Demensia
Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Saraf RSUD Kota Salatiga
Disusun oleh :
Nadya Ratu Aziza Fuady
1413010031
0
HA[-LAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul
Demensia
Disusun Oleh:
Nama : Nadya Ratu Aziza Fuady
NIM : 1413010031
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Minggu, 6 Maret 2019
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Tn S
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dadapayam, Suruh
Agama : Islam
Masuk rumah sakit : 19 November 2018 (18.28 WIB)
B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Kepala pusing dan mual
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan pusing
berputar sejak 1 minggu yang lalu disertai pandangan kedua mata kabur.
Pasien mengeluhkan adanya mual namun diakui tidak sampai muntah.
Pada siang harinya, pasien berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dan
kemudian di rujuk ke IGD RSUD Salatiga. Pasien dirawat di RSUD
Salatiga selama 6 hari dengan diagnosis demendia, anemia, dan hipertensi.
Selanjutnya dilakukan alloanamnesa dengan keluarga (anak)
pasien, lima hari setelah pasien pulang dari rumah sakit. Diakui oleh
keluarga, Tn S mulai menjadi pelupa kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu
dan kemudian kondisinya semakin menurun sejang seminggu terakhir
sebelum pasien akhirnya dibawa ke RSUD salatiga. Keluarga awalnya
menyadari keadaan Tn S ini saat Tn S mulai salah melafalkan dan
melakukan gerakan shalat saat beberapa kali menjadi imam di rumahnya.
Setelah diperhatikan oleh keluarga, Tn S banyak lupa mengenai hal-hal
yang dulu beliau lakukan atau memori jangka panjangnya, walaupun
terkadang lupa memori jangka pendek juga.
2
Keluarga pasien juga menyadari bahwa pasien agak sedikit
cenderung menjadi pendiam ketika berada diingkungan yang baru. Diakui
juga bahwa sekarang ni Tn. S menjadi sedikit tempramen tetapi tidak
disertai dengan perubahan suasana hati maupun perilaku. Pasien masih
dapat diajak berkomunikasi, bahasa dan ucapannya dapat dimengerti oleh
orang sekitar meskipun untuk pemahaman saat berkomunikasi terkadang
perlu beberapa kali pengulangan agar Tn. S dapat memahami perkataan
orang sekitarnya. Keluhan lain sepeti BAK, BAB, dan nyeri perut
disangkal.
3
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Internus (pemeriksaan saat di igd)
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Fisik Internus
Kesan Umum Baik
Kesadaran Komposmentis (GCS E4V5M6)
Vital Signs / Tekanan Darah : 208/130 mmHg
Tanda-Tanda Nadi : 89 x/menit
Vital Respirasi : 20 x/menit
Kepala dan Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
deviasi trakea (-), Mukosa bibir kering
Palpasi Pembesaran KGB (-), trakea teraba di garis tengah,
Jvp 5+2
Pulmo
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk, tidak terdapat deformitas
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus
tidak ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ (positif di lapang
paru kanan dan kiri)
Suara ronkhi: -/-
Wheezing : -/-
Cor
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi Batas kanan atas : SIC III linea sternalis dextra
Batas kiri atas : SIC III linea sternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC V linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi Bunyi jantung I dan II intensitas normal, regular,
bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi DP=DD, tidak ada kelainan bentuk abdomen, jejas
(-), distended(-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Timpani pada semua kuadran abdomen, area traube
timpani
Palpasi Defens muskular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
4
tidak teraba
Ekstremitas
Inspeksi Edema (-)
Palpasi Pitting edema (-), akral hangat
2. Status Neurologi
Kesadaran
Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)
Pemeriksaan Saraf Kranialis: Tidak dilakukan
Tabel 2. Hasil pemeriksaan nervus kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri
Olfaktorius (I)
Subjektif (+) (+)
Optikus (II)
Daya Penglihatan (Subjektif) (+) (+)
Lapangan pandang (+) (+)
Melihat warna (+) (+)
Funduskopi Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Okulomotorius (III)
Pergerakan mata kearah superior,
medial, inferior, torsi inferior (+) (+)
Strabismus
Nystagmus (-) (-)
Exoptalmus (-) (-)
Refleks pupil terhadap sinar (-) (-)
Melihat kembar (+) (+)
Pupil besarnya (-) (-)
3 mm 3 mm
Troklearis (IV)
Pergerakan mata (ke bawah-keluar) (+) (+)
Trigeminus (V)
Membuka mulut (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Pengecapan 2/3 anterior lidah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Abdusens (VI)
Pergerakan mata ke lateral (+) (+)
Fasialis (VII)
Mengerutkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Vestibulokoklearis (VIII)
5
Suara berbisik (-) (-)
Tes Arloji (-) (-)
Tes Rinne (-) (-)
Tes Weber (-) (-)
Tes schwabach
Glossofaringeus (IX)
Suara sengau (-) (-)
Vagus (X)
Bicara (+) (+)
Menelan (+) (+)
Assesorius (XI)
Mengangkat bahu (+) (+)
Memalingkan kepala (+) (+)
Hipoglossus (XII)
Pergerakan lidah (+) (+)
Artikulasi (+) (+)
6
Atetosis (-) (-)
Chorea (-) (-)
Tics (-) (-)
Refleks fisiologis
Biseps (++)
Triseps (++) (++)
(++)
Refleks patologis
Tromner (-) (-)
Hoffman (-) (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan EKG
Kesan:
7
Normal sinus rhytme
T inverted di lead III, AVR, dan V1
8
Ureum 55 10 – 50 mg/dL
Creatinin 1,9 1,0 – 1,3 mg/dL
SGOT 11 < 37 U/L
SGPT 7 < 42 U/L
Electrolytes
Natrium 137 135-155
Kalium 4,1 3,6-5,5 mml/e
Chlorida 107 95-108 mmol/l
Analisa
Bau Khas
Hitung Jenis
9
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (21 november 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
ribu/ul
Leukosit 6.32 4,5 – 11
Eritrosit 4.57 4,5 – 6,5 juta/ul
Hemoglobin 12.9 13 – 18 gr/dL
Hematokrit 39.3 40 – 54 vol%
MCV 86.0 85 – 100 Fl
MCH 28,2 28 – 31 Pg
MCHC 32,8 30 – 35 gr/dL
Trombosit 387 150 – 450 ribu/ul
Hitung Jenis
Eosinophil 1,7 1–6 %
Basophil 0,9 0–1 %
Limfosit 21,8 20 – 45 %
Monosit 6,7 2–8 %
Neutrofil 68,9 40 – 75 %
E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Pelupa, Pusing Berputar
Diagnosis topis : Sistema Limbik, Aparatus Vestibular
Diagnosis etiologik : Demensia Vaskular, Vertigo, Hipertensi Stage II
F. PENATALAKSANAAN
(20 November 2018)
10
(22 November 2018)
G. PROGNOSIS
Vitam : Bonam
Fungsionam : Bonam
Sanationam : Bonam
11
BAB 1I
TINJAUAN PUSTAKA
I. Fungsi Kognitif
12
Fungsi otak yang lebih tinggi dapat disubklasifikasi menjadi :
1. Fungsi yang terdistribusi
Tergantung dari struktur dan fungsi normal dari suatu area tertentu pada
satu hemisfer serebri.
Memori menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori membuat kita
mampu menginterpretasi dan bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu
kepada pengalaman lampau. Evaluasi yang akurat dan tepat dari fungsi memori
merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam evaluasi neuropsikologi
pada manula. Pada usia lanjut perubahan memori dapat disebabkan oleh factor
neurologic, psikiatrik atau proses menua. Demensia ditandai oleh gangguan memori
dan fungsi intelektual. Pada amnesia, fungsi memori terganggu dengan latar
belakang fungsi intelektual terpelihara.
Dengan kemajuan dalam sistem neuropsikologi, sistem memori telah dibagi
menjadi beberapa komponen :
1. Memori implicit
Respon motorik yang dipelajari yang tidak berhubungan dengan akses
kesadaran, misalnya mengendarai mobil dan keterampilan motorik kompleks
lainnya.
2. Memori eksplisit
Berhubungan dengan akses kesadaran, yang kemudian disubklasifikasikan
lagi menjadi :
13
- Memori episodic
Misalnya menceritakan kembali detil autobiografi dan kejadian
pengalaman pribadi lainnya yang berhubungan dengan waktu tertentu.
- Memori semantic
Penyimpanan pengetahuan dunia secara umum.
14
terisolasi pada sindrom Korsakoff, gangguan memori yang disertai in-atensi dan
agitasi pada keadaan konfusi kacau, atau gangguan memori baru disertai disfungsi
kognitif umum pada demensia. Pada tiap kelainan ini, mekanisme patofisiologi
gangguan memori berbeda-beda. Memori verbal dapat terganggu pada lesi unilateral
hemisfer kiri, dan memori visual non-verbal dapat terganggu pada lesi hemisfer
kanan yang unilateral.
Tidak semua gangguan memori disebabkan oleh kelainan organic. Factor
psikiatrik, terutama depresi dan ansietas dapat juga mempengaruhi fungsi memori
dan kognitif. Sering keluhan disfungsi memorik pada usia lanjut lebih berkaitan
dengan keadaan afektif daripada factor neurologic. Penderita yang depresi dan
cemas, dan juga pasien dengan gangguan psikiatrik yang berarti, sering mengalami
gangguan memori.
15
otak lain terutama corpus mammilaria dan nuclei septal. Area subkortikal yang
terdiri dari nuclei septal yaitu sekelompok struktur yang berfungsi untuk area
penyenangan (pleasure zone), amigdala yang terletak di bagian lobus temporalus dan
berhubungan dengan proses emosional serta nukleus accumbens yang terlibat dalam
area kesenangan.
Area diensefalon yang terdiri dari hipotalamus yang merupakan pusat dari
sistem limbik, terhubung dengan lobus frontalis, nuclei septal dan formatio
reticularis batang otak melalui serabut medial, terhubung dengan hippokampus
melalui fornix dan terhubung dengan thalamus melalui fasiculus mamillothalamicus.
Hipotalamus ini mengatur proses otonom tubuh. Area diensefalon juga terdiri dari
corpus mammilaria yang merupakan bagian hipotalamus yang menerima sinyal dari
hippokampus melalui fornix dan memproyeksikan nya ke thalamus, serta nuclei
thalamicus anterior yang menerima input dari corpus mammilaria dan terlibat dalam
proses memori.
16
Hipokampus berasal dari bahasa Yunani yang artinya kuda laut. Struktur ini
disebut hippokampus karena pada potongan koronal berbentuk seperti kuda laut.
Hippokampus merupakan struktur otak yang cukup penting baik otak manusia
maupun otak vertebrata. Otak manusia terdiri dari dua buah hippokampus yang
masing-masing terletak di setiap belahan otak. Hippokampus ini merupakan bagian
dari sistem limbik yang terletak di bagian bawah dari korteks serebri yang berlokasi
di bagian medial dari lobus temporalis, membentuk dinding medial dari ventrikel
lateralis.
Hippokampus terdiri dari tiga lapis yaitu lapis pertama adalah lapisan
molekular superfisial yang terdiri dari serabut-serabut saraf dan neuron-neuron kecil
yang tersebar, lapisan kedua ialah lapisan piramidal yang terdiri dari banyak neuron
berbentuk piramid dan lapisan ketiga ialah lapisan polimorfik yang mempunyai
struktur yang sama dengan lapisan polimorfik korteks yang terdapat di tempat lain.
Terdapat beberapa sumber dari serabut afferen hippokampus. Serabut afferen
dari hippokampus berasal dari gyrus singulata, nuclei septals, korteks enthorinal,
korteks assiasi olfaktorius, indusium griseum serta gyrus dentata dan gyrus
parahippokampus. Sedangkan serabut efferen hippokampus ialah melalui fornix
yang akan meneruskan ke corpus mamillaria, nuclei septal, preoptik nukleus dari
hipotalamus ventral striatum dan bagian lobus frontal melalui fornix prekommisura.
Hippokampus memainkan peranan penting dalam proses konsolidasi
informasi yaitu pengubahan memori jangka pendek ke memori jangka panjang.
Hipokampus inilah yang menyebabkan timbulnya dorongan untuk mengubah ingatan
jangka pendek menjadi jangka panjang yang artinya hipokampus menjalarkan sinyal
atau sinyal-sinyal yang tampaknya membuat pikiran berulang-ulang melatih
informasi baru sampai menjadi ingatan yang disimpan secara permanen. Proses ini
dikenal sebagai proses konsolidasi memori. Artinya hipokampus dipercaya sebagai
tempat penyimpanan memori jangka panjang sementara sebelum akhirnya
dikirimkan ke bagian korteks lain untuk penyimpanan memori secara permanen.
Neuroscientis menyebutkan bahwa hippokampus merupakan bagian dari
lobus temporal yang bertanggung jawab terhadap pengaturan memori terutama
memori deklaratif atau memori eksplisit (memori yang dapat diungkapkan secara
verbal). Terdapat beberapa jenis memori yaitu memori eksplisit atau deklaratif dan
17
memori implisit atau nondeklaratif. Memori eskplisit ialah memori yang berada
dalam tingkat kesadaran dalam artian dapat dijelaskan dengan kata-kata ialah,
sebagai contoh seseorang dapat menceritakan kembali pengalaman hidupnya semasa
ia kecil. Sedangkan memori implisit ialah memori yang tidak berada pada tingkat
kesadaran, biasanya berkaitan dengan proses pembelajaran dan keterampilan,
sebagai contoh seseorang tidak akan lupa cara mengemudikan mobil cara
menghidupkan komputer dll.
Hippokampus juga berkaitan erat dengan pengaturan memori eksplisit.
Memori eksplisit ini bergantung pada bagian medial dari lobus temporal dan
berhungan dengan hippokampus serta korteks enthorinal regio gyrus
parahippokampus. Hippokampus juga bertanggung jawab dalam pengubahan
memori jangka pendek menjadi jangka panjang atau yang disebut sebagai proses
konsolidasi memori. Apabila terdapat lesi pada hippokampus yang dapat disebabkan
karena cedera ataupun penyakit, maka akan terjadi gangguan memori. Lesi ini
terutama akan mempengaruhi memori deklaratif.
Kerusakan yang terjadi hanya pada satu hippokampus sedangkan
hippokampus di sisi otak yang tidak mengalami lesi masih baik, maka otak masih
dapat mempertahankan fungsi memori. Namun, cedera berat pada otak yang
menyebabkan kerusakan dari kedua hippokampus atau kedua belahan otak dapat
menyebabkan hilangnya memori atau daya ingat yang disebut sebagai amnesia. Lesi
pada hippokampus tersebut dapat menyebabkan kesulitan dalam membentuk
mmemori baru (amnesia anterograde) ataupun kesulitan untuk mengingat semua
memori yang telah tersimpan sebelum trauma terjadi (amnesia retrograde).
Gambar 2. Hippocampus
18
Pengaturan memori juga berkaitan erat dengan fungsi dari amigdala.
Amigdala berasal dari bahasa Latin yaitu amygdale yang berarti buah almond.
Dinamakan demikian, karena amigdala ini berbentuk seperti buah almond. Amigdala
merupakan struktur penting yang berlokasi di lobus temporal bagian anterior yang
terletak di dalam uncus. Amigdala membuat hubungan dengan struktur-struktur otak
lain seperti thalamus, hipotalamus, nuclei septal, korteks orbitofrontal, gyrus
singulata, hippokampus, gyrus parahippokampus dan batang otak. Amigdala
memiliki peranan penting dalam pengaturan perilaku, respon otonom, respon
endokrin terhadap stimulus lingkungan terutama reaksi emosi. Namun, selain
pengaturan emosi yang merupakan fungsi utama dari amigdala, proses pengambilan
keputusan dan pengaturan memori juga terlibat dalam area ini.
Amigdala terlibat dalam proses konsolidasi memori. Memori jangka panjang
tidak disimpan secara instan namun harus disimpan beulang-ulang dalam jangka
waktu lama untuk menjadi memori jangka panjang. Proses ini merupakan kerjasama
antara peranan hippokampus dan amigdala. Selain itu, amigdala berproyeksi pada
jalur sistem limbik seseorang yang dalam hubungannya terkait dengan alam ingatan
dan alam pikiran. Sehingga amigdala berperan dalam memproses emosi dan
membantu membentuk memori yang melibatkan emosi. Selain itu, amigdala bersama
dengan hippokampus juga mengirim serat proyeksi ke thalamus dan hipotalamus
yaitu sutau kumpulan nuclei diencephalon. Diencephalon dan sistem limbik ini
membentuk suatu sirkuit memori. Suatu penelitian dengan pasien yang mengalami
kerusakan pada area hippokampus atau amigdala atau keduanya menunjukkan bahwa
terjadi gangguan dalam memori. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak hanya
hippokampus yang berperan dalam proses pengaturan memori, namun amigdala juga
terlibat.
19
VI. Gambar 3. Amigdala
III. Demensia
A. Definisi
20
Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif
berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik, sehingga penderita
sulit bergerak dan memerlukan bantuan penuh ntuk melakukan
aktifitas hariannya.
Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan
prilaku dapat terjadi pada stadium ringan, sedang, maupun lanjut. Perubahan
gelisah, dan wandering.
2. Demensia vaskuler
21
Faktor Risiko Demensia Vaskuler
Faktor-faktor risiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun
terakhir ini.
Mereka membagi faktor-faktor risiko itu dalam 4 kategori :
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis
(Asia, Africo-American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang rendah,
daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret,
penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa
terapi penggantian estrogen, dan gambaran EKG yang abnormal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada
hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres
psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan (pestisida,
herbisida, plastik), sosial ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah
volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.
Etiologi
Baru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya
disebabkan oleh discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh keadaan
serebrovaskuler.
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD pasca stroke .
Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan
terjadinya demensia, mencakup;
a. Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, talamus, basal
forebrain, teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior.
b. Multiple Infark Dementia (MID)
c. Perdarahan intraserebral
2. VaD subkortikal, dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak
terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler, mencakup;
a. Lesi iskemik substansia alba
22
b. Infark lakuner subkortikal
c. Infark non-lakuner subkortikal
3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.
23
Keracunan logam berat, pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi ,
pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak
spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik
dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi.
Riwayat keluarga.
2. Demensia frontotemporal
Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari Demensia Lobus
Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset dementia/EOD)
sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun. Karakteristik
klinis berupa perburukan progresif perilaku dan atau kognisi pada observasi atau
riwayat penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun
24
pertama) terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan
simpati/empati, perseverasi, steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual,
hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan
memori dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi.
Pada pemeriksaan CT/MRI ditemukan atrofi lobus frontal dan atau anterior
temporal dan hipoperfusi frontal atau hipometabolism pada SPECT atau PET.
Dua jenis DLFT lain yaitu Demensia Semantik (DS) dan Primary Non-Fluent
Aphasia (PNFA), dimana gambaran disfungsi bahasa adalah dominan disertai
gangguan perilaku lainnya. Kejadian DFT dan Demensia Semantik (DS) masing-
masing adalah 40% dan kejadian PNFA sebanyak 20% dari total DLFT.
C. Patofisiologi
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a. Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas
spesifik neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi
jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin
serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan
postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis,
temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan
neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada
dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer,
dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan
25
cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin
pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya
daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai
patogenesa penyakit alzheimer
b. Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun
pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal
lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada
korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Bowen
et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita
alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik
neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan
konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem
penderita alzheimer.
c. Dopamin
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas
neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan
perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi
regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5
hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.
Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan
serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan
maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior
peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan
kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron
dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.
D. Fakto risiko
a. Tidak dapat dimodifikasi
- Usia
26
- Jenis kelamin
- Genetik
b. Dapat dimodifikasi
- Gangguan kardiovaskuler
- Gaya hidup
27
kognisi intak maupun terganggu di etnis Kaukasia yang menggunakan bahasa
Inggris.
Diagnosis
Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional, dan perilaku,
sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neuropsikologis.
Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit (akut/perlahan), perjalanan
penyakit (stabil/ progresif, membaik), usia awitan, riwayat medis umum dan
neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat psikiatri, riwayat yang
berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi, gangguan nutrisi, penggunaan obat,
dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pemeriksaan
28
umum, pemeriksaan neurologis dan neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang
meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologis
Pada orang yang diduga memiliki gangguan kognitif, diagnosis harus dibuat
berdasarkan kriteria DSM-IV untuk demensia dengan anamnesis yang
didapatkan dari sumber yang terpercaya. Hal ini harus didukung oleh penilaian
objektif melalui bedside cognitive tests dan/atau penilaian neuropsikologis.
Pedoman Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders- IV (DSM-
IV) sering digunakan sebagai gold standar untuk diagnosis klinis dementia. 50,51,52
Kriteria ini termasuk adanya gangguan memori dan tidak adanya salah 1 dari
gangguan kognitif seperti afasia, apraksia, agnosia dan gangguan fungsi
eksekutif.
29
Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan
mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh).
Hal yang paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama
kognitif dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan (mendadak/progresif lambat),
dan adanya perubahan prilaku dan kepribadian.
Riwayat Neurologis
Perlu umtuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler,
trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.
30
depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat
ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi,
depresi, apatis, dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan,
(Wandering), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness, dan
disinhibisi.
Riwayat Intoksikasi
Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida,
insektisida, alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian
kronis antidepresan dan narkotika.
Riwayat Keluarga
Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindroma
down, dan retardasi mental.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada prakter klinis.
Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan
neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik,
otonom, koordinasi, gangguan penglihatan, gerakan abnormal/apraksia dan
adanya refleks patologis dan primitif1.
Pemeriksaan Neuropsikologi
Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial,
dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE) adalah
pemeriksaan penapisan yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi
kognisi, menilai efektifitas pengobatan, dan untuk menentukan progresifitas
penyakit. Nilai normal MMSE adalah 24-30. Sementara untuk nilai 18-23
digolongkn sebagai Mild Cognitive Impairment (MCI), dan untuk nilai <18
digolongkan sebagai demensia. Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan
pada penderita dengan nilai MMSE kurang dari 27, terutama pada golongan
berpendidikan tinggi. Selain itu perlu pula dilakukan pemeriksaan Activity of
31
Daily Living (ADL) dan Instrumental of Daily Living (IADL). Hasil pemeriksaan
tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial, dan budaya.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium (darah lengkap
termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, hormon tiroid, dan kadar vitamin
B12, pemeriksaan HIV dan neurosifilis dianjurkan pada penderita dengan risiko
tinggi), pemeriksaan pencitraan otak (CT Scan dan MRI).
F. Penatalaksanaan
Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia dapat
bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering muncul
adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan
tidur dan wandering (berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi
farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol
gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode
terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala yang
timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan kondisi fisik (nyeri),
situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya. Pasien demensia
vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih berat
dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat
memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki
gangguan kognisi.
Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan
merokok, harus mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup.
Kontrol teratur terhadap penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya.
Terapi farmakologik.
Terapi simptomatik pada demensia vaskuler kolinergik adalah pemberian
kolinesterase inhibitor karena terjadi penurunan neurotransmiter. Penelitian-
penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini dapat menstabilkan fungsi
kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada penderita demensia vaskuler
32
ringan dan sedang.. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan adalah
mual, muntah, diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler.
Terapi non-farmakologis bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan
fungsi kognisi yang masih ada.
Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain
Terapi nonfarmakologik
Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien
sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana
yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
Program harian penderita
1. Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputilatihan fisik untuk
memacu aktivitas fisik dan otak yang baik (brain-gym).
2. Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah
dicerna, penyajian menarik dan praktis.
3. Mencegah/mengelola faktorrisiko yang dapat memperberat penyakit,
misalnya hipertensi, gangguan vaskuler, diabetes, dan merokok.
4. Melaksanakn hobi dan aktifitas sosial sesuai kemampuan.
5. Melaksanakan ”LUPA” (Latih, Ulang, Perhatikan, dan Asosiasi).
33
6. Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang
mendapatkan cahaya cukup.
Orientasi realitas
1. penderita diingatkan akan waktu dan tempat
2. beri tanda khusus untuk tempat-tempat tertentu, misalnya kamar mandi
3. pemberian stimulasi melalui latihanpermainan, misalnya permainan
monopoli, kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang, sudoku, dan lain-lain.
Hal ini memberi manfaat yang baik pada predemensia (Mild Cognitive
Impairment).
Psikoterapi
34
BAB III
PEMBAHASAN
35
mg po) karena penderita mulai tampak depresi dan neurodex 2x1 tablet.
Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain program
aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan sistematis, misalnya
aktivitas fisik yang baik, melaksanakan “ LUPA” (latih, ulang, perhatikan, dan
asosiasi , serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri
tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).
Pada kasus ini, penatalaksanaan yang diberikan adalah memoran yang berisi
fosfatidilserin 2x100mg , flunarizin 3x5mg untuk mencegah kekambuhan vertigo,
diberikan citicolin 2x500mg sebagai neuroprotector, serta ondansetron dan ketorolac
untuk gejala muntah dan nyeri perut yang muncul.
36
DAFTAR PUSTAKA
37
11. Ong PA, Muis A, Widjojo FS, Rambe AS, Laksmidewi AAAP. 2015. Panduan
Praktik Klinik: Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta: Perdossi.
38