Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar

1. Definisi
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika).
Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolism sel. Sebagai hasilnya,terbentuklah karbon
dioksida,energy,dan air. Akan tetapi,penambahan CO2 yang melebihi batas normal
pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel
(Guyton & Hall, 2007).
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis
menurut hirarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan.
Oksigen sangat berperan dalam proses metabolism tubuh. Kebutuhan oksigen
dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh
berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut
berlangsung lama akan terjadi kematian. Sistem yang berperan dalam proses
pemenuhan kebutuhan adalah sistem pernafasan,persyarafan,dan kardiovaskuler.
Kapasitas (daya muat) udara dalam paru-paru adalah 4.500-5.000 ml (4,5-
51). Udara yang diperoses dalam paru-paru hanya sekitar 10% (kurang lebih 500
ml),yaitu yang dihirup (inspirasi) dan yang dihembuskan (ekspirasi) pada
pernafasan biasa (Brunner & Suddarth, 2010).

2. Etiologi

Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh


memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen
dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, latihan,
emosi, gaya hidup dan status kesehatan (Somantri, 2008).
a. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya
vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke
kulit. Hal tersebut mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit.
Respon demikian menyebabkan curah jantung meningkat dan kebutuhan
oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada lingkungan yang dingin, pembuluh
darah mengalami konstriksi dan penurunan tekanan darah sehingga
menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
Pengaruh lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh ketinggian
tempat. Pada tempat tinggi tekanan barometer akan turun, sehingga tekana
oksigen juga turun. Implikasinya, apabila seseorang berada pada tempat yang
tinggi, misalnya pada ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut, maka
tekanan oksigen alveoli berkurang. Ini menindikasikan kandungan oksigen
dalam paru-paru sedikit. Dengan demikian, pada tempat yang tinggi
kandungan oksigennya berkurang. Semakin tinggi suatu tempat maka makin
sedikit kandungan oksigennya, sehingga seseorang yang berada pada tempat
yang tinggi akan mengalami kekurangan oksigen.
Selain itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi oleh polusi udara.
Udara yang dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi udara,
konsentrasi oksigennya rendah. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan
oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara optimal. Respon tubuh terhadap
lingkungan polusi udara diantaranya mata perih, sakit kepala, pusing, batuk
dan merasa tercekik.
b. Latihan
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut
jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin
tinggi.
c. Emosi
Takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung sehingga
kebutuhan oksigen meningkat.
d. Gaya hidup
Kebiasaan merokok akan memengaruhi status oksigenasi seseorang
sebab merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh
darah arteri. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah darah koroner.
Akibatnya, suplai darah ke jaringan menurun.
e. Status kesehatan
Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi berfungsi
dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara
adekuat. Sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun
penyakit pernapasan dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan
oksigen tubuh.

3. Patofisiologi
Fungsi sistem jantung ialah menghantarkan oksigen, nutrien, dan subtansi lain
ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme selular melalui pompa
jantung, sistem vaskular sirkulasi, dan integritas sistem lainnya. Namun fungsi
tersebut dapat terganggu disebabkan oleh penyakit dan kondisi yang
mempengaruhi irama jantung, kekuatan kontraksi, aliran darah melalui kamar-
kamar pada jantung, aliran darah miokard dan sirkulasi perifer. Iskemia miokard
terjadi bila suplai darah ke miokard dari arteri koroner tidak cukup dalam
memenuhi kebutuhan oksigen organ (Yeni, 2013).
Selain itu, perubahan fungsi pernapasan juga menyebabkan klien mengalami
gangguan oksigenasi. Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang
berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena,
yang diproduksi melalui metabolisme seluler. Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi
alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi
CO2 secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun, maka PaCO2 akan
meningkat. Sementara hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada
tingkat jaringan (Guyton & Hall, 2007).
4. Pathway Faktor lingkungan (udara, bakteri, virus,
jamur) Masuk melalui saluran nafas atas

Terjadi infeksi dan proses


peradangan

Kontraksi otot-otot polos


Hipersekresi kelenjar
saluran pernafasan
mukosa

Penyempitan saluran
Akumulasi secret berlebih pernafasan

Keletihan otot pernafasan


Secret mengental di jalan
napas

 Dispnea
 Penggunaan otot bantu
Gangguan penerimaan Obstruksi jalan nafas
pernafasan
O2 dan pegeluaran CO2  Fase ekspirasi
memanjang
Ketidakseimbangan  Batuk tidak efektif  Pola nafas abnormal
ventilasi dan perfusi  Tidak mau batuk (takipnea, bradipnea,
 Sputum berlebih hiperventilasi,
 Mengi, wheezing dan kussmaul, cheyne-
 Dispnea atau ronchi kering stokes)
 PCO2  Dyspnea  Ortopnea
meningkat/menurun  Sianosis  Pernafasan cuping
 PO2 menurun  Frekuensi nafas hidung
 Adanya bunyi nafas berubah
tambahan  Pola nafas berubah
 Sianosis
Pola Nafas Tidak Efektif
 Nafas cuping hidung
 Pola nafas abnormal Bersihan Jalan Nafas
(cepat/lambat, Tidak Efektif
regular/ireguler,
dalam/dangkal)

Gangguan Pertukaran
Gas
5. Manifestasi Klinis
a. Batuk tidak efektif
b. Sputum berlebih
c. Mengi, wheezing dan atau ronchi kering
d. Dyspnea
e. Sianosis
f. Frekuensi nafas berubah
g. Pola nafas berubah
h. PCO2 meningkat/menurun
i. PO2 menurun
j. Nafas cuping hidung
k. Pola nafas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal)
l. Penggunaan otot bantu pernafasan
m. Fase ekspirasi memanjang
n. Pola nafas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes)
o. Ortopnea

6. Pemeriksaaan Penunjang
a. Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap
jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat memancar. Bagian
padat udara akan memberikan udara bayangan yang lebih padat karena sulit
ditembus sinar X. benda yang padat member kesan warna lebih putih dari bagian
berbentuk udara (Guyton & Hall, 2007).
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea dan cabang
utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan karsinoma bronkogenik, atau
untuk membuang benda asing. Setelah tindakan ini pasien tidak bolelh makan atau
minum selama 2 -3 jam sampai tikmbul reflex muntah. Jika tidak, pasien mungkin
akan mengalami aspirasi ke dalam cabanga trakeobronkeal.
c. Biopsi
Biopsi Manfaat biopsy paru –paru terutama berkaitan dengan penyakit paru yang
bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
d. Pemeriksaan Sputum
Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi berbagai penyakit
pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan organisme penyebab penyakit
berbagai pneumonia, bacterial, tuberkulosa, serta jamur. Pemeriksaan sitologi
eksploitatif pada sputum membantu proses diagnosis karsinoma paru. Waktu yang
baik untuk pengumpulan sputum adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi
abnormal bronkus cenderung berkumpul waktu tidur (Wartonah, 2016).

7. Penatalaksanaan
a. Medis
Pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul saat serangan,
mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan
optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah
pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
1) Memberikan oksigen pernasal
2) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg
atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat
diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2
adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis
salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%
3) Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat
ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada
respon segera atau dalam serangan sangat berat25
5) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas termasuk
didalamnya golongan beta adregenik anti kolinergik.
b. Keperawatan

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif


a) Latihan batuk efektif
b) Manajemen jalan nafas
c) Fisioterapi dada
d) Pengaturan posisi
e) Pemberian obat inhalasi
f) Suctioning
g) Terapi oksigen
2. Gangguan Pertukaran Gas

a) Pemantauan respirasi

b) Terapi oksigen

c) Fisioterapi dada

d) Pencegahan aspirasi

e) Pemberian obat inhalasi


3. Pola Nafas Tidak Efektif
a) Manajemen jalan nafas
b) Pemantauan respirasi
c) Pengaturan posisi
d) Pemantauan neurologis
e) Terapi relaksasi otot progresif

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a) Data klinik, meliputi : TTV, KU

b) Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan:


1) Mata

 Konjungtiva pucat (karena anemia)

 Konjungitva sianosis ( karena hipoksemia)

 Konjungtiva terdapat pethecia ( karena emboli lemak atau


endokarditis)
2) Kulit

 Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah


perifer).
 Sianosis secara umum (hipoksemia)

 Penurunan turgor (dehidrasi)

 Edema

 Edema periorbital

3) Jari dan kuku

 Sianosis

 Clubbing finger

4) Mulut dan bibir

 Membran mukosa sianosis

 Bernapas dengan mengerutkan mulut.

5) Hidung

 Pernapasan dengan cuping hidung, deviasi sputum, perforasi, dan


kesimetrisan.
6) Vena Leher

 Adanya distensi/ bendungan.

7) Dada

(a) Inspeksi
 Pemeriksaan mulai dada posterior sampai yang lainnya, pasien
harus duduk.
 Observasi dada pada sisi kanan atau kiri serta depan atau
belakang.
 Dada posterior amati adanya skar, lesi, dan masa serta
gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis, dan lordosis)
 Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakan dada.
 Observasi pernapasan seperti pernapasan hidung, atau
pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu
pernapasan.
 Observasi durasi inspirasi dan ekspirasi. Ekspirasi yang
panjang menandakan adanya obstruksi jalan napas seperti
pada pasien Chronic Airflow Limitation (CAL)/ Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
 Kaji konfigurasi dada.

 Kelainan bentuk dada:

 Barrel chest : Akibat overinflation paru pada pasien


emfisema.
 Funnel chest : Missal pada pasien kecelakaan kerja yaitu
depresi bagian bawah sternum.
 Pigeon chest : Akibat ketidaktepatan sternum yang
mengakibatkan peningkatan diameter AP.
 Kofiskoliosis : Missal pada pasien osteoporosis dan
kelainan musculoskeletal.
 Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan
pergerakan dinding dada mengindikasikan adanya penyakit
paru/ pleura.
 Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inpsirasi
yang mengindikasikan adanya obstruksi jalan napas.
(b) Palpasi

Untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi


abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui tactil
premitus (vibrasi).
(c) Perkusi

Mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan


pengembangan (ekskursi) diafragma. Ada dua suara perkusi yaitu:
 Suara perkusi normal:
 Resonan (sonor) : dihasilkan pada jaringan paru normal,
umumnya bergaung dan bernada rendah.
 Dullness : dihasilkan di atas jantung atau paru.

 Tympany : dihasilkan di atas perut yang berisi udara.

 Suara perkusi abnormal:

 Hiperesonan : lebih rendah dari resonan seperti paru


abnormal yang berisi udara.
 Flatness : nada lebih tinggi dari dullness seperti perkusi
pada paha, bagian jaringan lainnya.

(d) Auskultasi

 Suara napas normal

 Bronchial/ tubular sound seperti suara dalam pipa, keras,


nyaring, dan hembusan lembut.
 Bronkovesikuler sebagai gabungan antara suara napas
bronchial dengan vesikuler.
 Vesikuler terdengar lembut, halus, sperti hembusan angin
sepoi – sepoi.
 Jenis suara tambahan

 Wheezing : suara nyaring, musical, terus – menerus akibat


jalan napas yang menyempit.
 Ronchi : suara mengorok karena ada sekresi kental dan
peningkatan produksi sputum.
 Pleural friction rub : suara kasar, berciut, dan seperti
gessekan akibat inflamasi dim pleura, nyeri saat bernapas.
 Crakles :

o Fine cracles : suara meletup akibat melewati daerah


alveoli, seperti suara rambut digesekkan.
o Coars cracles: lemah, kasar, akibat ada cairan di jalan
saluran napas yang besar. Berubah jika pasien batuk.
(Brunner & Suddarth, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan ditandai dengan sputum
berlebih (D.0001)

b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar kapiler ditandai


dengan PCO2 meningkat/menurun (D.0003)

c. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuskular ditandai dengan pola nafas
abnormal (takipnea) (D.0005)
3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

1. Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan latihan batuk


Bersihan jalan nafas tidak
asuhan keperawatan selama efektif
(D.0001) efektif b.d sekresi yang
3x24 jam pasien menunjuk
tertahan ditandai dengan 2. Observasi status
pembersihan jalan nafas
sputum berlebih respirasi pasien
yang efektif dengan kriteria
3. Berikan posisi semi
hasil:
fowler
a. Batuk efektif
4. Berikan terapi
meningkat
oksigen
b. Produksi sputum
5. Lakukan fisioterapi
menurun
dada
c. Dyspnea menurun
6. Lakukan penghisapan
d. Mengi, wheezing
jalan nafas /
menurun
suctioning
e. Sianosis menurun
7. Berikan obat inhalasi
f. Frekuensi nafas
membaik

2. Setelah dilakukan tindakan 1. observasi status


Gangguan pertukaran gas
asuhan keperawatan selama respirasi
(D.0003) b.d perubahan membrane
3x24 jam diharapkan
alveolar kapiler ditandai 2. berikan posisi semi
masalah Gangguan
dengan PCO2 fowler
pertukaran gas teratasi
meningkat/menurun
3. berikan terapi oksigen
dengan kriteria hasil:
4. lakukan fisioterapi
a. Dyspnea menurun
dada
b. Napas cuping hidung
5. berikan obat inhalasi
menurun
c. PCO2 membaik 6. lakukan pengambilan

d. PO2 membaik sampel darah arteri

e. Takikardia menurun

f. pH arteri membaik

3. Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi status


Pola nafas tidak efektif b.d
3x24 jam diharapkan pasien respirasi
(D.0005) gangguan neuromuskular
menunjukkan pola
ditandai dengan pola nafas 2. Observasi status
pernafasan yang efektif
abnormal (takipnea) neurologis
dengan kriteria hasil:
3. Berikan posisi semi
a. Dyspnea menurun
fowler
b. Penggunaan otot
bantu nafas menurun 4. Stabilsasi jalan nafas
c. Pemanjangan fase 5. Berikan terapi
ekspirasi menurun relaksasi otot
d. Ortopnea menurun progresif
e. Frekuensi nafas
membaik
f. Pernafasan cuping
hidung menurun
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol. 1. Jakarta: EGC.

Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Keperawatan.
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Kriteria Hasil
Keperwatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai