Anda di halaman 1dari 8

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1 Definisi Kehilangan


Kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak
ada atau situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Dapat dikatakan
bahwa kehilangan adalah suatu kondisi ketika seseorang mengalami
kekurangan sesuatu yang sebelumnya ada, misalnya kematian orang yang
dicintai atau biasa pemutusan hubungan kerja (PHK). Berduka adalah
respon individu terhadap kehilangan. Lama proses berduka sangat
individual dan dapat terjadi sampai beberapa tahun, fase akut berduka
biasanya berlangsung 68 minggu dan penylesaian respon kehilangan atau
berduka secara menyeluruh memerlukan waktu 1 bulan sampai 3 tahun.
(Budi ana dkk:89;2007).
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, baik sebagian maupun keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam
hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan (Hidayat,2012).
Dapat disimpulkan bahwa kehilangan adalah sebuah perasaan pada
diri individu yang diakibatkan dari peristiwa menjadi tidak adanya suatu
hal baik atau apapun yang sebelumnya ada, peristiwa tersebut bisa berupa
kematian, perceraian, kecelakaan, bencana alam, PHK, dan lain lain.

2.2 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan:


1. Factor predisposisi Factor predisposisi yang mempengaruhi rentang
respon kehilangan adalah :
a. Factor genetic
b. Kesehatan jasmani
c. Kesehatan mental
d. Pengalaman kehilangan masa lalu
e. Struktur kepribadia. (Prabowo, 116:2014)
2. Factor presipitasi Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan
perasaan kihilangan, diantaranya :
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan posisi di masyarakat
e. Kehilangan orang yang dicintainya
f. Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 116:2014)

2.3 Tanda Dan Gejala


Tanda khas dari kehilangan-berduka :
a. Perasaan sedih, menangis
b. Perasaan putus asa
c. Mengahiri kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan kehilangan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan berlebihan
g. Tidak berminat berinteraksi dengan orang lain
h. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas.
(Prabowo, 117:2014)

2.4 Tipe Kehilangan


Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu :
1. Aktual atau nyata mudah dikenal atau diidentifikasikan oleh orang lain,
misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat
dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK,
menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi
menurun.
2.5 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau
orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung
oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi
orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan
dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau
anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak
dapat ditutupi.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau
anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan
terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran
dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri
atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman
berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam
waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah
kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran
dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian
yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian.
6. Rentang respon kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
a. Fase DENIAL, Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan
adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa
kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “tidak”,
saya tidak percaya itu terjadi atau itu tidak mungkin terjadi
(Prabowo, 114:2014)
b. Fase ANGER /marah ,Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu
kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan individu
menunjukan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan
kepada orang lain atau pada dirinya sendiri.( Prabowo, 115:2014)
c. Fase BERGAINING /Tawar-menawar ,Individu telah mampu
mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju
ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan kepada tuhan.(
Prabowo, 115:2014)
d. Fase depresi Pada fase ini individu sering menunjukan sikap menarik
diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara,
manyatakan keputusan, perasaan tidak berharga, dan sebagainya. (
Prabowo, 115:2014)
e. Fase Acceptance/ penerimaan, Fase ini berkaitan dengan
reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang yang selalu berpusat
kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang sampai
hilang.( Prabowo, 115:2014).
2.6 Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap
kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas,
sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun
yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih
dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

2.7 Teori dari Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat
digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah
untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.
1. Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai
beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang
berduka maupun menjelang ajal.
a. Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik
diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik
termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak
bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b. Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan
mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
c. Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang.
d. Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap
almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
e. Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

2.8 Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
dan berduka adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik
terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif.
( Prabowo, 117:2014)
2.9 Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: denial, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan.( Prabowo, 117:2014)

2.10 Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2009) kehilangan dan berduka termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksaannya yang bias dilakukan adalah :
1. Electro convulsive therapy (ETC) Adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2
elektrode yang ditempatkan di area temporal kepala (pelipis kanan dan
kiri). Tujuan dilakukan ECT yaitu terapi yang digunakan untuk
mengobati:
a. Gangguan efek yang berat pasien dengan depresi berat tidak
berespon terhadap obat anti depresan dengan ECT diharapkan
pasien menunjukkan respon yang baik dengan ECT 80-90%.
b. Gangguan skisofenia: skisifenia kata tonik tipe stufor atau tipe
exsided memberik respon yang baik dengan ECT.
c. Pasien bunuh diri : ECT digunakan ketika pasien menimbulkan
ancaman bagi diri sendiri.
d. Pada pasien hipoaktifitas penggunaan ECT sangat dianjurkan pagie
pasien tersebut (Townsend,2001)
2. Psikoterapi Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan
merupakan bagian penting dalam proses terapiutik meliputi :
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapiutik, bersikap ramah, memotivasi pasien, sopan kepada pasien.
(Prabowo, 118:2014)
3. Terapi okupasi Adalah suatu ilmu untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja
dipilih dengan maksud untuk memperbaiki diri seseorang. (Prabowo,
118:2014) Jenis terapi okupasi :
1) Waktu luang Aktifitas mengisi waktu luang adalah aktifitas yang
dilakukan pada waktu luang yang bermotifasi dan memberikan
kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien.
Aktifitas tidak wajib yang pada hakikatnya kebebasan beraktifitas.
Ada pun jenis-jenis aktifitas waktu luang seperti menjelajah waktu
luang (mengidentifikasi minat, keterampilan, kesempatan, dan
aktifitas waktu luang yang sesuai) dan partisipasi waktu luang
(merencanakan dan berpartisipasi dalam aktifitas waktu luang yang
sesuai, mengatur keseimbangan waktu luang dengan kegiatan yang
lainnya, dan memperoleh, memakai, dan mengatur peralatan dan
barang yang sesuai (Creek,2003)

Anda mungkin juga menyukai