Anda di halaman 1dari 20

ST ELEVASI MIOKARD INFARK

(STEMI)

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati.Aliran darah di pembuluh darah
terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran
kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang
sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga
tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark
(Guyton,2007).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
MyocardialInfarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut
(SKA) yangt erdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan
IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)
terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi
trombus pada plakaterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, (Sudoyo, 2010).
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan
menjadi Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri
koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh
ketebalanmiokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada
EKG.Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI): oklusi sebagian dari
arterikoroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak
ada elevasi segmen ST pada EKG (Sudoyo, 2010)
Infark Miokard dengan Elevasi ST pada pasien yang dirawat di rumah
sakit memiliki hubungan dengan faktor-faktor resiko yaitu pasien dengan
riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, memiliki riwayat diabetes mellitus
sebelumnya, status obesitas, kebiasaan merokok, maupun makanan yang

1
dikonsumsi oleh pasien dengan tipe infark miokard dengan elevasi ST (STEMI)
(Santoso, 2005).Infark miokard menjadi masalah serius di negara maju dan
akan menjadi masalah serius juga di negara berkembang. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan Nasional Republik Indonesia, untuk prevalensi penyakit jantung
adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala) dari 987.205
sampel. Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi penyakit jantung di atas
prevalensi nasional, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa
Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Sulawesi Barat
2. Tujuan :
a. Tujuan umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan STEMI
dengan menggunakan pendekatan manajemen keperawatan secara benar,
tepat dan sesuai dengan standart keperawatan secara professional.
b. T ujuan khusus
1) Dapat mengkaji pasien yang mengalami STEMI
2) Dapat mengidentifikasi data untuk menentukan diagnose keperawatan
yang terjadi pada pasien dengan STEMI
3) Mengetahui prinsip implementasi asuhan keperawatan dengan STEMI
4) Dapat mengevaluasi hasil akhir asuhan keperawatan pada pasien STEMI
apakah sudah berhasil apa belum.
3. Manfaat
a. Bagi keperawatan
Dijadikan sebagai bahan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan STEMI sehingga dapat dilakukan tindakan yang segera untuk
mengatasi masalah yang terjadi.

2
b. Bagi perawat
Digunakan sebagai alat bantu mengevaluasi dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan bagi pasien STEMI.
c. Bagi tempat pelayanan kesehatan
Sebagai bahan masukan dan menambah referensi untuk lebih meningkatkan
mutu pelayanan yang diberikan pada penderita STEMI

B. TINJAUAN TEORI
1. Kosep Medis
a. Defenisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai
keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada
pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung
yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. Infark miokard
akut (IMA).IMA dengan elevasi STEMI umumnya secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak arterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya (Sudarjo,2006).
Infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan
oleh kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah
(Carpenito, 2008).
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung
lebih dari 30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang
irreversible dan kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium (Price
&Wilson, 2006).

3
b. Etiologi
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah
miokard. Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis
arteri koroner karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan
total arteri oleh embolus atau thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan.
Pada kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai darah dan
kebutuhan oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
c. Patofisiologi
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena atheromatous.Pecahnya plak
menyebabkan terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan
akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan vasospasm.
Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan baik parsial maupun total, yang
berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh darah yang lebih dari 4-
6 jam berakibat nekrosis miokard yang irreversible tetapi reperfusi yang
dilakukan dalam waktu ini dapat menyelamatkan miokardium dan
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan
oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat
irreversible.Waktu diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami kerusakan
adalah iskemia selama 15-20 menit.Infark miokard hampir selalu terjadi di
ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas
daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya
kontraksi dengan gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel
kiri, berkurangnya volume denyutan, berkurangnya waktu pengeluaran dan
meningkatnya tekanan akhir diastole ventrikel kiri.

4
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi juga
lokasinya karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan
berdasarkan tempat terdapatnya seperti infark subendokardial, infark
intramural, infark subepikardial, dan infark transmural.Infark transmural
meluas dari endokardium sampai epikardium.Semua infark miokard
memiliki daerah daerah pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera,
diluarnya dikelilingi lagi lingkaran iskemik.Masing-masing menunjukkan
pola EKG yang khas.Saat otot miokard mati, dilepaskan enzim intramiokard,
enzim ini membantu menentukkan beratnya infark. Jaringan otot jantung
yang mati, diganti jaringan parut yang dapat mengganggu fungsinya (Dr. Jan
Tambayong, 2007)
d. Manifestasi klinik
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak
mereda, bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3) Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4) Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
7) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (menyimpulkan pengalaman nyeri)
e. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :

5
a) CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
b) CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
c) LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
d) AST /SGOT : Meningkat
2) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik
jantung. Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung,
besarnya jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah
yang memiliki kaitanya dengan PJK.
3) Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan
beban).
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita
penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit
jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur
kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
4) Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang
suara ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga
dapat menilai fungsi jantung.
5) Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.

6
6) Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari
sinar X yang menembus organ.Sinar X yang menembus diterima oleh
detektor yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke
sistem komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
7) Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla)
untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
8) Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh
pasien, kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau
kamera positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola
organ yang memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).
f. Komplikasi
1) Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMi, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan
bentuk,ukuran dan ketebalan pada segment yang mengalami infak
miokard dan non infak. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan
pada umumnya mendahulukanberkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun paska infak, segera setelah infak
ventrikel kiri memgalami dilatasi secara akut hasil ini berasal dari
ekspansi infak antara lain:slippage serat otot,disfungsi sel miokardial
normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya
terjadinya penampungan segment non infak mengakibatkan penipisan
yang diproporsionalkan dan elegasi zona infak.Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi ditentukan dengan ukuran dalam lokasi
infak dengan dilatasi terbesar paska infak pada afeks pentrikel kiri yang
menyebabkan penurunan hemodinamik yang nyata. Lebih sering terjadi

7
gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan
vasodilator yang lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung,inhibitor ACE harus diberikan.
2) Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian
pada STEMI.Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak)
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki bassah di
paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada pemeriksaan rontgen
sering dijumpai kongesti paru.
3) Komplikasi mekanik
Rupture muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel rupture
dinding ventrikel,penatalaksanaannya hanya oprasi
g. Penatalaksanaan
1) Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah
memperkecil kerusakan jantuang sehingga mengurangi kemungkinan
terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera
mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
jantung. Terapi obat-obatan ,pemberian O2, tirah baring dilakukan secara
bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan dan O2
digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring
digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2.Hilangnya nyeri merupakan
indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai
keseimbangan.Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi
beben kerja jantung membatasi luas kerusakan.
2) Farmakologi
Ada 3 kelas obat-obatan yang digunakan untuk meningkatkan
suplai oksigen; Vasodilator untuk mengurangi nyeri jantung,missal;NTG

8
(nitrogliserin). Anti koagulan Missal;heparin (untuk mempertahankan
integritas jantung) Trombolitik Streptokinase (mekanisme pembekuan
dalam tubuh). (Smeltzer & Bare,2006).
2. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Emergency
Primery Survey
1) Circulation
a) Nadi lemah/tidak teratur
b) Takikardi
c) TD meningkat/menurun
d) Edema
e) Gelisah
f) Akral dingin
g) Kulit pucat atau sianosis
h) Output urine menurun
2) Airway
a) Sumbatan atau penumpukan secret
b) Gurgling, snoring, crowing
3) Breathing
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c) Ronkhi,krekels
d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh
e) Penggunaan obat bantu napas
4) Disability
a) Penurunan kesadaran
b) Penurunan refleks
5) Eksposure
a) Nyeri dada spontan dan menjalar

9
Secondary Survey
1) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari
tidur sampai duduk/berdiri
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia)
c) RR lebih dari 20 x/menit
d) Suhu hipotermi/normal
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan
b) Nyeri dada
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih,
krekels, mengi), sputum
d) Pelebaran batas jantung
e) Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel
f) Odem ekstremitas
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri dada
b) Obat-obat anti hipertensi
c) Makan-makanan tinggi natrium
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi
e) Riwayat alergi
Tersier
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) CPKMB, LDH, AST
b) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi)
c) Sel darah putih (10.000-20.000)
d) GDA (hipoksia)

10
2) Pemeriksaan Rotgen Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran
jantung di duga GJK atau aneurisma ventrikuler
3) Pemeriksaan EKG T inverted, ST elevasi, Q patologis
4) Pemeriksaan lainnya
a) Angiografi koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
koroner
b) Pencitraan darah jantung (MVGA) Mengevaluasi penampilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran
darah)
b. Diagnosa Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan nyeri saat bernapas
2) Resiko penurunan curah jantung dibuktikan dengan perubahan afterload
3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume
cairan
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5) Nyeri akut berhubungan dengan infark miokard
6) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
c. Rencana Asuhan Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan nyeri saat bernapas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit pola napas
membaik
Kriteria hasil :
 Dispnea menurun (5)
 Penggunaan otot bantu napas menurun (5)
 Ortopnea menurun (5)
 Pernapasan cuping hidung menurun (5)
 Frekuensi napas membaik (5)
Intervensi ;
 Observasi :
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

11
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
 Teraupetik :
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw thrust jika curiga trauma servikal)
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Lakukan fisioterapi dada, jikaperlu
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
 Edukasi :
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,jika tidak kontra indikasi
 Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik jika
perlu
2) Resiko penurunan curah jantung dibuktikan dengan perubahan afterload
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit curah
jantung meningkat
Kriteria hasil :
 Kekuatan nadi perifer meningkat (5)
 Bradikardi menurun (5)
 Lelah menurun (5)
 Dispnue menurun (5)
Intervensi ;
 Observasi :
 Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (
meliputi bradikardi, dispnea, kelelahan, edema)
 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik,jika
perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor saturasi oksigen

12
 Monitor keluhan nyeri dada (mis.intensitas, lokasi, durasi, dan
presivitasi yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sandapan
 Monitor aritmia
 Teraupetik :
 Posisiskan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
 Edukasi :
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan
harian
 Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian anti aritmia,jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung
3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume
cairan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit perfusi
perifer meningkat
Kriteria hasil :
 Denyut nadi perifer meningkat (5)
 Warna kulit pucat menurun (5)
 Edema perifer menurun (5)
 Kelemahan otot menurun (5)

13
Intervensi :
 Observasi:
 Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu)
 Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi(mis. diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkakpada ekstremitas
 Teraupetik:
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Edukasi:
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 60 menit toleransi
aktivitas meningkat
Kriteria hasil :
 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat (5)
 Kecepatan berjalan cukup meningkat (4)
 Perasaan lemah menurun (5)
Intervensi :
 Observasi :
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

14
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyaman selama melakukan aktivitas
 Teraupetik
 Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara, kunjungan)
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
 Edukasi:
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
 Kolaborasi:
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
5) Nyeri akut berhubungan dengan infark miokard
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit nyeri
menurun
Kriteria hasil :
 Keluhan nyeri menurun (5)
 Meringis menurun (5)
 Kesulitan tidur menurun (5)
 Gelisah menurun (5)
Intervensi :
 Observasi:
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri

15
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Teraupetik:
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk menguragi rasa nyeri
(hypnosis, terapi music, terapi pijat, aroma terapi,kompres
hangat/dingin)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Edukasi:
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurani rasa nyeri
 Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
6) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 30 menit tingkat
ansietas menurun
Kriteria hasil :
 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menururn (5)
 Perilaku tegang menurun (5)
 Palpitasi menurun (5)
 Kontak mata membaik (5)

16
Intervensi :
 Obsesvasi :
 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu,
stressor)
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
 Teraupetik :
 Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
 Edukasi :
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih teknik relaksasi
 Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian obat ansietas, jika perlu

17
18
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari permasalahan dan pembahasan yang diuraikan sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan bahwa dengan adanya asuhan keperawatan kasus STEMI:
a. Perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
STEMI, dengan menggunakan pendekatan manajemen keperawatan secara
benar, tepat dan sesuai dengan standart keperawatan secara professional.
b. Perawat dapat mengkaji pasien yang mengalami STEMI.
c. Perawat dapat mengidentifikasi data untuk menentukan diagnosa
keperawatan yang terjadi pada pasien dengan STEMI.
d. Perawat mengetahui prinsip implementasi asuhan keperawatan dengan
STEMI.
e. Perawat dapat mengevaluasi hasil akhir asuhan keperawatan pada pasien
STEMI apakah sudah berhasil apa belum.

19
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. (2009). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit,BU. Jakarta:

EGC.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta

PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta

PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta

Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan : Definisi

dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi

Widiarti, Estu Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta :

EGC.

Rokhaeni, H. (2003). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama. Jakarta:

Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional

Harapan Kita.

Tambayong. J.(2007). Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep.

Jakarta: EGC.

Smeltzer. C.S & Bare.B (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Jakarta : EGC.

Suyono, S et al. (2003). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI

20

Anda mungkin juga menyukai