KASBES INTERNA - EVAn
KASBES INTERNA - EVAn
Disusun Oleh:
Difa Aulia Evandrian
Pembimbing:
Dr. dr. Lestariningsih, Sp.PD, K-GH
Residen Pembimbing:
dr. Haris Dwi Setyawan
ii
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
Masalah
No. Masalah Aktif Tanggal
Inaktif
1. Observasi Febris dd/ ISK, Leptospirosis 3/5/2018 --
2. Anemia Ringan Normositik 3/5/2018 --
Normokromik
3. Trombositopenia tanpa tanda perdarahan 3/5/2018 --
4. Azotemia 3/5/2018 --
1
+ 5 hari SMRS, pasien mengeluh demam, demam dirasakan naik turun,
suhu demam tidak diukur, Apabila demam naik pasien menggigil , meracau dan
membuat pasien hanya berbaring di tempat tidur, demam turun dengan minum
obat paracetamol tapi kemudian naik lagi.
Lemas (-), Mual (-), Muntah (-), batuk (-), sesak nafas (-), Nyeri Kepala(-),
Nyeri perut (+) bagian bawah, Nyeri otot (-), Nafsu makan menurun (+), Berat
badan turun (-), BAK anyang-anyangan (-), nyeri saat berkemih (+) terasa panas,
BAB cair (+) 1x sehari ampas (+), lendir (-), darah (-)
B. DATA OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
2
Pemeriksaan fisik pada pasien dilakukan tanggal 7 Mei 2018 pukul 13.00
(hari perawatanke-5) di Bangsal Rajawali 4b RSUP Dr Kariadi Semarang.
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : GCS E4M6V5(15), compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 96x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit, reguler
Suhu : 37,3 oC (aksiler)
BB : 58 kg
TB : 160 cm
IMT : 22,65 kg/m2 (Normoweight)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-),
palpebra edema (-/-), Nyeri Retroorbita (-/-)
Telinga : Hiperemis (-/-), discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung : Discharge (-/-), epistaksis (-), nafas cuping hidung(-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), kelosis angularis (-)
Wajah : Edema (-/-), kemerahan (-/-)
Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis (-), uvula di tengah
Leher : Trakea di tengah, JVP R-0 cm , pembesaran kelenjar
getah bening tidak ada, tiroid tidak teraba
Kulit : Turgor kembali cepat, petekiae (-)
Thorax : Simetris, bentuk normal, retraksi (-), sela iga
menyempit (-), spider naevi (-),pembesaran nnll (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea mid clavicula sinistra,
kuat angkat (-), melebar (-)
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC V linea mid clavicula sinistra
3
Pinggang jantung:cekung
Auskultasi : BJ I dan II murni, reguler, bising (-), gallop (-)
Paru depan
Inspeksi : Deformitas thorax (-), hemithorax kanan dan kiri
simetris saat statis dan dinamis, retraksi intercostal (-),
otot napas tambahan (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, tidak terdapat daerah nyeri
tekan
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi Kiri = SD vesikuler, ST (-)
Kanan = SD vesikuler, ST (-)
Paru belakang
Inspeksi : Hemithorax kanan dan kiri simetris saat statis dan
dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Kiri= SD vesikuler, ST (-)
Kanan = SD vesikuler, ST (-)
Abdomen :
4
Inspeksi : cembung, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal 14x/meit, bruit (-)
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-),
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio suprapubik , hepar dan lien tak
teraba, nyeri ketok costovertebra (-/-)
Nyeri Tekan
(+)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Spoon nail -/- -/-
Capillary refill time <2”/<2” <2”/<2”
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
5
Leukosit 10.8 11.1 3.6 – 11 ribu/mm3
Trombosit 54 113 150 – 400 ribu/mm3
RDW 14.6 13.2 11.60 – 14.80 %
Kimia klinik
Pemeriksaan Hasil (3/5/18) Nilai Normal
Glukosa Sewaktu 127 80-160 mg/dL
Ureum 81 15 - 39 mg/dL
Kreatinin 1.4 0.60 - 1.30 mg/dL
Natrium 141 136 – 145 mmol/L
Kalium 3.7 3.5 – 5.1 mmol/L
Klorida 106 98 – 107 mmol/L
Albumin 2.6 3.4-5.0 g/dL
Hitung jenis (5/05/2018)
Urin Rutin
Pemeriksaan Hasil (3/05/18) Nilai rujukan
Warna KUNING
Kejernihan JERNIH
6
Berat jenis 1.000 1.003-1.025
pH 6 4.8-7.4
Protein NEG NEG
Reduksi NEG NEG
Urobilinogen NEG NEG
Bilirubin NEG NEG
Aseton NEG NEG
Nitrit NEG NEG
Lekosit esterase :
500/ul +++
Blood : 150/ul
++++
Epitel 4.9 0.0-40.0
Epitel tubulus 0.0 0.0-6.0
Leukosit 277.1 0.0-20.0
Eritrosit 15.1 0.0-25.0
Kristal 0.1 0.0-10.0
Silinder 0.43 0.0-05
Granula kasar NEG NEG
Granula halus NEG NEG
Silinder hialin 0.86 0.00-1.20
Silinder epitel NEG NEG
Silinder eritrosit NEG NEG
Silinder leukosit NEG NEG
Mucus 1.15 00.0-0.50
Yeast cell 0.00 0.0-25.0
Bacteria 440.6 0.0-100.0
Sperma 0.0 0.00-3.00
Kepekatan 6.2 3.00-27.00
Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Hasil (03/05/2018) Nilai Rujukan
Dengue IgG (-)/NEGATIF
Dengue IgM (+)/POSITIF
Tubex TF/ (3)/BORDERLINE Interpretasi :
Salmonela Typhi <=2 : Negatif
IgM 3 : Borderline
4-6 : Indikasi infeksi
demam typhoid
>=6 : Indikasi kuat
Infksi demam
typhoid
7
X-foto Polos Thorax AP SEMI ERECT(05/05/2018)
8
7. Erytrositopenia (3.77)
8. Leukositosis (11.1)
9. Trombositopenia (113)
10. Leukosituria (277.1)
11. Azotemia (81/1.4)
12. Hipoalbumin (2.6)
13. Urin rutin : Leukosit esterasi 500ml/uL +++
14. Urin rutin :Blood : 150/ul ++++
15. Urin rutin : Mucus + (1.15)
16. Bakteriuria (440.6)
17. Dengue IgM (+)
18. USG abdomen: Mild Hidronefrosis Kanan
9
- Infus Rl 20 tpm
- Doksisiklin 100mg/12 jam p.o
- Inj. Omeprazole 40mg/12jam i.v
- Paracetamol tab 500mg/ 8 jam bila T>38oC
Mx : KU, TTV, nyeri perut, nyeri berkemih, urin output
Ex :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa perlu adanya
pemeriksaan penunjang selanjutnya untuk menegakkan
diagnosis
- Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai terapi antibiotik
yang akan diberikan
- Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa akan dilakukan
pemantauan urin pasien
10
Ex :
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien mengalami penurunan
kadar Trombosit dalam darah dan perlunya mengkonsumsi makanan yang
mengandung zat besi tinggi
Problem IV : Azotemia
Assessment : Etiologi : AKI Problem sekunder leptospirosis
CKD
Rencana Pemecahan Masalah:
Rx :
- Infus Rl 20 tpm
- Diet Uremia 1700 kkal
Ex :
11
CATATAN KEMAJUAN
TANGGAL 08/05/2018
Problem I Observasi Febris
S : Keadaan umum tampak sakit ringan, Demam (-), mual (-), Muntah (-) nyeri
perut (+) bawah
O:
Tekanan darah 110/80 mmHg
Respiratory Rate : 22 kali/menit
Nadi 92 kali/menit
Suhu 37,2⁰C
Lateral Flow/Dry dot NEGATIF
Hasil MAT Serogroup Bataviae 1:320
Kultur urin (08/05/2018)
Antimicrobial Interpretation
Ampicilin S
Ampicilin/sulbactam S
Piperacilin/ Tazobactam S
Cefazolin S
Ceftriaxone S
Ceftazidime S
Cefepime S
Aztreonam S
Ertapenem S
Meropenem S
Amikacin S
Gentamicin S
Ciprofloxacin S
Tigecycline S
Nitrofurantoin S
Trimethoprim S
12
A: Confirmed Leptospirosis
Infeksi Saluran Kemih e.c
P:
Dx :
Rx :
- Infus Rl 20 tpm
- Doksisiklin 100mg/12 jam p.o
- Inj. Omeprazole 40mg/12jam i.v
- Paracetamol tab 500mg/ 8 jam bila T>38oC
Mx : KU, TTV, nyeri perut, urin output,
Ex :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa perlu adanya
pemeriksaan penunjang selanjutnya untuk menegakkan
diagnosis
- Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai terapi antibiotik
yang akan diberikan
- Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa akan dilakukan
pemantauan urin pasien
13
USG ABDOMEN (07/05/2018)
14
Vesika urinaria: dinding tak menebal,permukaan rata, tak tampak batu, tak
tampak massa
Uterus : ukuran tak membesar, endometrial line tak menebal, tak tampak
massa
Tak tampak cairan bebas abdomen
Tak tampak cairan supradiafragma kanan kiri
KESAN:
- Mild Hidronefrosis Kanan
- Tak tampa kelaian lain pada sonografi organ-organ intraabdomen di atas
A: Confirmed Leptospirosis
Infeksi Saluran Kemih e.c
P:
Dx :
Rx :
- Infus Rl 20 tpm
- Diet Uremia 1700 kkal
Mx : KU, TTV, Urin output, ureum, kreainin,
Ex :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa perlu adanya
pemeriksaan penunjang selanjutnya untuk menegakkan
diagnosis
- Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa akan dilakukan
pemantauan urin pasien
15
BAB II
PEMBAHASAN
16
Leptospira dapat diisolasi dari sampel darah dan cairan serebrospinal pada hari
ketujuh hingga kesepuluh sakit, dan dari urin selama minggu kedua dan ketiga.
Kultur dan isolasi masih menjadi baku emas, dapat mengidentifikasi serovar,
tetapi membutuhkan media khusus dengan waktu inkubasi beberapa minggu,
dan membutuhkan mikroskop lapangan gelap, sehingga tidak sesuai untuk
perawatan individual. Sejumlah metode deteksi DNA leptospira dengan reaksi
rantai polimerase lebih sensitif daripada kultur, dan dapat memberikan
konfirmasi diagnosis lebih awal pada fase akut, namun belum menjadi standar
rutin.1,3,5,8 Respons antibodi IgM yang kuat, muncul sekitar 5-7 hari setelah
awitan gejala, dapat dideteksi menggunakan beberapa uji komersial berbasis
ELISA, aglutinasi latex dan teknologi uji cepat imunokromatografik. Uji
serologi ini mendeteksi antibodi IgM yang spesifik terhadap genus Leptospira.
Tetapi uji ini sensitivitasnya rendah (63-72%) pada sampel fase akut (penyakit
kurang dari 7 hari). Jika sampel serum diambil setelah hari ketujuh, sensitivitas
meningkat menjadi >90%. Oleh karena itu, sampel kedua hendaknya diambil
pada kasus tersangka leptospirosis dengan hasil awal negatif atau
meragukan.1,3,5,8 Antibiotik yang diberikan sejak awal penyakit mungkin
menyebabkan respons imun dan antibodi tertunda. IgM positif menunjukkan
leptospirosis saat ini atau baru terjadi, namun antibodi IgM dapat tetap terdeteksi
selama beberapa tahun.9 Pada uji aglutinasi mikroskopik, peningkatan titer
empat kali lipat dari serum akut ke konvalesens merupakan konfirmasi diagnosis
17
Tatalaksana Antibiotik hendaknya diberikan pada semua pasien
leptospirosis pada fase penyakit mana pun. Pada kasus ringan obat terpilih
adalah doksisiklin.1 Obat alternatif adalah amoksisilin dan azitromisin dihidrat.
Pasien sakit berat hendaknya dirawat inap. Antibiotik terpilih pada leptospirosis
sedang-berat adalah penicillin G. Obat alternatif di antaranya sefalosporin
generasi ketiga (seftriakson, sefotaksim) dan azitromisin dihidrat parenteral.
Antibiotik harus diberikan selama 7 hari, kecuali azitromisin dihidrat selama 3
hari
18
Pencegahan infeksi menggunakan doksisiklin 200 mg 1 kali seminggu
dapat bermanfaat pada orang berisiko tinggi untuk periode singkat, misalnya
anggota militer dan pekerja agrikultur tertentu. Antibiotik dimulai 1 sampai 2 hari
sebelum paparan dan dilanjutkan selama periode paparan.
Problem Kedua pada pasien ini adalah infeksi saluran kemih yang membuat
pasien demam hilang timul. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum
yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam saluran kemih, yang mana
kemudian bakteri tersebut menggandakan diri atau berkembang biak di saluran
kemih tersebut.Prevalensi ISK lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Infeksi
ini dapat mengenai salurah kemih atas dan saluran kemih bagian bawah. ISK
19
biasanya diberi nama sesuai dengan tempat yang terinfeksi, yaitu sistitis (infeksi
pada kandung kemih) dan pielonefritis (infeksi pada parenkim ginjal).
Tabel.1 Jenis Mikroorganisme Penyebab ISK
Jenis Mikroorganisme yang Sering Menyebabkan ISK
Gram Positif Gram Negatif
Famili Genus Spesies Famili Genus Spesies
Escherichia Coli Micrococaceae Staphylococcus aureus
fecalis
Klebsiella pneumoniae Streptococcaceae Streptococcus
enterococcus
mirabilis
Proteus
vulgaris
Enterobacteriaceae Salmonella Salmonella spp
Cloacae
Enterobacter
aerogenes
Freundii
Citrobacter
Diversus
Morganella Morganii
Pseudomonadaceae Pseudomonas Aeruginosa
20
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis
ISK :
1. Pemeriksaan mikroskopik urin
Pada sedimen urin yang telah disentrifuge dari pasien dengan bakteriuria
yang signifikan hampir selalu ditemukan bakteri dengan kadar 105 koloni
per mL. Selain itu sebanyak 60-85% pasien dengan bakteruira yang
signifikan dapat ditemukan 10 atau lebih leukosit, terutama apabila
menggunakan spesimen urin pancar tengah.
0
2. Piuria
95% pasien dengan piuria biasanya mengalami infeksi pada trakturs
urogenital. Namun piuria tidak bisa membedakan antara ISK bakterial dan
sindroma uretral akut. Penyakit lain seperti tuberkulosis, nefropati
analgesik, nefritis interstitial, abses perinefritis, abses korteks ginjal,
infeksi jamur disseminasi, dan apendiksitis juga dapat menyebabkan
piuria.
3. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram dapat meningkatkan spesifitas dari tes karena
karakteristik bentuk dan pewarnaan dapat membantu mengidentifikasi
patogen penyebab infeksi saluran kemih.
4. Kultur urin
Diagnosis dari ISK biasanya ditegakan dengan kultur. Ada beberapa
indikasi dilakukannya kultur urin:
a. Pasien dengan gejala dan tanda ISK
b. Follow-up pasien ISK yang menjalani pengobatan
c. Pelepasan kateter
d. Skrining bakteria asimtomatik pada saat kehamilan
e. Pasien dengan uropati obstrukstif dan statis.
Spesimen urin yang digunakan harus dikultur dalam 2 jam atau disimpan
dalam lemari es. Cara pengumpulan urin yang bisa dilakukan:
a. Urin pancar tengah
b. Urin yang didapatkan dari kateter
21
c. Urin yang didapatkan aspirasi suprapubik
d. Urin yang diaspirasi dari selang kateter
5. Pemeriksaan Radiologi.
- Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kalsifikasi
di saluran kemih. Pemeriksaan ini tidak sensitif untuk melihat kalsifikasi
di ureter. Foto polos digunakan untuk memantau perubahan posisi, ukuran,
dan jumlah dari batu.
- Ultrasonografi
Kombinasi USG dengan foto polos abdomen menjadi pemeriksaan pilihan,
terutama untuk menilai infeksi rekuran. Pemeriksaan ini efektif untuk
melihat adanya dilatasi pelvis ginjal, untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya sumbatan.
- Intravenous urography (IVU) dapat menunjukkan secara detil
anatomi dari kalik, pelvis, dan ureter yang tidak dapat dilihat dari USG.
- CT scan
Termasuk metode yang umum digunakan untuk mendeteksi batu di ginjal
maupun ureter, terutama batu yang radioluscent di foto polos. Merupakan
pemeriksaan yang sensitif terhadap adanya dilatasi pelvis dan kaliks, abses
renal dan perinefron.
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan gejala/manifestasi klinis (dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik) dan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Setelah seorang dokter menentukan diagnosis infeksi pada pasien
berdasarkan gejala klinis, dokter dapat memulai terapi antibiotik sementara
sebelum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologik yang dilakukan
untuk mengetahui bakteri penyebab infeksi pada pasien tersebut serta kepekaan
bakteri tersebut terhadap antibiotik. Terapi ini disebut dengan terapi empiric yaitu
terapi yang dimulai pada anggapan infeksi yang berdasarkan pengalaman luas
dengan kondisi klinik yang sama dibandingkan informasi spesifik tentang
penyakit pasien. Prinsip dasar terapi empirik adalah bahwa pengobatan infeksi
sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Penundaan pemberian antibiotik sampai
mendapatkan hasil kultur bakteri dan tes kepekaan bakteri terhadap antibiotik
22
(biasanya 1-3 hari) dapat menyebabkan pasien mengalami penyakit yang serius
atau kematian, terutama pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan terapi
antibiotik sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik.
Pemilihan ini didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan
perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotik terbaikuntuk infeksi
tersebut (educated guess). Terapi empirik ISK berdasarkan educated guess antara
lain untuk sistitis akut pilihan antibiotik yang dapat digunakan adalah ampisilin,
trimetoprim, kotrimoxazol, dan fluorokuinolon.
Pada kasus ini, dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh
nyeri saat berkemih + 3 minggu SMRS disertai dengan nyeri perut bagian bawah.
Nyeri perut terus menerus dan dirasakan mengganggu aktivitas. Pasien juga
mengeluh sering kencing di malam hari dan BAK sedikit – sedikit. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan suprapubik. Diagnosis ISK ditunjang
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuria (530,0/uL), Leukosituria (87.7/uL)
bakteriuria (1,167.0 /uL), leukosit esterase + (500/uL), sehingga menunjang
adanya infeksi saluran kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK dilakukan
pemeriksaan kultur urin. Hasil pemeriksaan kultur urin menunjukkan adanya
bakteri Escherichia coli sebesar > 105 cfu/ml.
Terapi yang diberikan adalah terapi cairan, Rl dengan kecepatan 20 tetes
per menit dan injeksi ciprofloksasin 200mg/12 jam. Setelah dilakukan kultur urin
didapatkan hasil Escherichia coli dan tes sensitivitas antibiotik ditemukan sensitif
terhadap ciprofloksasin sehingga terapi dengan ciprofloksasin dilanjutkan.
Problem ketiga pada pasien ini adalah anemia ringan normositik
normokromik. Menurut World Health Organization (WHO) anemia dapat
diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahannya dengan menilai Hb dan
dibagi menjadi anemia ringan,sedang,dan berat, menurut usia dan jenis
kelamin.
Tabel 6. Derajat keparahan anemia
Anemia
Populasi* Non-anemia Ringan Sedang Berat
Wanita tidak hamil (≥15 thn) ≥12,0 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 <8,0
Wanita hamil ≥11,0 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 <7,0
23
Pria (≥15 tahun) ≥13,0 11,0 – 12,9 8,0 – 10,9 <8,0
*Populasi tinggal di ketinggian 0 m dari permukaan laut.
Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia
pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin.
Faktor predisposisi lain yang dapat menyebabkan anemia pada pasien ini
adalah perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hal-hal lain yang ikut berperan
dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, masa hidup eritrosit yang
pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum
tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi
terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10 g% atau hematokrit ≤
30%, meliputi evaluasi terhadap kadar besi, mencari sumber perdarahan,
morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya disamping
penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal
yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini status besi dalm mekanisme
kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan
secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat.
Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan
kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran
menurut berbagai studi klinik adalah 11 – 12 g/dL.
Problem keempat pada pasien ini adalah hipoalbumin, pada pasien ini
didapatkan kadar albumin 2.6 gr/dL akibat kelainan ginjal yang diderita pasien,
pada pasien ini terapi yang diberikan hanya diet dikarenakan kadar albumin
yang tidak begitu rendah dan dilakukan monitoring kadar albumin ulang 7 hari
lagi.
24
DAFTAR PUSTAKA
25