan orang dan barang di
Sulawesi (baik secara kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas), maka keberadaan
jaringan jalan rel menjadi sangat relevan untuk dikembangkan.

Sistem transportasi rel kereta api yang akan dikembangkan di Pulau Sulawesi
masih berorientasi pada pelayanan angkutan barang. Meskipun demikian,
orientasi pengembangan jaringan rel kereta api tersebut dalam kaitannya dengan
keberadaan wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, maka perencanaan
jaringan rel kereta api Pulau Sulawesi akan melayani sebagian wilayah
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan untuk trayek Makassar - Pare-Pare. Untuk
rute jalur kereta api yang melintas di Kabupaten Pangkep malintas pada wilayah
pesisir pantai Kecamatan Minasa Te’ne, Pangkajene, Bungoro, Labakkang,
Ma’rang, segeri, Mandalle. Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud terdiri
atas rencana stasiun kereta api yang terdapat di tiap wilayah kecamatan yang
dilintasi dan lokasinya ditetapkan
setelah dilakukan studi kelayakan lokasi stasiun kereta api.

III - 32
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 3.6 Jalur Kereta Api Makassar – Pare pare

III - 33
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi
Selatan

3. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten meliputi rencana kawasan lindung dan
kawasan budidaya yang mempunyai nilai strategis kabupaten dan atau lintas
kecamatan dan atau kota. Kebijakan pengembangan pola ruang ditujukan untuk
mewujudkan pola penggunaan ruang yang seimbang antara daya lindung kawasan
lindung dengan kapasitas produksi dan pemanfaatan kawasan budidaya secara asri
dan lestari.

Kawasan lindung yang baik yang bersifat: (i) preservasi berupa hutan lindung baik
di daerah ketinggian pedalaman yang merupakan daerah hulu (upstream) Daerah
Aliran Sungai (DAS), (ii) konservasi berupa taman margasatwa. Selain daripada
itu, untuk kepentingan pelestarian warisan sejarah dan budaya dapat ditetapkan
suatu kawasan konservasi seperti cagar budaya bangunan buatan manusia yang
ditetapkan sebagai benda purbakala. Dalam kawasan budi daya juga diusahakan
sebisa mungkin menumbuhkembangkan dan melestarikan kawasan lindung
setempat baik ruang darat, maupun udara untuk menjaga keasrian dan kelestarian
ragam hayati, yang juga merupakan mata rantai sistem ekologi wilayah, seperti
ruang terbuka hijau, baik berupa hutan kota, jalur hijau di sempadan sungai,
sempadan danau, dan sempadan jalan. Dalam skala lingkungan mikro terutama di
daerah perdesaan diarahkan tumbuh berkembangnya tatanan desa mandiri pangan
dan energi yang didukung alam yang asri dan lestari.

Adapun rencana pola ruang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sebagai pada
gambar berikut :

III - 34
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 3.7 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Pangkep

III - 35
IV - 36
Laporan Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi
Selatan

BAB IV

TINJAUAN WILAYAH STUDI

4.1. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Kabupaten Pangkep


Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) terletak di bagian barat dari Provinsi
Sulawesi Selatan, dengan Ibukota Pangkajene dan sebagai pusat pelayanan wilayah bagi
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, selain itu karena letaknya yang sangat strategis
dekat dengan Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.
Secara geografis Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) terletak di antara
4°40’ LS sampai 8°00’ LS, dan antara 110° BT sampai 119°48’67” BT. Batas-batas
wilayah administrasi dan batas fisik Kabupaten Pangkep adalah : Sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Barru, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten
Maros, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone dan Kabupaten Maros, dan
Sebalah Barat berbatasan dengan Perairan Selat Makassar berbatasan dengan perairan
Pulau Kalimantan, Pulau Jawa dan Madura, serta Pulau Nusa Tenggara dan Pulau Bali.
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan merupakan kabupaten yang struktur wilayah
terdiri atas 2 bagian utama yang membentuk kabupaten ini, yaitu :

1. Wilayah Daratan
Secara garis besar wilayah daratan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ditandai
dengan bentang alam wilayah dari derah dataran rendah sampai pegunungan,
dimana potensi cukup besar terdapat pada wilayah daratan Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan yaitu ditandai dengan terdapatnya sumber daya
alam berupa hasil tambang, seperti batu bara, marmer, dan semen. Disampingitu
potensi pariwisata alam yang mampu menambah pendapatan daerah.
Kecamatan yang terletak pada wilayah daratan Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan yaitu terdiri dari : Kecamatan Pangkajene, Kecamatan Balocci,
Kecamatan Bungoro, Kecamatan Labakkang, Kecamatan Ma’rang, Kecamatan
Segeri, Kecamatan Minasa Te’ne Kecamatan Tondong Tallasa, dan Kecamatan
Mandalle.

IV - 1
2. Wilayah Kepulauan
Wilayah kepulauan Kabupaten Pangkajene dan kepulauan merupakan wilayah yang
memiliki kompleksitas wilayah dan memiliki potensi wilayah yang sangat besar
untuk dikembangkan secara lebih optimal, untuk mendukung perkembangan
wilayah Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan.
Kecamatan yang terletak di wilayah Kepulauan Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan yaitu : Kec. Lk.Tuppabiring, Liukang Tupabbiring Utara, Kecamatan
Liukang Kalmas dan Kecamatan Liukang Tangayya.

Gambar 4.1 Peta Rencana Tata Ruang Kabupaten Pangkep


Secara administratif luas wilayah Kabupaten Pangkep adalah 1.112,29 Km2.
Wilayah tersebut terdiri dari daratan seluas 848,14 Km2 dan kepulauan seluas
264,15
Km2, yang meliputi 13 (tiga belas) kecamatan, dimana 9 (Sembilan) kecamatan
terletak pada wilayah daratan dan 4 (empat) kecamatan terletak di wilayah
kepulauan serta terbagi dalam 103 wilayah kelurahan/desa. Wilayah ini terdiri atas
daratan dan kepulauan yang luas. Pulau-pulau yang tersebar luas dan berjarak
relatif jauh, mengakibatkan peranan transportasi laut sangat penting untuk
memobilisasi penduduk yang bertempat tinggal di pulau-pulau yang berjumlah 117
buah.

Gambar 4.2 Peta Administrasi Wilayah Daratan Kabupaten Pangkep

IV - 3
Adapun luas wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan untuk tiap kecamatan
dapat dilihat pada table berikut :

IV - 4
Tabel 4.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Pangkep

No Kecamatan

1 Liukang Tangaya
2 Liukang Kalmas
3 Liukang Tupabbiring
4 Liukang Lupabbiring Utara
5 Pangkajene
6 Minasatene
7 Balocci
8 Tondong Tallasa
9 Bungoro
10 Labbakkang
11 Ma’rang
12 Segeri
13 Mandalle

Sumber ; Kabupaten Pangkep Dalam Angka


2018

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa luas wilayah lokasi kajian (wilayah
gugus kepulauan) mencapai 351,5 km2 atau sebesar 31,6% dari luas keseluruhan
Kabupaten Pangkep.

4.2. Kondisi Fisik dan Klimatologi


1. Klimatologi
Kabupaten Pangkep memiliki iklim tropis (type B) dengan musim kemarau. Curah
hujan di suatu wilayah (tempat) dipengaruhi oleh keadaan iklim, geografi, dan
perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam
menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Pada tahun 2013 rata-rata curah hujan
perbulan sekitar 43,48 mm.
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan kondisi tipe iklim ini menjadi iklim tipe C1
dengan bulan kering < 2 bulan, iklim tipe C2 dengan bulan kering 2-3 bulan, dan
iklim dengan bulan kering 3 bulan. Keduanya memiliki bulan basah antara 5-6 bulan
secara berturut-turut dalam satu tahun dengan curah hujan rata-rata 2.500-3.000
mm/tahun. Tipe ini merupakan tipe iklim agak basah. Temperatur udara di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan berada pada kisaran 21 ºC – 31 ºC atau rata-
rata suhu udara 26.4 ºC. Keadaan angina berada pada kecepatan sedang, dimana
pada daerah ketinggian kelembaban udara rendah sedangkan pada wilayah pesisir
kelembaban udara tinggi.

2. Morfologi
Wilayah Kabupaten Pangkep berada pada jarak +60 Km dari Kota Makassar dan
terletak pada ketinggian 100 – 1000 m diatas permukaan laut,. Dari segi morfologi,
Kabupaten Pangkep dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah yaitu: dataran rendah
yang membentang di pantai barat, perbukitan di bagian timur, dan pulau-pulau
kecil. Gugusan kepulauan kecil yang terdapat di wilayah Kabupaten Pangkep
terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil yang terdapat pada Kecamatan Liukang
Tupabiring, Kecamatan Liukang Tupabiring Utara, Kecamatan Liukang Tangaya
dan Kecamatan Liukang Kalmas. Dimana gugusan pulau-pulau ini sampai dengan
perbatasan Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan.

3. Topografi
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan mempunyai kondisi topografi yang
relatif bervariasi secara garis besar dapat dibagi dalam 4 (empat) bagian yaitu:
a. Daratan rendah (0-25 Mpdl) sebagian besar terletak di Kecamatan Pangkajene,
Kecamatan Minasa Te’ne, Kecamatan Bungoro, Kecamatan Labakkang,
Kecamatan Ma’rang, Kecamatan Segeri dan Kecamatan Mandaalle.
b. Daratan Tinggi (25-100 Mpdl) terletak di sebagian wilayah Kecamatan Balocci,
Kecamatan Tondong Tallasa, Kecamatan Segeri, Kecamatan Minasa Te’ne dan
Kecamatan Mandalle, terutama dibagian Utara.
c. Daratan Pegunungan (500-1000 Mpdl), sebagian besar di Kecamatan Balocci,
Kecamatan Mandalle, Kecamatan Segeri dan Kecamatan Tondong Tallasa atau
pada bagian Timur Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
d. Daerah Pesisir terletak di bagian pantai Barat Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan terutama pada Kecamatan Pangkajene, Labakkang, Ma’rang, Segeri
dan Mandalle, serta Kecamatan Kepulauan Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan yang tergolong sebagai daerah datar terletak pada Kecamatan Liukang
Tupabiring, Liukang Tupabiring Utara, Liukang Tangaya, dan Liukang Kalmas.

4. Geologi
Berdasarkan peta geologi Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, terdapat 4 (empat)
bagian besar dari kondisi struktur yang menyusun tanah dan batuan dalam wilayah
Kabupaten Pangkep.
Adapun struktur geologi batuan yang terdapat di Kabupaten Pangkep antara lain
:
a. Endapan Permukaan : jenis endapan permukaan ini berupa jenis tanah alluvial,
daerah rawa, endapan pantai, delta dan daerah aliran sungai.
b. Batuan sedimen : jenis batuan sedimen meliputi batuan berpasir, batuan kerikil,
kerakal konglomerat, batuan berlempung, batuan lanau, napal, luvaran, lava dan
breksi.
c. Batuan sedimen bercampur batuan gunung api : jenis struktur batuan ini
terbentuk dari formasi camba : terdiri dari batuan sedimen laut berselingan
dengan batuan gunung api, breksi lava, tufa, konglomerat, batu pasir, batu lanau,
batu lempung, dan batuan napalm alihan.
d. Batuan terobosan : jenis struktur batuan ini terdiri dari terobosan bersifat basa
terutama batuan terobosan yang bersifat asam dan menengah, meliputi :
granodinamit, diorite, tralit, dan batuan baku terobosan bersifat ultra basa
terutama pridotil.
Secara garis besar sebaran dari jenis struktur geologi Kabupaten Pangkep terdiri
dari:
a. Jenis endapan permukaan tersebar tidak merata pada sepanjang bagian pesisir;
b. Jenis batuan sedimen tersebar secara tidak merata pada bagian dataran
rendah;
c. Jenis batuan sedimen berselingan gunung api dan batuan terobosan sebagian
besar tersebar di dataran tinggi terutama Kecamatan Balocci, Tondong
Tallasa dan Ma’rang.
Berdasarkan struktur geologi, maka terdapat berbagai jenis bahan tambang,
seperti
basal, batu gamping, batu sabak, diotite, tras, kaolin, feldspar, lempung marmer,
batu bara dan lain-lain. Bahan galian ini tersebar di Kabupaten Pangkep.
Kondisi Geologi Kabupaten Pangkep adalah hal sesar yaitu pada bagian daratan
terdiri atas: foliasi perlipatan, sesar dan kekar dengan arah umum foliasi arah barat
laut tenggara miring ke arah timur laut antara 200 - 600, sumbu perlipatan berarah
utara selatan dan barat laut tenggara berupa antiklin tidak simetris, dan sesar
di Kabupaten Pangkep terdiri atas sesar normal dan sesar geser.

5. Hidrologi
Keadaan hidrologi Kabupaten Pangkep, berdasarkan hasil observasi lapangan
dibedakan antara lain permukaan (sungai, rawa dan sebagainya) dan air yang
bersumber di bawah permukaan (air-tanah). Air di bawah permukaan yang
merupakan air tanah adalah sumber air bersih untuk kehidupan sehari-hari
masyarakat.
Kabupaten Pangkep dialiri oleh 5 (lima) sungai yang cukup besar yang mengalir dari
timur ke barat Kabupaten Pangkep, sungai yang terpanjang adalah Sungai Tabo-
Tabo, sungai yang terdapat di Kabupaten Pangkep semuanya langsung bermuara ke
lautan, sehingga airnya masih dipengaruhi oleh kondisi pasang surut.
Sebaran sumber air permukaan berupa danau dan waduk. Pada daerah sepanjang
wilayah pesisir air tanah dapat diperoleh pada kedalaman 2-8 meter, namun
kondisi air terkontaminasi oleh intrusi air laut. Sedangkan pada daerah dataran
tinggi air tanah dapat dijumpai secara bervariasi antara 8-25 meter, namun pada
daerah yang terdapat di sekitar pegunungan seperti Balocci dan Tondong Tallasa
sumber air masyarakat diperoleh dari pegunungan.
Curah hujan tinggi terjadi pada bulan Desember dan Februari, sehingga pada bulan
tersebut biasanya terjadi banjir pada daerah rawan banjir. Dimana lokasi rawan
bajir terdapat di Kecamatan Labbakkng, Ma’rang, Segeri dan Kecamatan
Mandalle,
terutama pada daerah yang sangat terpengaruh oleh pasang surut air laut. Daerah
rawan banjir tersebut mempunyai guna lahan berupa rawa dan tambak.
Potensi sumber daya air permukaan pada aliran sungai, selain dapat dimanfaatkan
sebagai sumber air bersih untuk keperluan air minum dan rumah tangga, juga dapat
dimanfaatkan untuk pertanian dan untuk kegiatan industry.
Air tanah dangkal sampai saat ini dimanfaatkan petani dengan pembuatan sumur-
sumur sementara untuk sumber air bagi pertanian dan hortikultura sayuran.
Di Kabupaten Pangkajene Kepulauan terdapat 6 (enam) lokasi mata air dan 3 (tiga)
lokasi diantaranya dimanfaatkan sebagai bahan baku air bersih. Ketiga sumber
mata air ini dikelola oleh PDAM setempat untuk keperluan air minum (air bersih).
Mata air di daerah Lejang dan Kampung Baru dijumpai pada Batu Gamping
Formasi Tonasa dengan debit lebih dari 100 liter/detik. Sedangkan mata air di
daerah Camado dijumpai batuan vulkanik dengan debit air 10-50 liter/detik.
Potensi air tanah dalam khususnya di daerah dataran rendah bagian barat wilayah
Kabupaten Pangkep dapat dibagi menjadi 6 (enam) berdasarkan sebaran ke dalam
lapisan pembawa air yaitu :
a. Potensi air tanah pada kedalaman 25 meter, tahapan lapisan batuan 11-62 ohm-
meter
b. Potensi air tanah pada kedalaman 50 meter, tahapan jenis lapisan batuan 12-
75 ohm-meter. Potensi air tanah pada kedalaman 75 meter tahapan jenis batuan
12-
75 ohm-meter.
c. Potensi air tanah pada kedalaman 100 meter tahapan jenis lapisan batuan 15-
86 ohm-meter.
d. Potensi air tanah pada kedalaman 125 meter tahapan jenis lapisan batuan 15-
86
ohm-meter.
e. Potensi air tanah pada kedalaman 150 meter tahapan jenis lapisan batuan 15-
86 ohm-meter.
4.3. Kondisi Kependudukan Wilayah
1. Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Pangkep tahun 2017 sebanyak 329.791 Jiwa. Dengan
pola penyebaran penduduk yang tidak merata dalam 13 kecamatan. Kecamatan
Labakkang memiliki jumlah penduduk terbanyak yakni 45.683 Jiwa, diikuti
Kecamatan Pangkajene 44.408 Jiwa, dan Kecamatan Bungoro sebesar 42.627 Jiwa.
Penduduk paling sedikit ada di Kecamatan Tondong Tallasa, hanya sebesar 8.890
Jiwa.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangkep, 2013-2017.

No

1 Liukang Tangaya
2 Liukang Kalmas

3 Liukang Tupabbiring

4 Liukang Lupabbiring Utara

5 Pangkajene
6 Minasatene
7 Balocci
8 Tondong Tallasa
9 Bungoro
10 Labbakkang
11 Ma’rang
12 Segeri
13 Mandalle

Sumber : Kabupaten Pangkep Dalam Angka 2018


Data tahun 2016 tidak tersedia untuk jumlah penduduk per kecamatan. Yang tersedia
hanya total jumlah penduduk Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sebesar 326.700
jiwa.

Tabel 4.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan di Kabupaten Pangkep, 2017

No Kecamatan

1 Liukang Tangaya
2 Liukang Kalmas

3 Liukang Tupabbiring

Liukang Lupabbiring
4
Utara
5 Pangkajene
6 Minasatene
7 Balocci
8 Tondong Tallasa
9 Bungoro
10 Labbakkang
11 Ma’rang
12 Segeri
13 Mandalle

Sumber : Kabupaten Pangkep Dalam Angka 2018

Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Pangkajene sebesar 959


jiwa/km2, sedangkan kepadatan terendah di Kecamatan Tondong Tallasa sebesar 80
Jiwa/Km2.

2. Pendidikan
Peningkatan jumlah penduduk usia sekolah memerlukan dukungan sarana dan
prasarana pendidikan. Penduduk dewasa sebagian besar telah menikmati pendidikan

IV -
1010
tingkat dasar. Ketersediaan fasilitas Pendidikan merupakan salah satu
indikator peningkatan kualitas SDM.

Tabel 4.4 Jumlah Sarana Pendidikan di Kabupaten Pangkep

Tingkat Pendikan

TK
SD / MI Negeri
SD / MI Swasta
SLTP / MTs Negeri
SLTP / MTs Swasta
SLTA / MA Negeri
SLTA / MA Swasta
SMK Negeri
SMK Swasta
Sumber : Kabupaten Pangkep Dalam Angka 2018

4.4 Kondisi Perekonomian Kabupaten Pangkep


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan kemampuan ssuatu
wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Untuk
menyusun PDRB digunakan 2 pendekatan, yaitu produksi dan penggunaan. Keduanya
menyajikan komposis data nilai tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi
(lapangan usaha) dan menurut komponen penggunaannya. PDRB dari sisi lapangan
usaha merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu
diciptakan oleh lapangan usaha atas berbagai aktivitas produksinya. Berikut ini
merupakan tabel PDRB-ADHK Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan menurut
Lapangan Usaha tahun 2010 – 2017. Laju perubahan PDRB Atas Dasar Harga Konstan
di Provinsi Sulawesi Selatan rata-rata mencapai 7.73% per tahun yang tercatat sejak
tahun 2010 sampai 2017. Selama 5 tahun terakhir (2013 – 2017), kondisi PDRB
Kabupaten Pangkep, baik berdasarkan ADHB maupun ADHK cenderung mengalami
peningkatan. PDRB berdasarkan ADHB, tahun
2013 sebesar Rp.11.248,48 Milyar, meningkat menjadi Rp.12.419,76 Milyar pada tahun
2014 . Selanjutnya, tahun 2016 mencapai Rp.14.477,29 Milyar, lebih besar dari
Rp.13.367,01 Milyar pada tahun 2015. Dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan
menjadi Rp.15.433,50 Milyar.
PDRB ADHB Kabupaten Pangkep tahun 2017 tersebut pada tingkat provinsi menempati
urutan ke-4 terbesar setelah Kota Makassar (Rp.100.026,50 Milyar), Kabupaten Luwu
Timur (Rp.20.363,59 Milyar), dan Kabupaten Bone (Rp.19.739,12 Milyar).

Tabel 4.5 Data PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Kabupaten
Pangkep Eksisting 2010 - 2017

Kategori

(1)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan


B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
J Informasi dan Komunikasi
K Jasa Keuangan dan Asuransi
L Real Estate
M,N Jasa Perusahaan
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
R,S,T,U Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TANPA MIGAS

(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
Dalam
Angka 2018 )

Distribusi PDRB menurut lapangan usaha tahun 2017 yang terbesar adalah dari sector
industry pengolahan sebesar 52,23 persen setelah itu adalah sector pertanian, kehutanan
dan perikanan sebesar 16,27 persen.

Adapun laju pertumbuhan PDRB ADHK 2010 untuk Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan pada tahun 2013 sebesar 9,33%, tahun 2014 sebesar 10,41%, tahun 2015
mengalami penurunan sebesar 7,63%, tahun 2016 meningkat sebesar 8,31% dan tahun
2017kembali mengalami penurunan sebesar 6,60%. Laju PDRB untuk tiap lapangan
usaha dapat dilihat pada tabel berikut :
IV -
1212
Tabel 4.6 Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Pangkep Eksisting
2010 - 2017

Kategori

(1)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan


B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
J Informasi dan Komunikasi
K Jasa Keuangan dan Asuransi
L Real Estate
M,N Jasa Perusahaan
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
R,S,T,U Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TANPA MIGAS
(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Kabupaten Pangkajene
dan
Kepulauan Dalam Angka 2018 )

Tabel 4.7 Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Pangkep Eksisting
2010 - 2017

Kategori

(1)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan


B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
J Informasi dan Komunikasi
K Jasa Keuangan dan Asuransi
L Real Estate
M,N Jasa Perusahaan
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
R,S,T,U Jasa lainnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TANPA MIGAS

(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan Dalam Angka 2018 )
4.5 Komoditi Unggulan Wilayah Hinterland

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah biasanya diikuti oleh pertumbuhan perdagangan,


dan juga pertumbuhan pelayaran yang pada akhirnya membutuhkan pengembangan
fasilitas pelabuhan. Perencanaan pengembangan pelabuhan harus dilihat dari persoalan
pelabuhan secara menyeluruh dalam konteks sistem transportasi yang lebih luas, serta
harus didasarkan pada pertimbangan strategis, politik, ekonomi, sosial dan
pengembangan wilayah serta hinterland pelabuhan harus terlebih dahulu dilihat dari
permintaan transportasi (demand) dan potensi hinterland dari sebuah pelabuhan.
Setiap potensi hinterland dari sebuah pelabuhan mempunyai beberapa sektor unggulan
dan karakteristik yang akan disajikan acuan bagi rencana pengembangan pelabuhan.
Karakteristik dan sektor unggulan hinterland pelabuhan yang berpotensi dikembangkan
ditinjau dari beberapa faktor antara lain: potensi yang ada diwilayah hinterland
khususnya dan kabupaten setempat pada umumnya.

1. Potensi Perikanan
Pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan dan kelautan Kab.Pangkep telah
berlangsung sejak lama dan menjadi salah satu sektor unggulan daerah dalam
peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Pemanfaatan potensi tersebut juga
telah banyak memberikan lapangan kerja bagi masyarakat Kab.Pangkep.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan ini diberbagai bidang, baik
perikanan (perikanan tankap dan budidaya), pariwisata (selam, snorkeling, pantai,
budaya, kuliner, dll) serta jasa lingkungan, industri, dan bioteknologi.

a. Perikanan Tangkap
Bidang perikanan tangkap telah memberikan lapangan kerja bagi masyarakat
Kab.Pangkep. Lapangan pekerjaan bergerak dalam bentuk produksi perikanan
(penangkapan, pemasaran, pengolahan serta kegiatan ekspor impor).

Dalam penelitian-penelitian terakhir telah membuktikan adanya pengaruh positif


dari makanan laut (seafood) terhadap kesehatan, khususnya bagi struktur fungsi
jantung serta otak. Komposisi kandungan gizi ikan terdiri dari protein 18%
(berupa asam asam amino esensial yang penting untuk pertumbuhan).
Berdasarkan data
kementerian perikanan dan kelautan, jumlah nelayan (laut dan perairan umum) di
Indonesia sebesar 2.755.794 orang akan tetapi lebih 50% atau 1.466.666 nelayan
berstatus sambilan utama dan sambilan tambahan. Jumlah nelayan mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun sebesar 2,06% namun stok ikan semakin
langkah.

Nelayan di Kab.Pangkep menggunakan alat tangkap berbagai jenis. Jumlah dan


jenis alat tangkap yang dipakai pada penangkapan ikan dominan jenis jaring
insang tetap dengan jumlah 973 unit. Kemudian disusul jenis pancing lainnya
sejumlah
758 unit kemudian jenis pancing cumi-cumi dengan jumlah 521 unit. Dari 13
jenis alat tangkap yang digunakan, jenis sero yang agak susah ditemui. Jenis sero
ini sudah sejak lama tidak digunakan oleh nelayan di pesisir dan kepulauan. Hal
ini menyangkut wilayah dengan stok ikan yang semakin mengecil. Telah
terjadi persaingan dalam penangkapan perikanan. Berbagai macam inofasi alat
tangkap juga telah di upayakan namun tetap saja peluang tersebut dibatasi oleh
penggunaan alat yang tidak ramah lingkungan. Sehingga terjadi upaya
persaingan yang lebih ke detructive fishing. Dinamika tersebut masih
saja terajdi di perairan Kab.Pangkep hingga sekarang ini. Olehnya itu upaya
pengawasam yang sangat intensif perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan
terhadap sumber daya dan mempertahankan stok sumberdaya secara
berkelanjutan.
Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Pangkep memberikan gambaran bahwa
komponen sumberdaya dalam bidang perikanan tangkap masih tetap menjadi
primadona. Dimana perhatian masyarakat terhadap potensi sumberdaya alam
khususnya di bidang perikanan tangkap terwadahi oleh aktifitas dan dinamika
pasar. Dengan demikian arah kebijakan pembangunan daerah Kab.Pangkep dapat
diwujudkan dengan perhatian khusus terhadap bidang perikanan tangkap.
Posisi perairan Kab. Pangkep yang secara geografis ditaksirkan memiliki
sumberdaya perikanan yang cukup besar seperti jenis tuna, ikan-ikan karang,
telur ikan terbang dan lain sebagainya. Namun, potensi tersebut, pemanfaatannya

IV -
1515
harus memiliki nilai jangka panjang karena bukan saja untuk memenuhi
kebutuhan warga negara saat ini melainkan sebagai cadangan semberdaya bagi
anak cucu kita. Olehnya itu perlu upaya pelestarian serta penangkapan yang
selektif dan

IV -
1616
ramah lingkungan. Tidak hanya itu permasalahan illegal fishing juga perlu
diperangi karena dianggap menjadi akar permasalahan pemanfaatan dan
perebutan wilayah dan pada akhirnya memicu konflik horisontal atau secara
vertikal. Konflik tersebut juga akan memicu destructive fishing yang berujung
kerusakan sumberdaya dan hilangnya stok sumberdaya perikanan dan kelautan.
Statistik perikanan Kabupaten Pangkep memperlihatkan bahwa produksi
perikanan tangkap tahun 2017 sebesar 15.310,20 ton. Sebagai wilayah kepulauan,
semestinya produksi perikanan Kab.Pangkep menjadi penghasil komoditas ikan
yang diperhatikan dalam skala nasional. WWF mengemukakan bahwa potensi
paceklik sumberdaya ikan di laut Indonesia semakin tinggi. Indikasinya terlihat
dari ketersediaan ikan yang diekspor, sementara permintaan ikan impor dari luar
semakin meningkat. Jika hal ini dibiarkan beberapa tahun ke depan masyarakat
hanya bisa makan sup plankton. Krisis ikan sudah mulai kita rasakan sekarang
ini, akibat mulai meningkatnya tingkat komsumsi ikan yang tidak dibarengi
dengan pertumbuhan produksi dan perlindungan pasar dalam negeri.
Adapun produksi perikanan tangkap per kecamatan di Kabupaten Pangkep
tahun
2017 sebagaimana pada gambar di bawah :
Mandalle

595,80 Sigeri

781,40 Ma'rang
559,10
Labbakkang'
823,50
618,70 Bungoro
- Tondong Tallasa
-
Balocci
110,40
766,30 Minasa Tene
2.259,30
2.784,40 Pangkajene
2.517,80 Liukang Tupabbiring Utara
3.603,90
Liukang Tupabbiring
Liukang Kalmas

Liukang Tangayya
- 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00

Gambar 4.3 Produksi Perikanan Tangkap per Kecamatan di Kabupaten Pangkep


b. Perikanan Budidaya
Perikanan budidaya di Kab. Pangkep dibagi menjadi budidaya laut (keramba
jaring apung) dan budidaya tambak. Kondisi geografis wilayah Kabupaten
Pangkep yang terdiri dari perairan laut dan daratan pastinya memiliki potensi
budidaya yang cukup besar. Wilayah darat berupa tambak dengan komuditi
udang, bandeng, kepiting dan lain sebagainya serta wilayah laut potensi budidaya
keramba jaring apung dan rumput laut. Namun demikina pemanfaatan potensi
budidaya tersebut perlu kajian-kajian kesesuaian dari sektor oseanografi, kondisi
tanah dan aspek lingkungan. Upaya lahan tamak di daratan juga perli
memperhatuikan keberadaan mangrove sebagai green belt. Potensi perikanan
budidaya seharusnya lebih meperhatikan aspek lingkungan karena terdapat
hubungan timbal balik diantara fungsi lingkungan dengan aktifitas budidaya.
Tabel 4.8 Potensi Perikanan Budidaya Kabupaten pangkep
No. Jenis Budidaya

1 Tambak
2 Laut
Sumber : RZWP3K Kabupaten Pangkep 2014

Potensi perikanan tambak di wilayah Kabupaten Pangkep sebesar 13.494,80 ha


dengan pemanfaatan sekitar 10.755,47 ha sehingga peluang pengembangan
sebesar 2.739,33 Ha. Menandakan bahwa lahan potensi perikanan tambak masih
cukup besar. Sedangkan untuk budidaya laut memiliki potensi sebesar 7.900 Ha.
Namun pemanfaatannya baru sekitar 1.421,90 Ha dengan demikian peluang
pengembangan budidaya laut cukup besar yaitu 6.478,20 Ha. Besarnya potensi
ini tentunya membutuhkan aspek intrinsik ekonomi dalam bentuk suplay dana
dalam proses pengembangannya. Dana ini berupa pinjaman atau bantuan dari
pemerintah dalam program pemberdayaa masyarakat dalam bentuk pemanfaatan
budidaya. Mengingat pemanfaatan budidaya memiliki modal yang cukup besar
dalam hal ini keramba jaring apung dengan konstruksi yang murah. Selain itu,
suplay bibit unggul untuk budidaya juga diperlukan bibit yang produktif.
Jumlah produksi perikanan budidaya laut memiliki jumlah yang cukup besar
dibandingkan produksi perikananj budidaya tambak. Pada tahun 2017
jumlah produksi perikanan budidaya laut sebesar 273.296 ton sedangkan
produksi budidaya tambak hanya 27.751 ton. Jumlah produksi budidaya laut
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Kegiatan perikanan budidaya
menggunakan keramba jaring apung berlangsung di empat kecamatan kepulauan
kab. Pangkep dengan komoditi udang lobster, kerapu, sunu dan lain sebagainya.
Sedangkan perikanan budidaya tambak berlangsung di wilayah pesisir pantai
Kab. Pangkep
dengan jenis komoditi udang, bandeng, dan
kepiting.
Mandalle
Sigeri
20.428,00
10.209,50 52.797,00 Ma'rang
Labbakkang'
18.799,00 Bungoro
1.466,00 Tondong Tallasa
3,00
Balocci
2,00
Minasa Tene
962,00
7.634,00 Pangkajene
11.801,00 Liukang Tupabbiring Utara
2.596,60 111.985,00 Liukang Tupabbiring
62.548,00
Liukang Kalmas
Liukang Tangayya
- 20.000,00 40.000,00 60.000,00 80.000,00100.000,00120.000,00

Gambar 4.4 Produksi Perikanan Budidaya per Kecamatan di Kabupaten Pangkep

2. Potensi Pariwisata
Pengembangan suatu daerah menjadi Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang ebrbasis
pada ekowisata, sangat bergantung kepada potensi daya tarik bentang alam dan
pemandangan (land configuration and landscape), seperti wilayah pesisir,
kepulauan bentangan terumbu, pantai dan gua-gua. Pengembangan pariwisata
bahari sangat dipengaruhioleh keanekaragaman hayati, ekosistem, habitat, spesies
bahkan genetik. Bahkan keberadaan flora dan fauna endemik. Peluang
pengembangan pariwisata berbasis ekowisata didukung oleh adanya
kecenderungan wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti
mencari gambaran baru tentang sisi lain
kehidupan yang mereka belum dapatkan di wilayah lain. Karena itu pula daya tarik
ekowisata tidak semata-mata terletak pada kelestarian lingkungan alam tetapi juga
dimensi budaya lokal baik dalam bentuk keunikan tradisi, seni pertunukan,
peninggalan sejarah maupun hasil-hasil budaya karya atau produk lokal yang
dianggap menarik oleh wartawan.
Kabupaten Pangkajene dan kepualauan memiliki banyak potensi wisata antara lain
wisata selam, snorkeling, pantai, berjemur dan lain sebagainya. Spot-spot selam juga
banyak terdapat di wilayah pulau-pulau kecil baik berupa obyek terumbu karang,
ikan karang, cumi-cumi, lobster dan lain-lain. Kegiatan ekowisata bertujua untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan, sehingga kelestarian
ekosistem dapat terjaga. Sebelum dilakukan pengembangan wisata perlu melalui
persyarata ekologis yang harus dipenuhi agar dapat menjadi obyek ekowisata yang
menarik.

Tabel 4.9 Daftar sentra kegiatan wisata di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Kabupaten pangkep
No Lokasi Wisata

1 Pulau Badi

2 Pulau Cengkeh

3 Pulau Pala
Pulau
4
Kapoposang

Pulau Pammang
5
Gangang

6 Pulau Saranti

Pulau
7
Panambungan

8 Pulau Pajenekang

Pulau Camba- Cambang


9

IV -
2020
Pulau
10
Papandangan

11 Pulau Langkadea

12 Pulau Laiya

13 Pulau Saugi

14 Pulau Kulambing

Pulau Kondong
15
Bali

Pulau
16
Kapoposang Bali

17 P.Kalukalukuang
18 Limbangan

Sumber : RZWP3K Kabupaten Pangkep 2014

Ekowisata dapat dikembangkan dalam kawasan konservasi. Apabila didalam


kawasan terdapat pedesaan dengan komunitas asli, akan dapat pula dikembangkan
wisata minat khusus atau alternative tourism. Wisatawan minat khusus pada
umumnya memeliki latar belakang intelektual yang lebih baik. Memiliki kepekaan
yang lebih terhadap etika, moralitas, dan nilai-nilai terntentu. Sekarang ini
wisatawan alternatif minat khususnya sudah menjadi bagian penting wisata dunia.
Diwilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan aktifitas wisata sudah sejak lama
digeluti oleh wisatawan. Terdapat berbagaimacam pulau yang memiliki karakteristik
khusus bagi wisatawan dengan obyek-obyek tertentu. Data dinas pariwisata
Kab.Pangkep telah mengidentifikasi 18 wilayah pesisir dan pulau yang memiliki
daya tarik khusus dengan berbagai bentk kegiatan wisata. Potensi ini tersebar
hingga ke wilayah pulau- pulau kecil terluar.
Pada tahun 2014 Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepuluan telah
mencanangkan satu pulau yang dijadikan sebagai sentra pariwisata yaitu Pulau
Camba-cambang. Pulau ini dijadikan sebagai gerbang minawisata bagi pulau-pulau
lain. Pulau ini juga diperuntukkan sebagai bank informasi bagi pemanfaatan
sumberdaya perikanan dan kelautan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Kabupaten Pangkep. Di sekitar pulau ini telah dilakukan secara intensif
pengembangan sarana dan prasarana pendukung pariwisata. Olehnya itu dalam
pengembangan kawasan konservasi perlu upaya mensinergiskan konsep-konsep
pariwisata yang berbasis lingkungan sehingga dalam pelaksanaannya dapat
memberikan sumbangsih dan diharapkan menjadi pilot project untuk
pengembangan maminawisata.
3. Potensi Pertanian

Tahun 2017, produksi padi sebesar 220.445 ton yang merupakan produksi tanaman
pangan yang terbesar dimana produksi terbesar terdapat di Kecamatan Minasatene.
Setelah itu adalah tanaman jagung sebesar 9.593 ton dengan produksi terbesar
terdapat di Kecamatan Sigeri.

19367 Mandalle

30151 Sigeri
20159
Ma'rang
40475
Labbakkang'
31306
17799 Bungoro
15393

40680
20622 Balocci

Minasa Tene
47
68
Liukang Tupabbiring Utara
123
1029 Liukang Tupabbiring

Liukang Kalmas

Liukang Tangayya
0 10000 20000 30000 40000 50000

Gambar 4.5 Produksi Pertanian Tanaman Pangan per Kecamatan di Kabupaten Pangkep

Produksi tanaman holtikultura berupa tanaman sayuran pada tahun 2017 sebesar
2.885 ton dengan produksi terbesar adalah tanaman cabai. Adapun sebaran
produksi tanaman sayuran di setiap kecamatan di Kabupaten Pangkep
sebagaimana pada gambar berikut :
Mandalle

Sigeri

Ma'rang
Labbakkang'

Bungoro

771,00 Tondong Tallasa


1
Balocci
7,00
16,00 Minasa Tene
-
Pangkajene

- Liukang Tupabbiring
Utara
Liukang Tupabbiring

- 200,00 400,00 600,00 800,00 1.000,00

Gambar 4.6 Produksi Pertanian Tanaman Sayuram per Kecamatan di Kabupaten Pangkep

Produksi tanaman buah-buahan yang terbesar adalah tanaman jeruk besar


yang merupakan salah satu potensi unggulan Kabupaten Pangkep dengan produksi
jeruk
terbesar terdapat di Kecamatan Ma’rang.

Mandalle
7.336,00
Sigeri
Ma'rang
320.432,00
Labbakkang'
7.455,00
Bungoro
4.187,00
1 1.973,00 Tondong Tallasa
1.562,00
1.825,00 Balocci
-
Minasa Tene
-
- Pangkajene
878,00
- 100.000,00 200.000,00 300.000,00 400.000,00

Gambar 4.7 Produksi Pertanian Tanaman Buah-buahan per Kecamatan di Kabupaten


Pangkep

4. Potensi Pertambangan
Kabupaten Pangkep telah mengalami proses-proses geologi yang sangat
kompleks. Dengan kerumitan dan/kekomplekan kondisi geologi tersebut
menyebabkan
terbentuknya berbagai jenis sumber daya mineral dan energi, serta air tanah,
demikian pula terbentuknya barisan pegunungan dimana pada lereng bagian barat
yang memanjang dari utara hingga ke selatan disusun oleh sebagian besar batu kapur
terdiri dari batu gamping dan marmer, kelompok batuan ini membentukpola
morfologi yang khas yaitu Topografi Karst. Sampai saat ini jenis bahan galian
yang telah dieksploitasi dan dimanfaatkan adalah batu gamping, tanah liat,
dan pasir silika/kuarsa untuk bahan galian industri semen, marmer, untuk batu
tempel, batu gunung dan sirtu untuk bahan bangunan, serta batu mulia untuk
permata, dan emas alluvial untuk perhiasan. Adapun potensi pertambangan dan
galian serta industry
pengolahan Kabupaten Pangkep sebagaimana pada gambar dibawah:
Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan
1199,4
1072,76 7741,44 8132,27
993,45 7077,96
897,46 919,56 5771,53 6522,2
5107,1

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 4.8 Produksi Pertambangan dan Galian serta Industry Pengolahan Kabupaten
Pangkep Tahun 2011-2017

Potensi sumberdaya bahan galian yang terkandung di Kabupaten Pangkep, terdiri


dari; batu gamping, marmer, pasir silika, tanah liat/lempung, rijang/chert, feldspar,
kaolin, basalt, batu sabak, batu bara, trakit, propilit, diorit, pasir-batu kali,
minerallogam, mineral radio aktif. Pertambangan dan galian yang terdapat di
Kabupaten Pangkep terdiri dari tambang galian golongan A, B dan C dan beberapa
jenis potensi tambang lainnya.
Laporan Draft Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

BAB V
KONDISI EKSISTING PELABUHAN MACCINI BAJI

5.1 Gambaran Umum Pelabuhan Maccini Baji


5.1.1 Letak Geografis Pelabuhan Maccini Baji
Dalam Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan, maka Pelabuhan Maccini Baji merupakan
Pelabuhan Kelas II dengan wilayah kerja Pelabuhan Biringkassi, Pelabuhan Balang
Lompo, Balo-baloang, Kalukalukuang, Sabutung, Sailus dan Sapuka.

Pelabuhan Maccini Baji merupakan Pelabuhan Umum terletak di Desa Pundata Baji,
Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Letak
Pelabuhan Umum Maccini Baji berada pada koordinat 4°46’ LS dan 119°29’ BT.

Gambar 5.1 Pelabuhan Maccini Baji

5.1.2 Wilayah Kerja Pelabuhan Maccini Baji


Pelabuhan Maccini Baji merupakan Pelabuhan Kelas II dengan wilayah kerja
Pelabuhan Biringkassi, Pelabuhan Pulau Balang Lompo, Pulau Balo-baloang, Pulau
Kalukalukuang, Pulau Sabutung, Pulau Sailus dan Pulau Sapuka (Peraturan Menteri
Nomor 77 Tahun 2018). Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor KP 432 Tahun 2017 yang mengatur tentang Rencana Induk Pelabuhan
Nasional, Pelabuhan Maccini Baji dalam penetapan hirarki pelabuhan merupakan
Pelabuhan Regional.

V-1
Gambar 5.2 Lokasi Pelabuhan Maccini Baji

5.1.3 Status Kepemilikan Lahan Darat Pelabuhan


Lahan area darat pelabuhan belum memiliki tanda bukti
kepemilikan/pengelolaan dengan luas lahan Pelabuhan Maccini Baji saat ini +
6.671,5 m2. Tata guna lahan di sekitar lokasi Pelabuhan Maccini Baji berupa
Kawasan pemukinan dan tambak. Lahan area darat Pelabuhan Maccini Baji yang
digunakan saat ini merupakan lahan dari hasil reklamasi dan sudah diberi pagar
keliling.

5.1.4 Kondisi Topografi dan Status Lahan


Kondisi topografi di Pelabuhan Maccini Baji relatif datar dengan kemiringan lahan
area darat < 5 %. Lahan area darat Pelabuhan Maccini Baji yang digunakan
saat ini merupakan lahan dari hasil reklamasi dan sudah diberi pagar keliling.
Namun sampai dengan saat ini lahan area darat tersebut belum memiliki tanda bukti
kepemilikan / pengelolaan.

5.1.5 Kondisi Kawasan Perairan


Kondisi perairan di Pelabuhan Maccini Baji memiliki kedalaman berkisar antara -2 m
LWS s/d -6 m LWS. Sedangkan kedalaman kolam pelabuhan berkisar antara -4 m
LWS s/d -6 m LWS. Berdasarkan hasil Studi Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja
(DLKr)
dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) tahun 2016, tipe pasang surut di
perairan sekitar Pelabuhan Maccini Baji adalah campuran yang condong ke harian
tunggal dengan tunggang air maksimum 180 cm. Kecepatan arus di perairan ini
maksimum 28 m/menit, dengan tinggi gelombang maksimum 1,5 meter pada bulan
Desember s/d Februari.

5.1.6 Kegiatan yang dilayani di Pelabuhan secara Umum


Secara umum kegiatan yang dilayani di Pelabuhan Maccini Baji terdapat 2 jenis
kegiatan yaitu kegiatan bongkar muat barang dan naik turun penumpang. Bongkar
muat barang umumnya muatan semen produksi PT. Semen Tonasa yang diangkut
menuju wilayah timur Indonesia dan Pulau Kalimantan dengan kemasan sak yang
diangkut menggunakan kapal-kapal pelayaran rakyat berukuran 10 – 15 GT, serta
muatan barang yang diangkut dengan kapal perintis. Muatan penumpang umumnya
penumpang yang menggunakan kapal perintis dan penumpang lokal yang akan
menuju/dari wilayah kepulauan sekitar Kabupaten Pangkep dengan menggunakan
kapal-kapal pelayaran rakyat berukuran kecil 1 – 3 GT sebagian besar juga merupakan
masyarakat Kabupaten Pangkep yang akan berkunjung ke pulau-pulau di wilayah
Kecamatan Tupabbiring dan Tupabbiring Utara. Kunjungan wisatawan lokal yang
akan mengunjungi Pulau Camba- cambang juga melalui Pelabuhan Maccini Baji.
Sehingga wilayah hinterland Pelabuhan Maccini Baji berdasarkan asal tujuan muatan
adalah seluruh wilayah Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan.. Untuk angkutan
penumpang, yang memanfaatkan kapal perintis sebagian besar adalah penduduk
Kabupaten Pangkep menuju wilayah kepulauan di Kecamatan Liukang Tangayya.
Kapal yang regular bersandar di Pelabuhan Maccini Baji adalah Kapal Perintis Papua
Dua yang melayani pergerakan penumpang menuju/dari wilayah Kepulauan di
Kecamatan Liukang Tupabbiring dan Liukang Tangayya dengan interval kedatangan
11
-14 hari..

5.1.7 Kondisi Wilayah Sekitar Pelabuhan


Secara garis besar wilayah daratan Kabupaten Pangkep ditandai dengan bentang
alam wilayah dari derah dataran rendah sampai pegunungan. Dimana potensi cukup
besar juga terdapat pada wilayah daratan Kabupaten Pangkep yaitu ditandai dengan

V-3
terdapatnya sumber daya alam berupa hasil tambang, seperti batu bara, marmer, dan
semen.

V-4
Disamping itu potensi pariwisata alam yang mampu menambah pendapatan daerah.
Kecamatan yang terletak pada wilayah daratan Kabupaten Pangkep yaitu terdiri
dari: Kecamatan Pangkajene, Kecamatan Balocci, Kecamatan Bungoro,
Kecamatan Labakkang, Kecamatan Ma’rang, Kecamatan Segeri, Kecamatan
Minasa Te’ne Kecamatan Tondong Tallasa, dan Kecamatan Mandalle.
Merupakan wilayah yang memiliki kompleksitas memiliki potensi wilayah yang
sangat besar untuk dikembangkan secara lebih optimal, untuk mendukung
perkembangan wilayah Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan. Adapun kecamatan
yang terletak dalam wilayah kepulauan di Kabupaten Pangkep yaitu: Kecamatan
Liukang Tuppabiring, Liukang Tupabbiring Utara, Kecamatan Liukang Kalmas dan
Kecamatan Liukang Tangayya.
Wilayah sekitar pelabuhan merupakan wilayah pemukiman penduduk dan tambak.
Umumnya penduduk sekitar berprofesi sebagai nelayan dengan tingkat Pendidikan
sebagian besar hanya pada jenjang sekolah dasar.

Gambar 5.3 Wilayah sekitar Pelabuhan Maccini Baji

5.1.8 Kondisi Jalan Akses menuju Pelabuhan


Jarak Pelabuhan Maccini Baji ini dari Kota Makassar Ibu Kota Provinsi Sulawesi
Selatan berkisar ± 65 Km. Perjalanan darat dari Kota Makassar dapat ditempuh dalam
waktu 2 jam melalui Jalan Poros Makassar dengan kondisi jalan yang sudah cukup
baik. Jalan akses dari dan ke Pelabuhan Maccini Baji berupa jaringan jalan lokal
kabupaten dan jalan lingkungan yang menghubungkan pelabuhan dengan daerah
pemukiman dan
jalan poros provinsi. Kondisi jalan akses secara umum baik, dimana konstruksi jalan
berupa beton dan aspal dengan lebar 6-8 meter. Akses jalan provinsi menuju
Pelabuhan Maccini Baji berjarak 8,1 km. Sementara kondisi jalan masuk pelabuhan
adalah jalan beton, dengan dengan lebar 5-7 meter.

Gambar 5.4 Kondisi Jalan Eksisting menuju Pelabuhan Maccini baji

5.2 Plot Pelabuhan disekitar Lokasi Studi


Terdapat beberapa pelabuhan di wilayah Sulawesi Selatan yang terletak
disekitar pelabuhan Maccini diantaranya pelabuhan Garongkong, pelabuhan
Biringkassi,
pelabuhan Makassar, pelabuhan Boddia, pelabuhan Jeneponto, pelabuhan
Mattoangin.

Pelabuhan Parepare
Pelabuhan Awerange

Pelabuhan Maccini Baji

V-5
Gambar 5.5 Lokasi Pelabuhan di Wilayah Sulawesi Selatan di sekitar pelabuhan kajian

V-6
Sementara untuk dalam wilayah Kabupaten Pangkep terdapat pula beberapa lokasi
pelabuhan/dermaga eksiting antara lai : Pelabuhan Biringkassi, dermaga Pangkajene,
dermaga Kalibone, dermaga Pungkalawaki, dermaga Bawasalo, dermaga Politani,
dan lain-lain yang mengakomodir pergerakan antar pulau-pulau dalam Kawasan
gugus kepulaua Kabupaten Pangkep.

Gambar 5.6 Lokasi Pelabuhan/dermaga di sekitar pelabuhan kajian dalam


wlayah
Kabupaten Pangkajene Kepulauan

5.3 Hinterland Pelabuhan


Hinteland merupakan daerah belakang suatu pelabuhan, dimana luasnya relatif dan
tidak mengenal batas administraif suatu daerah, propinsi, atau batas suatu negara
tergantung ada atau tidaknya pelabuhan yang berdekatan dengan daerah tersebut.
Jaringan transportasi darat seperti jalan raya, kereta api, dan lalu lintas sungai
memegang peranan penting pada suatu wilayah hinterland. Faktor yang
mempengaruhi ukuran Daerah hinterland adalah faktor aksesibilitas dan volume arus
muatan. Daerah hinterland dapat terpisah secara geografis, maka dari itu kedua
faktor tersebut sangat berpengaruh.
Pelabuhan tidak dapat dipisahkan dengan daerah hinterlandnya. Wilayah hinterland
pelabuhan adalah daerah-daerah yang terletak di sekitar pelabuhan termasuk

V-6
didalamnya adalah kota pelabuhan itu sendiri dan kota-kota serta daerah-
daerah

V-7
pedalaman di luar kota pelabuhan yang memiliki hubungan ekonomi dengan
pelabuhan. Termasuk daerah hinterland adalah pelabuhan-pelabuhan kecil di
sekitar pelabuhan. Interrelasi antara hinterland dan pelabuhan bersifat saling
menguntungkan, karena pelabuhan memiliki fungsi sebagai tempat yang mempunyai
berbagai fasilitas untuk untuk memasarkan produk-produk hinterland keluar daerah
atau luar negeri, dan sebaliknya juga sebagai tempat untuk mengimpor produk-
produk dari luar negeri atau luar daerah ke hinterland melalui jalur pelayaran.
Sehingga bias diartikan hinterland merupakan daerah penyangga yang merupakan
produsen dan konsumen komoditas bongkar muat.
Sehingga penentuan hinterland Pelabuhan Maccini Baji dilakukan
berdasarkan beberapa kriteria, yaitu :
1. Posisi Pelabuhan Maccini Baji dan daerah
sekitarnya
2. Jaringan transportasi dan akses ke
pelabuhan
3. Potensi ekonomi/komoditi yang dapat
dikembangkan
4. Tata guna lahan
5. Rencana pengembangan wilayah
provinsi/kabupaten
Gambar 5.7 Wilayah Hinterland Pelabuhan Maccini Baji
Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, maka yang menjadi wilayah hinterland
Pelabuhan Maccini Baji adalah seluruh wilayah administrasi Kabupaten Pangkajene
dan Kepulauan.

5.4 Kondisi Topografi dan Bathimetri


5.4.1 Hasil Kerangka Dasar Horisontal
Berdasarkan data topografi yang diperoleh selanjutnya melalui proses hitungan,
diperoleh jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui
koordinatnya (x, y, z). Untuk menentukan tinggi titik B dari titik A yang telah
diketahui koordinat (x, y, z) digunakan rumus sebagai berikut:

Dd = DoCos2m
Dd = 100(Ba-Bb)Cos2m
Dimana:
TA = Titik tinggi A yang telah
diketahui TB = Titik tinggi B yang akan
diketahui ΔH = Beda tinggi antara titik
A dan B
Ba = Bacaan benang diafragma atas
Bb = Bacaan benang diafragma bawah
Bt = Bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Do = Jarak optis [100(Ba-Bb)]
m = Sudut miring

Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya


kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-
titik bantu yang membentuk jaringan polygon kompas terikat sempurna. Sebagai
konsekuensinya pada jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara
magnetis dengan arah orientasi utara peta, sehingga sebelum dilakukan hitungan data
azimuth magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis.
Hubungan matematik koreksi BoussoleI (C) adalah:
C=αg–αm
Dimana:
g = Azimuth Geografis
m = Azimuth Magnetis

Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada skala peta
yang akan dibuat, selain itu untuk keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi
yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat. Hasil dari pengukuran berupa data
ray dari masing-masing ruas jalur poligon yang menyajikan ketinggian titik-titik
tanah yang dipilih dan posisi bangunan yang dianggap penting. Hasil perhitungan
koordinat titik dalam tiap ray lalu diikatkan pada masing-masing patoknya sehingga
didapatkan posisinya terhadap bidang referensi. Secara jelas titik-titik ini dapat dilihat
pada gambar topografi yang memiliki skala rinci.

5.4.2 Hasil Survei Batimetri


1. Koreksi terhadap kedalaman
Data yang tercatat pada echosunder adalah jarak antara transducer ke dasar
perairan. Transducer tersebut diletakkan di bagian belakang atau samping kapal,
di bawah permukaan air (tidak melebihi lunas kapal) yang terpengaruh oleh
pasang surut. Oleh sebab itu diperlukan suatu koreksi kedalaman terhadap jarak
transducer ke permukaan air (draft) dan koreksi kedalaman terhadap pasang
surut. Gambar berikut menampilkan sketsa definisi besaran-besaran panjang
yang terlibat dalam proses koreksi tersebut.

Gambar 5.8. Sketsa definisi besaran-besaran yang terlibat dalam koreksi kedalaman
Ket. Gambar:
EMA= Elevasi muka air diukur dari nol papan duga
(peilschaal)
Z = Kedalaman air hasil saounding (jarak dasar perairan ke
transducer) A = Jarak transducer ke muka air

Dari definisi-definisi di atas, maka elevasi dasar saluran dihitung dari nol papan duga adalah
(ED): ED = Z + A – EMA
2. Pengikatan terhadap elevasi referensi
Hasil dari koreksi pertama (koreksi terhadap jarak transducer ke muka air dan
terhadap pasang surut) menghasilkan elevasi dasar perairan terhadap nol papan
duga (peilschaal). Elevasi ini kemudian diikatkan kepada elevasi BM-01 Maccini
Baji yang dihitung pada pengolahan data pasang surut. Pengikatan terhadap
BM-
01 Maccini Baji dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut
ini:

EDTTG = ED – EPasut

Ket. : EDPASUT = Elevasi dasar perairan relatif terhadap


PASUT
ED = Elevasi dasar perairan relatif terhadap non papan duga
(peilshcaal) EPASUT = Elevasi PASUT relatif terhadap nol papan duga
(peilschaal)

Berdasarkan data lapangan serta prinsip pengikatan diatas maka didapatkan


untuk elevasi BM-01 Maccini Baji adalah mempunyai nilai sebesar +4.214m.
Laporan Draft Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

V-11
3. Rumusan kedalaman sebenarnya
Setiap pengukuran kedalaman yang dilakukan menggunakan wahana apung
memiliki ketergantungan pada waktu pengukuran, tinggi rendah muka air terhadap
nol ketinggian, kondisi fisis perairan (suhu, salinitas, dan berat jenis air laut).
Dengan demikian data kedalaman yang diperoleh perlu direduksi untuk
mengetahui kedalaman sebenarnya sebelum dilakukan penandaan titik fix perum di
atas peta.
Kedalaman sebenarnya diperoleh dengan mengoreksi kedalaman pengukuran
terhadap beberapa parameter, yaitu reduksi pasang surut, koreksi barcheck dan
waktu pengukuran.
Adapun penelitian pengaruh suhu air, salinitas dan berat jenis air terhadap
penjalaran gelombang akustik dapat dianggap terkoreksi bersamaan dengan
koreksi barcheck. Pengaruh ini biasanya sangat kecil dan kurang dari 0,5 dm.

5.5 Kondisi Pasang Surut


Berdasarkan data pengamatan selama 30 hari pengamatan, selanjutnya dilakukan
analisis untuk mendapatakan konstanta pasang surut dan hasilnya seperti pada tabel
berikut.

Tabel 5.1 Hasil analisis konstanta harmonic pasang surut


No Constituents
g
Average water level
0.

Main lunar constituent


1.

Main solar constituent


2.

Lunar constituent, due to Earth-


Moon distance
3.

Soli-lunar constituent, due to the change of declination

4.

Soli-lunar constituent
5.

Main lunar constituent


6.

V-12
Main solar constituent
7.

Main lunar constituent


8.

Soli-lunar constituent
9.

Sumber : hasil analisis

Sementara itu, data dan grafik elevasi muka air untuk 30 hari pengamatan dapat
dilihat pada tabel dan gambar berikut.
Tabel 5.2 Data Hasil Pengamatan Pasang Surut

Waktu 0.00 1.00 2.00 3.00


10 10 18 0.86 0.86 0.85 0.82
11 10 18 0.87 0.86 0.83 0.80
12 10 18 0.90 0.88 0.84 0.80
13 10 18 0.94 0.91 0.87 0.81
14 10 18 0.99 0.96 0.91 0.84
15 10 18 1.04 1.01 0.95 0.88
16 10 18 1.08 1.05 0.99 0.93
17 10 18 1.10 1.07 1.03 0.96
18 10 18 1.09 1.07 1.04 0.99
19 10 18 1.06 1.05 1.02 0.98
20 10 18 1.00 1.00 0.98 0.95
21 10 18 0.95 0.94 0.92 0.90
22 10 18 0.90 0.89 0.86 0.83
23 10 18 0.87 0.86 0.83 0.80
24 10 18 0.88 0.85 0.81 0.77
25 10 18 0.90 0.87 0.82 0.76
26 10 18 0.95 0.91 0.85 0.78
27 10 18 0.99 0.95 0.89 0.81
28 10 18 1.04 1.00 0.93 0.85
29 10 18 1.08 1.04 0.97 0.89
30 10 18 1.11 1.07 1.01 0.93
31 10 18 1.13 1.09 1.03 0.96
1 11 18 1.14 1.10 1.04 0.97
2 11 18 1.12 1.09 1.04 0.97
3 11 18 1.09 1.06 1.01 0.95
4 11 18 1.05 1.02 0.97 0.91
5 11 18 1.01 0.98 0.93 0.87
6 11 18 0.97 0.94 0.90 0.84
7 11 18 0.95 0.92 0.86 0.80
8 11 18 0.95 0.91 0.85 0.78

V-14
Sumber : hasil analisis Gambar 5.9 Grafik elevasi muka air

V-15
Laporan Draft Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

Dengan menggunakan konstanta pasang surut, selanjutnya tungang pasang di lokasi


studi dapat dihiung dan hasilnya seperti gambar berikut.

MHHWL 1.0

MHWL 0.8
MSL 1.6 2.0

MLWL -0.8

MLLWL -1.0

Sumber : hasil analisis


Gambar 5.10 Tungang pasang di lokasi studi

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pada saat spring tide tunggang pasang
mencapai
2 m.

5.6 Kondisi Arus dan Gelombang


Dari data angin hasil pengukuran, selanjutnya dilakukan analisis untuk mendapatkan
beberapa parameter penting, yakni arah angin yang dominan, kecepatan angin pada
berbagai arah dan kecepatan angin rata-rata sebagai fungsi dari arah hembusan angin.
Dari hasil analisis data angin, diperoleh persentasi kejadian angin berdasarkan arah
seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.3 Persentasi distribusi angina rata-rata tahunan (2001 – 2016)

IV-16
Data diatas kemudian dibuatkan data statistik dalam bentuk mawar angin (wind
rose).

Gambar 5.11 Windrose Kecepatan Angin Rata-rata Tahunan (2001 – 2016) Kejadian

angin yang paling besar atau sering terjadi adalah angin yang berhembus dari
arah timur (71,11%), disusul masing-masing dari barat (19,44%), selatan (5,56%),
barat daya (2,22%), tenggara (1,11%), utara (0%), timur laut (0%) dan barat laut (0%).

Sekalipun persentasi angin dari arah timur dan barat cukup besar, tetapi tidak
berpotensi menimbulkan gelombang. Berikut disajikan Waverose ketinggian
gelombang tahunan dan presentasi Distribusi Frekuensi Ketinggian Gelombang 10
tahun terakhir di perairan sekitar Pelabuhan Maccini Baji.
Tabel 5.4 Persentasi distribusi frekuensi Ketinggian Gelombang 10 tahun
terakhir
Gambar 5.12 Waverose Ketinggian Gelombang 10 tahun terakhir

5.7 Fasilitas Eksisting Pelabuhan Maccini Baji


Beberapa fasilitas yang tersedia di Pelabuhan Maccini Baji antara lain seperti
yang ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 5.5 Fasilitas Pelabuhan Maccini Baji

No Fasilitas

A. Fasilitas Sisi Laut

1 Kolam Pelabuhan

2 Alur Pelabuhan

3 Dermaga Beton

4 Trestel

5 Causeway

6 Talud
B. Fasilitas Sisi Darat
1 Lahan Pelabuhan
2 Kantor Pelabuhan
3 Shelter Penumpang

4 Jalan lingkungan

5 Area Parkir
Lapangan
6
Penumpukan
7 Pintu Gerbang
Pagar area
8
pelabuhan
9 Revertment
10 Menara suar
11 Menara air
Sumber : Laporan DLKr DLKp Tahun 2016

Dermaga
P 270 m
L=8m Trestel
P 250 m
L=6m

Area Parkir
Luas = 1.390 m

Ruang Tunggu Kantor


Gambar 5.13 Layout Pelabuhan Maccini Baji

Lahan area darat Pelabuhan Maccini Baji seluas + 6.671,5 m2 saat ini merupakan
lahan dari hasil reklamasi dan sudah diberi pagar keliling. Namun sampai saat ini
lahan area darat tersebut belum memiliki tanda bukti kepemilikan/pengelolaan.
Lokasi yang memiliki sertifikat hak milik adalah pada lokasi Kantor Pelabuhan
Biringkassi yang berlokasi di Kelurahan Pundata Baji Kecamatan Labbakkang seluas
+ 700 m2.
Gambar 5.14 Dermaga Pelabuhan Maccini Baji

Gambar 5.15 Kantor Operasional Pelabuhan Maccini Baji

Gambar 5.16 Gerbang dan Pos Jaga


Gambar 5.17 Fasilitas Ruang Tunggu dan Mesjid

Selain dermaga beton sebagai fasilitas tambat bagi kapal perintis dan kapal-
kapal pelayaran rakyat, terdapat fasiltas tambat berupa dermaga kayu yang
diperuntukkan bagi kapal pelayaran rakyat yang berukuran relative kecil 1 – 3 GT
untuk melayani angkutan antar pulau di sekitar Pelabuhan Maccini Baji.

Gambar 5.18 Fasilitas Tambatan Kapal Angkutan Antar Pulau

5.8 Kedalaman Kolam dan Alur Pelabuhan

Alur Pelayaran di Laut adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari kapal
angkutan laut. Alur pelayaran bertujuan untuk mengarahkan kapal-kapal yang akan
keluar masuk ke pelabuhan sehingga pelabuhan bisa lebih teratur. Alur
pelayaran harus memiliki kedalaman dan lebar yang cukup agar bisa dilalui kapal-
kapal yang direncanakan akan berlabuh.
Alur pelayaran di dalam pelabuhan bertujuan sebagai penghubung antara daerah
tempat kapal melempar sauh (kapal menunggu biasanya di luar breakwater apabila
ada) dengan daerah perairan dekat dermaga (biasanya di dalam breakwater, kolam
pelabuhan). Kondisi perairan di Pelabuhan Maccini Baji berkisar antara -2 m LWS
s/d -6 m LWS. Sedangkan kedalaman kolam pelabuhan berkisar antara -4 m LWS s/d
-6 m LWS.

5.9 Data Peralatan dan Bongkar Muat Pelabuhan


Pelabuhan Maccini Baji saat ini belum memiliki peralatan untuk menunjang
kegiatan bongkar muat barang dari dan/ke dermaga. Sehingga penanganan bongkar
muat masih dilakukan dengan tenaga manusia.

5.10 Data Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Pelabuhan Maccini Baji


Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) yang terdapat di Pelabuhan Maccini
Baji yaitu berupa rambu suar sebanyak 1 (satu) unit.

Gambar 5.19 Fasilitas Rambu Suar di Pelabuhan Maccini Baji

5.11 Spesifikasi Kapal yang Tambat di Pelabuhan Maccini Baji dan Trayek Pelayaran
Pelabuhan Maccini Baji merupakan salah satu pelabuhan yang termasuk dalam trayek
perintis. Saat ini kapal perintis yang menyinggahi Pelabuhan Maccini Baji adalah
Kapal Perintis Papua Dua yang melayani trayek menuju wilayah kepulauan
Kecamatan Liukang Tangayya antara lain Pulau Balo-baloang, Pulau Matalaang,
Pulau Sapuka dan Pulau Sailus dan berkhir pada Pelabuhan Badas di Nusa Tenggara
Barat. Jumlah trip per tahun sebanyak 21 – 26 trip dangan waktu siklus 11 – 14 hari.
Selain itu kapal-kapal pelayaran rakyat yang dominan mengangkut semen dengan
daerah tujuan Pulau Kalimantan. Selain itu Pelabuhan Maccini Baji juga memiliki
fasilitas tambat untuk
perahu-perahu yang melayani angkutan antar pulau menuju pulau-pulau di
wilayah
Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara.

Kapasitas kapal perintis Papua Dua sebesar 350 ton DWT yang merupakan tipe kapal
penumpang barang dengan Panjang Loa 44,67 meter dan kecepatan operasi 12 knot.
Kapasitas angkut penumpang sebanyak 100 orang.

Gambar 5.20 KM. Papua Dua

Adapun kapal perintis Papua Dua yang menyinggahi Pelabuhan Maccini Baji
melayani trayek dengan rute Maccini Baji - P. Balang Lompo – P. Balo-baloang
Lompo – P. Matalaang – P. Sapuka Lompo – P. Saillus Lompo – Badas/Khayangan
– P. Sailus Lompo – P. Sapuka Lompo – P. Matalaang – P. Balobaloang Lompo – P.
Balang Lompo
– Maccini Baji. Adapun gambaran trayek kapal perintis sebagaimana pada gambar
berikut :
Gambar 5.21 Trayek Angkutan Perintis di Wilayah Kepulauan Kabupaten
Pangkep

Selain pelayaran perintis, juga terdapat kapal pelayaran rakyat yang tambat di
Pelabuhan Maccini Baji. Sebagian besar kapal tersebut melayani rute menuju
Indonesia Timur dan mayoritas mengangkut semen.

Gambar 5.22 Angkutan Pelayaran Rakyat di Pelabuhan Maccini Baji

5.12 Data Operasional Pelabuhan


5.12.1 Arus Bongkar Muat Barang
Dalam kaitannya dengan kegiatan operasional pelabuhan Maccini Baji maka perlu
diketahui aktifitas operator termasuk waktu kerja yang diberlakukan di pelabuhan
dalam hal ini adalah UPP Pelabuhan Maccini Baji. Untuk hari kerja pelabuhan
adalah 7 hari,
dan untuk jam kerja selama 20 jam. Sedangkan jam kerja kantor adalah 8 jam dan
hari kerja kantor selama 5 hari.

Tahun 2017 jumlah kunjungan kapal di Pelabuhan Maccini Baji sebanyak 524 unit
dengan total GT sebesar 60.515. Selama satu tahun tidak terdapat barang yang
dibongkar dan penumpang yang turun di Palabuhan Maccini Baji. Namun jumlah
barang yang dimuat sebanyak 63.315 ton yang kebanyakan adalah muatan
semen dengan kemasan sak yang diangkut dengan kapal-kapal pelayaran rakyat
menuju Pulau Kalimantan. Sedangkan jumlah penumpang yang naik sebesar 3.133
penumpang yang umumnya menggunakan kapal perintis dengan tujuan wilayah
kepulauan Kabupaten Pangkep yaitu pulau-pulau dmi Kecamatan Liukang
Tupabbiring dan Kecamatan Liukang Tangayya. Berikut adalah data kunjungan
kapal dan arus bongkar muat pada Pelabuhan Maccini Baji dari tahun 2012 hingga
tahun 2017.
Tabel 5.6 Arus Kunjungan Kapal dan Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Maccini
Baji Tahun 2012-2017

Tahun

2012
2013
2014
2015
2016
2017

Berdasarkan data pada table di atas terlihat bahwa arus kunjungan kapal di Pelabuhan
Maccini Baji mengalami fluktuasi dimana tahun 2014 arus kunjungan kapal
mengalami peningkatan tertinggi sebesar 61%. GT kapal yag masuk di Pelabuhan
Maccini Baji selama 6 (enam) tahun terakhir mengalami pertumbuhan sebesar 6%,
sedangkan arus bongkar muat barang mengalami pertumbuhan sebesar 53%.

5.12.2 Arus Naik Turun Penumpang


Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor UPP Pelabuhan Maccini Baji, arus turun
naik penumpang di Pelabuhan Maccini Baji dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
terakhir yang terdata hanya untuk tahun 2012, 2014, dan 2016 sebagaimana pada table
berikut :
Tabel 5.7 Arus Penumpang di Pelabuhan Maccini Baji Tahun 2012-2017

Tahun

2012
2013
2014
2015
2016
2017

5.13 Kinerja Eksisting Pelabuhan Maccini Baji

Kinerja pelabuhan Maccini Baji tahun 2017 yang ditinjau adalah tingkat pemanfaatan
dermaga eksisitng. Dengan mengambil acuan Panjang kapal yang singgah yaitu KM.
Papua Dua 44,67 meter, dengan asumsi Berthing Time (BT) 24 jam. Maka dengan
panjang tambatan 270 meter maka tersedia 5 tambatan dengan asumsi jarak antara
kapal
10. Meter. Sehingga dengan waktu tersedia selama satu tahun 8.760 jam maka
diperoleh tingkat pemanfaatan dermaga eksisting (BOR) sebesar 26,41 % dimana nilai
ini menunjukkan tingkat pemanfaatan dermaga Pelabuhan Maccini Baji masih sangat
jauh dari nilai optimal 70%.
Laporan Draft Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

BAB VI
PERMINTAAN JASA PELABUHAN

6.1 Cakupan dan Periodisasi Proyeksi Permintaan


Proyeksi permintaan jasa pelabuhan digambarkan dalam proyeksi bongkar-muat
barang dan turun naik penumpang kapal di Pelabuhan Maccini Baji yang dilakukan
berdasarkan hasil olah data yang tahun 2010-2017. Disamping itu berbagai fakta
dan informasi yang relevan dan berpengaruh terhadap permintaan yang diperoleh
dilapangan (fact finding) seperti potensi daerah pengaruh Pelabuhan Maccini Baji
dan variabel yang terindikasi berpengaruh terhadap permintaan serta perkiraan
kecenderungan pertumbuhan permintaan pada masa yang akan datang, merupakan
variabel yang dipertimbangkan dalam menentukan proyeksi bongkar muat untuk
masa yang akan datang.
Cakupan proyeksi permintaan meliputi antara lain
:
 Bongkar-Muat barang di Pelabuhan Maccini
Baji
 Naik-turun penumpang di Pelabuhan Maccini
Baji
 Proyeksi kunjungan kapal di Pelabuhan Maccini
Baji.

Dalam rangka menyusun Studi peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji,


masa kurun waktu (periode) proyeksi permintaan diselaraskan dengan periodisasi
(pentahapan) perencanaan pembangunan sesuai peraturan yang berlaku, yaitu
selama
20 (dua Puluh) tahun kedepan yang dibagi dalam 3 (tiga) tahapan perencanaan
sebagai berikut:
1. Rencana Jangka Pendek, meliputi kurun waktu 5 (lima) tahun pertama, yaitu
tahun
2019-2023,
2. Rencana Jangka Menengah, meliputi kurun waktu 5 tahun berikutnya, yaitu
tahun
2024-2028,
3. Rencana Jangka Panjang, meliputi kurun waktu 10 tahun yang kedua, yaitu
tahun
2029-2038.
VI-1
Laporan Draft Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

6.2 Metodologi
Pada bagian ini diuraikan metodologi yang digunakan dalam melakukan peramalan
(forecasting) atau proyeksi arus barang dan penumpang pada waktu yang akan
datang, selama masa perencanaan pengembangan 20 tahun kedepan sampai
dengan tahun
2038. Selanjutnya arus kunjungan kapal (ship calls) akan diperkirakan berdasarkan
hasil proyeksi barang dan penumpang tersebut.
Sebagai dasar peramalan adalah data arus barang dan penumpang masa lampau
yang terjadi pada Pelabuhan Maccini Baji tahun 2017.
Penyusunan proyeksi dimaksudkan untuk mengetahui permintaan atas layanan
kapal, barang dan penumpang yang selanjutnya digunakan untuk menetapkan
kebutuhan fasilitas dan peralatan pelabuhan pada tahun-tahun tertentu sesuai tahap-
tahap perencanaan program pengembangan pelabuhan yang ditetapkan dalam 3
tahapan tersebut diatas.
Secara keseluruhan metodologi yang akan dilakukan dalam melakukan
proyeksi
disajikan dalam gambar diagram alir (flow chart)
berikut.

Analisa Data

Penetapan Hinterland Pelabuhan

(PDRB & Kependudukan)


Indikator Sosio Ekonomi

Faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Proyeksi B/M Barang dan Penumpang


(Cargo & Passengers Forecast)

Proyeksi Kunjungan
Kapal Penumpang, barang
Laporan Draft Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan
Gambar 6.1. Diagram Alir Metodologi Proyeksi Barang dan Penumpang
6.2.1. Analisa Data
Analisa data dilakukan untuk memperoleh gambaran perkembangan kegiatan lalu
lintas barang dan penumpang serta kunjungan kapal di pelabuhan pada masa yang
lampau baik dari segi karakteristik serta kecenderungannya. Termasuk
mempersiapkan analisa terhadap data dan atas jasa-jasa pelabuhan bagi lalu lintas
barang dan penumpang pada masa lampau maupun kemungkinannya pada masa
yang akan datang.
Termasuk dalam pekerjaan analisa data adalah melakukan klarifikasi terhadap
kelengkapan dan kualitas data dan informasi yang diperoleh dilapangan sehingga
dapat diperoleh data-data informasi yang cukup dengan tingkat kebenaran dan
akurasi yang memadai, yang dapat memberikan gambaran keadaan dan
perkembangan kegiatan pelabuhan yang real pada masa lampau dan kedaannya saat
ini. Dengan demikian pada saat data-data tersebut bdipergunakan dalam modeling
peramalan (proyeksi) pada masa yang akan datang tidak akan menimbulkan distorsi
yang akan mengurangi tingkat kepercayaan terhadap hasil-hasil proyeksinya.

6.2.2. Hinterland Pelabuhan


Wilayah hinterland dari pelabuhan ditentukan berdasarkan faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Arus barang yang melalui angkutan laut yang menghubungkan dengan
pelabuhan.
2. Arus barang melalui angkutan darat yang menghubungkan dengan
pelabuhan.
3. Wilayah pengaruh dari pelabuhan yang berdekatan dengan pelabuhan
yang dikembangkan.
4. Batas-batas wilayah
administratif.

Secara administratif kewilayahan maka hinterland Pelabuhan Maccini Baji


dalam kajian ini adalahseluruh wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

6.2.3. Indikator Sosio Ekonomi


Indikator sosio-ekonomi yang digunakan dalam memproyeksikan permintaan
adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk di wilayah
hinterland. PDRB mencerminkan keadaan dan pertumbuhan perekonomian
daerah, sehingga merupakan indikator yang memiliki kaitan erat dengan
perkembangan perdagangan di daerah tersebut sedangkan penduduk merupakan
subyek ekonomi yang membangkitkan adanya permintaan akan barang dan jasa-jasa.
Jumlah penduduk dan PDRB pada tahap-tahap tahun perencanaan di proyeksikan
dengan menggunakan model trend, model korelasi regresi linier dan
analisa
pertumbuhan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar berikut ini.

Data Statistik Kependudukan


Hinterland Pelabuhan

Laju Pertumbuhan Penduduk

Proyeksi Penduduk Proyeksi Penduduk


Atas dasar trend Atas dasar Rata2 Laju

Proyeksi Penduduk

Gambar 6.2. Diagram Alir Proyeksi Kependudukan

Data PDRB dari Hinterland


Pelabuhan

Laju Pertumbuhan PDRB

Proyeksi PDRB Proyeksi PDRB


Atas dasar regresi linier Atas dasar Laju Pertumbuhan

Proyeksi PDRB

Gambar 6.3. Diagram Alir Proyeksi PDRB


6.2.4. Proyeksi (Forecast) Arus Barang dan Penumpang
Secara skematis perhitungan proyeksi jumlah barang dan penumpang dilakukan
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 6.4.
Data tahunan dari aktivitas pelabuhan terdiri dari antara lain kunjungan kapal,
volume bongkar muat barang, jumlah naik turun penumpang setiap tahunnya,
sementara data dari laporan bulanan memuat kunjungan kapal, ukuran kapal,
panjang kapal, waktu sandar, volume barang setiap kapal.
Pertama dari laporan bulanan data tentang kunjungan kapal, ukuran kapal, panjang
kapal dan waktu sandar volume barang dikelompokkan menurut masing-masing
kategori ukuran kapal.
Selanjutnya dilakukan proyeksi permintaan (barang dan penumpang) pada setiap
tahapan tahun perencanaan berdasarkan data tahunan dengan melakukan model-
model perhitungan proyeksi (forecasting) yang memasukkan variabel-variabel yang
saling berkaitan yaitu kecenderungan perkembangan volume barang, penumpang,
PDRB dan jumlah penduduk dari hinterland pelabuhan.
Akhirnya hasil proyeksi permintaan (barang, penumpang) dari masing-masing tahap
tahun perencanaan dipisahkan menurut tiap kategori ukuran kapal yang telah
ditetapkan, dan kemudian jumlah kunjungan kapal (ship calls) ditetapkan
berdasarkan hasil proyeksi tersebut.
Sebagaimana terlihat pada Gambar diatas, beberapa model proyeksi (forecasting)
akan dipergunakan dalam melakukan proyeksi permintaan (barang dan peti kemas),
secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Model trend
2. Model regresi linier yaitu fungsi linier yang dapat diformulasikan
sebagai
berikut. y t   a   t   b

3. Model rata-rata tingkat pertumbuhan (average growth rate), merupakan


perhitungan tingkat pertumbuhan rata-rata dari tingkat pertumbuhan rata-
rata
setiap tahun. Proyeksi masa yang akan datang diformulasikan sebagai berikut.
y t  1   AGR  y t 

Dimana,

  y t   1
y t 1
n 1

t 1 
AGR 
n1
Dimana,
y t  = variabel dependent (volume arus barang)

x t  = variabel independent (PDRB)


t = tahun
n = jumlah data observasi

Data Tahunan Pelabuhan

Data Historis tentang Kunjungan kapal:


Data Laporan Bulanan Pelabuhan - Ship Call
- Volume barang, P. kemas & Penumpang

Data Historis Sosio Ekonomi Wilayah


Data Historis tentang Kunjungan kapal: Hinterland:
- Volume barang & Penumpang
- Populasi Penduduk
- Call, GT, LOA, BT
- Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Proyeksi arus barang danPenumpang


Analisa Data menurut kategori
di Pelabuhan dalam kurun waktu
Ukuran Kapal
perencanaan
- Model trend
- Model Regresi Linier
- Model rata-rata pertumbuhan

Proyeksi barang, Penumpang, menurut


Tahap Perencanaan

Alokasi proyeksi barang & Penumpang


menurut kategori ukuran pada tiap tahun
(tahap) Perencanaan

Proyeksi kunjungan kapal berdasarkan


alokasi jumlah barang, Penumpang,
Pada setiap Tahun (Tahap) Perencanaan

Gambar 6.4. Diagram Alir Proyeksi Barang dan Penumpang


6.2.5. Proyeksi Kunjungan Kapal (Ship Call)
Dari hasil proyeksi volume barang dan penumpang selanjutnya diproyeksikan
jumlah kunjungan kapal pada setiap tahun tahapan perencanaan berdasarkan alokasi
proyeksi volume barang dan jumlah penumpang menurut kategori ukuran kapal
sesuai dengan karakteristik kunjungan kapal yang ada di pelabuhan dewasa ini.
Dalam memproyeksikan jumlah kunjungan kapal ini diperhitungkan pula
kemungkinan adanya kecenderungan peningkatan ukuran kapal yang singgah pada
masa yang akan datang oleh karena adanya perubahan karakteristik permintaan
pasar dan oleh karena adanya peningkatan pelayanan dengan adanya perbaikan atau
tambahan fasilitas pelabuhan yang direncanakan.

6.3. Proyeksi Permintaan Jasa Pelabuhan Maccini Baji

6.3.1. Indikator Sosio-Ekonomi


Indikator sosio-ekonomi yang digunakan dalam proyeksi arus barang adalah jumlah
penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah hinterland.
Jumlah penduduk pada tahun tahapan perencanaan diproyeksikan dengan dua cara
(metode) yaitu metode trend dan rata-rata pertumbuhan sedangkan proyeksi PDRB
dilakukan dengan cara regresi linier dan perkiraan pertumbuhan pada masa yang
akan datang.
6.3.2. Proyeksi Jumlah Penduduk
Penduduk wilayah hinterland diproyeksikan dengan menggunakan trend sebagai
proyeksi rendah dan dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebagai proyeksi
tinggi dan rata-rata diantara keduanya merupakan proyeksi menengah (moderat).
Dengan demikian ada 3 angka proyeksi yang dihasilkan (proyeksi rendah, tinggi, dan
moderat). Data historis yang digunakan adalah data-data dari Kabupaten Pangkajene
sebagai hinterland dari Pelabuhan Maccini Baji.
Untuk memperoleh angka proyeksi yang moderat, maka dihitung angka rata-rata
dari proyeksi rendah dan proyeksi tinggi.
Hasil proyeksi penduduk pada tahun tahapan perencanaan di wilayah hinterland
adalah sebagai berikut :
Tabel 6.1.
Proyeksi Penduduk di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

No Tahun

1 2010
2 2011
3 2012
4 2013
5 2014
6 2015
7 2016
8 2017
9 2018
10 2019
11 2020
12 2021
13 2022
14 2023
15 2024
16 2025
17 2026
18 2027
19 2028
20 2029
21 2030
22 2031
23 2032
24 2033
25 2034
26 2035
27 2036
28 2037
Sumber : hasil analisis, 2018

430.000

410.000

390.000

370.000
350.000 Regresi
Sederhana
330.000
Model
310.000
Pertumbuha
290.000 n

270.000

250.000
20122010

Gambar 6.5. Grafik Proyeksi Penduduk Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan


6.3.3. Proyeksi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Dalam proyeksi ini dipergunakan angka PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010
sebagai indikator yang menunjukkan pertumbuhan perekonomian secara real.
Dua skenario proyeksi dilakukan dalam meramalkan PDRB dari hinterland
Pelabuhan
Maccini Baji pada tahun tahapan perencanaan
yaitu:
Regresi : Menggunakan metode regresi linier, mengkorelasikan antara
tahun sebagai variabel yang menentukan (indepandent variable)
dan jumlah PDRB sebagai variabel yang ditentukan (dependent
variable) sebagai (proyeksi rendah).
Pertumbuhan : Proyeksi PDRB dilakukan dengan menetapkan laju pertumbuhan
9% pertahun sesuai dengan laju pertumbuhan rata-rata PDRB di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan atas dasar harga konstan
2010 selama 5 tahun terakhir (2013-2017) (proyeksi tinggi)
Moderat : Merupakan proyeksi tengah dari metode regresi dan model
pertumbuhan (proyeksi moderat)
Metode regresi merupakan proyeksi PDRB dengan asumsi bahwa semua kondisi
dari faktor-faktor yang membentuk PDRB adalah konstan, pertumbuhan PDRB
hanya dipengaruhi oleh perkembangan (laju pertumbuhan) jumlah penduduk tanpa
mempertimbangkan pengaruh adanya rencana-rencana pembangunan perekonomian
pada masa yang akan datang. (Skenario dengan hasil proyeksi rendah).
Model pertumbuhan memproyeksikan jumlah PDRB pada masa yang akan datang
dengan asumsi adanya pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang berkelanjutan
pada masa yang akan datang sesuai dengan tingkat rata-rata pertumbuhannya.
(Skenario dengan hasil proyeksi tinggi).
Hasil proyeksi PDRB pada tahun tahapan perencanaan adalah sebagai
berikut:
Tabel 6.2.
Proyeksi PDRB Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Atas Dasar Harga Konstan 2010

No Tahun

1 2010
2 2011
3 2012
4 2013
5 2014
6 2015
7 2016
8 2017
9 2018
10 2019
11 2020
12 2021
13 2022
14 2023
15 2024
16 2025
17 2026
18 2027
19 2028
20 2029
21 2030
22 2031
23 2032
24 2033
25 2034
26 2035
27 2036
28 2037

Sumber : hasil analisis, 2018

90.000.000
80.000.000
70.000.000
60.000.000
50.000.000
40.000.000
30.000.000
20.000.000
10.000.000
0
20112010

Gambar 6.6. Proyeksi Produk Domestik Regional Bruto Kab. Pangkajene dan Kepulauan
6.3.4. Proyeksi Arus Barang
Proyeksi jumlah arus barang diperoleh berdasarkan nilai pertumbuhan PDRB atas
dasar harga konstan tahun 2010 dari wilayah hinterland dengan menggunakan
model pertumbuhan. Data historis arus barang yang digunakan dalam proyeksi ini
adalah data muat barang di pelabuhan Maccini Baji tahun 2017.
Hasil proyeksi dengan menggunakan model pertumbuhan data arus bongkar/muat di
Pelabuhan Maccini Baji dimana nilai pertumbuhan yang dipakai dalam peramalan
ini menggunakan proyeksi moderat yang merupakan nilai rata-rata dari proyeksi
dengan menggunakan model regresi dan proyeksi dengan menggunakan nilai
tingkat pertumbuhan rata-rata dari PDRB ADHK mengingat pertumbuhan arus
barang di Pelabuhan Maccini Baji sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan
ekonomi wilayah hinterland.
Adapun hasil proyeksi arus barang (bongkar-muat) di Pelabuhan Maccini Baji pada
tiap tahun tahapan perencanaan adalah sebagai berikut:
Tabel 6.3.
Proyeksi Arus Muat Barang di Pelabuhan Maccini
Baji, Tahun 2018-2037 (Ton)
B/M
Tahun
(ton)
2012 35.236
2013 29.876
2014 29.717
2015 31.208
2016 15.426
2017 65.811
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
2036
2037
Sumber : hasil analisis, 2018
Proyeksi dengan model regresi menggunakan model regresi linear dengan
persamaan Y = 3171,9x + 23444 dengan nilai R2 sebesar 0,7258. Sedangkan
proyeksi dengan model pertumbuhan menggunakan tingkat pertumbuhan PDRB
Kabupaten Pangkep sebesar 7%.
Saat ini Pelabuhan Maccini Baji juga melayani muatan semen yang diangkut
menggunakan kapal-kapal Pelra menuju Pulau Kalimantan. Dalam
perencanaan jaringan transportasi laut dalam RTRW Kabupaten Pangkep,
nantinya Pelabuhan Maccini Baji akan melayani kapal-kapal angkutan semen yang
menuju wilayah Papua, Maluku dan Nusa Tenggara. Sehingga ke depan akan terjadi
peningkatan arus semen yang melalui Pelabuhan Maccini Baji. Berdasarkan hal
tersebut dilakukan analisis tambahan dengan asumsi terdapat peralihan sebagian
muatan semen dari Pelabuhan Adapun hasil proyeksi dengan asumsi terdapat alih
muatan semen dari Pelabuhan Biringkassi sebagaimana pada table berikut :

Tabel 6.4.
Proyeksi Arus Muat Barang di Pelabuhan Maccini Baji,
Tahun 2018-2037 Asumsi Alih Muat Semen 10% (Ton)

NO TAHUN

1 2017
2 2018
3 2019
4 2020
5 2021
6 2022
7 2023
8 2024
9 2025
10 2026
11 2027
12 2028
13 2029
14 2030
15 2031
16 2032
17 2033
18 2034
19 2035
20 2036
21 2037
Sumber : hasil analisis, 2018
Biringkassi ke Pelabuhan Maccini Baji dengan muatan yang dialihkan hanya
muatan semen dengan kemasan bag sebesar 10% dari total muatan semen kemasan
bag di Pelabuhan Biringkassi. Adapun proyeksi muatan semen yang di bongkar
muat di Pelabuhan Biringkassi sebagaimana pada table 6.4. Dimana 36% dari
total semen yang dimuat di Pelabuhan Biringkaasi dikemas dalam kemasan bag.

6.3.5. Proyeksi Penumpang


Proyeksi jumlah arus penumpang diperoleh berdasarkan nilai pertumbuhan PDRB
atas dasar harga konstan tahun 2000 dari wilayah hinterland dengan menggunakan
model pertumbuhan. Data historis arus penumpang yang digunakan dalam
proyeksi ini adalah data muat penumpang di pelabuhan Maccini Baji tahun 2017
yang dibedakan antara penumpang yang menggunakan angkutan perintis dan
penumpang yang menggunakan kapal pelayaran rakyat berukuran kecil antara 1 – 3
GT yang menuju wilayah Kepulauan Tupabbiring Utara.
Hasil proyeksi arus penumpang (turun naik) di Pelabuhan Maccini Baji yang
menggunakan kapal perintis pada tiap tahun tahapan perencanaan adalah
sebagai
berikut:
Tabel 6.5.
Proyeksi arus Penumpang di Pelabuhan Maccini Baji dengan Kapal Perintis
(pnp)

N0

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Sumber : hasil analisis, 2018
Hasil proyeksi dengan menggunakan model pertumbuhan data arus penumpang di
Pelabuhan Maccini Baji dimana nilai pertumbuhan yang dipakai dalam peramalan
ini adalah tingkat pertumbuhan rata-rata PDRB mengingat data eksisting untuk arus
penumpang tidak memungkinkan digunakan untuk peramalan.

Hasil proyeksi untuk penumpang dengan menggunkan kapal-kapal pelayaran rakyat


yang menuju/dari wilayah Kepulauan Tupabbiring adalah sebagai berikut :

Tabel 6.6.
Proyeksi arus Penumpang di Pelabuhan Maccini Baji dengan Kapal Pelra
(pnp)
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Sumber : hasil analisis, 2018

6.3.6. Proyeksi Kunjungan Kapal


Dari data historis kunjungan kapal selama 1 (satu) tahun terakhir di Pelabuhan
Maccini Baji menunjukkan bahwa kunjungan kapal (shipcall) pada tahun 2017
tercatat sebanyak 524 kunjungan (call). Berdasarkan pada proyeksi volume bongkar
muat arus barang, maka dapat di proyeksikan jumlah kunjungan kapal yang akan
singgah di Pelabuhan Maccini Baji selama masa perencanaan jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka Panjang dengan asumsi kapal yang beroperasi adalah
kapal perintis eksisting dengan ukuran DWT 350 ton.
Tabel 6.7.
Proyeksi Kunjungan Kapal (shipcall)di Pelabuhan Maccini Baji

No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Sumber : hasil analisis, 2018

Apabila berdasarkan asumsi terdapat alih muatan semen dari Pelabuhan Biringkassi
ke Pelabuhan Maccini Baji maka proyeksi arus kunjungan kapal sebagaimana pada
table berikut :
Tabel 6.8.
Proyeksi Kunjungan Kapal (shipcall)di Pelabuhan Maccini Baji Jika Terjadi
Alih
Muat Barang Dari Pelabuhan Biringkassi Berdasarkan Kapal Eksisting

No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Sumber : hasil analisis, 2018
BAB VII
ANALISIS PENINGKATAN KAPASITAS PELABUHAN

7.1 Rencana Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan

7.1.1 Rencana Kebutuhan Fasilitas Wilayah Daratan


Rencana kebutuhan pengembangan fasilitas wilayah daratan meliputi fasilitas
pokok dan penunjang yang diperoleh berdasarkan perhitungan sesuai dengan hasil
proyeksi yang telah dilakukan sebelumnya. Kebutuhan pengembangan untuk
wilayah daratan disusun berdasarkan pentahapan pengembangan yaitu jangka
pendek (5 tahun), jangka menengah (10 Tahun) dan jangka panjang (20 tahun).

1. Fasilitas Pokok

a. Kebutuhan Dermaga
Ukuran dermaga untuk bertambat tergantung pada dimensi kapal terbesar dan
jumlah kapal yang menggunakan dermaga. Panjang dermaga didesain
berdasarkan perkiraan jenis kapal dan jumlah kapal yang akan merapat dan
berlabuh di dermaga tersebut, dengan ketentuan terdapat jarak aman antar
kapal dan jarak aman ke tepi dermaga agar menjaga kapal saat tambat
maupun saat meninggalkan dermaga, serta saat bongkar muat barang.
Untuk menentukan panjang dermaga yang memiliki lebih dari satu tambatan
dapat digunakan persamaan dari IMO sebagai berikut:
Lp = nLoa + [(n + 1) x 10% Loa]
Dimana :
Lp : Panjang dermaga (meter)
Loa : Panjang kapal yang ditambat (meter)
n : jumlah kapal yang ditambat
Jumlah kapal yang ditambat di dermaga dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
Cs . BT
n = Waktu Operasional . BOR

Dimana :

n : Jumlah tambatan/kapal yang ditambat


Cs : Jumlah kapal yang dilayani
(unit/tahun) BT : Berthing Time (jam/kapal)

VII-1
BOR : Berth Occupancy Ratio (%)
Waktu Operasional : Total waktu operasi pelabuhan dalam satu tahun
(jam).
Berth Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat pemakaian dermaga yaitu
perbandingan antara jumlah waktu pemakaian tiap dermaga yang
tersedia dengan jumlah waktu yang tersedia selama satu periode (bulan atau
tahun). Hasil analisis kebutuhan panjang dermaga di pelabuhan Maccini
Baji dapat dihitung dengan menggunakan beberapa asumsi yaitu dengan
menggunakan panjang kapal perintis yang beroperasi saat ini, panjang kapal
rancangan untuk masa yang akan datang, dan data alih muat dari pelabuhan
Biringkassi. Adapun data alih muat barang dari pelabuhan Biringkassi adalah
data muat semen yang dikemas dengan kemasan bag dimana jumlah muatan
semen yang masuk pada pelabuhan Biringkassi adalah 36% dan untuk data
alih muat dari pelabuhan Biringkassi ke pelabuhan Maccini Baji
diasumsikan sebesar 10%. Sehingga dalam kajian ini menghasilkan
kebutuhan panjang dermaga berdasarkan muatan yang masuk ke
pelabuhan maccini Baji dengan menggunakan kapal eksisting dan
berdasarkan alih muat barang sebesar 10% dari pelabuhan Biringkassi
menggunakan kapal rancangan . Berikut data-data yang digunakan dalam
perhitungan kebutuhan panjang dermaga di pelabuhan Maccini Baji:
1) Jumlah Kunjungan Kapal:
- Call Kapal jangka pendek (2018-2022) = 590 unit
- Call Kapal jangka pendek antisipasi alih muat (2018-2023) =
879 unit
- Call Kapal jangka menengah (2018-2027) = 806 unit
- Call Kapal jangka menegah antisipasi alih muat (2018-2027) =
1351 unit
- Call Kapal jangka panjang (2018-2037) = 1462 unit
- Call Kapal jangka panjang antisipasi alih muat (2018-2037) =
3196 unit
2) Berthing Time (BT) :
- Waktu tambat = 24 jam
- Waktu tersedia dalam setahun (24 x 365) = 8760 jam
3) Panjang Kapal Eksisting = 44,67 m
Hasil Perhitungan kebutuhan dermaga hingga tahun 2037 dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 7.1.
Analisis Kebutuhan Panjang Dermaga Pelabuhan Maccini Baji Berdasarkan
Kapal Eksisting

Jumlah bongkar muat (ton/tahun)


Jumlah kunjungan kapal (call/tahun)
Berthing time (jam/kapal)
Waktu operasional (jam/tahun)
Berth Occupancy Ratio (BOR)
Jumlah tambatan
Panjang kapal Loa (meter)
Panjang Dermaga (meter)
Panjang Dermaga Eksisting (m)
Penambahan Panjang Dermaga (m)
Sumber : Analisa Konsultan, 2018

Tabel 7.2.
Analisis Kebutuhan Dermaga Pelabuhan Maccini Baji Berdasarkan Kapal
Rancangan dan Alih Muat Dari Pelabuhan Biringkassi

Jumlah bongkar muat (ton/tahun)


Jumlah kunjungan kapal (call/tahun)
Berthing time (jam/kapal)
Waktu operasional (jam/tahun)
Berth Occupancy Ratio (BOR)
Jumlah tambatan
Panjang kapal Loa (meter)
Kebutuhan Panjang Dermaga (meter)
Panjang Dermaga Eksisting (m)
Penambahan Panjang Dermaga (m)
Sumber : Analisa Konsultan, 2018
b. Kebutuhan Gudang Tertutup
Gudang adalah tempat penumpukan tertutup. Luas gudang dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
T . Trf . Sf
A=
365 . Sth (1-BS)
dengan :
A : Luas gudang (m2)
T : Troughput per tahun (muatan yang lewat tiap tahun, ton)
Trt : Transit time/dwelling time (waktu transit, hari)
Sf : Storage factor ataurata-rata volume untuk setiap satuan berat
komoditi
(m3/ton)
Sth : Stacking height atau tinggi tumpukan (m)
Bs : Broken stowage (ruang yang hilang di antara tumpukan muatan dan
ruangan yang diperlukan untuk lalu lintas alat pengangkut untuk menyortir,
menumpuk dan memindahkan muatan, %)

Tabel 7.3.
Analisis Kebutuhan Gudang Pelabuhan Maccini Baji

No Tahun

1 2018
2 2019
3 2020
4 2021
5 2022
6 2023
7 2024
8 2025
9 2026
10 2027
11 2028
12 2029
13 2030
14 2031
15 2032
16 2033
17 2034
18 2035
19 2036
20 2037

Sumber : Analisa Konsultan, 2018


Saat ini di Pelabuhan Maccini Baji belum tersedia Gudang tertutup, sehingga
dalam mengantisipasi adanya alih muatan semen dari Pelabuhan Maccini Baji
dengan asumsi 40% dari total muatan yang melalui Gudang dan 60% dengan
sistem truck lossing, maka kebutuhan luas areal gudang sebagaimana pada table
7.3.
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan areal gudang di pelabuhan Maccini Baji
adalah bahwa kebutuhan gudang tertutup di Pelabuhan Maccini Baji hingga
tahun
2037 adalah sebesar 1.087 m2.

c. Kebutuhan Parkir untuk Truk


Kebutuhan area parkir pada pelabuhan Maccini Baji dapat dihitung berdasarkan
jumlah barang yang masuk ke pelabuhan Maccini Baji sehingga diperoleh
jumlah kedatangan truk pertahunnya.

Tabel 7.4.
Analisis Kebutuhan Luas Area Parkir Pelabuhan Maccini Baji

Tahun

2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
2036
2037

Sumber : Analisa Konsultan,


2018

Pada tahun 2027 lapangan parkir truk akan dapat menampung sebanyak 28 unit
kendaraan dengan interval kedatangan truk yang akan parkir bersamaan adalah
sebanyak 2 unit dan lapangan parkir yang dibutuhkan seluas 311 m2. Sedangkan
hingga tahun 2037 lapangan parkir truk direncanakan untuk menampung
sejumlah
65 unit kendaraan dengan interval kedatangan truk yang parkir bersamaan
adalah sebanyak 12 unit dan lapangan parkir yang dibutuhkan seluas 712 m2.

2. Fasilitas Penunjang

a. Kantor Pelabuhan
Gedung kantor ditujukan untuk menunjang kegiatan administrasi kegiatan
pelabuhan dan pengelolaan pelabuhan . Pelabuhan Maccini Baji memiliki
satu kantor dimana luas gedung perkantoran mempertimbangkan kebutuhan
ruang per orang yang dikalikan dengan jumlah staf.

b. Kantor Pengelola/Operator Kapal


Gedung kantor ditujukan untuk pengelola atau operator kapal yang berguna
untuk menunjang kegiatan kepelabuhanan/jual beli tiket, dll.
c. Kantin
Pengadaan kantin diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bagi pengguna
pelabuhan. Luas kantin mempertimbangkan presentase pekerja dan tamu
yang menggunakan fasilitas ini secara bersama yaitu 70 % dari total pekerja
dimana kebutuhan ruang per orang 4 m2.
d. PKL
Pengadaan area untuk pedagang kaki lima di pelabuhan dimaksud dengan
adanya pengembangan pelabuhan dapat meningkatkan pendapatan bagi
masyarakat sekitar pelabuhan. Selain itu dengan adanya area khusus
pedagang kaki lima tatanan pelabuhan menjadi rapi.
e. Tempat Ibadah/Masjid
Tempat ibadah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pengguna pelabuhan
dalam melakukan ibadah. Kondisi eksisting telah terdapat satu masjid pada
pelabuhan Maccini Baji.
f. Area Fasilitas Umum
Area untuk fasilitas umum akan menampung beberapa bangunan seperti
kantin, WC umum, fasilitas kesehatan, dll.
Laporan Draft Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 6.1 Layout Pengembangan Pelabuhan Maccini Baji Tahun 2037 (Untuk kapal 350 DWT)

VII-7
Gambar 6.2 Layout Pengembangan Pelabuhan Maccini Baji Tahun 2037 (Untuk kapal 750 DWT)
Laporan Draft Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

7.1.2 Wilayah DLKr dan DLKp

Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) pelabuhan adalah wilayah daratan dan
perairan pada pelabuhan laut/sungai yang dipergunakan secara langsung untuk
kegiatan kepelabuhanan. Sedangkan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan (DLKP) pelabuhan laut/sungai adalah wilayah perairan di sekeliling
DLKR perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan
pelayaran.

Menurut Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan yang diterbitkan oleh


Ditpelpeng Hubla, Rencana Induk Pelabuhan akan menjadi acuan dan pertimbangan
dalam penetapan DLKR dan DLKP pelabuhan. Akan tetapi perlu dipahami bahwa
perhitungan luasan DLKR dan DLKP pelabuhan yang menjadi bagian dari Rencana
Induk sifatnya hanya usulan atau rencana berdasarkan pertimbangan teknis,
operasional dan keselamatan pelayaran, tentunya tidak serta merta menjadi suatu
ketetapan.

1. Rencana Peruntukan (Tata Guna) Lahan Darat Pelabuhan

Perencanaan jangka panjang sebuah pelabuhan pada prinsipnya adalah


menyediakan fasilitas-fasilitas tepi perairan (waterfront area) untuk kegiatan-
kegiatan kepelabuhanan baik di masa sekarang maupun di masa mendatang.
Banyaknya kepentingan dari berbagai pihak akan penggunaan daratan di tepi
perairan menyebabkan kemungkinan timbulnya pembatasan lahan yang
direncanakan maupun dipersiapkan untuk kepentingan operasional pelabuhan.
Oleh karenanya Pengelola Pelabuhan seyogianya memiliki otoritas untuk
menetapkan perencanaan lahan tepi perairan mengingat pentingnya
pencadangan waterfront area untuk kebutuhan pelabuhan di masa mendatang.

Alokasi lahan darat Pelabuhan Maccini Baji telah direncanakan untuk


menampung beberapa kegiatan sesuai dengan arahan dalam PP-61/2009, seperti:

a. Fasilitas pokok, antara lain:

1) dermaga;
2) gudang lini 1;
3) lapangan penumpukan lini 1;
4) terminal penumpang;
5) terminal peti kemas;
VII-9
6) fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;
7) fasilitas pemadam kebakaran;
8) fasilitas gudang untuk bahan/barang berbahaya dan beracun (B3);
9) fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP).

b. Fasilitas penunjang, antara


lain:

1) kawasan perkantoran/komersial;
2) instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi;
3) jaringan jalan;
4) jaringan air limbah, drainase dan sampah;
5) areal pengembangan pelabuhan;
6) tempat tunggu kendaraan bermotor;
7) fasilitas umum lainnya (peribadatan, olah raga, kantin dll).

Zonasi lahan darat ditata sedemikian sehingga lokasi kegiatan operasional


pelabuhan pelabuhan saling tidak tumpang tindih dan lalu lintas dalam kawasan
pelabuhan dapat dijaga kelancarannya. Zonasi lahan darat Pelabuhan Jampeao
dikelompokkan sebagai berikut (Tabel dibawah ini)

Tabel 7.5.
Zonasi Lahan Darat dalam Kegiatan Operasional
Pelabuhan
□ Kawasan Terminal multipurpose □ Area Utilitas
□ Kawasan Terminal speed boat □ Area Perkantoran
□ Kawasan Pergudangan □ Kawasan Komersial
□ Area Fasilitas Umum □
Sumber : hasil analisis, 2018

2. Rencana Peruntukan (Tata Guna) Perairan

Berdasarkan Pedoman Teknis Penetapan Batas-batas DLKR dan DLKP yang


disusun oleh Ditjen Hubla, peruntukan perairan pelabuhan harus
mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan berikut :

□ Perairan tempat sandar kapal


□ Tempat berlabuh
□ Kolam putar untuk keperluan manuver kapal
□ Alur pelayaran
□ Alur penghubung intra/antar dermaga/pelabuhan ]
□ Perairan pandu ]

□ Areal karantina dan imigrasi


□ Areal untuk kapal negara
□ Areal untuk mengkandaskan kapal rusak/mati
□ Areal untuk keadaan darurat
□ Areal untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal
□ Areal cadangan untuk pengembangan pelabuhan

Perhitungan kebutuhan luasan untuk masing-masing fungsi perairan disajikan


dalam tabel dibawah ini. Perhitungan tersebut didasarkan pada rumusan yang
ditetapkan dalam Pedoman Teknis Penetapan Batas-batas DLKR dan DLKP
sesuai dengan KM-53 Tahun 2002.

Rencana tata guna perairan Pelabuhan Maccini Baji berdasarkan fungsinya


diatur sebagai berikut:

a. Alur pelayaran untuk antisipasi dimensi kapal rancangan

Alur pelayaran termasuk dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan


(DLKR) yakni dari alur masuk ke Pelabuhan Maccini Baji Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan.

Dengan memperhatikan keadaan eksisting di sepanjang alur pelayaran, maka


direkomendasikan draft kedalaman kapal yang masuk di pelabuhan ini
maksimum adalah 2,93 m dimana kapasitas kapal mencapai 750 DWT,
panjang kapal (LOA) 58,5 m dan lebar kapal (B) adalah 14,0 m untuk kapal
perintis barang dan penumpang. Berdasarkan dimensi tersebut maka lebar
alur yang dibutuhkan adalah 133,5 m (= 9B+30 m) untuk lokasi alur dengan
dua jalur berpapasan, namun pada lokasi tertentu hanya diperkenankan satu
jalur (tidak dapat berpapasan) lebar alur adalah 70 m (5B).

Dari kondisi peta laut dan hasil survey bathimetri yang ada maka kebutuhan
lebar alur 133,5 m dan tidak memerlukan pekerjaan pemeliharaan
pengerukan.
Tabel 7.6.
Penyajian Tabel Rekapitulasi Pengembangan Fasilitas
Perairan

Fasilitas Perairan

Alur Pelayaran
1. Lebar alur pelayaran
2. Kedalaman Alur pelayaran
3. Panjang alur pelayaran
4. Luas Alur pelayaran
Kolam Putar
1. Kedalaman kolam putar
2. Diameter kolam putar
3. Luas kolam putar
Areal Labuh
1. Kedalaman areal labuh
2. Radius areal labuh
3. Luas areal labuh
Areal keadaan darurat kapal
1. Kedalaman areal keadaan darurat kapal

2. Radius Areal
3. Luas Areal
Areal Sandar Kapal
1. Kedalaman Areal sandar
2. Luas Areal
Sumber : hasil analisis, 2018
7.2 Rencana Operasional Pelabuhan Maccini Baji
7.2.1 Pola Kegiatan Operasional Pelabuhan
Dalam menyusun rencana pengembangan pelabuhan harus didasarkan kepada pola
kegiatan operasional pelabuhan yang ada. Pola kegiatan operasional
pelabuhan umumnya mencakup :
 Kegiatan operasional di
perairan
 Kegiatan operasional di
daratan
1. Kegiatan Operasional di perairan
Kegiatan operasional di perairan meliputi siklus kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Pelayaran
Kegiatan pelayaran diusahakan untuk memperoleh keselamatan baik dari
segi keutuhan kapal maupun barang agar sampai ke tujuan. Keselamatan
barang termasuk dalam hal penghindaran atas kerusakan, kecurian dan
pengotoran. Guna mencapai hal itu maka diadakan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
1) Beberapa barang perlu adanya kemasan (packaging) sebelum
diangkut.
Kecenderungan yang diutamakan dalam menangani muatan adalah
adanya kesatuan muatan agar dapat menekan biaya angkutan.
2) Pengaturan tata letak muatan dalam kapal, agar didapat kestabilan dalam
kapal. Stabilitas ini diperlukan pada saat kapal berlayar sehingga
kerusakan muatan dalam kapal akibat olengan kapal yang dihempas oleh
gelombang dapat dihindari.
b. Waktu putar
Merupakan waktu yang diperlukan kapal dari kedatangan sampai dengan
keberangkatan kapal. Hal-hal yang menjadi perhatian adalah :
1) Waktu tunggu, yaitu jumlah waktu yang dibutuhkan antara kedatangan
kapal dan saat mulai merapat di dermaga.
2) Service time, yaitu jumlah waktu di
dermaga.
3) Waktu kerja, yaitu waktu dibutuhkan untuk
bekerja.
4) Waktu idle, yaitu jumlah waktu yang idle di luar jam
kerja.
5) Lost time, yaitu waktu yang dapat digunakan pada saat jam
kerja.
c. Perbaikan/Perawatan
Kegiatan ini mencakup perbaikan kapal-kapal yang rusak berat/ringan,
penggantian suku cadang maupun perawatan rutin sebelum berlayar. Untuk
kegiatan ini diperlukan fasilitas perbengkelan dan fasilitas docking (slipway).
d. Pelayanan di dermaga
Kapal-kapal yang selesai membongkar muatannya baik penumpang maupun
barang, kemudian akan melakukan pengisian perbekalan yang berupa bahan
bakar, air bersih, bahan makanan dan sebagainya.
e. Tambat labuh dan istirahat (Berthing)
Dalam rangka menunggu kegiatan bongkar muat serta pelayaran berikutnya,
kapal-kapal akan tambat dan beristirahat. Selama masa tambat / istirahat ini
akan dilakukan kegiatan pembersihan dan perawatan kapal, pengisian
perbekalan makanan dan kesempatan beristirahat maupun berpergian bagi
para ABK. Untuk kegiatan ini diperlukan areal labuh yang memadai.

2. Kegiatan Operasional di daratan


Kegiatan operasional di darat meliputi
: a. Kegiatan Bongkar muat
Kegiatan bongkar muat di pelabuhan mencakup kegiatan pemindahan
penumpang dan barang dari/ke kapal. Pemindahan barang dari/ke kapal yang
direncanakan, dilakukan menggunakan tenaga manusia dengan bantuan
gerobak pendorong serta menggunakan peralatan bantu yang berupa forklift.
Penggunaan tenaga kerja yang dalam kegiatan bongkar muat akan dibagi
dalam beberapa grup kerja dan yang masing-masing grup akan bekerja sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan.
b. Penanganan arus barang dan penumpang
Penanganan/penyimpanan barang merupakan kegiatan pendukung untuk
kegiatan bongkar/muat yang dilakukan di pelabuhan. Untuk kegiatan
penanganan dan penyimpanan barang dapat menggunakan di tempatkan di
lapangan penumpukan sementara atau pun dapat dilakukan pengangkutan
langsung. Sedangkan untuk penumpang dapat langsung ke tempat tujuannya
ataupun mungkin menunggu untuk berganti moda transportasi lain.
c. Pengguna jasa
Pemanfaatan pelabuhan-Pelabuhan ini ditujukan untuk kepentingan berbagai
pihak yang ada. Secara garis besar, penumpang dan barang yang
dibongkar/diangkut melalui pelabuhan ini ditujukan untuk melayani
kebutuhan konsumen pengguna jasa transportasi laut dan maupun konsumen
industri. Disamping itu, pemanfaatan Pelabuhan ini dapat juga ditujukan
untuk pemasaran sumber daya alam atau hasil industri komoditi khusus yang
ada di wilayah kajian dan sekitarnya.

7.2.2 Zonifikasi Kegiatan Pelabuhan


Zonifikasi kegiatan yang ada di Pelabuhan Maccini Baji didasarkan pada fungsi-
fungsi pengembangan dari masing-masing lahan yang ada dan berdasarkan
zonifikasi aktivitas maupun pola kegiatan operasional yang ada. Adapun pembagian
zona-zona tersebut terdiri dari:
1. Zona Pelabuhan
Zona ini merupakan zona yang menampung aktivitas penumpang di pelabuhan
dan aktivitas kapal yang ada. Dalam zona ini terdapat aktivitas naik turun
penumpang, barang dan kendaraan yang merupakan aktivitas kedatangan dan
keberangkatan penumpang, barang dan kendaraan tersebut dan aktivitas keluar
masuk kapal dari dan menuju Pelabuhan Maccini Baji. Zona ini terbagi menjadi
2 (dua) yaitu:
a. Zona di Perairan
Untuk zona di perairan terdapat beberapa area, yaitu: area alur pelayaran,
area kolam pelabuhan, area perairan tempat labuh, dan area pemanduan.
Area di wilayah perairan ini merupakan area yang disediakan untuk kapal
yang singgah di Pelabuhan Maccini Baji.
b. Zona di Daratan
Untuk zona di daratan terdapat beberapa kegiatan seperti terminal
penumpang, ruang tunggu kendaraan truk dan dermaga untuk kapal perintis.
Terminal penumpang, ruang tunggu kendaraan bermotor, dan dermaga yang
ada tersebut diupayakan untuk menampung pergerakan penumpang baik
pergerakan embarkasi maupun debarkasi. Oleh sebab itu pada
perencanaannya diharapkan adanya pembagian secara lebih khusus lagi
mengenai pergerakan penumpang
embarkasi dan debarkasi pada zona pelabuhan tersebut, sehingga
memberikan keamanan dan kenyamanan bagi penumpang yang
bersangkutan.
2. Zona Pengelola Administrasi
Zona ini merupakan zona pusat pengelolaan Pelabuhan Maccini Baji. Semua
kegiatan administrasi yang menyangkut pengelolaan dan pengawasan
pelabuhan, pelayanan masyarakat, dan sebagainya dilakukan di zona ini oleh
UPP (Unit Penyelenggara Pelabuhan). Pada zona ini terdapat kantor UPP, dan
kantor-kantor lainnya.
3. Zona Peristirahatan
Zona ini disediakan bagi kapal yang tambat untuk beristirahat sebelum kembali
melaut. Pada zona ini disediakan fasilitas tambat yakni dermaga.
4. Zona Sosial
Zona ini menampung kegiatan sosial yang bersifat menunjang kehidupan
di Pelabuhan Maccini Baji. Fasilitas yang terkait dengan kegiatan ini antara
lain Masjid, gedung pertemuan, kantor agen, dan lain-lain.
5. Zona Penghijauan
Zona ini merupakan zona lingkungan terbuka yang ditanami dengan pohon-
pohon sebagai peneduh. Di samping sebagai peneduh, keberadaan pohon-
pohon atau tanaman yang ada juga berfungsi sebagai pembatas antar masing-
masing zona yang ada. Keberadaan zona ini untuk memberikan kesan asri pada
lingkungan pelabuhan yang ada, sehingga para pengguna pelabuhan dapat
merasa nyaman untuk beraktivitas di lingkungan tersebut.

7.2.3 Sirkulasi dan Pencapaian


Pola sirkulasi dan pencapaian direncanakan dalam rangka menunjang pola kegiatan
dan pengelolaan di atas, serta kemungkinan untuk pengembangan pada tahap
berikutnya. Adapun dasar pertimbangan dalam penentuan pola pencapaianya adalah
sebagai berikut :
 Kemudahan pencapaian.
 Keamanan pemakai.
Kemudahan pencapaian ditujukan baik untuk kendaraan maupun untuk pejalan
kaki, sedangkan keamanan pemakai yaitu baik pengelola, pekerja maupun pihak
yang
terkait dikaitkan terhadap lalu lintas di sekitar lokasi site dan dengan lingkungan
sekitar site.
Pencapaian utama terletak pada jalan utama yang mudah dicapai oleh kendaraan
(roda empat dan roda dua) maupun oleh pejalan kaki. Untuk pencapaian utama,
sesudah melalui pos keamanan atau pos jaga secara langsung dipisahkan menuju ke
zona penyeberangan dan zona perbekalan, yang sebelumnya melewati zona
administrasi, karena zona ini merupakan pusat pengelolaan intern dan pusat
komunikasi dengan pihak luar. Dari zona administrasi kemudian dilanjutkan ke
zona-zona lainnya.

7.2.4 Strategi Operasional Pengembangan


Berdasarkan penjelasan pada materi sebelumnya, maka pada tahap awal
pengembangan Pelabuhan Maccini Baji ini diperuntukan untuk melayani berbagai
sarana transportasi laut yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas
masyarakat sehingga diharapkan mampu memperlancar roda perekonomian
masyarakat sekitar. Dengan demikian diharapkan pula tidak terjadi penurunan
aktivitas transportasi, apalagi sampai mati, mengingat untuk beberapa hal
transportasi laut ini masih berpengaruh besar dalam membuka jalur distribusi
perekonomian.
Pada tahap awal pengembangan pelayanan pelabuhan ini lebih terfokus pada
pelayanan penumpang dan barang. Adapun skenario operasional jumlah pelayanan
keberangkatan kapal/sarana transportasi reguler yang direkomendasikan adalah
berdasarkan pada hasil prakiraan permintaan jumlah penumpang dan barang.
BAB VIII
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI DAN
FINANSIAL PELABUHAN

8.1 Analisis Kelayakan Ekonomi Pelabuhan


Analisis kelayakan ekonomi adalah kelayakan ekonomi didefenisikan sebagai
kelayakan bagi semua pihak yang memanfaatkan, baik langsung maupun tidak
langsung dari suatu pembangunan atau pengembangan suatu sistem transportasi.
Dalam kaitannya terhadap analisis ekonomi, manfaat (benefit) yang diperoleh
semestinya lebih besar jika dibandingkan dengan biaya (cost) yang dikeluarkan.
Oleh karena itu, perhitungan manfaat merupakan faktor vital dalam memutuskan
apakah suatu rencana pembangunan atau pengembangan, dalam hal ini, monorel
tersebut layak dilaksanakan atau tidak.
Pelabuhan sebagai suatu wilayah yang terjadinya kontak antara dua atau lebih moda
transportasi diantaranya jalan raya, transportasi kereta api, transportasi jalan raya,
transportasi laut dan transportasi udara serta tidak menutup kemungkinan terjadinya
juga dengan sistem perpipaan dimana peranan pelabuhan harus diusahakan
sedemikian rupa sehingga kelangsungan operasionalnya dapat dipertahankan dan
dikembangkan untuk mampu menjamin keberlangsungannya.
Pembangunan pelabuhan laut diarahkan dalam rangka menunjang pertumbuhan
ekonomi wilayah. Analisis kelayakan ekonomi berkaitan dengan biaya dan manfaat
yang bakal ditimbulkan bagi kepentingan daerah. Analisis kelayakan ekonomi
menitik beratkan pada kerugian dan manfaat ekonomi ikutan (sekunder), meliputi
dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan optimalisasi dan pengembangan /
pembangunan suatu pelabuhan. Analisis kelayakan ekonomis diperlukan untuk
mengetahui secara obyektif kelayakan pembangunan pelabuhan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor kerugian dan keuntungan ekonomi dari adanya
suatu pelabuhan atau rencana pengembangan pelabuhan di lokasi tersebut.
Yang menjadi parameter manfaat ataupun kerugian ekonomis dari suatu
rencana pembangunan pelabuhan meliputi antara lain :
1. Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB)
2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

VIII-1
3. Terbukanya kesempatan berusaha
4. Berkembangnya sektor dan sub sektor ekonomi yang terkait
5. Terbukanya akses terhadap potensi pasar yang baru.
Sedangkan parameter kerugian atau dampak negatif ekonomis dari suatu
rencana pembangunan pelabuhan misalnya antara lain :
1. Tertutupnya akses masyarakat/nelayan ke wilayah pesisir.
2. Potensi pencemaran lingkungan akibat dampak pembangunan dan
kegiatan operasi pelabuhan.
3. Berubahnya rona lingkungan
4. Berkurangnya pendapatan masyarakat tertentu.
Aspek kelayakan ekonomi harus memperhatikan produk domestik regional
bruto, aktivitas/perdagangan dan industri yang ada serta prediksi di masa
mendatang, perkembangan aktivitas barang dan penumpang, kontribusi pada
peningkatan taraf hidup penduduk serta perhitungan ekonomi dan finansial bagi
kegiatan kepelabuhanan yang berkelanjutan berdasarkan data indikator ekonomi
wilayah dan potensi arus barang dan penumpang, dilakukan proyeksi untuk jangka
menengah dan panjang. Pelabuhan Maccini Baji diharapkan harus terus mampu
bertahan dan ditingkatkan pelayanan, untuk dapat meningkatkan pelayanan harus
dihitung kebutuhan investasi yang diperlakukan dalam jangka pendek menengah
dan panjang. Kebutuhan investasi dilakukan dengan melihat proyeksi pertumbuhan
lalu lintasi kapal yang akan keluar masuk di Pelabuhan Maccini Baji baik dari segi
jumlah maupun besaran kapalanya. Dalam analisis ekonomi dan financial
pembangunan Pelabuhan Maccini Baji digunakan 2 pendekatan yang digunakan
yaitu pendekatan financial/keuangan untuk investasi yang melibatkan pihak
swasta dan pendekatan ekonomi jika investasi sepenuhnya dilakukan oleh
pemerintah.
Kedua pendekatan ini digunakan dalam studi ini, dengan maksud apabila ada pihak
swasta berminat untuk terlibat dalam opersional pelabuhannya dikemudian hari
kelak. Gambaran kedua pendekatan ini digambarkan pada Tabel 8.1 yakni
perbedaan antara pendekatan ekonomi dan keuangan/financial dalam membuat
analisa kelayakan suatu investasi. Pada dasarnya perbedaan terjadi akibat
perbedaan sisi pandang, dimana pada kajian ekonomi, biaya dan manfaat dilihat
dari sudut pandang masyarakat,
sedangkan analisa keuangan/financial dilihat dari sudut pandang investor yang
berorientasi keuntungan
Tabel 8.1.
Aspek Ekonomi dan Ekonomi Keuangan dalam Analisa Ekonomi
No.

1 Sudut Pandang

2 Tujuan

3 Kriteria Aplikasi

4 Komponen Biaya

5 penepatan Harga

8.1.1 Rencana Anggaran Biaya

Terdapat beberapa metode perhitungan dalam analisa ekonomi, seperti dengan


menggunakan metode BCR (Benefit-Cost Ratio), NPV (Net Present Value), BEV
(Break Event Point) dan IRR (Internal Rate Ratio). Namun, dalam laporan ini
digunakan metode BRR dan IRR dengan memperhitungkan faktor keutungan dan
biaya.

Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate Ratio (IRR)


Analisa studi ekonomi teknik ini dilakukan dengan mengacu pada skema dibawah
(Gambar dibawah ini). Berbagai kegiatan yang tercantum dalam skema tersebut
telah diberikan dalam beberapa bab sebelumnya. Analisa kelayakan ini didasarkan
pada nilai BCR (Benefit Cost Ratio) dan IRR (Internal Rate Return).
Depresiasi

Investasi Bunga&Pajak

O&P/A

e : 1-3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pendapatan

Gambar 8.1. Bagan Alir Analisa Kelayakan

1. BCR (Benefit Cost Ratio)

BCR (Benefit Cost Ratio) adalah suatu metode yang memperbandingkan NPBV
(Net Present Benefit Value) dan NPCV (Net Present Cost Value). Metode ini
adalah metode yang sangat umum, dengan memperhitungkan umur proyek.
Hitungan BCR dilakukan dengan menganggap bunga bank tidak berubah,
dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut
:
NPBV
BCR 
NPCV

Dimana NPBV adalah keuntungan yang diperoleh sampai n tahun setelah


konstruksi, sedangkan NPCV adalah biaya yang dikeluarkan, yang dihitung n
tahun setelah konstruksi dengan memperhitungkan bunga sebesar I %. Kedua
nilai
tersebut dihitung sebagai berikut:
1 i n1

NPBV  Benefit
1
i
PV 
 i
n 1

NPCV i

 1 n 1 1
i
dimana PV adalah Present Value.
Dalam jangka waktu umur konstruksi ini akan dilihat apakah proyek tersebut
layak dilaksanakan, yaitu :
 1 , maka proyek layak dilaksanakan, dan sebaliknya jika
Jika NPBV
BCR  NPCV

 1 , maka proyek tidak layak dilaksanakan.


NPBV
BCR 
NPCV

Investasi awal berupa biaya (cost), akan diperhitungkan dengan bunga tahunan
dan lamanya umur proyek.

2. IRR (Internal Rate Return)

Adalah suatu nilai tingkat suku bunga yang nilainya tergantung dari investasi
awal terhadap Net Benefit Value, dimana jika nilainya lebih besar dari tingkat
suku bunga pinjamam maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.

8.2 Manfaat Ekonomi Pengembangan Pelabuhan Maccini Baji


1. Keuntungan (Benefit Cost)
Manfaat yang diperoleh dari Peningkatan kapasitas Pelabuhan Maccini Baji ini
adalah tercapainya jalur transportasi laut antar daerah yang lancar di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan khususnya dan Provinsi Sulawesi Selatan pada
umumnya. Manfaat tersebut dapat dianggap sebagai benefit cost (keuntungan)
dalam perhitungan analisa ekonomi.
2. Potensi Hinterland
Lingkup kegiatan ini merupakan pendalaman terhadap potensi daerah
hinterland yang akan dipengaruhi oleh prospek potensi pelabuhan yang akan
dibangun, ditinjau dari berbagai aspek antara lain dari aspek potensi daerahnya,
komoditas unggulan, karakteristik dan pola perdagangan komoditas, pergerakan
barang dan penumpang, kebijakan pemerintah di bidang transportasi laut dan
pertumbuhan ekonomi kawasan.
Dalam kegiatan ini dilakukan proses identifikasi dan peramalan semua faktor-
faktor di atas yang diperkirakan memiliki kaitan dengan potensi pergerakan
kargo/penumpang dari wilayah studi. Proses peramalan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan dan metode ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan, seperti analisis regresi, metode rata-rata pertumbuhan,
analisis kargo surplus, model sistem dinamis, model simulasi, dan lain-lain.
3. Potensi PDRB wilayah
PRDB Perkapita. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah
satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam
suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan.

8.3 Analisis Kelayakan Financial


Analisis kelayakan finansial Oleh Abubakar, Iskandar (1997) menjelaskan
mengenai finansial dari suatu proyek sistem transportasi transit massal,
dimana olehnya dijabarkan bahwa biaya dari proyek ini terdiri atas Construction
Cost (Biaya Pembangunan), Land and Replacement Cost (Biaya tanah dan Ganti
Rugi), serta Biaya Operasi dan maintenance, sedangkan Pengembalian dari proyek
ini diharapkan diperoleh dari Pendapatan langsung yang dalam hal ini berasal
dari pendapatan farebox (tiket). Pada analisis kelayakan finansial ini dikembangkan
skenario pemeriksaan kelayakan sesuai dengan rencana pengembangan skenario
yang telah ditentukan sebelumnya. Keputusan untuk melakukan investasi yang
menyangkut sejumlah besar dana dilakukan dengan harapan mendapatkan
keuntungan dalam jangka panjang seringkali berdampak besar terhadap
kelangsungan hidup suatu proyek.
Analisis kelayakan finansial diperlukan untuk melihat apakah rencana investasi
suatu proyek kawasan pelabuhan secara finansial cukup layak atau menguntungkan.
Kelayakan finansial ditentukan dengan sekurang-kurangnya memperhitungkan Net
Present Value (NPV) dan Financial Internal Rate of Return (FIRR) dari kebutuhan
investasi pembangunan dan operasional pelabuhan dibandingkan pendapatan
(revenue) yang akan diperoleh.
Perhitungan kelayakan ekonomi dan finansial dilakukan untuk skenario-
skenario proyeksi pertumbuhan pergerakan yang rendah (pesimis), sedang (base-
case) dan tinggi (optimis). Dari analisa yang dilakukan dapat diketahui tingkat
kelayakan ekonomi dan finansial yang akan menjadi salah satu dasar kelayakan
rencana pembangunan pelabuhan.
8.4 Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi dan Finansial Pelabuhan Maccini Baji
1. Keuntungan (Benefit Cost)

Manfaat yang diperoleh dari Peningkatan kapasitas Pelabuhan Maccini


Baji adalah tercapainya jalur transportasi laut antar daerah yang lancar di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan khususnya dan Provinsi Sulawesi
Selatan pada umumnya. Manfaat tersebut dapat dianggap sebagai benefit cost
(keuntungan) dalam perhitungan analisa ekonomi.

Dari hasil analisis di peroleh penerimaan dari pelabuhan hingga tahun 2037,
dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8.1 Penerimaan Jasa Pelabuhan Maccini Baji


Tahun
Ke Tahun
0 2018
1 2019
2 2020
3 2021
4 2022
5 2023
6 2024
7 2025
8 2026
9 2027
10 2028
11 2029
12 2030
13 2031
14 2032
15 2033
16 2034
17 2035
18 2036
19 2037

2. Biaya (Cost)

Besarnya biaya pembangunan itu terdiri dari biaya biaya konstruksi, yang
besarnya Rp. 12.000.000.000,-. Biaya pemeliharan konstruksi tiap 5 tahun
besarnya 8 % dari biaya konstruksi, berdasarkan nilai sekarang.

Besarnya biaya pemeliharaan = 8 % x Rp. 12.000.000.000,-


= Rp. 976.000.000,-
Sedangkan biaya pemeliharaan pada tahun ke-5 = Rp. 112.796.000,-. Biaya ini
dianggap sebagai modal awal (pinjamam), dengan tingkat suku bunga
pinjamam sebesar 12 % per tahun. Penentuan nilai akan datang menggunakan
persamaan
berikut :

F  P(1  i) n

dengan :
P = Present worth (nilai sekarang)
F = Future worth (nilai akan datang)
i = Tingkat suku bunga pinjaman
n = jumlah tahun ke –n

Tabel cash flow dan hasil perhitungan BCR maupun IRR akan diuraikan pada
Tabel 8,2 di bawah ini :

Berdasarkan tabel tersebut, BCR bernilai lebih dari 1 pada tahun ke-6 dan IRR
bernilai lebih besar dari 8 % per tahun pada tahun ke-20, sehingga lebih besar
dari suku bunga pinjaman yang direncanakan (8%). Dengan demikian, proyek
layak untuk dilaksanakan.
Laporan Draft Akhir
Studi Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

Tabel 8.2. Analisis Kelayakan Pelabuhan Maccini Baji

Thn. Ke Thn Investasi O&M

0 2015 31.535.561.287 -
1 2016 5.639.800.000 -
2 2017 5.639.800.000 -
3 2018 5.639.800.000 -
4 2019 5.639.800.000 -
5 2020 5.639.800.000 112.796.000

NPV =
B/C =
IRR =

VIII-9
BAB IX
ANALISIS KELAYAKAN
LINGKUNGAN PELABUHAN

9.1 Sumber Dampak Pencematan Lingkungan


Dalam aktifitas kepelabuhanan, potensi dampak pencemaran lingkungan yang
biasanya terjadi adalah dampak pencemaran laut. Pencemaran laut
didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri, pertanian
dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasive (asing) ke dalam
laut, yang berpotensi member efek berbahaya.
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk
partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang
sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara
ini, racun yang terkontaminasi dalam laut masuk kedalam rantai makanan, semakin
panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar
racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak artikel kimiawi ini
bereaksi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic.
Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin,
terhanyut maupun melalui tumpahan.

9.2 Arahan Studi Lingkungan yang Harus Dilakukan

Berbagai dampak yang mungkin terjadi terhadap lingkungan, maka prioritas


kegiatan dan komponen lingkungan yang perlu dikelola dan dipantau adalah sebagai
berikut :

 Komponen fisika – kimia : kualitas udara dan kebisinga, udara emisi dan air
laut;
 Komponen biologi ialah biota terrestrial dan biota perairan;
 Komponen sosial ekonomi dan buaya meliputi ketenagakerjaan,
persepsi masyarakat.

1. Komponen fisika – kimia : kualitas udara dan kebisingan, udara emisi dan air
laut
a. Kualitas udara dan kebisingan
IX-1
1) Jenis Dampak Penting

IX-2
Dampak yang terjadi berupa penuruan kualitas udara melalui kandungan
debu SO2, NO2 timbal (Pb) dan hidrokarbon ,sserta terjadinya
peningkatan bising akibat kegiatan yang ada di pelabuhan (termasuk
kegiatan transportasi barang keluar-masuk pelabuhan).

2) Sumber Dampak Penting

Berasal dari kegiatan transportasi darat dan laut (tranportasi


pengangkutan hasil bongkar muat barang), penggunaan alat-alat berat
untuk keperluan bongkar buat barang dalam kawasan pelabuhan,
operasional genset dan aktivitas kegiatan industri yang ada disekitas
pelabuhan.

3) Tolak Ukur Dampak

Bobot dampak dinilai dengan seberapa jauh kualitas udara dan bising
melampaui baku mutu udara ambient dan seberapa besar pengaruhnya
terhadap lingkungan serta berupaya memenuhi ketentuan yang berlaku.

4) Pengolahan dampak penting


Penanggulangan dampak dilakukan dengan cara
:
 Pengaspalan pada bagian jalan yang dilewati kendaraan dalam
kawasan pelabuhan;
 Penerapan kewajiban penggunaan alat pengendalian pencemaran
udara (cerobong asap, dust collector, peredaran bising) bagi industri
yang berlokasi dikawasan pelabuhan
 Pembuatan taman dengan pohon pelindung untuk menetralisir
kandungan bahaan/gas pencemaran udara yang terjadi;
 Penyiraman pada lokasi-lokasi yang dianggap rawan
debu;
 Pengaturan operasional mesin kapal yang sandar, guna mengurangi
emisi bahan pencemaran gas yang dihasilkan;
 Pengunaan peralatan bagi karyawan yang bekerja pada proses
pembongkaran fan pemuatan barang padat dan/atau ke kapal terutama
yang berupa debu;
 Penutupan bak truk kedap suara untuk ruang genset
b. Kualitas Air Laut
1) Jenis Dampak penting
Menurut kualitas kimia – fisika perairan disekitar
pelabuhan
2) Kegiatan dampak penting
Kegiatan yang menjadi sumber dampak terhadap kualitas air laut
ialah:
 Bongkar muat barang, baik barang cair maupun padat;
 Limbah cair domestik;
 Kegiatan lain yang ada dipelabuhan yaitu bongkar
muat barang- barang ;
 Saluran limbah kota yang keluarnya berada didaerah pelabuhan;
 Buangan limbah cair industri.
3) Tolok Ukur dampak penting
Dampak tergolong penting dengan tolok ukur tingginya beberapa
parameter/kandungan logam berat yaitu Za, Pb, Cu, AL, Cr, suspended
solid. Bobot dampak nilai dengan seberapa jauh kualitas air laut
melampaui Baku Mutu. Sebagai tolok ukur digunakan keputusan menteri
lingkungan hidup nomor 51 tahun 2004 Tentang baku mutu air laut dan
peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengololaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air serta seberapa berat pengerauhnya
terhadap kehidupan dan lingkungan.

4) Pengolahan Dampak penting


Penganggulangan dampak dilakukan dengan cara
:

 Mencegah tumpahnya bahan-bahan yang sifatnya berbahaya


dan beracun keperairan laut;
 Melaksanakan bongkar muat barang dengan cara tertutup dengan
menggunakan kontaiter atau peti kemas;
2. Komponen lingkungan biologi : biota terresial dan biota perairan

1) Jenis dampak penting

Perubahan jumlah jenis dan kelimpahan flora dan fauna darat yang
berada dalam kawasan pelabuhan

2) Sumber dampak penting

Sumber dampak penting yang potensial ada di dalam kawasan


pelabuhan bersumber dari adanya gas buang kapal dan kendaraan-
kendaraan yang keluar masuk daerah pelabuhan.

3) Tolok ukur dampak penting

Tolok ukur dampak penting adalah besarnya perbedaan jumlah jenis


dan kelimpahan flora dan fauna darat yang ada pada kawasan pelabuhan.

4) Pengelolaan dampak

Penanggulangan dampak dilakukan dengan cara


:

 Mengatur kepadatan kendaraan yang keluar masuk pelabuhan;

 Melakukan penanaman pohon/tanaman hias pada lokasi


yang terpakai dalam kawasan pelabuhan.
3. Komponen lingkungan sosial ekonomi dan budaya : ketenagakerjaan,
persepsi masyarakat
a. Ketenagakerjaan
1) Jenis dampak penting
Banyak tenaga kerja yang dapat terserap oleh kegiatan
jasa kepelabuhan dan kegiatan informal.
2) Sumber dampak penting
Sumber dampak berasal dari kegiatan perkantoran, utilitas dan
kegiatan sehari-hari dengan kepelabuhan serta kegiatan bongkar muat
penumpang.

3) Tolok ukur dampak penting


Tolok ukur dampak adalah banyaknya karyawan dan jumlah tenaga kerja
harian yang dapat terserap untuk menjadi tenaga kerja didalam dan dan
di
luar serta ada jenis kegiatan informal yang berkaitan dengan
kepelabuhan seperti agen muatan kapaal laut dan sebagainya.

4) Pengelolaan dampak penting Penanggulangan dampak dilakukan


dengan cara:

 Rekruitmen tenaga kerja local sesuai dengaan keterampilan


dan tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
 Melengkapi pekerjaan yang bertugas di kawasan pelabuhan
dengan alat-alat K-3 ( kesehatan dan keselamatan kerja)
 Memperluas lapangan kerja formal dan informal

 Melaksanakan penatan daerah disekitar kawasan pelabuhan


sehingga ada keterkaitan antara kegiatan-kegiatan di dalam dan
di luar kawasan pelabuhan.
b. Kesehatan dan keselamatan kerja
1) Jenis dampak penting
Terjadinya ganguan kesehatan bagi pekerja dan masyarakat sekitar
debu dan penurunan kualitas udara serta terjadinya kecelakaan kerja.
2) Sumber dampak penting
Berasal dari kegiatan bongkar muat kapal/penumpang, kendaraan yang
keluar masuk pelabuhan dan kegiatan industri yang beroperasi
dipelabuhan.
3) Tolok ukur dampak penting
Jenis dan angka kecelakaan kerja akibat operasional pelabuhan,
kecil atau tidak terjadi kecelakaan yang fatal terhadap pekerja
dipelabuhan.
4) Pengelolaan dampak penting Penanggulangan dampak dilakukan
dengan cara :
 Melakukan pendekatan dan penyuluhan kepada
penduduk yang berada disekitar pelabuhan;
 Member kesempatan/ peluang kerja bagi masyarakat yang
tinggal dikawasan pelabuhan.
BAB X ANALISIS
KELAYAKAN
PENINGKATAN KAPASITAS PELABUHAN

10.1 Dasar Penilaian Kelayakan


Dasar penilaian kelayakan pembangunan dilakukan untuk menentukan apakah
pelabuhan tersebut betul-betul layak untuk dibangun. Untuk itu dasar penilaian
kelayakan peningkatan kapasitas Pelabuhan laut Maccini Baji di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan didasarkan pada kriteria yang dikelompokkan :

1. Aspek Tata Ruang, meliputi :


- Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN).
- Rencana Tata ruang wilayah Provinsi dan Tatrawil
- Rencana Tata ruang wilayah Kabupaten Kota dan Tatralok

2. Aspek teknis, meliputi :


- Kedalaman Perairan;
- Aksesbilitas
- Infrastruktur Penunjang;
- Tinggi gelombang;
- Sedimentasi;
- Luas perairan untuk olah gerak kapal;
- Alur Pelayaran
- Arus;
- Pasang Surut dan Topografi.
3. Aspek Ekonomi dan Financial, meliputi
:
- Potensi Hinterland;
- PDRB yang potensial;
- EIRR.
- FIRR
4. Aspek Lingkungan
- Daerah tertinggal, terisolir, perbatasan
- Status Tanah
- Kependudukan

X-1
- Fasilitas umum dan Sosial
- Bukan daerah konservasi dan perlindungan lingkungan
- Dampak terhadap lingkungan
5. Aspek Keselamatan Pelayaran
- Alur pelayaran cukup
- Kebutuhan SBNP
- Rintangan Navigasi
- Tingkat kerawanan/bencana.
Semua aspek kelayakan diatas diberi bobot penilaian kriteria kelayakan sehingga
didapatkan angka passing grade total nilai dengan kriteria-kriteria seperti yang
tercantum dalam tabel berikut ini :

Tabel 10.1.
Penilaian Pembobotan kriteria kelayakan pelabuhan
No Kriteria

1 Tata Ruang

3 Ekonomi

5 Lingkungan

6 Keselamatan Pelayaran
Total Nilai
Sumber : Juknis studi kelayakan pelabuhan, Dirjen Hubla, 2014

10.1.1 Analisis Kelayakan Analisis Terhadap Tata Ruang dan Wilayah

Fungsi penataan ruang suatu kawasan dan kawasan-kawasan lain di sekitarnya


merupakan suatu input utama timbulnya pergerakan dari atau menuju kawasan
tersebut. Perkembangan atau perubahan tata ruang dapat menghasilkan potensi
pergerakan yang lebih besar atau lebih rendah sesuai rancangan peruntukannya.
Semakin besar intensitas ekonomi suatu wilayah akibat adanya perubahan tata
ruang maka semakin besar pula bangkitan dan tarikan yang dihasilkan oleh wilayah
tersebut. Bangkitan dan tarikan tersebut akan menghasilkan suatu distribusi
pergerakan dari dan ke wilayah-wilayah lain yang mempunyai hubungan ekonomi
dengan wilayah tersebut.
Hambatan ruang merupakan suatu masalah besar dalam menghubungkan
pergerakan ruang dan aktifitas tersebut. Salah satu solusi yang dibutuhkan untuk
mengatasi hambatan ruang tersebut adalah adalah ketersediaan prasarana
transportasi yang memadai. Perbedaan ruang, hambatan antar ruang, perbedaan
waktu dan jarak dapat diatasi dengan penyediaan prasarana transportasi yang
sesuai dengan jenis moda (sarana) transportasi tertentu. Sebagai titik simpul moda
transportasi laut, pelabuhan merupakan prasarana transportasi yang diperlukan
untuk memenuhi kegiatan pergerakan barang dan penumpang dalam jumlah besar
melewati suatu wilayah laut dan perairan tertentu.
Analisa struktur ruang dari suatu pelabuhan akan melibatkan penataan pada struktur
ruang pelabuhan, penataan ruang kawasan pelabuhan dan optimalisasi lahan.
Fungsi kegiatan dan fungsi masing-masing bagian yang mendukung kelancaran
kegiatan pelabuhan perlu diperhitungkan sedemikian rupa agar sesuai dengan
kebutuhan dan meminimalkan dampak lingkungan dan sosial terhadap wilayah
sekitar pelabuhan. Hasil analisis tata ruang dapat memberikan arahan
terhadap pola penataan pengembangan kawasan pelabuhan pada wilayah studi
dengan tujuan meminimalisir dampak lingkungan yang negatif, baik dalam aspek
lingkungan fisik, sosial, maupun dampak negatif dari sisi ekonomi.
Total bobot nilai dari Analisis terhadap Tata Ruang dan Wilayah adalah 20% dari
seluruh nilai pembobotan dari analisis kelayakan pembangunan pelabuhan. Analisis
ini terdiri lagi menjadi :

1. Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)


Kriteria ini diberi bobot 40 % untuk analisis terhadap tata ruang wilayah.
Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator.
Tabel 10.2.
Indikator RIPN
Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)

Terdapat dalam Keputusan Menteri Perhubungan Republik


Indonesia Nomor KP 432 Tahun 2017

Tidak terdapat dalam Keputusan Menteri Perhubungan


Republik Indonesia Nomor KP 432 Tahun 2017
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

Berdasarkan hirarki Pelabuhan - Pelabuhan Eksisting pada Lokasi Studi


Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 432
Tahun 2017 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) adalah sebagai
berikut.
Tabel 10.3
Pelabuhan dan Hierarki Pelabuhan Di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan
PENETAPAN DAN HIERARKI PELABU
NO.
Kab/Kota

Pangkajene
1
Kepulauan
Pangkajene
2
Kepulauan
Pangkajene
3
Kepulauan
Pangkajene
4
Kepulauan
Pangkajene
5
Kepulauan
RENCANA LOKASI DAN HIERARKI PELA
NO.
Kab/Kota
Pangkajene
1
Kepulauan
Pangkajene
2
Kepulauan
Pangkajene
3
Kepulauan
Pangkajene
4
Kepulauan
Pangkajene
5
Kepulauan
Pangkajene
6
Kepulauan
Pangkajene
7
Kepulauan
Pangkajene
8
Kepulauan
Pangkajene
9
Kepulauan
Pangkajene
10
Kepulauan
Pangkajene
11
Kepulauan
Pangkajene
12
Kepulauan
Pangkajene
13
Kepulauan
Pangkajene
14
Kepulauan
Pangkajene
15
Kepulauan
Sumber : Rencana Induk Pelabuhan Nasional 2017-2037 (RIPN) KM KP 432 2017
PP : Pelabuhan Pengumpul
PR : Pelabuhan Pengumpan Regional
PL : Pelabuhan Pengumpan Lokal

Karena Pelabuhan Maccini Baji terdapat dalamRIPN dengan hirarki


sebagai pelabuhan regiomal, maka untuk kriteria ini diberi bobot 100.

2. Rencana Tata Ruang Provinsi dan Tatrawil


Kriteria ini diberi bobot 35 % untuk analisis terhadap tata ruang wilayah.
Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator.
Tabel 10.4
Indikator RTRW Provinsi dan Tatrawil
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Lokasi dan nama pelabuhan yang distudi terdapat terdapat dan sesuai dengan RTRWP
Lokasi dan nama pelabuhan yang distudi terdapat tidak
terdapat dan tidak sesuai dengan RTRWP
50
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

Dalam RTRWP dalam bentuk Perda nomor 9 tahun 2009 tentang Rencana
Tata
Ruang Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 – 2029 di sebutkan pada pasal 27
ayat
2 yaitu :
“Sistem tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa
pelabuhan regional/pengumpan primer meliputi: Waruwaru dan Malili
(Kabupaten Luwu Timur), Belopa (Kabupaten Luwu), Pattirobajo (Kabupaten
Bone), Awerange (Kabupaten Barru), Galesong (Kabupaten Takalar), Jeneponto
(Kabupaten Jeneponto), Benteng dan Maccini Baji (Kabupaten Pangkajene
dan Kepulauan ) Bantaeng (Kabupaten Bantaeng)”, yang berarti bahwa
pelabuhan Maccini Baji kabupaten Pangkajene dan Kepulauan di sebutkan
dalam RTRW propinsi Sulawesi Selatan. Sehingga untuk kriteria ini diberi
bobot 100.

3. Rencana Tata Ruang Kabupaten dan Tatralok


Kriteria ini diberi bobot 25 % untuk analisis terhadap tata ruang wilayah. Berikut
adalah nilai untuk masing-masing indikator.
Tabel 10.5
Pelabuhan dan Hierarki Pelabuhan Di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan
Rencana Tatanan Ruang Wilayah Kabupaten

Lokasi dan nama pelabuhan yang di studi terdapat dan sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota

Lokasi dan nama pelabuhan yang di studi tidak terdapat dan tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota

Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

Berdasarkan RTRW Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan rencana


pengembangan pelabuhan penumpang dan barang dengan Penyusunan Tatanan
Transpotasi Wilayah (Tatrawil) Provinsi Sulawesi Selatan yakni Pelabuhan
Maccini Baji berdasarkan RTRW bahwa Pelabuhan Maccini Baji di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan dikategorikan sebagai Pelabuhan Pengumpan
Regional. Sehingga untuk kriteria ini diberi nilai 100.
Berdasarkan hasil analisis diatas tentang analisis terhadap tata ruang dan wilayah
pelabuhan Maccini Baji dapat di sajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 10.6.
Hasil hitungan bobot berdasarkan analisis Tata ruang dan Wilayah

No
1 Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)
2 RTRW Provinsi dan Tatrawil
3 RTRW Kabupaten dan Tatralok
JUMLAH %
BOBOT DARI 20 %
Sumber : hasil analisis,2018

Berdasarkan tabel hitungan diatas diketahui hasil bobot terhadap analisis Tata ruang
dan wilayah untuk studi kelayakan pembangunan peningkatan kapasitas pelabuhan
Maccini Baji di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah sebesar 20% dari
total bobot 20%.

10.1.2 Analisis Kelayakan Teknis


Aspek kelayakan teknis harus memperhatikan kondisi dan kapasitas daratan serta
perairan (alur dan kolam), bathimetri/kedalaman perairan, kecepatan dan arah angin
(wind rose), karakteristik gelombang, karakteristik pasang surut dan arus, tingkat
erosi dan abrasi serta laju pengendapan (sedimentasi), kondisi lapisan tanah, luas
daratan dan topografi.

Untuk mendukung kegiatan kepelabuhanan yang berkelanjutan dalam satu kesatuan


sistem kepelabuhanan, harus mensinergikan kondisi dan kapasitas alamiah yang ada
dikaitkan dengan indikasi kebutuhan kegiatan kepelabuhanan di masa mendatang
(kebutuhan ruang daratan dan perairan), kesesuaian rencana lokasi kegiatan
kepelabuhanan dengan kegiatan kepelabuhanan yang ada (terminal khusus dan
pelabuhan umum) sehingga tidak saling merugikan tetapi saling mendukung
perkembangan dan pembangunannya.

Kriteria teknis pemilihan lokasi antara lain: terlindung dari angin dan gelombang
yang membahayakan keselamatan olah gerak kapal; memiliki kedalaman yang
cukup untuk pergerakan kapal-kapal sesuai dimensi (draft) kapal rencana,
memiliki alur masuk
kapal yang cukup dan aman untuk keluar masuk kapal-kapal (easy approach);
memiliki tingkat sedimentasi/pengendapan akibat litoral drift, litoral transport,
maupun erosi tepian sungai (apabila terletak di muara sungai) yang rendah atau
minimal; daya dukung tanah cukup baik, tidak berada pada areal karang (coral reef)
karena daerah seperti ini merupakan daerah yang kaya (subur) akan flora dan fauna.

Berdasarkan analisis terhadap data-data yang relevan terhadap pengembangan suatu


pelabuhan, akan memberikan arahan teknis terhadap suatu rencana pembangunan
pelabuhan baik menurut kapasitasnya maupun jenis pelabuhan yang akan
dikembangkan.

1. Kedalaman Perairan

Kedalaman suatu perairan berhubungan erat dengan produktivitas, suhu


vertikal, penetrasi cahaya, densitas, kandungan oksigen, serta unsur hara
(Hutabarat dan Evans, 2008). Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap
biota yang dibudidayakan. Hal ini berhubungan dengan tekanan yang diterima
di dalam air, sebab tekanan bertambah seiring dengan bertambahnya
kedalaman (Nybakken,
1992). Kedalaman merupakan parameter yang penting dalam memecahkan
masalah teknik berbagai pesisir seperti erosi.

Untuk kriteria kedalaman perairan diberi bobot 20% untuk analisis dari aspek
teknis. Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator kedalaman pantai.

Tabel 10.7.
Indikator Kedalaman Pantai
Jarak Garis Pantai Ke Kedalaman Yang Diperlukan
(m)
<5
5 – 10
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 50
50 – 100
> 100
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017
Berdasarkan kondisi eksisting di pelabuhan Maccini Baji, dengan kedalaman sangat
landai sehingga untuk jarak dari garis pantai hingga ke dermaga kurang lebih 500
meter, sehingga bobotnya berdasarkan tabel diatas adalah 60%.
2. Gelombang

Gelombang laut adalah bentuk permukaan laut yang berupa punggung


atau puncak gelombang dan palung atau lembah gelombang oleh gerak ayun
(oscillatory movement) akibat tiupan angin, erupsi gunung api, pelongsoran
dasar laut, atau lalu lintas kapal (Sunarto, 2003). Gelombang laut memiliki
dimensi yaitu periode gelombang, panjang gelombang, tinggi gelombang, dan
cepat rambat gelombang.

Untuk kriteria ini diberi bobot 20% untuk analisis dari aspek teknis. Sedangkan
untuk pemberian nilai indikator, semakin kecil tinggi gelombang dominan
semakin besar nilai yang diberikan.
Tabel 10.8.
Indikator Gelombang Dominan
Tinggi Gelombang (m)
< 0,5
0,5 – 0,75
0,75 – 1,0
1,0 – 1,5
1,5 – 2,0
2,0 –2,5
2,5 – 3,0
3,0 – 3,5
> 3,5
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

Berdasarkan hasil analisis gelombang, bahwa gelombang di depan dermaga untuk


kondisi normal sangat kecil berkisar antara 0,2 hingga 0,6 meter. Sehingga untuk
kriteri gelombang diberi bobot 95.

3. Luas Perairan untuk Ruang Gerak Kapal


Olah gerak kapal adlah kemampuan sebuah kapal untuk merubah kedudukannya
dari suatu tempat ke tempat lain yg dikehendaki. Kemampuan tersebut di
dasarkan pada:

a. Gaya yg bekerja pada kapal.


b. Sifat dan dimana gaya tersebut
bekeja.
c. Pengaruh luar dan dalam yg dpt mempengaruhi gaya-gaya
tersebut
Untuk kriteria ini diberi bobot = 10% untuk analisis dari aspek teknis.
Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator Ruang gerak.
Tabel 10.9.
Indikator Ruang Gerak
Ruang Gerak (P = panjang kapal m)
> 3P
3,0 P - 2,75 P
2,75 P - 2,50 P
2,25 P - 2,0 P
2,0 P - 1,75 P
1,75 P - 1,5 P
1,5 P - 1,25 P
1,25 P - 1,0 P
< 1,0 P
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

Berdasarkan hasil Survey, bahwa ruang gerak kapal di depan dermaga pada kolam
putar, masih sangat bebas dengan kedalaman yang cukup dengan areal putar hingga
mencapai radius 120 meter, sehingga bobotnya berdasarkan tabel diatas adalah 90%.
4. Arus Dominan
Arus laut adalah gerakan molekul air laut yang pada umumnya dengan arah
horizontal dan vertical. Arus atas, jika arusnya bergerak di permukaan laut;
Arus bawah, jika arusnya bergerak di bawah permukaan air laut. Long shore
current, arah aliran arus sejajar dengan garis pantai
Untuk kriteria arus dominan diberi bobot 10% untuk analisis dari aspek teknis.
Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator arus dominan.
Tabel 10.10.
Indikator Arus Dominan
Kecepatan Arus Dominan(m/dt)
< 0,05
0,05 – 0,10
0,10 – 0,20
0,20 – 0,30
0,30 – 0,40
0,40 – 0,50
0,50 – 0,75
0,75 – 1,00
> 1,00
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017
Berdasarkan hasil Survey, untuk arus dominan di depan dermaga pelabuhan Maccini
Baji adalah dengan kecepatan antara 0,05 m/det hingga 0,06 m/det, sehingga bobotnya
berdasarkan tabel diatas adalah 95%.

5. Pasang Surut
Pasang laut adalah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau samudera
yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari. Untuk kriteria
pasang surut diberi bobot 10% untuk analisis dari aspek teknis. Berikut adalah
nilai untuk masing-masing indikator beda pasang surut.
Tabel 10.11.
Indikator Pasang surut
Tunggang Pasang (m)
< 1,0
1,0 – 1,5
1,5 – 2,0
2,0 – 2,5
2,5 – 3,0
3,0 – 3,5
3,5 – 4,0
4,0 – 4,5
> 4,5
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

Berdasarkan hasil Survey, untuk pasang surut tunggang pasut di lokasi studi 2 meter,
yang diukur dari pasang tertinggi (Hws) hingga surut terendah (Lws), sehingga bobotnya
berdasarkan tabel diatas adalah 90%.
6. Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh
media air, angin, es atau gletser di suatu cekungan.
Untuk kriteria ini diberi bobot 10 % dari nilai keseluruhan dari aspek teknis.
Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator faktor sedimentasi
Tabel 10.12.
Pedoman penentuan nilai Sedimentasi
Aspek Sedimentasi
Di pantai, jauh dari sungai, jauh dari bangunan pantai yang menjorok ke laut

Di pantai, jauh dari sungai, dekat dengan bangunan pantai yang menjorok ke laut
Di pantai, dekat sungai, jauh dari bangunan pantai yang menjorok ke laut

Di pantai, dekat dari sungai, dekat dengan bangunan pantai yang menjorok ke laut

Di sungai, jauh dari muara


Di sungai, dekat dengan muara
Di muara sungai

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa tidak terdapat sungai atau bangunan
yang menjorok ke laut di sekitar Pelabuhan sehingga bobot sesuai tabel yaitu 100%.

7. Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu


objek, pelayanan ataupun lingkungan. Kemudahan akses tersebut
diimplementasikan pada bangunan gedung, lingkungan dan fasilitas umum
lainnya.

Untuk kriteria ini diberi bobot 10 %. Berikut adalah nilai untuk masing-masing
indikator aksesibilitas.
Tabel 10.13.
Indikator Aksesbilitas
Indikator Aksesibilitas

Sudah Memiliki Jalan Akses, Sudah Perkerasan, Cukup 2 Kendaraan R-4

Sudah Memiliki Jalan Akses, Sudah Perkerasan, Cukup 1 Kendaraan R-4

Sudah Memiliki Jalan Akses, Belum Perkerasan, Cukup 2 Kendaraan R-4

Sudah Memiliki Jalan Akses, Belum Perkerasan, Cukup 1 Kendaraan R-4

Belum Memiliki Jalan Akses, Jarak Ke Jar. Jalan < 100 M

Belum Memiliki Jalan Akses, Jarak Ke Jar. Jalan 100 - 250 M

Belum Memiliki Jalan Akses, Jarak Ke Jar. Jalan 250 - 500 M

Belum Memiliki Jalan Akses, Jarak Ke Jar. Jalan 500 – 1.000 M

Belum Memiliki Jalan Akses, Jarak Ke Jar. Jalan > 1.000 M


Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa jalan masuk ke pelabuhan Maccini
Baji cukup untuk dilalui oleh kendaraan roda 4 maupun truk di tiap arah dengan kondisi
jalan beton dan aspal, sehingga bobotnya berdasarkan tabel diatas adalah 100%

8. Fasilitas Pendukung
Fasilitas penunjang yang dimaksudkan disini adalah semua fasilitas atau
infrastruktur penunjang yang mendukung pengembangan suatu pelabuhan.

Untuk kriteria fasilitas pendukung ini diberi bobot 5% dari nilai keseluruhan dari
aspek teknis. Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator
fasilitas
pendukung.
Tabel 10.14.
Indikator Fasilitas Pendukung
Indikator Fasilitas Pendukung
Fasilitas Lengkap, Ada Jaringan, Mencukupi Kebutuhan, Dekat
Instalasi Eksisting
Fasilitas Cukup, Ada Jaringan, Mencukupi Kebutuhan, Jauh Dari
Instalasi Eksisting
Fasilitas Cukup, Belum Ada Jaringan, Mencukupi Kebutuhan, Jauh Dari Instalasi Eksisting

Fasilitas Cukup, Ada Jaringan, Tidak Mencukupi Kebutuhan

Fasilitas Kurang, Ada Jaringan, Mencukupi Kebutuhan

Fasilitas Kurang, Belum Ada Jaringan, Tidak Mencukupi


Kebutuhan
Belum Ada Fasilitas
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa pelabuhan Maccini Baji


memiliki fasilitas pendukung yang cukup, sehingga bobotnya berdasarkan tabel diatas
adalah 90%.

9. Topografi
Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain seperti
planet, satelit alami (bulan dan sebaginya) dan asteroid.
Kriteria ini diberi bobot 5% dari nilai keseluruhan dari aspek teknis. Berikut
adalah nilai untuk masing-masing indikator kondisi lahan.
Tabel 10.15.
Indikator Penilaian Topografi
Indikator kondisi lahan/topografi
Daya dukung baik, kelandaian lahan < 15o, bebas dari pasang
surut
Daya dukung sedang, kelandaian lahan < 15o, bebas dari pasang
surut
Daya dukung baik, kelandaian lahan > 15o, bebas dari pasang
surut
Daya dukung sedang, kelandaian lahan > 15o, bebas dari pasang
surut
Daya dukung buruk, kelandaian lahan < 15o, bebas dari pasang
surut
Daya dukung buruk, kelandaian lahan > 15o, bebas dari pasang
surut
Daya dukung baik, kelandaian lahan < 15o, terpengaruh pasang
surut
Daya dukung buruk, kelandaian lahan > 15o, terpengaruh
pasang surut
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub,
2017

Berdasarkan hasil pengukuran topografi di lapangan daya dukung lahan masih ada,
hanya berupa tanah lapang dan bebas dari pasang surut, sehingga bobotnya berdasarkan
tabel diatas adalah 90%

Berdasarkan hasil analisis diatas tentang analisis terhadap Aspek Teknis pelabuhan
Maccini Baji di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat di sajikan pada tabel
dibawah ini :
Tabel 10.16
Hasil hitungan bobot berdasarkan analisis Aspek Teknis

No
1 Kedalaman perairan
2 Tinggi gelombang
3 Luas perairan untuk olah gerak kapal
4 Arus
5 Pasang surut
6 Sedimentasi
7 Aksesbilitas
8 Fasilitas Pendukung
9 Topografi
JUMLAH %
BOBOT DARI 16 %
Sumber : hasil analisis, 2018
Berdasarkan tabel hitungan diatas diketahui hasil bobot terhadap analisis dari aspek
teknis untuk studi kelayakan peningkatan kapasitas pelabuhan Maccini Baji di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah sebesar 13,84% dari total bobot 16%.

10.1.3 Analisis Kelayakan Ekonomi


Analisis kelayakan ekonomi adalah kelayakan ekonomi didefenisikan sebagai
kelayakan bagi semua pihak yang memanfaatkan, baik langsung maupun tidak
langsung dari suatu pembangunan atau pengembangan suatu sistem transportasi.
Dalam kaitannya terhadap analisis ekonomi, manfaat (benefit) yang diperoleh
semestinya lebih besar jika dibandingkan dengan biaya (cost) yang dikeluarkan.
Oleh karena itu, perhitungan manfaat merupakan faktor vital dalam memutuskan
apakah suatu rencana pembangunan atau pengembangan, dalam hal ini, monorel
tersebut layak dilaksanakan atau tidak.
Pembangunan pelabuhan laut diarahkan dalam rangka menunjang pertumbuhan
ekonomi wilayah. Analisis kelayakan ekonomi berkaitan dengan biaya dan manfaat
yang bakal ditimbulkan bagi kepentingan daerah. Analisis kelayakan ekonomi
menitik beratkan pada kerugian dan manfaat ekonomi ikutan (sekunder), meliputi
dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan optimalisasi dan pengembangan /
pembangunan suatu pelabuhan. Analisis kelayakan ekonomis diperlukan untuk
mengetahui secara obyektif kelayakan pembangunan pelabuhan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor kerugian dan keuntungan ekonomi dari adanya
suatu pelabuhan atau rencana pengembangan pelabuhan di lokasi tersebut.
Yang menjadi parameter manfaat ataupun kerugian ekonomis dari suatu
rencana pembangunan pelabuhan meliputi antara lain :
1. Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB)
2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
3. Terbukanya kesempatan berusaha
4. Berkembangnya sektor dan sub sektor ekonomi yang
terkait
5. Terbukanya akses terhadap potensi pasar yang
baru.
Sedangkan parameter kerugian atau dampak negatif ekonomis dari suatu
rencana pembangunan pelabuhan misalnya antara lain :
1. Tertutupnya akses masyarakat/nelayan ke wilayah
pesisir.
2. Potensi pencemaran lingkungan akibat dampak pembangunan dan
kegiatan operasi pelabuhan.
3. Berubahnya rona lingkungan
4. Berkurangnya pendapatan masyarakat
tertentu.
Aspek kelayakan ekonomi harus memperhatikan produk domestik regional bruto,
aktivitas/perdagangan dan industri yang ada serta prediksi di masa mendatang,
perkembangan aktivitas barang dan penumpang, kontribusi pada peningkatan taraf
hidup penduduk serta perhitungan ekonomi dan finansial bagi kegiatan
kepelabuhanan yang berkelanjutan berdasarkan data indikator ekonomi wilayah dan
potensi arus barang dan penumpang, dilakukan proyeksi untuk jangka menengah dan
panjang.

1. Analisis Ekonomi
a. Keuntungan (Benefit Cost)

Manfaat yang diperoleh dari Peningkatan kapasitas Pelabuhan Maccini Baji


ini adalah tercapainya jalur transportasi laut antar daerah khususnya
wilayah kepulauan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan khususnya dan
Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya. Manfaat tersebut dapat dianggap
sebagai benefit cost (keuntungan) dalam perhitungan analisa ekonomi.
b. Potensi Hinterland
Lingkup kegiatan ini merupakan pendalaman terhadap potensi daerah
hinterland yang akan dipengaruhi oleh prospek potensi pelabuhan yang akan
dibangun, ditinjau dari berbagai aspek antara lain dari aspek potensi
daerahnya, komoditas unggulan, karakteristik dan pola perdagangan
komoditas, pergerakan barang dan penumpang, kebijakan pemerintah di
bidang transportasi laut dan pertumbuhan ekonomi kawasan.
Dalam kegiatan ini dilakukan proses identifikasi dan peramalan semua
faktor- faktor di atas yang diperkirakan memiliki kaitan dengan potensi
pergerakan kargo/penumpang dari wilayah studi. Proses peramalan
dilakukan dengan menggunakan pendekatan dan metode ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan, seperti analisis regresi, metode rata-rata
pertumbuhan, analisis kargo surplus, model sistem dinamis, model simulasi,
dan lain-lain.
Dalam studi kelayakan ini potensi hinterland pelabuhan terwakili oleh
jumlah potensi arus barang dan penumpang yang melalui pelabuhan tersebut.
1) Arus Barang
Untuk kategori kelas pelabuhan pengumpul Regional (PR), kriteria
arus barang diberi bobot 20% dari nilai keseluruhan dari aspek
Ekonomi. Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator arus
barang.
Tabel 10.17
Indikator Arus barang pada tahun akhir rencana
Potensi Arus Barang (ton)
> 250.000
250.000 - 200.001
200.000 - 150.001
150.000 - 100.001
100.000 - 50.001
50.000 - 25.001
< 25.000

Untuk Pelabuhan Maccini Baji dengan jumlah arus barang pada tahun
akhir rencana sebesar 184.270 ton maka diberi bobot 80.
2) Arus Penumpang
Untuk kategori kelas pelabuhan pengumpul Regional (PR), kriteria arus
Penumpang diberi bobot 20% dari nilai keseluruhan dari aspek Ekonomi.
Tabel 10.18
Indikator Arus Penumpang pada tahun akhir rencana
Potensi Arus Penumpang (orang)
> 100.000
100.000 - 75.001
75.000 - 50.001
50.000 - 25.001
25.000 - 10.001
< 10.000
Untuk Pelabuhan Maccini Baji dengan jumlah arus penumpang pada tahun
akhir rencana sebesar + 34.000 ton maka diberi bobot 70.

3) Potensi PDRB wilayah


PRDB Perkapita. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi
ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar
harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.
Untuk kategori kelas pelabuhan pengumpul Regional (PR), kriteria
PDRB diberi bobot 3% dari nilai keseluruhan dari aspek Ekonomi.
Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator PDRB.
Tabel 10.19
Indikator PDRB pada tahun akhir rencana
PDRB (Ribu Rp)
> 15.000
15.000 - 10.001
10.000 - 7.501
7.500 - 5.001
5.000 - 2.501
2.500 - 1.001
< 1.000

Untuk wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan proyeksi


PDRB tahun akhir rencana sebesar + 80.000.000 maka diberi bobot 100.

c. EIRR
Untuk kategori EIRR, kriteria EIRR diberi bobot 4% dari nilai keseluruhan
dari aspek Ekonomi.
Tabel 10.20
Indikator EIRR pada tahun akhir rencana
Indikator Ekonomi
NVP > 0; B/C > 1; EIRR > suku bunga bank dan
BEP < 5 tahun
NVP > 0; B/C > 1; EIRR > suku bunga bank dan 5
<= BEP < 10 tahun
NVP > 0; B/C > 1; EIRR > suku bunga bank dan
10 <= BEP < 15 tahun
NVP > 0; B/C > 1; EIRR > suku bunga bank dan
BEP > 15 tahun
NVP > 0; B/C > 1; EIRR > suku bunga bank dan
BEP > umur proyek
NVP < 0; B/C < 1; EIRR < suku bunga bank

Berdasarkan hasil analisis diatas tentang analisis terhadap Aspek Kelayakan


Ekonomi Pelabuhan Maccini Baji dapat di sajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 10.21
Hasil hitungan bobot berdasarkan analisis Aspek Kelayakan Ekonomi

No
1 Potensi Hinterland
a. Arus Barang
b. Arus Penumpang
2 PDRB
3 EIRR
JUMLAH %
BOBOT DARI 13 %
Sumber : hasil
analisis,2018

Berdasarkan tabel hitungan diatas diketahui hasil bobot terhadap analisis dari aspek
Kelayakan Ekonomi untuk studi kelayakan peningkatan kapasitas pelabuhan
Maccini Baji adalah sebesar 9,10% dari total bobot 13%.

2. Analisis Kelayakan Financial


Analisis kelayakan finansial Oleh Abubakar, Iskandar (1997) Menjelaskan
mengenai finansial dari suatu proyek sistem transportasi transit massal, dimana
olehnya dijabarkan bahwa biaya dari proyek ini terdiri atas Construction Cost
(Biaya Pembangunan), Land and Replacement Cost (Biaya tanah dan Ganti
Rugi), serta Biaya Operasi dan maintenance, sedangkan Pengembalian dari
proyek ini diharapkan diperoleh dari Pendapatan langsung yang dalam hal ini
berasal dari pendapatan farebox (tiket). Pada analisis kelayakan finansial ini
dikembangkan skenario pemeriksaan kelayakan sesuai dengan rencana
pengembangan skenario yang telah ditentukan sebelumnya. Keputusan untuk
melakukan investasi yang menyangkut sejumlah besar dana dilakukan dengan
harapan mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang seringkali berdampak
besar terhadap kelangsungan hidup suatu proyek.
Analisis kelayakan finansial diperlukan untuk melihat apakah rencana investasi
suatu proyek kawasan pelabuhan secara finansial cukup layak atau
menguntungkan.
Kelayakan finansial ditentukan dengan sekurang-kurangnya
memperhitungkan
Net Present Value (NPV) dan Financial Internal Rate of Return (FIRR) dari
kebutuhan investasi pembangunan dan operasional pelabuhan dibandingkan
pendapatan (revenue) yang akan diperoleh.
Perhitungan kelayakan ekonomi dan finansial dilakukan untuk skenario-
skenario proyeksi pertumbuhan pergerakan yang rendah (pesimis), sedang
(base-case) dan tinggi (optimis). Dari analisa yang dilakukan dapat diketahui
tingkat kelayakan ekonomi dan finansial yang akan menjadi salah satu dasar
kelayakan rencana pembangunan pelabuhan.
Untuk kategori FIRR, kriteria FIRR diberi bobot 4%. Berikut adalah nilai
untuk
masing-masing indikator FIRR.
Tabel 10.22
Indikator FIRR pada tahun akhir rencana
FIRR
Memenuhi FIRR
Tidak memenuhi FIRR

Berdasarkan hasil analisis diatas tentang analisis terhadap Aspek Kelayakan


Financial Pelabuhan Maccini Baji dapat di sajikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 10.23
Hasil hitungan bobot berdasarkan analisis Aspek Kelayakan Financial

No
1 FIRR
JUMLAH %
BOBOT DARI 4 %
Sumber : hasil analisis,2018

10.1.4 Analisis Kelayakan Lingkungan


Aspek lingkungan harus memperhatikan daya dukung lokasi, zona pemanfaatan
lahan dan perairan (apakah rencana lokasi telah sesuai untuk pemanfaatannya),
tidak berlokasi di hutan lindung, daerah konservasi fauna dan flora, bukan
merupakan zona perlindungan pesisir dan laut yang terdiri dari:
1. Kawasan pelestarian alam (taman nasional dan taman wisata
alam)
2. Kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka
margasatwa)
3. Kawasan perlindungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil (taman laut,
kawasan perlindungan bagi mamalia laut, suaka perikanan, daerah migrasi biota
laut dan daerah perlindungan laut, terumbu karang, kawasan pemilahan dan
perlindungan biota lainnya).
Kajian terhadap aspek lingkungan dalam Studi Kelayakan hanya bersifat indikatif
dan tetap harus ditindaklanjuti dengan studi lingkungan seperti AMDAL atau
UKL/UPL sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang
lingkungan hidup. Dalam pembangunan konstruksi pelabuhan, elemen-elemen
lingkungan yang harus diperhitungkan dalam analisis meliputi:
1. Keseimbangan antara luasan pemanfaatan dan pelestarian ekosistem yang ada,
di mana persyaratan (Luas pemanfaatan / fungsi lahan yang diijinkan untuk
dikonversi terhadap luasan ekosistem yang ada adalah maksimum 40% atau
mengikuti peraturan yang ada di daerah setempat);
2. Daya dukung lingkungan (carrying capacity);
3. Rona awal lingkungan di lokasi yang meliputi kondisi fisik, kimia,
biologi, ekosistem, flora dan fauna perairan, serta sosio ekonomi dan budaya;
4. Lahan pelabuhan maupun jalan akses menuju pelabuhan tidak berada di
dalam kawasan lindung, konservasi atau
5. kawasan khusus di mana pada areal tersebut tidak diperbolehkan adanya
kegiatan kepelabuhanan ataupun pembangunan fisik lainnya;
6. Rencana dan tahapan yang harus ditempuh untuk proses relokasi atau
pemindahan apabila pada rencana lokasi pelabuhan terdapat penduduk ataupun
kegiatan ekonomi di bidang lain seperti perikanan, pertanian, perkebunan, dsb;
7. Rencana pengadaan lahan kompensasi untuk mengganti lahan konservasi
atau hutan lindung yang digunakan untuk kegiatan kepelabuhanan;
8. Rencana tahapan pembangunan yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat
meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan;
9. Teknologi (sistem dan peralatan) yang digunakan dalam proses
pembangunan dipilih yang bersifat ramah terhadap lingkungan.
10. Contoh: Pemancangan tiang pada kawasan yang memiliki ekosistem terumbu
karang tidak diijinkan menggunakan Diesel Hammer/Drop Hammer, tetapi
menggunakan borpile atau cissel system.
Adapun kelayakan lingkungan yang akan dianalisis adalah sebagai berikut :
1. Kondisi daerah
Pemanfaatan lingkungan fisik oleh manusia pada hakikatnya tegantung pada
kondisi lingkungan fisik itu sendiri dan kualitas manusianya. Penguasaan Ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat berpengaruh terhadap kegiatan
manusia untuk mengelola dan memanfaatkan kondisi lingkungan fisiknya untuk
kesejahteraan hidupnya
Untuk kategori Kondisi daerah, kriteria diberi bobot 20% dari nilai keseluruhan
dari aspek lingkungan. Berikut adalah nilai untuk masing-masing
indikator
Kondisi Daerah.
Tabel 10.24
Indikator Kondisi daerah
Indikator Aksesibilitas
Merupakan daerah tertinggal, terisolir dan daerah perbatasan dengan negara tetangga

Merupakan daerah tertinggal, terisolir dan bukan perbatasan dengan negara tetangga

Merupakan daerah tertinggal, bukan daerah terisolir dan bukan perbatasan dengan negara tetangga

Bukan merupakan daerah tertinggal, bukan daerah terisolir dan merupakan daerah perbatasan dengan neg

Merupakan daerah tertinggal, bukan daerah terisolir dan merupakan daerah perbatasan dengan negara teta

Merupakan daerah tertinggal, bukan daerah terisolir dan bukan daerah perbatasan dengan negara tetangga

Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

2. Status Tanah
Kriteria ini diberi bobot 20 %. Berikut adalah nilai untuk masing-masing
indikator ketersediaan lahan.
Tabel 10.25
Indikator Ketersediaan Lahan
Indikator ketersediaan lahan
Tanah negara, luas cukup, kosong, dapat dibebaskan

Tanah negara, luas cukup, ada bangunan, dapat dibebaskan

Milik pribadi, luas cukup, kosong, dapat dibebaskan, sesuai rutr

Milik pribadi, luas cukup, ada bangunan, dapat dibebaskan, sesuai rutr

Tanah negara, luas kurang, kosong, dapat dibebaskan, sesuai rutr

Tanah negara, luas kurang, ada bangunan, dapat dibebaskan, sesuai rutr

Milik pribadi, luas kurang, kosong/ada bangunan, dapat dibebaskan, sesuai rutr

Lahan dapat dibebaskan, tidak sesuai rutr


Lahan tidak dapat dibebaskan, tidak sesuai rutr
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

3. Kependudukan
Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur,
umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian,
persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut politik,
ekonomi, sosial, dan budaya.
Untuk kategori kelas pelabuhan Pengumpul Regional (PR), kriteria
Kependudukan diberi bobot 15% dari nilai keseluruhan dari aspek Lingkungan.
Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator Lingkungan kategori
kependudukan untuk pelabuhan pengumpul regional (PR).
Tabel 10.26
Indikator Kependudukan pada tahun rencana
Indikator ketersediaan lahan
Kepadatan penduduk lebih besar dari 401 jiwa/km2
Kepadatan penduduk lebih besar dari 251-400 jiwa/km2

Kepadatan penduduk lebih besar dari 51-250 jiwa/km2


Kepadatan penduduk lebih besar dari 1-50 jiwa/km2

Tidak berpenghuni
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

4. Fasilitas Umum dan Sosial


Arti definisi/pengertian fasilitas umum adalah fasilitas yang diadakan
untuk kepentingan umum. Contoh dari fasilitas umum (fasum) adalah seperti
jalan, angkutan umum, saluran air, jembatan, fly over, under pass, halte, alat
penerangan umum, jaringan listrik, banjir kanal, trotoar, jalur busway, tempat
pembuangan sampah, dan lain sebagainya.
Arti definisi/pengertian fasilitas sosial adalah fasilitas yang diadakan oleh
pemerintah atau pihak swasta yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum
dalam lingkungan pemukiman. Contoh dari fasilitas sosial (fasos) adalah
seperti puskemas, klinik, sekolah, tempat ibadah, pasar, tempat rekreasi, taman
bermain, tempat olahraga, ruang serbaguna, makam, dan lain sebagainya.
Untuk kategori fasilitas umum dan fasilitas sosial, kriteria diberi bobot 15%
dari nilai keseluruhan dari aspek Lingkungan. Berikut adalah nilai untuk
masing- masing indikator Fasilitas Umum dan fasilitas sosial untuk pelabuhan
pengumpul
lokal (PR).
Tabel 7.27
Indikator Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
Indikator kondisi Fasilitas Umum dan Sosial
Tersedia pasar dan hotel dengan jarak kurang dari
500 m dari lokasi pelabuhan
Tersedia pasar dan hotel dengan jarak 500 m sampai 1000 m dari lokasi pelabuhan

Tersedia pasar dan hotel dengan jarak 1000 m sampai 2000 m dari lokasi pelabuhan

Tersedia pasar dan hotel dengan jarak 2000 m sampai 3000 m dari lokasi pelabuhan

Tersedia pasar dan hotel dengan jarak 3000 m sampai 4000 m dari lokasi pelabuhan

Tersedia pasar dan hotel dengan jarak 4000 m sampai 5000 m dari lokasi pelabuhan

Tersedia pasar dan hotel dengan jarak 5000 m sampai 6000 m dari lokasi pelabuhan
Tersedia pasar dan hotel dengan jarak lebih besar 60
dari 6000 m dari lokasi pelabuhan
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub,
2017

5. Daerah Kawasan
Adapun pengertian kawasan konservasi yang ditemukan dan digunakan oleh
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA),
Departemen Kehutanan adalah “kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan
suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung
Untuk kategori kawasan konservasi, kriteria diberi bobot 15% dari nilai
keseluruhan dari aspek Lingkungan. Berikut adalah nilai untuk masing-
masing
indikator kawasan konservasi.
Tabel 7.28
Indikator Daerah Kawasan
Indikator Daerah Kawasan

Merupakan kawasan budi daya lainnya, yang antara lain meliputi kawasan peruntukan: instalasi pem

Merupakan kawasan peruntukan permukiman, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan: per

Merupakan kawasan peruntukan pariwisata, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan: semu

Merupakan kawasan peruntukan industri, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan: industri

Merupakan kawasan peruntukan pertambangan, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan: m

Merupakan kawasan peruntukan perikanan, yang dapat dirinci meliputi kawasan: perikanan tangkap
Merupakan kawasan peruntukan perkebunan, yang dapat dirinci berdasarkan jenis komoditas perke

Merupakan kawasan peruntukan pertanian, yang dapat dirinci meliputi: pertanian lahan basah, pert

Merupakan kawasan hutan rakyat

Merupakan kawasan peruntukan hutan produksi, yang dapat dirinci meliputi: kawasan hutan produ

Merupakan kawasan lindung


Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

6. Dampak terhadap Lingkungan


Dampak terhadap lingkungan adalah perubahan lingkungan yang diakibatkan
oleh suatu kegiatan.vvUntuk kategori dampak terhadap lingkungan, kriteria
diberi bobot 15% dari nilai keseluruhan dari aspek Lingkungan. Berikut adalah
nilai untuk masing-masing indikator Dampak terhadap lingkungan.
Tabel 10.29
Indikator Dampak terhadap lingkungan
Indikator Dampak Lingkungan
Tidak berpotensi terjadinya dampak lanjutan, penyebaran dampak lokal, tidak bersifat kumulatif da

Tidak berpotensi terjadinya dampak lanjutan, penyebaran dampak lokal, tidak bersifat kumulatif da

Berpotensi terjadinya dampak lanjutan, penyebaran dampak lokal, bersifat kumulatif dan dampa

Berpotensi terjadinya dampak lanjutan, penyebaran dampak luas, bersifat kumulatif dan dampak da

Berpotensi terjadinya dampak lanjutan, penyebaran dampak luas, bersifat kumulatif dan dampak tid

Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub,


2017

Berdasarkan hasil analisis diatas tentang analisis terhadap Aspek Kelayakan


Lingkungan pelabuhan Maccini Baji di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
dapat di sajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 10.30
Hasil hitungan bobot berdasarkan analisis Aspek Kelayakan Lingkungan

No
1 Daerah tertinggal, terisolir, perbatasan
2 Status Tanah
3 Kependudukan
4 Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
5 Kondisi daerah Kawasan
6 Dampak terhadap Lingkungan
JUMLAH %
BOBOT DARI 27 %
Sumber : hasil analisis, 2018

Berdasarkan tabel hitungan diatas diketahui hasil bobot terhadap analisis dari aspek
Kelayakan lingkungan untuk studi kelayakan peningkatan kapasitas pelabuhan
Maccini Baji di pulau Maccini Baji kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah
sebesar 21,19% dari total bobot 27%.

10.1.5 Analisis Keselamatan Pelayaran


Keselamatan pelayaran pada pelabuhan merupakan aspek penting guna mewujudkan
terpenuhinya keselamatan pelayaran pada pelabuhan yang bersangkutan.
Kondisi keselamatan pelayaran sangat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Kondisi alam seperti lokasi, angin, ombak, arus, pasang surut dan
sedimentasi;
2. Kondisi kelengkapan dan fungsi fasilitas pelabuhan termasuk tempat sandar
kapal, kolam pelabuhan, areal labuh, perairan untuk alur penghubung dalam
pelabuhan, alur pelayaran, area darurat dan perairan khusus; \
3. Kondisi fasilitas keselamatan pelayaran berupa rambu-rambu navigasi
dan telekomunikasi.
Lokasi pelabuhan harus dapat menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran
sehingga kegiatan kepelabuhanan dapat berjalan dengan aman, nyaman, dan lancar.
Setiap halangan dan rintangan navigasi yang ada harus ditandai dengan sarana bantu
navigasi sesuai ketentuan yang berlaku secara nasional dan internasional.
Untuk menjamin operasional pelabuhan yang aman dan selamat, diperlukan rencana
organisasi dan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk pengelolaan pelabuhan
setelah selesai dibangun. Dalam hal ini, rencana lokasi pelabuhan harus
mendapatkan
rekomendasi dari pejabat pemegang fungsi keselamatan pelayaran, yaitu
syahbandar pada instansi penyelenggara pelabuhan umum terdekat.
Kondisi struktur sarana prasarana keselamatan pelayaran pada wilayah studi perlu
dianalisis dalam rangka pemenuhan kebutuhan keselamatan pelayaran pelabuhan.
Hasil analisis kelayakan teknis akan menjadi bahan masukan bagi penyusunan
disain teknis kebutuhan pelabuhan dan keselamatan pelayaran.
1. Alur Pelayaran

Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari oleh
kapal di laut, sungai atau danau. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut
dan buku petunjuk-pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang.

Kriteria ini diberi bobot 25 % untuk analisis dari aspek Keselamatan Pelayaran.
Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator alur pelayaran.
Tabel 10.31
Indikator Alur Pelayaran
Indikator Alur Pelayaran

Lebar alur lebih besar dari 4.0 lebar kapal (B) dan kedalaman alur lebih besar dari 1.75 kali sarat kap

Lebar alur antara 3.7 B-4.0 B dan kedalaman alur antara


1.50T-1.75T
Lebar alur antara 3.5 B-3.75 B dan kedalaman alur antara
1.25T-1.50T
Lebar alur antara 3.25 B-3.50 B dan kedalaman alur antara
1.2T-1.25T
Lebar alur antara 3 B-3.25 B dan kedalaman alur antara
1.15T-1.2T
Lebar alur lebih kecil dari 3 kali lebar kapal dan kedalaman alur kurang dari 1.15 sarat kapal

Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017


Dimana L = Panjang kapal rencana, dan D = Sarat kapal rencana, B = Lebar kapal

2. Kebutuhan SBNP
Untuk membawa kapal dari suatu tempat ke tampat tujuan dengan aman dan
efisien disamping diperlukan adanya bantuan pesawat navigasi yang ada di atas
kapal diperlukan lagi adanya sarana bantu navigasi yaitu berupa rambu-rambu
navigasi pelayaran. Fungsi dari sarana bantu navigasi pelayaran adalah
untuk
menendai bahaya, sebagai penentuan posisi kapal dan untuk menandai
alur pelayaran.

Jenis-jenis sarana bantu navigasi pelayaran yang ditempatkan pada alur-


alur pelayaran, dipelabuhan maupun pulau meliputi :menara suar, rambu suar,
suar spot, suar penuntun, suar pengarah, dan lainya.

Kriteria ini diberi bobot 25 % untuk analisis dari aspek Keselamatan Pelayaran.
Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator SBNP.

Tabel 10.32
Indikator SBNP
Indikator SBNP
Jumlah lampu navigasi maksimal 3 buah
Jumlah SBNP antara 3-5 buah
Jumlah SBNP antara 5-7 buah
Jumlah SBNP antara 7-10 buah
Jumlah SBNP antara 10-15 buah
Jumlah SBNP lebih dari 15 buah
Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

3. Rintangan Navigasi
Rintangan Navigasi adalah hambatan atau halangan penentuan kedudukan
(position) dan arah perjalanan baik di medan sebenarnya atau di peta, dan oleh
sebab itulah pengetahuan tentang pedoman arah (compass) dan peta serta teknik
penggunaannya haruslah dimiliki dan dipahami.
Sebelum pedoman arah ditemukan, pandu arah dilakukan dengan melihat
kedudukan benda-benda langit seperti matahari dan bintang-bintang di langit,
yang tentunya bermasalah kalau langit sedang mendung.
Kriteria Rintangan Navigasi diberi bobot 25 % untuk analisis dari aspek
Keselamatan Pelayaran. Berikut adalah nilai untuk masing-masing indikator
Rintangan Navigasi yang ditinjau dari karakteristik dari alur pelayarannya.
Tabel 10.33
Indikator Rintangan Navigasi
Indikator Rintangan Pelayaran
Tidak terdapat adanya salah satu dari karang, air dangkal, gosong dan bangkai kapal

Terdapat salah satu dari rintangan pada poin 1


Terdapat dua dari ringangan pada poin 1
Terdapat 3 dari ringangan pada poin 1
Terdapat 4 dari ringangan pada poin 1

Terdapat adanya rintangan berupa secara bersama-sama karang, air dangkal, gosong dan bangkai kapal

Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub,


2017

4. Tingkat Kerawanan Bencana di laut


Kriteria Tingkat kerawanan bencana di laut diberi bobot 25 % untuk analisis
dari aspek Keselamatan Pelayaran. Berikut adalah nilai untuk masing-
masing indikator tingkat kerawanan bencana di laut.
Tabel 10.34
Indikator Tingkat kerawanan Bencana
Indikator Potensi Bencana
Tidak berpotensi terjadinya bencana gempa, tsunami dan gelombang tinggi

Berpotensi terjadinya salah satu dari jenis bencana pada poin 1

Berpotensi terjadinya dua dari jenis bencana pada poin 1

Semua jenis bencana pada poin 1 berpotensi terjadi

Sumber : Juknis Studi Kelayakan Kemhub, 2017

Berdasarkan hasil analisis diatas tentang analisis terhadap Aspek Keselamatan


Pelayaran pelabuhan Maccini Baji dapat di sajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 10.35
Hasil hitungan bobot berdasarkan analisis Aspek Keselamatan pelayaran

No
1 Alur pelayaran cukup
2 Kebutuhan SBNP
3 Rintangan Navigasi
4 Tingkat kerawanan/bencana
JUMLAH %
BOBOT DARI 20 %
Sumber : hasil analisis,
2018

Berdasarkan tabel hitungan diatas diketahui hasil bobot terhadap analisis dari aspek
keselamatan pelayaran untuk studi kelayakan peningkatan kapasitas pelabuhan
Maccini Baji di pulau Maccini Baji kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah
sebesar 19% dari total bobot 20%.

10.2 Analisis Kelayakan Pembangunan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan


Suatu pelabuhan layak dibangun/peningkatan kapasitas yang terpasang apabila
memenuhi passing grade seperti yang ditunjukkan pada buku “Petunjuk Teknis
Studi Kelayakan Pelabuhan” yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan yang dikeluarkan pada
tahun 2017, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 10.36
Status Kelayakan Pembangunan Pelabuhan berdasarkan Passing
Grade

No Status Kelayakan

1 Tidak Layak dibangun


2 Kurang layak dibangun
3 Layak dibangun
Sangat layak dibangun dan prioritas utama
4
Sumber : Juknis studi kelayakan pelabuhan, Dirjen Hubla, 2017

Berdasarkan hasil analisis kelayakan diatas yang berdasarkan beberapa kriteria,


maka didapatkan angka passing grade total nilai adalah 86,80% yang berarti bahwa
Pembangunan/peningkatan kapasitas pelabuhan Maccini Baji di pulau Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan , Layak di tingkatkan kapasitasnya dan
perlu
dilengkapi dengan kajian selanjutnya, seperti yang ditunjukkan dalam tabel
hasil analisis sebagai berikut :

Tabel 10.37
Hasil Penilaian Pembobotan kriteria kelayakan Peningkatan Fasilitas
Pelabuhan
Maccini Baji

No Kriteria

1 Tata Ruang

3 Ekonomi

5 Lingkungan

Total Nilai
Sumber : hasil analisis,2018
BAB XI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

11.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari studi kelayakan Peningkatan Kapasitas
Pelabuhan Maccini Baji di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah sebagai
berikut :
1. Secara Teknis kondisi lingkungan di sekitar Pelabuhan Maccini Baji
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan mendukung dilaksanakan
peningkatan kapasitas untuk mengantisipasi demand transportasi laut yang
meningkat signifikan hingga periode jangka panjang.
2. Kajian lingkungan yang dilakukan untuk rencana peningkatan kapasitas
pelabuhan Maccini Baji Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yaitu dengan
menganalisis secara umum dampak terhadap lingkungan dan manusia dalam
hal ini masyarakat pengguna dan yang bermuki di sekitar pelabuhan akibat
adanya kegiatan ini di perkirakan tidak besar apabila dibandingkan dengan
manfaat yang dihasilkan.

11.2. Rekomendasi
Untuk kelengkapan pembangunan pelabuhan Maccini Baji Kabupaten Pangkajene
dan Kepulauan, diperlukan beberapa studi selanjutnya untuk kelengkapan
pembangunan sebuah proyek antara lain :
1. Review Studi Rencana Induk Pelabuhan Maccini Baji Kabupaten Pangkajene
dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Review Studi Detail Engineering Desain (DED) Peningkatan kapasitas
Pelabuhan Maccini Baji Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi
Sulawesi Selatan.
3. Review Studi Kelayakan Lingkungan : Studi AMDAL atau Studi UKL/UPL
Pembangunan Pelabuhan Maccini Baji Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

XI-1
4. Studi lainnya yang menyangkut tentang Peningkatan kapasitas Pelabuhan
Maccini Baji Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi
Selatan.
5. Usulan pembangunan jaringan prasarana jalan yang menghubungkan
langsung Pelabuhan Maccini Baji dan Pelabuhan Biringkassi untuk
mengantisipasi alih muatan semen pada periode jangka Panjang.

Anda mungkin juga menyukai