Anda di halaman 1dari 22

Pemberian Obat Secara Parental

A. Pendahuluan.

Pemberian obat parental adalah pemberian obat secara parental injeksi.

Jika obat dimasukkan melalui cara ini, maka ini merupakan prosedur invasive yang harus
dilakukan dengan menggunakan teknik aseptic. Setelah jarum suntik memasuki kulit, terdapat
resiko infeksi. Tiap suntikan memerlukan keterampilan tertentu yang memastikan obat dapat
mencapai lokasi yang dituju. Efek obat yang diberikan perenteral memiliki efek yang cepat,
tergantung pada laju penyerapan obat . perawat harus mengawasi respon klien terhadap obat.

B. Peralatan

a. Spuit. Spuit terdiri atas tabung silinder dengan ujung uang didesain cocok dengan
jarumnya.

b. Jarum. Jarum tersedia dalam kemasan tersendiri agar dapat memilih jarum yang tepat untuk
klien. Beberapa jarum telah terpasang pada spuit. Kebanyakan jarum terbuat dari stainless dan
semuanya sekali pakai (disposable).

1. C. Macam Pemberian obat secara parental


1. 1. Intradermal (ID) : Penyuntikan ke Kulit dibawah Epidermis.

Pada pemberian obat secara intradermal biasanya untuk tes kulit (seperti skrining tuberculin dan
tes alergi). Karen obat bersifat poten, maka obat disuntikkan ke kulit di mana aliran darah tidak
banyak sehingga obat diserap perlahan-lahan. Beberapa klien memberikan reaksi anafilaktik jika
obat memasuki peredaran darah terlalu cepat. Tes kulit memerlukan perhatian perawat apakah
area tidak mengalami luka atau terdapat perubahan warna. Area intradermal harus bebas dari
luka dan relative tidak berbulu.

Gunakan spuit tuberculin atau hipodermik kecil untuk tes kulit. Sudut untuk penyuntian injeksi
intradermal adalah 5 -15 derajat, dengan posisi bevel diatas. Saat menyunyuntikan obat maka
akan muncul bleb/benjolan kecil menyerupai gigitan nyamuk pada permukaan kulit. Jika bleb
tidak muncul atau jika area terseut bardarah saat injeksi, maka kemungkinan obat masuk ke
dalam jaringan subkutan. Pada kasus ini hasil yang didapat tidak akan valid.

Area yang lazim digunakan untuk injeksi ini adalah lengan bawah bagan dalam, dada bagian atas
dan punggung pada area scapula.

Cara kerja :

1) Siapkan peralatan antara lain :

 Spuit ukuran 1 ml dengan kalibrasi ratusan ml


 Jarum dengan ukuran sesuai kebutuhan, biasanya nomor 25, 26, atau 27 gauge, panjang
¼ sampai dengan 5/8
 Kapas alcohol
 Buku pengobatan dan instruksi pengobatan

2) Beritahu pasien

3) Siapkan area yang akan diinjeksi misalnya lengan kanan dan lakukan desinfeksi dengan
kapas alcohol

4) Pegang erat lengan pasien dengan tangan kiri anda dan tangan satunya memegang spuit
kearah pasien

5) Tusukkan spuit dengan sudut 15° pada epidermis kemudian diteruskan sampai dermis lalu
dorong cairan obat. Obat ini akan menimbulkan tonjolan dibawah permukaan kulit

6) Cabut spuit, usap secara pelan area penyuntikan dengan kapas antiseptic tanpa memberikan
massage (message dapat menyebabkan obat masuk ke jaringan atau keluar melalui lubang
injeksi)

1. 2. Subkutan (Sub-Q) : Penyuntikan ke Jaringan tepat di bawah Lapisan Dermis


Kulit.

Injeksi subkutan adalah menyuntikan obat ke jaringan ikat longgar di bawah kulit. Karena
jaringan subkutan tidak memiliki banyak pembuluh darah seperti otot, maka penyerapan obat
lebih lama daripada penyuntikan Intramuskular. Namun, obat akan diserap penuh jika sirkulasi
darah klien normal. Kerena jaringan subkutan memiliki reseptor nyeri, klien sering mengalami
rasa tidak nyaman.
Daerah yang paling baik untuk penyuntikan subkutan adalah daerah lengan atas belakang,
abdomen dari bawah iga sampai batas Krista iliaka dan an bagian paha atas depan.

Dosis obat larut air yang daoat disuntikkan melalui subkutan sangat kecil (0,5 sampai 1 ml)
karena jaringan ini sangat sensitive terhadap zat yang iritatif dan volume besar. Penimbunan obat
didalam jaringan dapat menimbulkan abses steril, yang terlihat sebagai massa yang keras dan
nyeri pada kulit.

Secara umum, untuk penyuntikan obat subkutan, jarum 25 gauge 5/8 inci disuntikan pada sudut
45 derajat, atau jarum 1/2 inci disuntikkan pada sudut 90 dereajat pada klien berat badan normal.

NB :

 jika klien gemuk: perawat harus mencubit jaringan den menggunakan jarum yang lebih
panjang untuk bisa memeasukkan obat melewati jaringan lemak bawah kulit.
 Jika klien kurus ; pada keadaan ini biasanya tidak memiliki ruang untuk penyuntikan
subkutan: abdomen atas biasanya merupakan daerah terbaik untuk kasus seperti ini.
Untuk memaastikan obat mencapai subkutan, ikuti aturan :
o Jika anda dapat memegang 2 inci (5 cm) jaringan, suntikkan jarum pada sudut 90
derajat
o Jika anda dapat memegang 1 inci jaringan (2,5 cm), suntikkan jarum pada sudut
45 derajat.

Cara kerja :

1) Siapkan peralatan berupa :

 Buku catatan rencana/order pengobatan


 Vial atau ampul berisi obat yang akan diberikan
 Spuit dan jarum steril ( spuit 2 ml, jarum ukuran 25 gauge, 5/8 – 1/2 inci )
 Kapas antiseptic steril
 Kassa steril untuk membuka ampul (bila diperlukan)

2) Masukkan obat dari vial atau ampul ke dalam tabung spuit dengan cara yang benar

3) Beritahu pasien dan atur dalam posisi yang nyaman ( jangan keliru pasien; bantu pasien
pada posisi yang mana lengan,kaki, atau perut yang akan digunakan dapat rileks)

4) Pilih area tubh yang tepat, kemudian usap dengan kapas antiseptic dari tengah keluar secara
melingkar sekitar 5 cm menggunakan tangan yang tidak menginjeksi

5) Siapkan spuit, lepas kap penutup secara tegak lurus sambil menunggu antiseptic kering dan
keluarkan udara dari spuit

6) Pegang spuit dengan salah satu tangan antara jempol dan jari- jari pada area injeksi dengan
telapak tangan menghadap ke arah samping atau atas untuk kemiringan 45° atau dengan tealapak
tangan menghadap kebawah untuk kemiringan 45°. Gunakan tangan yang tida memegang spuit
untuk mengangkat atau merentangkan kulit, lalu secara hati-hati dan mantap tangan yang lain
menusukkan jarum. Lakukan aspirasi, bila muncul darah maka segera cabut spuit untuk dibuang
dan diganti spuit dan obat baru. Bila tidak muncul darah, maka pelan-pelan dorong obat ke
dalam jaringan

7) Cabut spuit lalu usap dan masege pada area injeksi. Bila tempat penusukan mengeluarkan
darah, maka tekan area tusukan dengan kassa steril kering sampai perdarahan berhenti

8) Buang spuit tanpa harus menutup jarum dengan kapnya (mencegah cidera bagi perawat)
pada tempat pembuangan secara benar

9) Cata tindakan yang tealah dilakukan

10) Kaji keefektifan obat

1. 3. Intramuskular (IM) : Penyuntikan terhadap otot.

Pemberian obt secara intramuscular memiliki laju penyerapan obat yang lebih cepat karena
daerah ini memiliki jaringan pembuluh darah yang banyak.. namun penyuntikan secara
intramuscular dikaitkan dengan berbagi resiko. Oleh karena itu, sebelum penyuntikan
intramuscular harus dipastikan bahwa injeksi yang akan dilakukan itu sananagt penting. Pada
beberapa kasus seperti serangan influenza, pneumonia, tidak ada alternative lain selain jalur
pemberian ini.

Gunakan jarum yang panjang dan gaugae yang besar melewati jaringan subkutan dan penetrasi
jaringan otot yang dalam. Bera badan dan banyaknya jaringan lemak mempengaruhi pemilihan
ukuran jarum suntik. Sebagai contoh , klien yang sangat gemuk biasanya memerlukan jarum
dengan panjang 3 inci, sedangkan klien yang kurus hanya memerlukan jarum dengan panjang 1/2
sampai 1 inci. Sedangkan sudut penetrasi jarum untuk penyuntikan IM adalah 90 derajat.

Karakteristik Dari Area Injeksi Intramuskular Dan Indikasi Penggunaannya

1. Vastus Laeralis

 Otot vastus lateralis merupakan area lain untuk injeksi. Ototnya tebal dan berkembang
dengan baik berlokasi di anterolateral paha.
 Tidak banyak terdapat pembuluh darah dan saraf besar
 Penyerapan obat cepat
 Paling sering digunakan pada bayi berumur kurang dari 12 bulan (untuk imunisasi)
 Sering digunakan pada anak yang sudah besar atau balita untuk imunisasi.

1. Ventrogluteal.

 Areanya yang dalam, terletak jauh dari pembuluh darah dan saraf besar.
 resiko terjadinya kontaminasi pada klien yang mengalami inkontinensia atau bayi lebih
kecil
 dapat dengan mudah ditemukan denagn acuan tulang yang jelas.
 Area yang dipilih untuk injeksi obat (contoh antibiotic) dengan volume, viskositas, dan
iritatif yang lebih tinggi pada dewasa, anak-anak dan bayi.

1. Deltoid.

 Dapat dicapai denagn sempurna, namun otot tidak berkembang sempurna pada semua
klien.
 Digunakan untuk obata dengan jumlah kecil
 Tidak digunakan pada bayi atau anak kecil dengan otot yang belum berkembang,
 Memiliki resiko untuk terjadinya trauma pada saraf radius dan ulnaris, atauarteri
brakhialis.
 Digunakan sebagai area untuk imunisasi pada balita, anak dan orang dewasa.
 Area yang disarankan untuk veksinasi hepatitis B dan rabies.

1. Dorsogluteal

Tidak untuk digunakan, karena dari hasil penelitian menunjukkkan bahwa lokasi saraf skiatik
bervariasi dari satu orang kelainnya, jika jarum mengenai saraf skiatik, klien biasanya
mengalami efek samping berupa kelumpuhan kaki parsial atau permanen.

Cara kerja injeksi IM :

1) Pastikan tentang adanya order pengobatan

2) Siapkan peralatan yang terdiri yang terdiri dari :

 Kartu pengobatan/ rencana orer pengobatan


 Obat steril dalam ampul atau vial
 Spuit beserta jarum steril (ukuran tergantung dengan yang diprlukan)
 Kapas pengusap dalam larutan antiseptic
 Kaca sterl (bila diperlukan untuk membuka ampul)

3) Siapkan obat dengan mengambil obat dari ampul atau vial sesuai dengan jumlah yang
dikehendki

4) Yakinkan bahwa pasien benar dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan,
kemudian bantu mengatur posisi yang nyaman

5) Buka pakaian, selimut atau kain yang menutupi area yang akan diinjeksi

6) Tentukan lokasi penyuntikan, pilihlah area yang bebas dari lesi, nyeri tekan, bengkak, dan
radang. Bersihkan kulit dengan pengusap antiseptic secara melingkar dari dalam keluar
7) Siapkan spuit yang sudah berisi obat buka penutup jarumnya dengan hati-hati dan
keluarkan udara dalam spuit

8) Gunakan tangan yang tidak memegang spuit untuk membentangkan kulit pada area yang
akan ditusuk, pegang spuit antara jempol dan jari-jari kemudian tusukkan jarum secara tegak
lurus pada sudut 90 °.

9) Lakukan aspirasi untuk mengecek apakah jarum tidak mengenai pembuluh darah dengan
cara menarik pengokang. Bila terhisap darah maka segera cabut spuit, buang dang anti yang
baru. Bila tidak terhisap darah, maka perlahan-lahan masukkan obat dengan cara mendorong
pengokang spuit.

10) Bila obat sudah masuk semua maka segera cabut spuit dan lakukan massage pada area
penusukan

11) Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang nyaman

12) Buang spuit pada tempat yang disediakan, bereskan peralatan.

13) Observasi keadaan pasien dan catat tindakan anda.

1. Intravena (IV): Penyuntiksn ke Dalam Pembuluh Vena.

Pada pemberian obat secara intravena harusnya perawat mengikuti metode sebgai berikut :

1. Sebagai campuran dalm cairan intravena yang banyak.


2. Dengan menyuntikkan bolus atau sedikit volume obat melalui jalur infuse intravena yang
sudah ada atau akses intravena sementara (kunci heparine dan saline)
3. Dengan infuse “piggyback” cairan yang mengandung obat dan sedikit cairan intravena
melalui selang infuse yang sudah tersedia.

Cara kerja memberikan obat intravena :

1) Pastikan tentang adanya order pengobatan

2) Siapkan peralatan yang terdiri dari :

 Kartu pengobatan/ rencana order pengobatan


 Spuit steril yang berisi obat steril
 Kapas pengusap dalam larutan antiseptic
 Turniket.

3) Yakinkan bahwa pasien benar dan beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan,
kemudian bantu mengatur posisi yang nyaman
4) Tentukan dan cari vena yang akan ditusuk ( misalnya vena basilica dan vena safilika, buka
kain yang menutupi vena)

5) Bila vena sudah ditemukan misal vena basilica, atur lengan lurus dan pasang turniket
sampai vena benar-benar dapat dilihat an diraba kemudian bersihkan dengan kapas pengusap
antiseptic.

6) Siapkan spuit yang sudah berisi obat. Bila tabung masih terdapat udara, makda udara harus
dikeluarkan.

7) Secara pelan tusukkan jarum kedalam vena dengan posisi jarum sejajar dengan vena. Untuk
mencegah vena tidak bergeser tangan yang tidak memegang spuit dapat digunakan untuk
menahan vena sampai jarum masuk vena.

8) lakukan aspirasi dengan cara menarik pengokang spuit. Bila terhisap darah, lepas turniket
dan dorong obat pelan-pelan ke dalam vena.

9) Setelah obat masuk semua, segera cabut spuit dan buang di tempat pembuangan sesuai
prosedur

10) Rapikan pasien dan atur dalam posisi yang nyaman

11) Observasian keadaan klien dan catat tindakan klien.

Keterampilan Dasar Praktek Klinik


Senin, 04 Juni 2012

pemberian obat dengan cara inhalasi

TERAPI INHALASI RESPIRATORY

1. PENDAHULUAN
Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses pengobatan penyakit
respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik. Penumpukan mukus di dalam saluran napas,
peradangan dan pengecilan saluran napas ketika serangan asma dapat dikurangi secara cepat
dengan obat dan teknik penggunaan inhaler yang sesuai. 1

Setelah sekian lama, terapi inhalasi memainkan peranan penting di dalam merawat penyakit
asma dan penyakit paru lainnya. Obat yang diberikan dengan cara ini absorpsi terjadi secara
cepat karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati, dan
pada penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, obat dapat diberikan langsung pada bronkus.
Tidak seperti penggunaan obat secara oral (tablet dan sirup) yang terpaksa melalui sistem
penghadangan oleh pelbagai sistem tubuh, seperti eleminasi di hati. 1,2

Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera bekerja.
Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang perlu diberikan adalah
lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan
alat dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya
mengiritasi epitel paru. 1,2

2. DEFINISI

Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara inhalasi. 3

Terapi inhalasi juga dapat diartikan sebagai suatu pengobatan yang ditujukan untuk
mengembalikan perubahan-perubahan patofisiologi pertukaran gas sistem kardiopulmoner ke
arah yang normal, seperti dengan menggunakan respirator atau alat penghasil aerosol. 4

3. TINJAUAN ANATOMI-FISIOLOGIS SALURAN NAPAS

Untuk memahami tentang penggunaan serta farmakokinetik (terutama absorpsi dan


bioavailabilitas) dan farmakodinamik obat secara inhalasi, sebelumnya kita harus memahami
anatomi dan fisiologi pernapasan terlebih dahulu.

Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi
(penghantar udara) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian
konduksi, udara bolak-balik di antara atmosfir dan jalan napas seakan organ ini tidak berfungsi
(dead space), akan tetapi organ tersebut selain sebagai konduksi juga berfungsi sebagai
proteksi dan pengaturan kelembaban udara. Adapun yang termasuk ke dalam konduksi adalah
rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkur dan bronkiolus
nonrespiratorius. 5

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus) yang sering disebut dengan unit
paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakus
alveolaris. 5

Secara histologis epitel yang melapisi permukaan saluran pernapasan terdiri dari epitel gepeng
berlapis berkeratin dan tanpa keratin di bagian rongga mulut; epitel silindris bertingkat bersilia
pada rongga hidung, trakea, dan bronkus; epitel silindris rendah/kuboid bersilia dengan sel piala
pada bronkiolus terminalis; epitel kuboid selapis bersilia pada bronkiolus respiratorius; dan
epitel gepeng selapis pada duktus alveolaris dan sakus alveolaris serta alveolus. Di bawah
lapisan epitel tersebut terdapat lamina propria yang berisi kelenjar-kelenjar, pembuluh darah,
serabut saraf dan kartilago. Dan berikutnya terdapat otot polos dan serabut elastin. 6

Dari semua itu barulah kita pahami bagaimana obat dapat masuk dan bekerja pada paru-paru.
Obat masuk dengan perantara udara pernapasan (mekanisme inspirasi dan ekspirasi) melalui
saluran pernapasan, kemudian menempel pada epitel selanjutnya diabsorpsi dan sampai pada
target organ bisa berupa pembuluh darah, kelenjar dan otot polos.

Agar obat dapat sampai pada saluran napas bagian distal dan mencapai target organ, maka
ukuran partikel obat harus disesuaikan dengan ukuran/diameter saluran napas.

4. TUJUAN DAN SASARAN

Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya terjadi secara cepat
dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada keadaan
serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan untuk menghindari efek samping
sistemik yang ditimbulkannya.

Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme, meng-encerkan sputum,


menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi. Terapi inhalasi ini baik digunakan
pada terapi jangka panjang untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkan obat,
terutama penggunaan kortikosteroid. 3

5. INDIKASI

Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma, penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis, fibrosis kistik, bronkiektasis, keadaan atau
penyakit lain dengan sputum yang kental dan lengket. 3

Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah
menguap dan obat lain yang berbentuk aerosol. 2

Pada penyakit Asma dan Chronic Obstructive pulmonal disease (COPD = PPOK & PPOM)
terapi inhalasi merupakan terapi pilihan. 7 Dengan terapi inhalasi obat dapat masuk sesuai
dengan dosis yang diinginkan, langsung berefek pada organ sasaran. Dari segi kenyamanan
dalam penggunaan, cara terapi MDI banyak disukai pasien karena obat dapat mudah di bawa
ke mana-mana. Kemasan obat juga menguntungkan karena dalam satu botol bisa dipakai untuk
30 atau sampai 90 hari penggunaan. 8

6. KONTRA INDIKASI

Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada pasien dengan alergi
terhadap bahan atau obat yang digunakan. 3

7. CARA PENGGUNAAN BERBAGAI TERAPI INHALASI

Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur (MDI, metered dose
inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held nebulizer), (3) inhalasi dengan intermitten
positive pressure breathing (IPPB), serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang
menggunakan ventilator. 3,7

7.1. INHALER DOSIS TERUKUR

Inhaler dosis terukur atau lebih sering disebut MDI diberikan dalam bentuk inhaler aerosol
dengan/tanpa spacer dan bubuk halus (dry powder inhaler) yaitu diskhaler, rotahaler, dan
turbohaler. Pada umumnya digunakan pada pasien yang sedang berobat jalan dan jarang
dipergunakan di rumah sakit. Cara ini sangat mudah dan dapat dibawa kemana-mana oleh
pasien, sehingga menjadi pilihan utama pagi penderita asma. 1,3,7

MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat dan bagian mouthpiece.
Bila bagian kotak yang mengandung zat ini dibuka (ditekan), maka inhaler akan keluar melalui
mouthpiece. 1,7

Pemakaian inhaler aerosol. Inhaler dikocok lebih dahulu agar obat homogen, lalu tutupnya
dibuka à inhaler dipegang tegak, kemudian dilakukan maksimal ekspirasi pelan-pelan à mulut
inhaler diletakan di antara kedua bibir, lalu katupkan kedua bibir dan lakukan inspirasi pelan-
peran. Pada waktu yang sama kanester ditekan untuk mengeluarkan obat tersebut dan
penarikan napas diteruskan sedalam-dalamnya à tahan napas sampai 10 detik atau hitungan
10 kali dalam hati. Prosedur tadi dapat diulangi setelah 30 detik sampai 1 menit kemudian
tergantung dosis yang diberikan oleh dokter. 1,3

Pemakaian inhaler aerosol dengan ruang antara (spacer). Inhaler dikocok lebih dahulu dan
buka tutupnya, kemudian mulut inhaler dimasukan ke dalam lubang ruang antara à mouth piece
diletakan di antara kedua bibir, lalu kedua bibir dikatupkan, pastikan tidak ada kebocoran à
tangan kiri memegang spacer, dan tangan kanan memegang kanester inhaler à tekan kanester
sehingga obat akan masuk ke dalam spacer, kemudian tarik napas perlahan dan dalam, tahan
napas sejenak, lalu keluarkan napas lagi. Hal ini bisa diulang sampai merasa yakin obat sudah
terhirup habis. 3

Pemakaian diskhaler. Lepaskan tutup pelindung diskhaler, pegang kedua sudut tajam, tarik
sampai tombol terlihat à tekan kedua tombol dan keluarkan talam bersamaan rodanya à
letakkan diskhaler pada roda, angka 2 dan 3 letakkan di depan bagian mouth piece à masukan
talam kembali, letakan mendatar dan tarik penutup sampai tegak lurus dan tutup kembali à
keluarkan napas, masukan diskhaler dan rapatkan bibir, jangan menutupi lubang udara,
bernapas melalui mulut sepat dan dalam, kemudian tahan napas, lalu keluarkan napas
perlahan-lahan. à putar diskhaler dosis berikut dengan menarik talam keluar dan masukan
kembali. 3

Pemakaian rotahaler. Pegang bagian mulut rotahaler secara vertikal, tangan lain memutar
badan rotahaler sampai terbuka à masukan rotacaps dengan sekali menekan secara tepat ke
dalam lubang epat persegi sehingga puncak rotacaps berada pada permukaan lubang à
pegang permukaan rotahaler secara horizontal dengan titik putih di atas dan putar badan
rotahaler berlawanan arah sampai maksimal untuk membuka rotacaps à keluarkan napas
semaksimal mungkin di luar rotahaler, masukan rotahaler dan rapatkan bibir dengan kepala
agak ditinggikan dengan kepala agak ditengadahkan ke belakang à hiruplah dengan kuat dan
dalam, kemudian tahan napas selama mungkin. à lalu keluarkan rotahaler dari mulut, sambil
keluarkan napas secara perlahan-lahan. 3

Pemakaian turbohaler. Putar dan lepas penutup turbohaler à pegang turbohaler dengan
tangan kiri dan menghadap atas lalu dengan tangan kanan putar pegangan (grip) ke arah
kanan sejauh mungkin kemudian putar kembali keposisi semula sampai terdengar suara klik à
hembuskan napas maksimal di luar turbohaler à letakkan mouth piece di antara gigi, rapatkan
kedua bibir sehingga tidak ada kebocoran di sekitar mouth piece kemudian tarik napas dengan
tenang sekuat dan sedalam mungkin à sebelum menghembuskan napas, keluarkan turbohaler
dari mulut. Jika yang diberikan lebih dari satu dosis ulangi tahapan 2 – 5 (tanda panah) dengan
selang waktu 1 – 2 menit – pasang kembali tutupnya. 3

Setelah penggunaan inhaler. Basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini untuk
mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut dan tenggorokan, juga
untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat efek obat (terutama kortikosteroid). 1

Cara mencuci. Kegagalan mencuci inhaler dengan cara yang benar akan menimbulkan
sumbatan dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah/dosis obat. Cusi bekar serbuk yang
tertinggal di corong inhaler. Keluarkan belas obat dan basuh inhaler dengan air hangat dengan
sedikit sabun. Keringkan dan masukan kembali ke dalam tempatnya. 1

Bagaimana cara untuk mengetahui inhaler sudah kosong. Setiap inhaler telah dilabelkan
dengan jumlah dos yang ada. Contoh di bawah akan menerangkan bagaimana untuk
menentukan kandungan obat di dalam inhaler. Jika botol obat mengandungi 200 hisapan dan
kita harus mengambil 8 hisapan sehari, maka obat habis dalam 25 hari. Jika kita mula
menggunakan inhaler pada tanggal 1 Mei, maka gantikan inhaler tersebut dengan yang baru
pada/atau sebelum tanggal 25 Mei. Tulis tanggal mula menggunakan inhaler pada botol obat
untuk menghindari kesalahan.

Kandungan inhaler juga boleh diperkirakan dengan cara memasukkan botol obat ke dalam air.
Kedudukan botol obat di dalam air menggambarkan kandungan obat dalam inhaler.

7.2. PENGUAPAN (NEBULIZER)


Cara ini digunakan dengan memakai disposible nebulizer mouth piece dan pemompaan udara
(pressurizer) atau oksigen. Larutan nebulizer diletakan di dalam nebulizer chamber. Cara ini
memerlukan latihan khusus dan banyak digunakan di rumah sakit. Keuntungan dengan cara ini
adalah dapat digunakan dengan larutan yang lebih tinggi konsentrasinya dari MDI. Kerugiannya
adalah hanya 50 – 70% saja yang berubah menjadi aerosol, dan sisanya terperangkap di dalam
nebulizer itu sendiri. 7

Jumlah cairan yang terdapat di dalam hand held nebulizer adalah 4 cc dengan kecepatan gas 6
– 8 liter/menit. Biasanya dalam penggunaannya digabung dalam mukolitik (asetilsistein) atau
natrium bikarbonat. Untuk pengenceran biasanya digunakan larutan NaCl. 1,7

Cara menggunakannya yaitu: Buka tutup tabung obat, masukan cairan obat ke dalam alat
penguap sesuai dosis yang ditentukan à gunakan mouth piece atau masker (sesuai kondisi
pasien). Tekan tombol “on” pada nebulizer à jika memakai masker, maka uap yang keluar
dihirup perlahan-lahan dan dalam inhalasi ini dilakukan terus menerus sampai obat
habismasker. Bila memakai mouth piece, maka tombol pengeluaran `erosol ditekan sewaktu
inspirasi, hirup uap yang keluar perlahan-lahan dan dalam. Hal ini dilakukan berulang-ulang
sampai obat habis (10 – 15 menit). 3

Beberapa contoh jenis nebulizer antara lain: Simple nebulizer; Jet nebulizer, menghasilkan
partikel yang lebih halus, yakni antara 2 – 8 mikron. Biasanya tipe ini mempunyai tabel dan
paling banyak dipakai di rumah sakit. Beberapa bentuk jet nebulizer dapat pula diubah sesuai
dengan keperluan, sehingga dapat digunakan pada ventilator dan IPPB, dimana dihubungkan
dengan gas kompresor. 7

Ultrasonik nebulizer, alat tipe ini menggunakan frekuensi vibrator yang tinggi, sehingga
dengan mudah dapat mengubah cairan menjadi partikel kecil yang bervolume tinggi, yakni
mencapai 6 cc/menit dengan partikel yang uniform. Besarnya partikel adalah 5 mikron dan
partikel dengan mudah masuk ke saluran pernapasan, sehingga dapat terjadi reaksi, seperti
bronkospasme dan dispnoe. Oleh karena itu alat ini hanya dipakai secara intermiten, yakni
untuk menghasilkan sputum dalam masa yang pendek pada pasien dengan sputum yang
kental. 7

Antomizer nebulizer, partikel yang dihasilkan cukup besar, yakni antara 10 – 30 mikron.
Digunakan untuk pengobatan laring, terutama pada pasien dengan intubasi trakea. 7

7.3. INTERMITEN POSITIVE PRESSURE BREATHING

Cara ini biasanya diberikan di rumah sakit dan memerlukan tenaga yang terlatih. Cara ini jauh
lebih mahal dan mempunyai indikasi yang terbatas, terutama untuk pasien yang tidak dapat
bernapas dalam dan pasien-pasien yang sedang dalam keadaan gawat yang tidak dapat
bernapas spontan. Untuk pengobatan di rumah cara yang terbaik adalah dengan menggunakan
MDI. 7

7.4. VENTILATOR

Dapat dengan menggunakan MDI atau hand held nebulizer, yakni melalui bronkodilator Tee.
Dengan cara ini sebenarnya tidak efektif oleh karena banyak aerosol yang mengendap,
sehingga cara ini dianggap kurang efektif dibandingkan dengan MDI. 7

8. AEROSOL DAN KEBERHASILAN TERAPI

Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini tergantung pada beberapa faktor, yaitu: Ukuran
partikel. Partikel dengan ukuran 8 – 15 mikron dapat sampai ke bronkus dan bronkiolus,
sedangkan partikel dengan ukuran 2 mikron dapat sampai le alveolus. Akan tetapi partikel
dengan ukuran 40 mikron hanya dapat sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak
digunakan pada terapi aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8 – 15 mikron. 7
Gravitasi (gaya berat). Semakin besar suatu partikel, maka akan semakin cepat pula partikel
tersebut menempel pada saluran pernapasan. Akan tetapi keadaan ini juga tergantung pada
viskositas dari bahan pelarut yang dipakai. 7

Inersia. Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air mempunyai massa yang lebih
besar daripada molekul gas di dalam saluran pernapasan. Partikel yang ada di bronkus lebih
mudah bertabrakan daripada partikel yang ada di saluran pernapasan yang besar. Semakin
kecil diameter saluran pernapasan, maka akan semakin besar pula pengaruh dari inersia gas. 7

Aktivitas kinetik. Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil dari 0,5 mikron. Semakin
besar energi kinetik yang digunakan, maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya
tabrakan di antara aerosol dan akan semakin mudah terjadinya kolisi dan selain itu juga akan
semakin mudah partikel tersebut bergabung. 7

Sifat-sifat alamiah dari partikel. Sifat-sifat alamiah dari partikel ditentukan oleh tonik
(osmotik). Larutan yang hipotonik akan mudah kehilangan air akibat dari penguapan. Aerosol
elektrik yang dihasilkan oleh ultrasonik nebulizer bermuatan lebih besar daripada mekanikal
nebulizer. Pada temperatur yang panas molekul-molekul akan mempunyai ukuran yang lebih
besar dan akan mudah jatuh. 7

Sifat-sifat dari pernapasan. Pada prinsifnya jumlah dari aerosol yang berubah menjadi cairan
ditentukan pula oleh volume tidal, frekuensi pernapasan, kecepatan aliran inspirasi, dan apakah
bernapas melalui mulut atau hidung, dan juga memeriksa faal pernapasan pada umumnya. 7

9. OBAT/ZAT PADA TERAPI INHALASI

Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya adalah beta 2
simpatomimetik, seperti metaprotenolol (Alupen), albuterol (Venolin dan Proventil), terbutalin
(Bretaire), bitolterol (Tornalat), isoetarin (Bronkosol); Steroid seperti beklometason (Ventide),
triamnisolon (Azmacort), flunisolid ( Aerobid); Antikolinergik seperti atropin dan ipratropium
(Atrovent); dan Antihistamin sebagai pencegahan seperti natrium kromolin (Intal). 7

Keuntungan dari aerosol ini baik diberikan secara aerosol maupun dengan inhaler, adalah
memberikan efek bronkodilator yang maksimal yang lebih baik dari cara pemberian lain,
sementara itu pengaruh sistemiknya hampir tidak ada. Oleh karena itu cara pengobatan ini
adalah merupakan cara yang paling optimal. 1,7,8

10. EFEK SAMPING DAN KOMPLIKASI

Jika aerosol diberikan dalam jumlah besar, maka dapat menyebabkan penyempitan pada
saluran pernapasan (bronkospasme). Disamping itu bahaya iritasi dan infeksi pada jalan napas,
terutama infeksi nosokomial juga dapat terjadi. 7

11. KESIMPULAN

Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara inhalasi. Terapi
inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses pengobatan penyakit
respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera bekerja.
Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang perlu diberikan adalah
lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan
alat dan metoda khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya
mengiritasi epitel paru.

Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya terjadi secara cepat
dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada keadaan
serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan untuk menghindari efek samping
sistemik yang ditimbulkannya. Seperti untuk mengatasi bronkospasme, meng-encerkan
sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi.

Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah
menguap dan obat lain yang berbentuk aerosol. Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi
tidak ada. Kontra indikasi relatif pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang
digunakan

Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur (MDI, metered dose
inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held nebulizer), (3) inhalasi dengan intermitten
positive pressure breathing (IPPB), serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang
menggunakan ventilator.

Setelah penggunaan inhaler, basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini untuk
mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut dan tenggorokan, juga
untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat efek obat (terutama kortikosteroid). Berhasil
atau tidaknya pengobatan aerosol ini tergantung pada beberapa faktor, yaitu: ukuran partikel,
gaya gravitasi, inersia partikel, aktivitas kinetik, sifat alamiah partikel, dan sifat dari pernapasan
pasien.

Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya adalah beta 2
simpatomimetik, kortikosteroid, antikolinergik, dan antihistamin. Bahaya iritasi saluran napas
dan terjadinya bronkospasme serta reaksi hipersensitivitas (obat atau vehikulum) dapat terjadi
pada penggunaan terapi ini.

Diposkan oleh indy putri di 21.56

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest


Pemberian Obat Pada Vagina
1. DEFINISI

Vagina adalah saluran yang dindingnya dilapisi oleh membran mukosa dan membentang dari serviks
uteri hingga valua dinding vagina normalnya berwarna merah mudah dan bebas dari rabas dan lesi.
Vagina harus terasa hangat dan lembab dengan dinding yang lembut. Terkadang vagina yang terasa
tegang dapat berkaitan dengan rasa takut atau jaringan parut. Wanita yang menderita infeksi jamur,
memiliki rabas yang kental, putih, berbau aneh dan seperti dadik. Pemberian obat melalui vagina
adalah pemberian obat yang dilakukan dengan memasukkan obat melalui vagina. Obat yang dimasukkan
pada umumnya bekerja secara lokal. Obat ini tersedia dalam bentuk krim, tablet yang dapat larut
dengan perlahan ataupun dapat juga dalam bentuk salep dan supositoria. Pada pemberian obat secara
vaginal, pasien harus minimal selama 1 jam tidur terlentang untuk menghindari obat itu mengalir
keluar. Contoh pemberian obat pada penanganan pasien seperti adanya benda asing di dalam vagina
dan pemberian prostaglandin untuk induksi persalinan.

2. TUJUAN

a. Untuk mendapatkan efek terapi obat

b. Mengobati saluran vagina atau serviks, seperti :

• Mengurangi peradangan

• Mengobati infeksi pada vagina

• Menghilangkan nyeri, rasa terbakar, dan ketidaknyamanan

3. INDIKASI

• Pembatasan mobilitas

• Adanya dehidrasi infeksi atau obstruksi persalinan

• Pengaruh suhu tubuh terhadap distribusi dan absorbsi obat.

• Penggunaan alat kontrasepsi

4. KONTRADIKSI

• Perawat tidak boleh melakukan pemeriksaan vagina pada keadaan :

a. Menstruasi

b. Khusus pada pasien spartus antara lain

- Perdarahan

- Plasenta previa

- Ketuban pecah dini

- Persalinan praterm
• Obat tablet yang digunakan tidak dapat digunakan untuk peroral

5. KELEBIHAN

• Obat cepat bereaksi

• Efek yang ditimbulkan bersifat lokal

6. KERUGIAN

• Dapat membangkitkan rasa malu

• Kesulitan dalam melakukan prosedur terhadap wanita lansia

• Setiap rabas yang keluar memungkinkan berbau busuk

7. ALAT / BAHAN

a. Obat dalam tempatnya

b. Sarung tangan

c. Kain kasa

d. Kertas tisu

e. Kapas suplimat dalam tempatnya

f. Pengalas

g. Korentang dalam tempatnya

h. Bantalan perineum (bila perlu)

8. PROSEDUR KERJA

a. Cuci tangan

b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

c. Gunakan sarung tangan

d. Siapkan suplai

e. Periksa identifikasi klien dan menanyakan nama klien

f. Infeksi kondisi genetalia eksterna dan saluran vagina

g. Kaji kemampuan klien menggunakan aplikator atau supositoria dan mengambil posisi saat obat
dimasukkan

h. Alur suplai di sisi tempat tidur


i. Tutup gorden atau pintu kamar

j. Bantu klien berbaring dalam posisi dorsal recumben

k. Jaga abdomen dan ekstremitas bawah tetap tertutup

l. Pastikan orifisium vagina disinari dengan baik oleh lampu kamar/lampu leher angsa (gcoseneck)

m. Masukkan supositoria dengan tangan terbungkus sarung tangan (lihat gambar)

n. Beri krim/sabun sesuai dengan petunjuk pada kemasan obat (lihat gambar)

o. Lepas sarung tangan dengan menarik bagian dalam sarung tangan keluar dan buang ke dalam wadah
yang tepat, cuci tangan

p. Instruksikan klien untuk tetap berbaring terlentang selama sekurang-kurangnya 10 menit

q. Apabila aplkator digunakan, cuci dengan sabun dan air hangat, bilas dan simpan untuk penggunaan
selanjutnya

r. Tawarkan klien pembalut perineum ketika ia mulai bergerak

s. Inspeksi kondisi saluran vagina dan genetalia eksterna di antara pemberian obat

t. Catat nama obat, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian obat pada catatan obat.

9. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

a. Pemberian bentuk, rute dosis waktu yang tepat

b. Simpankanlah obat supostoria padat pada tempatnya

c. Minimalkan rasa malu klien

d. Kurangi dan cegah penularan infeksi

e. Jaga kenyamanan klien

f. Pertahankan hygiene perineum

g. Jaga privasi kerja

h. Hindarkan tindakan yang dapat menyebabkan pasien merasa sakit

i. Perhatikan teknik septik dan aseptik

j. Pemberian obat harus dalam posisi rekumben

k. Menginformasikan kepada pasien tentang apa yang terjadi.

10. EVALUASI
a. Apakah obat vagina dapat mengurangi iritasi atau inflamasi jaringan dengan efektif

b. Mendiskusikan tindakan yang telah dilakukan

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemberian obat melalui vagina adalah pemberian obat yang dilakukan dengan memasukkan obat
melalui vagina baik dalam bentuk krim, tablet, salep ataupun supositoria.

B. Saran

Pemberian obat melalui vagina sangat berbeda dan berat dalam mengaplikasikannya dibandingkan
dengan cara pemberian obat lainnya karena berkaitan dengan bagian yang paling sensitive dari wanita
oleh karena itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan harus selalu berusaha menjaga privasi
klien.

DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Ahmad Hidayat. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia; Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika. 2006.

P.J.M. Stevens, F.Bordui. JAG. Van Der Weyde. Ilmu Keperawatan, Jilid 2 Edisi 2. Jakarta : EGC. 1992.

Ruth Jhonson, Wendy Tailor. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta; EGC. 2004.

Diposkan oleh 3@ Community Ners di 21.09

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pemberian Obat Melalui Rektum
Memberikan obat melalui rectum merupakan pemberian obat dengan memasukkan obat
mealui anus dan kemudian rectum ,dengan tujuan memberikan efek local dan sistematik.
Tindakan pengobatan ini disebut pemberian obat supositoria yang bertujuan untuk mendapatkan
efek terapi obat , menjadikan lunak pada daerah fases ,dan merangsang buang air besar .
Pemberian obat yang memiliki efek local, seperti obat dolcolas supositoria,berfungsi
untuk meningkatkan defekasi secara local pemberian obat dengan obat sistemik, seperti obat
aminofilin supositoria, berfungsi mendilatasi bronchus. Pemberian obat supositoria ini diberikan
tepat pada dinding rental yang melewati sphincter ani interna. Kontraindikasi pada pasien yang
mengalami pembedahan rektal.
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui anus atau rektum. Umumnya berbentuk torpedo dapat meleleh, melunak atau melarut
pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai
pembawa zat terapetik yang bersifat local atau sistematik.
Suppositoria merupakan obat luar karena penggunaannya tidak melewati mulut dan tidak
menuju ke arah lambung, hanya dimetabolisme dalam darah dan dinding usus.
Salep (cream) adalah sediaan yang digunakan untuk pemberian topikal ke area perianal.
Sebagian besar digunakan untuk terapi kondisi lokal pruritis anorektal, inflamasi dan nyeri atau
ketidaknyamanan akibat wasir.

TEKNIK PEMBERIAN OBAT MELALUI ORAL,SUBLINGUAL

Cara menggunakan obat-obatan oral atau sublingual

 Oral atau melalui mulut: Hal ini biasanya berarti menelan pil dengan
segelas air. Hal ini harus dilakukan hanya jika orang itu terjaga dan
waspada dan tidak beresiko tersedak pil atau air.
 Sublingual: Ini berarti bahwa pil diletakkan di bawah lidah di mana ia akan
larut dan diserap ke aliran darah. Orang tersebut tidak boleh minum atau
makan apapun sampai obat itu hilang.
 Bukal: Ini berarti bahwa obat dapat ditempatkan di dalam mulut antara
salah satu pipi dan gusi di dekatnya di mana ia akan larut dan diserap ke
aliran darah. Biasanya, obat-obatan yang dapat diambil sublingually juga
bisa diambil oral. Orang tersebut tidak boleh minum atau makan apapun
sampai obat itu hilang.

Minum pil secara oral biasanya lebih mudah bagi kebanyakan orang. Namun,
mungkin sulit untuk memberikan obat cara ini untuk anak bayi atau muda, orang
yang terlalu mengantuk atau tidak mampu bekerja sama, seseorang yang tidak
bisa menjaga obat dalam mulut mereka (misalnya seseorang yang telah drools
atau muntah ), atau orang yang mengalami kejang terlalu banyak. Dalam situasi
ini, berbicara dengan dokter Anda tentang bentuk rektal dari obat seperti Diastat.
Khusus pesanan diperlukan dari dokter Anda

 Nama obat.
 Dosis setiap pil dan berapa banyak untuk mengambil pada dosis masing-
masing.
 Ketika harus diberikan - misalnya setelah sejumlah serangan atau setelah
kelompok kejang yang terakhir periode waktu tertentu.
 Seberapa sering itu dapat diambil dan berapa banyak dalam satu hari.
 Saat-saat itu TIDAK harus diambil.
 Cara untuk mengambil itu - menelan, sublingual atau bukal.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Beranda
CALENDER

Free Blog Content

Animasi Blog

merah merona

visit my wordpress

Sample Text
Dianhusada Mealsmira

Buat Lencana Anda

Followers
About Me
MIRA WATI

LIHAT PROFIL LENGKAPKU

Blog Archive

 ▼ 2012 (1)
o ▼ Mei (1)
 MATERI KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN...

Popular Posts

 MATERI KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN

HEMOESTATIS DAN HEMOIDINAMIK suatu proses yang terjadi secara terus-


menerus untuk memelihara stabilitas danberadaptasi terhadap kondisi...

Ada kesalahan di dalam gadget ini

Anda mungkin juga menyukai