Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN PERSEPSI

SENSORI : HALUSINASI PENGLIHATAN PADA TN. X DENGAN

SKIZOFRENIA DIRUANG X DI RSJ X

PROPOSAL

KTI

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan

Diploma III Keperawatan Fakultas Kesehatan

Universitas Harapan Bangsa

Oleh :

ANNIZAHRO NURRUL SAFITRI

170102005

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN D3

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak mengalami

gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang

merupakan perawatan langsung, komunikasi, dan manajemen yang

bersifat positif, menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan

yang mencerminkan kedewasaan kepribadian setiap individu (WHO,2008

dalam Ns. Sutejo). Kesehatan jiwa bagi manusia berarti terwujudnya

keharmonisan fungsi jiwa dan sanggup menghadapi problem, merasa

bahagia dan mampu diri. Orang yang sehat jiwa adalah mempunyai

kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

masyarakat, dan lingkungan (dalam Lilik ,2016 et. al). Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2014, berpendapat bahwa kesehatan jiwa merupakan

kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,

spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan

sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan

mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (dalam Ns. Sutejo).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014, berpendapat bahwa orang

dengan masalah kejiwaan (ODMK) adalah orang memiliki masalah fisik,

mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup

sehingga memiliki resiko mengalami gangguan jiwa. Berbeda dengan


ODMK yang baru berpotensi memiliki gangguan jiwa, orang dengan

gangguan jiwa (ODGJ) didefinisikan sebagai orang yang mengalami

gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam

bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna,

serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan

fungsi orang sebagai manusia (dalam Ns. Sutejo). Gangguan jiwa

merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya

distrorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku.

Hal itu terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan. Gangguan jiwa

adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosional, proses

berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).Gangguan jiwa

adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses

berfikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indrera). Gangguan

jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan

keluarganya) (Stuart,2016 dalam Ns. Sutejo).

WHO (2016) mengatakan, terdapat 21 juta orang terkena

skizofrenia. Jumlah penderita gangguan jiwa diindonesia saat ini adalah

236 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi

dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat. Tercatat sebanyak 6%

penduduk berusia 15 – 24 tahun mengalami gangguan jiwa. Peningkatan

proporsi gangguan jiwa di Indonesia pada data yaitu naik 1,7% menjadi

7% (Riskesdas,2018).
Skizofrenia adalah kepribadian yang terpecah antara pikiran,

perasaan, dan perilakunya atau apa yang dilakukan tidak sesuai antara

pikiran dan perasaan nya (Eko, 2014). Skizofrenia adalah sindrom

heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi,

halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat dan adanya gangguan

fungsi psikososial. Gangguan pemikiran tidak sesuai logis, persepsi, dan

perhatian yang keliru, afek dasar yang tidak sesuai dengan berbagai

gangguan aktivitas motorik yang bizzare, seringkali masuk kedalam

kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi ( Amin & Hardi,

2015).

Skizofrenia dapat menyerang siapa saja. Data APA (2014)

menyebutkan 1 % populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75%

penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16 – 26 tahun. Usia

remaja dan dewasa muda paling beresiko karena pada tahap ini kehidupan

manusia penuh dengan berbagai tekanan (Stresor) (Ababar,2011).

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang paling banyak terjadi.

Menurut laporan NIMH (2010) terdapat satu dari 4000 orang didiagnosis

skizofrenia dalam setahun di dunia. Sekitar 450 juta orang mengalami

gangguan jiwa, dan 25 juta penduduk diperkirakan mengalami gangguan

jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Masalah kesehatan jiwa di

indonesia meningkat setiap tahunnya (dalam Erna Erawati,2018 et. al).

Skizofrenia merupakan suatu respon yang abnormal yang dicirikan

dengan adanya gangguan berfikir, persepsi, perilaku dan gangguan sosial.


Gejala skizofrenia menurut PPDGJ III (dalam muslim,2013) dibagi dalam

dua gelas utama yaitu gejala positif dan negatif. Gejala positif diantaranya

delusi, halusinasi, kekacauan kognitif, disorganisasi bicara, dan perilaku

katatonik seperti keadaan gaduh gelisah. Gejala negatif pada skizofrenia

juga tampak dari ketidakmampuan merawat diri sendiri, tidak mampu

mengekspresikan perasaan, hilangnya spontanitas dan rasa ingin tahu

menurunya tivasi, hilangnya kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari

(Fontaine, 2009).

Istilah halusinasi berasal dari bahasa latin hallucinatio yang

bermakna secara mental mengembara atau menjadi linglung (Jadri,2013

et. al). Halusinassi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal

(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan

tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien

mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang berbicara (dalam

Lilik Ma’rifatul A, 2016 et. al). Halusinasi merupakan gejala yang sering

muncul pada penderita gangguan jiwa dan memiliki kaitan erat dengan

early psychosis akibat trauma pada masa kanak-kanak (Solesvik,2016).

Halusinasi biasanya muncul pada pasien gangguan jiwa diakibatkan

terjadinya perubahan orientasi realita, pasien merasakan stimulus yang

sebetulnya tidak ada (Yusuf,2014). 26,5% pasien gangguan early

psychosis pada remaja mengalami halusinasi (Solesvik,2016).


Tingginya angka kejadian halusinasi, menunjukan semakin jelas

bahwa dibutuhkan peran perawat untuk membantu pasien agar mengontrol

halusinasinya. Tanda dan gejala halusinasi yang mungkin mucul yaitu:

menarik diri, tersenyum sendiri, duduk terpaku, bicara sendiri,

memandang satu arah, menyerang, tiba-tiba marah, gelisah dan panik

(Kusumawati,2010). Pemberian tindakan asuhan keperawatan yang tepat

dan sesuai standar mampu meningkatkan kemampuan penderita halusinasi

dalam mengontrol diri dan menurunkan gejala gejala halsinasi

(Wahyuni,2010). Pemberian asuhan keperawatan yang tepat pada

penderita halusinasi bertujuan membantu penderita meningkatkan

kesadaran akan tanda-tanda halusinasi sehingga penderita mampu

membedakan antara dunia gangguan jiwa dengan dunia maya (Stuart,

2016). Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi halusinasi

yaitu dengan cara mengenalkan apa halusinasi kepada pasien, frekuensi

terjadinya halusinasi, kapan waktu terjadinya halusinasi, bagaimana

respons pasien saat terjadi halusinasi, melatih pasien agar mampu

mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi dan bercakap-

cakap, membuat pasien mampu mengikuti program pengobatan secara

optimal (Keliat, 2010).

Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk mengangkat masalah

ini dalam membuat Karya Tulis Ilmiah dengan “ Asuhan Keperawatan

Pada Pasien Gangguan Persepsi Sensori ; Halusinasi Penglihatan Pada Tn.

X Dengan Skizofrenia Diruang X Di RSJ X “.


B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas penulis merumuskan masalah “Bagaimana

Gambaran Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran Pada Tn. X Di Ruang X Di RSJ X” .

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Penulis mendeskripsikan pemberian asuhan keperawatan dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan di ruang di RSJ X.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mendeskripsikan pengkajian keperawatan pada Tn. X

dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan di ruang

di RSJ X.

b. Penulis mendeskripsikan penyusunan diagnosa keperawatan pada

Tn. X di ruang di RSJ X.

c. Penulis mendeskripsikan rencana intervensi keperawatan pada Tn.

X dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan

diruang di RSJ X.

d. Penulis mendeskripsikan implementasi keperawatan pada Tn. X

dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan di ruang

di RSJ X.
e. Penulis mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada Tn. X dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan diruang di RSJ

X.

D. MANFAAT

Studi kasus ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi :

1. Bagi masyarakat

Diharapkan dapat berguna bagi masyarakat dalam memberikan

terapi dan merawat pasien dengan gangguan jiwa skizofrenia

dengan gangguan persepsi sensori ; halusinasi penglihatan.

2. Bagi pasien

Diharapkan pasien atau keluarga dapat mengetahui gambaran

umum mengenai gangguan jiwa skizofrenia dengan gangguan

persepsi sensori ; halusinasi penglihatan.

3. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan

Diharapkan studi kasus ini dapat mengembangkan dan menambah

ilmu teknologi dalam bidang keperawatan dalam memberikan

terapi dan merawat pasien dengan gangguan jiwa skizofrenia

dengan gangguan persepsi sensori ; halusinasi penglihatan.

4. Bagi penulis

Diharapkan studi kasus ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman penulis tentang gangguan jiwa pada pasien skizofrenia

dengan gangguan persepsi sensori ; halusinasi penglihatan

Anda mungkin juga menyukai