Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

Demensia
Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Saraf RSUD Kota Salatiga

Disusun oleh :
Nadya Ratu Aziza Fuady
1413010031

Pembimbing: dr. Dony Ardianto, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU SARAF


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018

0
HA[-LAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul
Demensia

Disusun Oleh:
Nama : Nadya Ratu Aziza Fuady
NIM : 1413010031

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Minggu, 6 Maret 2019

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

Pembimbing: dr. Dony Ardianto, Sp.S

1
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama : Tn S
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dadapayam, Suruh
Agama : Islam
Masuk rumah sakit : 19 November 2018 (18.28 WIB)

B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Kepala pusing dan mual
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan pusing
berputar sejak 1 minggu yang lalu disertai pandangan kedua mata kabur.
Pasien mengeluhkan adanya mual namun diakui tidak sampai muntah.
Pada siang harinya, pasien berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dan
kemudian di rujuk ke IGD RSUD Salatiga. Pasien dirawat di RSUD
Salatiga selama 6 hari dengan diagnosis demendia, anemia, dan hipertensi.
Selanjutnya dilakukan alloanamnesa dengan keluarga (anak)
pasien, lima hari setelah pasien pulang dari rumah sakit. Diakui oleh
keluarga, Tn S mulai menjadi pelupa kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu
dan kemudian kondisinya semakin menurun sejang seminggu terakhir
sebelum pasien akhirnya dibawa ke RSUD salatiga. Keluarga awalnya
menyadari keadaan Tn S ini saat Tn S mulai salah melafalkan dan
melakukan gerakan shalat saat beberapa kali menjadi imam di rumahnya.
Setelah diperhatikan oleh keluarga, Tn S banyak lupa mengenai hal-hal
yang dulu beliau lakukan atau memori jangka panjangnya, walaupun
terkadang lupa memori jangka pendek juga.

2
Keluarga pasien juga menyadari bahwa pasien agak sedikit
cenderung menjadi pendiam ketika berada diingkungan yang baru. Diakui
juga bahwa sekarang ni Tn. S menjadi sedikit tempramen tetapi tidak
disertai dengan perubahan suasana hati maupun perilaku. Pasien masih
dapat diajak berkomunikasi, bahasa dan ucapannya dapat dimengerti oleh
orang sekitar meskipun untuk pemahaman saat berkomunikasi terkadang
perlu beberapa kali pengulangan agar Tn. S dapat memahami perkataan
orang sekitarnya. Keluhan lain sepeti BAK, BAB, dan nyeri perut
disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada tahun 2013 pasien pernah mengalami serangan vertigo yang
membuatnya dirawat di rumah sakit. Saat itu pasien juga diketahui
memiliki tekanan darah tinggi namun jarng untuk control setelah selsai
pengobatan di rumah sakit. Riwayat penyakit DM disangkal. Riwayat
jatuh dan trauma kepala disangkal. Riwayat stroke disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Ibu pasien dahulu mengalami hal serupa (sering lupa)
 Riwaya sakit jantung disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal
 Riwayat asma atau alergi disangkal
 Riwayat kejang disangkal

5. Riwayat Personal dan Sosial


 Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alcohol
 Pasien tinggal bersama istri, 2 anak, 2 menantu, dan 4 orang cucunya
 Sebelumnya, kegiatan pasien adalah mengarit rumput tetapi berhenti
setelah mondok dari RS
 Pasien dirawat di rumah sakit dengan menggunakan BPJS non-PBI

3
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Internus (pemeriksaan saat di igd)
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Fisik Internus
Kesan Umum Baik
Kesadaran Komposmentis (GCS E4V5M6)
Vital Signs / Tekanan Darah : 208/130 mmHg
Tanda-Tanda Nadi : 89 x/menit
Vital Respirasi : 20 x/menit
Kepala dan Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
deviasi trakea (-), Mukosa bibir kering
Palpasi Pembesaran KGB (-), trakea teraba di garis tengah,
Jvp 5+2
Pulmo
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk, tidak terdapat deformitas
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus
tidak ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ (positif di lapang
paru kanan dan kiri)
Suara ronkhi: -/-
Wheezing : -/-
Cor
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi Batas kanan atas : SIC III linea sternalis dextra
Batas kiri atas : SIC III linea sternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC V linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi Bunyi jantung I dan II intensitas normal, regular,
bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi DP=DD, tidak ada kelainan bentuk abdomen, jejas
(-), distended(-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Timpani pada semua kuadran abdomen, area traube
timpani
Palpasi Defens muskular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien

4
tidak teraba
Ekstremitas
Inspeksi Edema (-)
Palpasi Pitting edema (-), akral hangat

2. Status Neurologi
 Kesadaran
Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)
 Pemeriksaan Saraf Kranialis: Tidak dilakukan
Tabel 2. Hasil pemeriksaan nervus kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri
Olfaktorius (I)
 Subjektif (+) (+)
Optikus (II)
 Daya Penglihatan (Subjektif) (+) (+)
 Lapangan pandang (+) (+)
 Melihat warna (+) (+)
 Funduskopi Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Okulomotorius (III)
 Pergerakan mata kearah superior,
medial, inferior, torsi inferior (+) (+)
 Strabismus
 Nystagmus (-) (-)
 Exoptalmus (-) (-)
 Refleks pupil terhadap sinar (-) (-)
 Melihat kembar (+) (+)
 Pupil besarnya (-) (-)
3 mm 3 mm
Troklearis (IV)
 Pergerakan mata (ke bawah-keluar) (+) (+)
Trigeminus (V)
 Membuka mulut (+) (+)
 Mengunyah (+) (+)
 Menggigit (+) (+)
 Pengecapan 2/3 anterior lidah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Abdusens (VI)
 Pergerakan mata ke lateral (+) (+)
Fasialis (VII)
 Mengerutkan dahi (+) (+)
 Menutup mata (+) (+)
 Memperlihatkan gigi (+) (+)
Vestibulokoklearis (VIII)

5
 Suara berbisik (-) (-)
 Tes Arloji (-) (-)
 Tes Rinne (-) (-)
 Tes Weber (-) (-)

 Tes schwabach
Glossofaringeus (IX)
 Suara sengau (-) (-)
Vagus (X)
 Bicara (+) (+)
 Menelan (+) (+)
Assesorius (XI)
 Mengangkat bahu (+) (+)
 Memalingkan kepala (+) (+)
Hipoglossus (XII)
 Pergerakan lidah (+) (+)
 Artikulasi (+) (+)

 Meningeal sign: Tidak dilakukan


- Kaku kuduk: negatif
- Lasegue sign: negatif
- Kernig sign: negatif
- Brudzinski I: negatif
- Brudzinski II: negatif
- Brudzinski III: negatif
- Brudzinski IV: negatif

3. Badan dan Anggota Gerak


 Anggota Gerak Atas: Tidak dilakukan
Tabel 3. Hasil pemeriksaan fisik anggota gerak atas
Kanan Kiri
Motorik
 Pergerakan (+) (+)
 Kekuatan 5/5/5/5 5/5/5/5
 Tonus N N
Sensibilitas
 Taktil (+) (+)
 Nyeri (+) (+)
Gerakan Involunteer
 Tremor (-) (-)

6
 Atetosis (-) (-)
 Chorea (-) (-)
 Tics (-) (-)
Refleks fisiologis
 Biseps (++)
 Triseps (++) (++)
(++)
Refleks patologis
 Tromner (-) (-)
 Hoffman (-) (-)

 Anggota Gerak Bawah: Tidak dilakukan


Tabel 4. Hasil pemeriksaan fisik anggota gerak bawah
Kanan Kiri
Motorik
 Pergerakan (+) (+)
 Kekuatan 5/5/5 5/5/5
 Tonus Normal Normal
Sensibilitas
 Taktil (raba) (+) (+)
 Nyeri (+) (+)
Refleks fisiologis
 Patella (++) (++)
 Achilles (++) (++)
Refleks patologis
 Babinski (-) (-)
 Chaddock (-) (-)
 Schaefer (-) (-)
 Oppenheim (-) (-)
 Rossolimo (-) (-)
 Mendel-Bechterew (-) (-)
 Bing (-) (-)
 Gordon (-) (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan EKG
Kesan:

7
 Normal sinus rhytme
 T inverted di lead III, AVR, dan V1

2. Pemeriksaan MMSE (24 nvember 2018)


 Orientasi: 0
 Registrasi: 3
 Atensi dan kalkulasi: 0
 Recall: 1
 Bahasa: 2

Total: 6 (definite gangguan kognitif)

3. Pemeriksaan Laboratorium darah


 Gambaran darah tepi:
Kesan: Anemia normositik normokromik
Kesimpulan: Gambaran anemia et causa suspek penyakit kronis

 Darah dan urin rutin, profil lipid, dan elektrolit

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (19 november 2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi

Leukosit 5,60 4,5 – 11 ribu/ul

Eritrosit 3,21 4,5 – 6,5 juta/ul


Hemoglobin 9,1 13 – 18 gr/dL
Hematokrit 27,8 40 – 54 vol%
MCV 86,8 85 – 100 Fl
MCH 28,3 28 – 31 Pg
MCHC 32,7 30 – 35 gr/dL
Trombosit 342 150 – 450 ribu/ul
Golongan darah A
Hitung Jenis
Eosinophil 1,4 1–6 %
Basophil 0,3 0–1 %
Limfosit 30,3 20 – 45 %
Monosit 4,3 2–8 %
Neutrofil 63,7 40 – 75 %
Kimia

8
Ureum 55 10 – 50 mg/dL
Creatinin 1,9 1,0 – 1,3 mg/dL
SGOT 11 < 37 U/L
SGPT 7 < 42 U/L
Electrolytes
Natrium 137 135-155
Kalium 4,1 3,6-5,5 mml/e
Chlorida 107 95-108 mmol/l

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Urin rutin (20 november 2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Analisa

Bau Khas

Warna Kuning Kuning


PH 6,5
Kejernihan Jernih
Berat jenis 1.015 1.015-1.025 mg/dL
Reduksi Negatif mg/dL
Bilirubin Negatif <20
Urobilinogen Norm (0.1) 0.2-1.0 mg/dL
Keton Negatif <5 mg/dL
Nitrit Negatif Negatif
Blood Negatif <5 /mikro
Lekosit esterase Negatif <10 /mikro
Protein-Albumin Negatif Negatif Mg/dL

Hitung Jenis

Epithel 1-3 5 – 15 /LPK


Leukosit 1-2 1– 4 /LPB
Erytrosit 0-1 0– 1 /LPB
Kristal Negatif
Silinder Negatif
Bakteri Negatif Negatif /LPB
Benang mucus Negatif /LPK

9
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (21 november 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi
ribu/ul
Leukosit 6.32 4,5 – 11
Eritrosit 4.57 4,5 – 6,5 juta/ul
Hemoglobin 12.9 13 – 18 gr/dL
Hematokrit 39.3 40 – 54 vol%
MCV 86.0 85 – 100 Fl
MCH 28,2 28 – 31 Pg
MCHC 32,8 30 – 35 gr/dL
Trombosit 387 150 – 450 ribu/ul

Hitung Jenis
Eosinophil 1,7 1–6 %
Basophil 0,9 0–1 %
Limfosit 21,8 20 – 45 %
Monosit 6,7 2–8 %
Neutrofil 68,9 40 – 75 %

E. DIAGNOSIS
 Diagnosis klinis : Pelupa, Pusing Berputar
 Diagnosis topis : Sistema Limbik, Aparatus Vestibular
 Diagnosis etiologik : Demensia Vaskular, Vertigo, Hipertensi Stage II

F. PENATALAKSANAAN
(20 November 2018)

 Infus Asering (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Ondansetron 3x1 4mg

(21 November 2018)

 Infus Asering (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Ondansetron 3x1 4mg
 Memoran 2x1

10
(22 November 2018)

 Infus Asering (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Ondansetron 3x1 4mg
 Inj. Ketorolac 2x1 30mg
 Memoran 2x1

(23 November 2018)

 Infus Asering (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Ondansetron 3x1 4mg
 Inj. Ketorolac 2x1 30mg k/p
 Memoran 2x1
o Flunarizin 3x1 tab 5mg

(24 November 2018)

 Infus Asering (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Ondansetron 3x1 4mg
 Memoran 2x1
o Flunarizin 3x1 tab 5mg

G. PROGNOSIS
 Vitam : Bonam
 Fungsionam : Bonam
 Sanationam : Bonam

11
BAB 1I
TINJAUAN PUSTAKA
I. Fungsi Kognitif

Kognitif adalah kemampuan berpikir rasional, termasuk proses mengingat,


menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan kognitif erat kaitannya
dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh
keadaan otak.
Tiga unsur tingkah laku manusia terhadap alam sekelilingnya ialah
pengamatan, pikiran dan tindakan. Dalam bidang neurologi tiga unsur tersebut
tertuang dalam fungsi sensorik, luhur dan motorik. Dalam keadaan sakit, unsur-unsur
tadi dapat terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa gejala neurologic elementer,
misalnya hemiparesis, hemihipestesia, koma, kejang dan sebagainya tetapi dapat
pula berupa gejala neurologik luhur, yang merupakan kelainan integratif yang
kompleks dari ke tiga fungsi di atas.
Yang dimaksud dengan fungsi luhur atau fungsi kognitif adalah fungsi-
fungsi:
1. bahasa
2. persepsi
3. memori
4. emosi
5. eksekutif

Dalam neurologi, gejala elementer dan luhur dipergunakan untuk


menetapkan adanya kerusakan di otak, baik tentang lokalisasi maupun luas lesinya.
Kedua fungsi tersebut sama pentingnya dalam penetapan diagnosis. Juga keduanya
menuruti prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral yang akan diuraikan
kemudian. Karena gejala fungsi luhur ini kerap dilupakan atau diabaikan, maka
disini akan diuraikan secara singkat peranan fungsi ini, terutama fungsi memori yang
erat kaitannya dengan demensia.

12
Fungsi otak yang lebih tinggi dapat disubklasifikasi menjadi :
1. Fungsi yang terdistribusi

Fungsi yang terlokalisasi pada region otak tertentu, namun membutuhkan


aksi dari berbagai bagian pada kedua sisi otak, seperti :
- Atensi dan konsentrasi
- Memori
- Fungsi eksekutif yang lebih tinggi
- Konduksi social dan kepribadian.
2. Fungsi yang terlokalisasi

Tergantung dari struktur dan fungsi normal dari suatu area tertentu pada
satu hemisfer serebri.

Memori menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori membuat kita
mampu menginterpretasi dan bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu
kepada pengalaman lampau. Evaluasi yang akurat dan tepat dari fungsi memori
merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam evaluasi neuropsikologi
pada manula. Pada usia lanjut perubahan memori dapat disebabkan oleh factor
neurologic, psikiatrik atau proses menua. Demensia ditandai oleh gangguan memori
dan fungsi intelektual. Pada amnesia, fungsi memori terganggu dengan latar
belakang fungsi intelektual terpelihara.
Dengan kemajuan dalam sistem neuropsikologi, sistem memori telah dibagi
menjadi beberapa komponen :
1. Memori implicit
Respon motorik yang dipelajari yang tidak berhubungan dengan akses
kesadaran, misalnya mengendarai mobil dan keterampilan motorik kompleks
lainnya.
2. Memori eksplisit
Berhubungan dengan akses kesadaran, yang kemudian disubklasifikasikan
lagi menjadi :

13
- Memori episodic
Misalnya menceritakan kembali detil autobiografi dan kejadian
pengalaman pribadi lainnya yang berhubungan dengan waktu tertentu.
- Memori semantic
Penyimpanan pengetahuan dunia secara umum.

Konsep-konsep lain yang berguna adalah :


1. Memori jangka pendek
Memori yang bertanggung jawab untuk mengingat segera materi verbal
atau spasial dalam jumlah sedikit.
2. Memori anterograd
Penerimaan hal-hal baru.
3. Memori retrograde
Mengingat kembali hal yang telah dipelajari.

Dasar anatomis untuk memori episodic adalah sistem limbic (terutama


hipokampus dan thalamus, serta hubungan-hubungannya), sementara memori
semantic terletak pada neokorteks temporal. Memori implicit melibatkan berbagai
struktur termasuk ganglia basalis dan serebelum dan hubungannya dengan korteks
serebri.
Gangguan memori merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada
pasien dengan sindrom mental organic. Hampir semua penderita demensia
menunjukkan masalah memori dini pada perjalanan penyakitnya. Mereka mungkin
lupa tanggal, bulan, lupa rincian pekerjaannya atau gagal mengingat janji yang diluar
kegiatan rutin sehari-hari. Dapat terjadi efek yang buruk pada penyesuaian social dan
vokasional sebelum sifat organic dari masalahnya dapat difahami. Mengetahui
adanya gangguan memori dapat menolong pasien terhindar dari kerugian yang besar
pada pribadinya.
Memperhatikan dengan seksama hasil tes memori sering dapat
mengungkapkan adanya gangguan organic sebelum terlihat adanya kelainan pada
pemeriksaan neurologi rutin baku. Hal ini disebabkan oleh berbagai penyakit organic
mengakibatkan berbagai jenis gangguan memori, misalnya : deficit memori yang

14
terisolasi pada sindrom Korsakoff, gangguan memori yang disertai in-atensi dan
agitasi pada keadaan konfusi kacau, atau gangguan memori baru disertai disfungsi
kognitif umum pada demensia. Pada tiap kelainan ini, mekanisme patofisiologi
gangguan memori berbeda-beda. Memori verbal dapat terganggu pada lesi unilateral
hemisfer kiri, dan memori visual non-verbal dapat terganggu pada lesi hemisfer
kanan yang unilateral.
Tidak semua gangguan memori disebabkan oleh kelainan organic. Factor
psikiatrik, terutama depresi dan ansietas dapat juga mempengaruhi fungsi memori
dan kognitif. Sering keluhan disfungsi memorik pada usia lanjut lebih berkaitan
dengan keadaan afektif daripada factor neurologic. Penderita yang depresi dan
cemas, dan juga pasien dengan gangguan psikiatrik yang berarti, sering mengalami
gangguan memori.

II. Anatomi dan Fisiologi Sistem Limbik

Anatomi Sistem Limbik


Kata limbik berasal dari bahasa Latin yang berarti batas atau pinggir. Istilah
sistem limbik ini digunakan secara bebas untuk sekelompok struktur otak yang
terletak di area perbatasan antara korteks serebri dan hipotalamus. Sistem limbik ini
bukan suatu sistem yang terpisah tetapi koleksi struktur dari telencephalon,
diencephalon, dan mesencephalon. Secara anatomi, struktur-stuktur sistem limbik ini
meliputi hippocampus, amigdala, corpus mammillaria, nukleus thalamicus anterior,
gyrus singulata, gyrus parahippocampal, dan gyrus subcallolus. Alveus, fimbria,
forniks, tractus mamiilothalamicus dan stria terminalis membentuk jaras-jaras
penghubung sistem ini. Keseluruhan dari struktur sistem limbik ini dikenal sebagai
lobus limbik. Secara garis besar, lobus limbik ini terdiri dari tiga struktur yaitu area
kortikal, area subkortikal dan area diensefalon.
Area kortikal yang terdiri dari korteks orbitofrontal yang merupakan suatu
daerah di lobus frontal yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, korteks
piriformis yang merupakan bagian dari sistem penciuman, korteks enthorinal yang
berhubungan dengan memori, hipokampus dan struktur yang terkait atau disebut
sebagai formasio hippokampal yang memainkan peranan dalam konsolidasi memori
serta fornix yaitu suatu struktur yang menghubungkan hippokampus dengan bagian

15
otak lain terutama corpus mammilaria dan nuclei septal. Area subkortikal yang
terdiri dari nuclei septal yaitu sekelompok struktur yang berfungsi untuk area
penyenangan (pleasure zone), amigdala yang terletak di bagian lobus temporalus dan
berhubungan dengan proses emosional serta nukleus accumbens yang terlibat dalam
area kesenangan.
Area diensefalon yang terdiri dari hipotalamus yang merupakan pusat dari
sistem limbik, terhubung dengan lobus frontalis, nuclei septal dan formatio
reticularis batang otak melalui serabut medial, terhubung dengan hippokampus
melalui fornix dan terhubung dengan thalamus melalui fasiculus mamillothalamicus.
Hipotalamus ini mengatur proses otonom tubuh. Area diensefalon juga terdiri dari
corpus mammilaria yang merupakan bagian hipotalamus yang menerima sinyal dari
hippokampus melalui fornix dan memproyeksikan nya ke thalamus, serta nuclei
thalamicus anterior yang menerima input dari corpus mammilaria dan terlibat dalam
proses memori.

III. Gambar 1. Sistem Limbik


IV.
V.

Fisiologi Sistem Limbik


Sebagai hasil penelitian, saat ini diketahui bahwa sistem limbik terlibat
dengan berbagai struktur lain di luar perbatasan untuk mengendalikan emosi,
perilaku, motivasi dan dorongan. Sistem ini juga sangat penting dalam pengaturan
memori baik memori jangka pendek maupun jangka panjang. Bagian terpenting dari
sistem limbik yang terkait dengan pengaturan memori ialah hippokampus dan
amigdala.

16
Hipokampus berasal dari bahasa Yunani yang artinya kuda laut. Struktur ini
disebut hippokampus karena pada potongan koronal berbentuk seperti kuda laut.
Hippokampus merupakan struktur otak yang cukup penting baik otak manusia
maupun otak vertebrata. Otak manusia terdiri dari dua buah hippokampus yang
masing-masing terletak di setiap belahan otak. Hippokampus ini merupakan bagian
dari sistem limbik yang terletak di bagian bawah dari korteks serebri yang berlokasi
di bagian medial dari lobus temporalis, membentuk dinding medial dari ventrikel
lateralis.
Hippokampus terdiri dari tiga lapis yaitu lapis pertama adalah lapisan
molekular superfisial yang terdiri dari serabut-serabut saraf dan neuron-neuron kecil
yang tersebar, lapisan kedua ialah lapisan piramidal yang terdiri dari banyak neuron
berbentuk piramid dan lapisan ketiga ialah lapisan polimorfik yang mempunyai
struktur yang sama dengan lapisan polimorfik korteks yang terdapat di tempat lain.
Terdapat beberapa sumber dari serabut afferen hippokampus. Serabut afferen
dari hippokampus berasal dari gyrus singulata, nuclei septals, korteks enthorinal,
korteks assiasi olfaktorius, indusium griseum serta gyrus dentata dan gyrus
parahippokampus. Sedangkan serabut efferen hippokampus ialah melalui fornix
yang akan meneruskan ke corpus mamillaria, nuclei septal, preoptik nukleus dari
hipotalamus ventral striatum dan bagian lobus frontal melalui fornix prekommisura.
Hippokampus memainkan peranan penting dalam proses konsolidasi
informasi yaitu pengubahan memori jangka pendek ke memori jangka panjang.
Hipokampus inilah yang menyebabkan timbulnya dorongan untuk mengubah ingatan
jangka pendek menjadi jangka panjang yang artinya hipokampus menjalarkan sinyal
atau sinyal-sinyal yang tampaknya membuat pikiran berulang-ulang melatih
informasi baru sampai menjadi ingatan yang disimpan secara permanen. Proses ini
dikenal sebagai proses konsolidasi memori. Artinya hipokampus dipercaya sebagai
tempat penyimpanan memori jangka panjang sementara sebelum akhirnya
dikirimkan ke bagian korteks lain untuk penyimpanan memori secara permanen.
Neuroscientis menyebutkan bahwa hippokampus merupakan bagian dari
lobus temporal yang bertanggung jawab terhadap pengaturan memori terutama
memori deklaratif atau memori eksplisit (memori yang dapat diungkapkan secara
verbal). Terdapat beberapa jenis memori yaitu memori eksplisit atau deklaratif dan

17
memori implisit atau nondeklaratif. Memori eskplisit ialah memori yang berada
dalam tingkat kesadaran dalam artian dapat dijelaskan dengan kata-kata ialah,
sebagai contoh seseorang dapat menceritakan kembali pengalaman hidupnya semasa
ia kecil. Sedangkan memori implisit ialah memori yang tidak berada pada tingkat
kesadaran, biasanya berkaitan dengan proses pembelajaran dan keterampilan,
sebagai contoh seseorang tidak akan lupa cara mengemudikan mobil cara
menghidupkan komputer dll.
Hippokampus juga berkaitan erat dengan pengaturan memori eksplisit.
Memori eksplisit ini bergantung pada bagian medial dari lobus temporal dan
berhungan dengan hippokampus serta korteks enthorinal regio gyrus
parahippokampus. Hippokampus juga bertanggung jawab dalam pengubahan
memori jangka pendek menjadi jangka panjang atau yang disebut sebagai proses
konsolidasi memori. Apabila terdapat lesi pada hippokampus yang dapat disebabkan
karena cedera ataupun penyakit, maka akan terjadi gangguan memori. Lesi ini
terutama akan mempengaruhi memori deklaratif.
Kerusakan yang terjadi hanya pada satu hippokampus sedangkan
hippokampus di sisi otak yang tidak mengalami lesi masih baik, maka otak masih
dapat mempertahankan fungsi memori. Namun, cedera berat pada otak yang
menyebabkan kerusakan dari kedua hippokampus atau kedua belahan otak dapat
menyebabkan hilangnya memori atau daya ingat yang disebut sebagai amnesia. Lesi
pada hippokampus tersebut dapat menyebabkan kesulitan dalam membentuk
mmemori baru (amnesia anterograde) ataupun kesulitan untuk mengingat semua
memori yang telah tersimpan sebelum trauma terjadi (amnesia retrograde).

Gambar 2. Hippocampus

18
Pengaturan memori juga berkaitan erat dengan fungsi dari amigdala.
Amigdala berasal dari bahasa Latin yaitu amygdale yang berarti buah almond.
Dinamakan demikian, karena amigdala ini berbentuk seperti buah almond. Amigdala
merupakan struktur penting yang berlokasi di lobus temporal bagian anterior yang
terletak di dalam uncus. Amigdala membuat hubungan dengan struktur-struktur otak
lain seperti thalamus, hipotalamus, nuclei septal, korteks orbitofrontal, gyrus
singulata, hippokampus, gyrus parahippokampus dan batang otak. Amigdala
memiliki peranan penting dalam pengaturan perilaku, respon otonom, respon
endokrin terhadap stimulus lingkungan terutama reaksi emosi. Namun, selain
pengaturan emosi yang merupakan fungsi utama dari amigdala, proses pengambilan
keputusan dan pengaturan memori juga terlibat dalam area ini.
Amigdala terlibat dalam proses konsolidasi memori. Memori jangka panjang
tidak disimpan secara instan namun harus disimpan beulang-ulang dalam jangka
waktu lama untuk menjadi memori jangka panjang. Proses ini merupakan kerjasama
antara peranan hippokampus dan amigdala. Selain itu, amigdala berproyeksi pada
jalur sistem limbik seseorang yang dalam hubungannya terkait dengan alam ingatan
dan alam pikiran. Sehingga amigdala berperan dalam memproses emosi dan
membantu membentuk memori yang melibatkan emosi. Selain itu, amigdala bersama
dengan hippokampus juga mengirim serat proyeksi ke thalamus dan hipotalamus
yaitu sutau kumpulan nuclei diencephalon. Diencephalon dan sistem limbik ini
membentuk suatu sirkuit memori. Suatu penelitian dengan pasien yang mengalami
kerusakan pada area hippokampus atau amigdala atau keduanya menunjukkan bahwa
terjadi gangguan dalam memori. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak hanya
hippokampus yang berperan dalam proses pengaturan memori, namun amigdala juga
terlibat.

19
VI. Gambar 3. Amigdala

III. Demensia
A. Definisi

Demensia adalah suatu sindroma yang terdiri dari gejala-gejala gangguan


daya kognitif global yang tidak disertai dengan gangguan derajat kesadaran, namun
bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak
atau sedikit demi sedikit pda tiap orang dari semua golongan usia. (BUKU ITEM)
Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual dibanding
sebelumnya yang cukup berat sehingga mengganggu aktivitas sosial dan profesional
yang tercermin dalam aktivitas hidup keseharian, biasanya ditemukan juga
perubahan perilaku dan tidak disebabkan oleh delirium maupun gangguan psikiatri
mayor.(PERDOSSI, 2015)
B. Sub Tipe Demensia
1. Demensia Alzheimer
Merupakan frekuensi demensia yang paling tinggi, meliputi 50-55 % dari
seluruh demensia, biasanya memeiliki faktor risiko seperti usia yang lebih dari 40
tahun, riwayat keluarga Alzheimer, Parkinson, Sindroma Down.
Demensia Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium yaitun :
- Stadium Ringan
Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat melakukan
aktivitas harian sederhana.
- Stadium Sedang.
Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain : Penderita
membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas harian, terutama
yang kompleks.
- Stadium lanjut.

20
Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif
berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik, sehingga penderita
sulit bergerak dan memerlukan bantuan penuh ntuk melakukan
aktifitas hariannya.
Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan
prilaku dapat terjadi pada stadium ringan, sedang, maupun lanjut. Perubahan
gelisah, dan wandering.
2. Demensia vaskuler

Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit


Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan
kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler, sehingga insidensi
demensia dapat diturunkan3. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang
mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian di Amerika melaporkan
adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan telah dapat
mengidentifikasikan faktor-faktor risiko yang berhubungan4.
Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti
tentang hubungan antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan
kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian, Tomlisson dan Blessed melengkapi
dengan penelitian yang lebih sistematik yang menunjukkan hubungan antara
patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski mengenalkan
istilah multi-infark dementia (MID) untuk menekankan bahawa demensia adalah
berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar maupun
kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD)
yang membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi
vaskuler termasuk perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini
para peneliti mengenalkan isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan
tujuan untuk meluaskan konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit
vaskuler dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat,
dan pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi
sebelum demensia terjadi.

21
Faktor Risiko Demensia Vaskuler
Faktor-faktor risiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun
terakhir ini.
Mereka membagi faktor-faktor risiko itu dalam 4 kategori :
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis
(Asia, Africo-American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang rendah,
daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret,
penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa
terapi penggantian estrogen, dan gambaran EKG yang abnormal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada
hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres
psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan (pestisida,
herbisida, plastik), sosial ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah
volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.

Etiologi
Baru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya
disebabkan oleh discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh keadaan
serebrovaskuler.
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD pasca stroke .
Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan
terjadinya demensia, mencakup;
a. Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, talamus, basal
forebrain, teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior.
b. Multiple Infark Dementia (MID)
c. Perdarahan intraserebral
2. VaD subkortikal, dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak
terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler, mencakup;
a. Lesi iskemik substansia alba

22
b. Infark lakuner subkortikal
c. Infark non-lakuner subkortikal
3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.

Pemeriksaan VaD secara umum antara lain :


A. Riwayat medis meliputi :
 Riwayat medik umum.

Wawancara meliputi gangguan medik yang dapat menyebabkan demensia


seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, penyakit
jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, arteriosklerosis
perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksi kronik (sifilis, AIDS)
 Riwayat Neurologi umum.

Wawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis,


infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor
atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik
sensorik, gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang
mendadak pada fase awal menandakan defisit neurologik fokal yang
mengarah pada VaD.
 Riwayat Neurobehaviour.

Informasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi kognisi, kemampuan


intelektual dalam aktivitas sehari-hari dan perubahan tingkah laku adalah
sangat penting dalam diagnosis demensia.
 Riwayat psikiatrik.

Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien mengalami


depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi,
halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau
sesudah awitan demensia.
 Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan.

23
Keracunan logam berat, pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi ,
pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak
spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik
dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi.
 Riwayat keluarga.

Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada keluarga.

1. Demensia Lewy Body


Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering ditemukan.
Sekitar 15-25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria demensia ini.
Gejala inti demensia ini berupa demensia dengan fluktuasi kognisi, halusinasi
visual yang nyata (vivid) dan terjadi pada awal perjalanan penyakit orang dengan
Parkinsonism. Gejala yang mendukung diagnosis berupa kejadian jatuh berulang
dan sinkope, sensitif terhadap neuroleptik, delusi dan atau halusinasi modalitas
lain yang sistematik. Juga terdapat tumpang tindih temuan patologi antara DLB
dan PA.10 Namun secara klinis orang dengan DLB cenderung mengalami
gangguan fungsi eksekutif dan visuospasial sedangkan performa memori
verbalnya relatif baik jika dibanding dengan PA yang terutama mengenai
memori verbal.
Demensia Penyakit Parkinson (DPP) adalah bentuk demensia yang juga
sering ditemukan. Prevalensi DPP 23-32%, enam kali lipat dibanding populasi
umum (3-4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB dan DPP. Pada
DLB, awitan demensia dan Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun
sedangkan pada DPP gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-tahun sebelum
demensia (10-15 tahun).

2. Demensia frontotemporal
Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari Demensia Lobus
Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early onset dementia/EOD)
sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah 52,8 - 56 tahun. Karakteristik
klinis berupa perburukan progresif perilaku dan atau kognisi pada observasi atau
riwayat penyakit. Gejala yang menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun

24
pertama) terjadi perilaku disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan
simpati/empati, perseverasi, steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual,
hiperoralitas/perubahan diet dan gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan
memori dan visuospasial pada pemeriksaan neuropsikologi.
Pada pemeriksaan CT/MRI ditemukan atrofi lobus frontal dan atau anterior
temporal dan hipoperfusi frontal atau hipometabolism pada SPECT atau PET.
Dua jenis DLFT lain yaitu Demensia Semantik (DS) dan Primary Non-Fluent
Aphasia (PNFA), dimana gambaran disfungsi bahasa adalah dominan disertai
gangguan perilaku lainnya. Kejadian DFT dan Demensia Semantik (DS) masing-
masing adalah 40% dan kejadian PNFA sebanyak 20% dari total DLFT.

3. Demensia tipe campuran


Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan sekitar 24-
28% orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi. Pada umumnya pasien
demensia tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit komorbid yang lebih
sering. Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada 20% orang dengan PA dan
50% orang dengan DLB memiliki patologi PA.

C. Patofisiologi
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
a. Asetilkolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas
spesifik neurotransmiter dgncara biopsi sterotaktik dan otopsi
jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin
serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan
postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis,
temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus. Kelainan
neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang selalu ada
dibandingkan jenis neurottansmiter lainnyapd penyakit alzheimer,
dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu didapatkan kehilangan

25
cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamin
pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya
daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai
patogenesa penyakit alzheimer
b. Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun
pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal
lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada
korteks serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Bowen
et al(1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita
alzheimer menunjukkan adanya defisit noradrenalin pada presinaptik
neokorteks. Palmer et al(1987), Reinikanen (1988), melaporkan
konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem
penderita alzheimer.
c. Dopamin
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas
neurottansmiter regio hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan
perubahan aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan histopatologi
regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
d. Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5
hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.
Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan
serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan
maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior
peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan
kortikal serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron
dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.
D. Fakto risiko
a. Tidak dapat dimodifikasi
- Usia

26
- Jenis kelamin
- Genetik
b. Dapat dimodifikasi
- Gangguan kardiovaskuler
- Gaya hidup

E. Diagnosis dan Skrining


Skrinning
Individu yang harus dievaluasi untuk demensia adalah individu dengan
keluhan kognitif yang progresif atau dengan perilaku yang sugestif suatu
demensia serta pasien yang walaupun belum memiliki keluhan subjektif, tetapi
pengasuh atau dokter mencurigainya sebagai suatu gangguan kognitif.
Saat ini sudah ada bukti yang cukup untuk skrining orang dengan demensia
pada usia lanjut. Atas dasar itu US Preventive Services Task Force (USPSTF)
dan UK National Institute for Heatlh and Clinical and Health Excellence (NICE)
merekomendasikan untuk menskrining demensia pada populasi.

pemeriksaan kognisi sederhana


Pemeriksaan status mental harus terlebih dulu dilakukan sebelum melakukan
pemeriksaan fungsi kognisi. Ada banyak tes fungsi kognitif singkat yang dapat
digunakan untuk mengukur gangguan kognisi.

a. MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) (FOLSTEIN)


Merupakan tes fungsi kognisi yang paling sering digunakan. Skor MMSE
dan nilai cut off dipengaruhi beberapa faktor seperti tingkat pendidikan, usia dan
etnis. Beberapa komponen MMSE dapat lebih diandalkan untuk mengarahkan
diagnosis daripada skor total. Nilai cut off untuk MMSE harus disesuaikan
menurut tingkat pendidikan. Nilai cut off 27 memberikan sensitivitas 0.9,
spesitifitas 0.9, PPV 0.8, NPV 0.9. Nilai cut off 28 (sensitivitas 0.78, spesifisitas
0.8, PPV 0.6, NPV 0.9) pada subjek dengan tingkat pendidikan lebih tinggi
memberikan akurasi diagnostik yang lebih tinggi, baik pada subjek dengan

27
kognisi intak maupun terganggu di etnis Kaukasia yang menggunakan bahasa
Inggris.

b. CLOCK DRAWING TEST


Clock drawing test (CDT) merupakan instrumen penapisan demensia yang
dapat diandalkan namun dipengaruhi usia, jenis kelamin dan edukasi.Pada subjek
usia lanjut dengan tingkat pendidikan kurang dari 4 tahun kurang valid untuk
dijadikan alat penapisan demensia.
Tes ini dapat dilakukan dengan cara menggambar mengikuti perintah atau
meniru gambar yang ada. Kedua cara ini menunjukkan AUC-Receiver Operating
Characteristic (ROC) yang tinggi yaitu 84% dan 85% secara berurutan. Tes ini
memiliki akurasi yang cukup baik dalam membedakan DFT dari DA dan subjek
normal, dapat mengidentifikasi 88,9% kasus DFT dan 76% kasus DA dengan
prediksi akurasi 83,6%.

c. MONTREAL COGNITIVE ASSESSMENT (NASREDDIN)


Tes Montreal Cognitive Assessment (MoCA) merupakan tes penapisan yang
sederhana yang lebih baik dalam mengidentifikasi MCI (Sn 90%, Sp 87%) dan
awal DA (Sn 100%; Sp 87%) dibandingkan dengan MMSE (MCI (Sn 18%) dan
DA (Sn 78%)).
MoCA juga cukup sensitif untuk mendeteksi MCI pada pasien dengan
Penyakit Parkinson (PP).

Diagnosis
Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional, dan perilaku,
sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neuropsikologis.
Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit (akut/perlahan), perjalanan
penyakit (stabil/ progresif, membaik), usia awitan, riwayat medis umum dan
neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat psikiatri, riwayat yang
berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi, gangguan nutrisi, penggunaan obat,
dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pemeriksaan

28
umum, pemeriksaan neurologis dan neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang
meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologis
Pada orang yang diduga memiliki gangguan kognitif, diagnosis harus dibuat
berdasarkan kriteria DSM-IV untuk demensia dengan anamnesis yang
didapatkan dari sumber yang terpercaya. Hal ini harus didukung oleh penilaian
objektif melalui bedside cognitive tests dan/atau penilaian neuropsikologis.
Pedoman Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders- IV (DSM-
IV) sering digunakan sebagai gold standar untuk diagnosis klinis dementia. 50,51,52
Kriteria ini termasuk adanya gangguan memori dan tidak adanya salah 1 dari
gangguan kognitif seperti afasia, apraksia, agnosia dan gangguan fungsi
eksekutif.

Tabel 2. Kriteria Klinis untuk Diagnosis Demensia berdasarkan DSM IV


Domain kognitif Pertanyaan
Amnesia Apakah sering lupa? perlahan-lahan atau mendadak
gejalanya?Apakah semakin betambah berat?Jika ya,apakah
gejala dirasa hilang timbul/stepwise/menurun perlahan-
lahan?jangka waktu pendek/panjang?
Dan salah satu di bawah ini:
Afasia Apakah sulit menemukan kata-kata atau kesulitan dalam
berkomunikasi?
Apraksia Adakah kesulitan dalam mengancingkan/ memakai
baju?Adakah kesulitan dalam menggunakan peralatan
makan saat makan?
Agnosia Adakah kesulitan mengenali keluarga?
Disfungsi eksekutif Apakah ada keluhan mengenai pengaturan uang?sering
kehilangan uang?Adakah perubahan dalam kemampuan
mengambil keputusan?Apakah pekerjaan menjadi tidak
terorganisasi?
Kecacatan yang Apakah pasien menjadi kurang mandiri dalam:
signifikan pada - Komunitas?
fungsi social dan - Merawat rumah?
pekerjaan - Perawatan diri?
Sumber : American Psychiatric Associaion. Diagnostic and Statistic Manual of Mental
Disorders, 1994

DSM V (2013) memakai kata Neurocognitive Disorder (NCD) dengan


dua derajat keparahan yaitu Major NCD (Gangguan Neurokognisi Mayor)
untuk demensia dan Mild NCD (Gangguan Neurokognisi Ringan) untuk
gangguan kognisi tidak demensia.
Anamnesis

29
Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan
mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh).
Hal yang paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama
kognitif dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan (mendadak/progresif lambat),
dan adanya perubahan prilaku dan kepribadian.

Riwayat Medis Umum


Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga
perlu diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis),
ganguan endokrin (hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan
merokok, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, dan
aterosklerosis.

Riwayat Neurologis
Perlu umtuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler,
trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.

Riwayat Gangguan Kognisi


Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian dari bagian terpenting dari
diagnosis demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek, dan
jangka panjang; gangguan orientasi ruang, waktu, dan tempat, benda, muapun
gangguan komprehensif; gangguan fungsi eksekutif (meliputi pengorganisasian,
perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis, dan
visuospasial.
Selain itu, perlu, ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya
melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian,
melaksanakan hobi, dan mengikuti aktivitas sosial. Dalam hal ini, perlu
pertimbangan berdasarkan pendidikan dan sosial budaya.

Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian


Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita
demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya

30
depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat
ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi,
depresi, apatis, dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan,
(Wandering), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness, dan
disinhibisi.

Riwayat Intoksikasi
Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida,
insektisida, alkoholisme, dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian
kronis antidepresan dan narkotika.

Riwayat Keluarga
Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindroma
down, dan retardasi mental.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada prakter klinis.
Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan
neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik,
otonom, koordinasi, gangguan penglihatan, gerakan abnormal/apraksia dan
adanya refleks patologis dan primitif1.

Pemeriksaan Neuropsikologi
Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial,
dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE) adalah
pemeriksaan penapisan yang berguna untuk mengetahui adanya disfungsi
kognisi, menilai efektifitas pengobatan, dan untuk menentukan progresifitas
penyakit. Nilai normal MMSE adalah 24-30. Sementara untuk nilai 18-23
digolongkn sebagai Mild Cognitive Impairment (MCI), dan untuk nilai <18
digolongkan sebagai demensia. Gejala awal demensia perlu dipertimbangkan
pada penderita dengan nilai MMSE kurang dari 27, terutama pada golongan
berpendidikan tinggi. Selain itu perlu pula dilakukan pemeriksaan Activity of

31
Daily Living (ADL) dan Instrumental of Daily Living (IADL). Hasil pemeriksaan
tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial, dan budaya.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium (darah lengkap
termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, hormon tiroid, dan kadar vitamin
B12, pemeriksaan HIV dan neurosifilis dianjurkan pada penderita dengan risiko
tinggi), pemeriksaan pencitraan otak (CT Scan dan MRI).

F. Penatalaksanaan
Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia dapat
bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering muncul
adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan
tidur dan wandering (berjalan ke sana kemari). Sebelum memulai terapi
farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol
gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode
terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala yang
timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan kondisi fisik (nyeri),
situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya. Pasien demensia
vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih berat
dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat
memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki
gangguan kognisi.
Penderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan
merokok, harus mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup.
Kontrol teratur terhadap penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya.
Terapi farmakologik.
 Terapi simptomatik pada demensia vaskuler kolinergik adalah pemberian
kolinesterase inhibitor karena terjadi penurunan neurotransmiter. Penelitian-
penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini dapat menstabilkan fungsi
kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada penderita demensia vaskuler

32
ringan dan sedang.. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan adalah
mual, muntah, diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler.
Terapi non-farmakologis bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan
fungsi kognisi yang masih ada.
 Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain

a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI).


Golongan ini mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia
karena tanpa efek antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi
ortostatik yang minimal
b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c. Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek
sampingnya ansietas dan agitasi. Sebagian pasien demensia vaskuler
dapat hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.
3. Ansiolitik terutama benzodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka
pendek ansietas yang tidak terlalu berat atau agitasi.
4. Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak dapat
tidur, kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.

Terapi nonfarmakologik
Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien
sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana
yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
 Program harian penderita
1. Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputilatihan fisik untuk
memacu aktivitas fisik dan otak yang baik (brain-gym).
2. Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah
dicerna, penyajian menarik dan praktis.
3. Mencegah/mengelola faktorrisiko yang dapat memperberat penyakit,
misalnya hipertensi, gangguan vaskuler, diabetes, dan merokok.
4. Melaksanakn hobi dan aktifitas sosial sesuai kemampuan.
5. Melaksanakan ”LUPA” (Latih, Ulang, Perhatikan, dan Asosiasi).

33
6. Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang
mendapatkan cahaya cukup.
 Orientasi realitas
1. penderita diingatkan akan waktu dan tempat
2. beri tanda khusus untuk tempat-tempat tertentu, misalnya kamar mandi
3. pemberian stimulasi melalui latihanpermainan, misalnya permainan
monopoli, kartu, scrabble, mengisi teka-teki silang, sudoku, dan lain-lain.
Hal ini memberi manfaat yang baik pada predemensia (Mild Cognitive
Impairment).
 Psikoterapi

34
BAB III
PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang laki-laki berumur 57 tahun dengan diagnosis klinik


demensia vaskuler dan diagnosis etiologi hipertensi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Demensia ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa pasien berusia 57 tahun, pasien
mempunyai hipertensi (tidak terkontrol) yang merupakan salah satu penyebab
demensia vaskular. Pasien sring dan mudah lupa dan semakin sering dirasakan
keluarga 1 bulan ini saat pasien mulai salah melafalkan dan melakukan gerakan
shalat saat beberapa kali menjadi imam di rumahnya. Setelah diperhatikan oleh
keluarga, pasien banyak lupa mengenai hal-hal yang dulu beliau lakukan atau
memori jangka panjangnya, walaupun terkadang lupa memori jangka pendek juga.
Menurut teori, hippokampus pada sistem limbik memainkan peranan penting
dalam proses konsolidasi informasi yaitu pengubahan memori jangka pendek ke
memori jangka panjang. Sehingga apabila fungsi hippokampus terganggu maka
pasien tidak dapat mengingat atau mempelajari memori jangka pendek. Apabila
dikatkan dengan keadaan pasien maka muncul pemikiran bahwa demensia yang
dialami pasien sudah memunculkan gejala yang progressive sehingga memori jangka
panjangpun sudah mulai terlupakan.
Dari pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah yang tinggi serta gangguan
kognitif definitif melalui pemeriksaan mini mental state examination (MMSE)
dengan skor 6.
Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi
otak dan hipertensi yang merupakan faktor-faktor risiko demensia karena
menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mengalami
hipertensi yamg selanjutnya tidak dikontrol, tidak menutup kemungkinan bahwa
gejala yang dialami, menjadi bertambah berat, sesuai dengan teori bahwa demensia
berhubungan dengan infark pembuluh darah otak, baik yang micro maupun macro.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan anti kolinesterase (donrpezil 1x10
mg), anti agregasi trombosit (aspilet 2x80 mg po), dimana agregasi trombosit juga
merupakan agent modifying disease pada demensia, antidepressan (amitriptilin 1x25

35
mg po) karena penderita mulai tampak depresi dan neurodex 2x1 tablet.
Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain program
aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan sistematis, misalnya
aktivitas fisik yang baik, melaksanakan “ LUPA” (latih, ulang, perhatikan, dan
asosiasi , serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri
tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).
Pada kasus ini, penatalaksanaan yang diberikan adalah memoran yang berisi
fosfatidilserin 2x100mg , flunarizin 3x5mg untuk mencegah kekambuhan vertigo,
diberikan citicolin 2x500mg sebagai neuroprotector, serta ondansetron dan ketorolac
untuk gejala muntah dan nyeri perut yang muncul.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia.


Jakarta: PERDOSSI.
2. Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian
Rakyat, hal 211-214
3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health
and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.
4. Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England
Journal of Medicine. 1996; (8);330-364.
5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke:
baseline frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort.
Neurology.1992; 42(6): 1185-936.
6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular
dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies.
EURODEM-Prevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.
7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and
Vascular Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin
Study. American Heart Association 1999; (5):1548-538.
8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are
associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall
Thickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739.
9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between
Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart
Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.
10. Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in
Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5

37
11. Ong PA, Muis A, Widjojo FS, Rambe AS, Laksmidewi AAAP. 2015. Panduan
Praktik Klinik: Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta: Perdossi.

38

Anda mungkin juga menyukai