Disusun oleh :
1413010031
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul
Vertigo Perifer et causa Meniere disease
Disusun Oleh:
Nama : Nadya Ratu Aziza Fuady
NIM : 1413010031
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Kamis, 21 November 2018
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
2
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Ny N
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ngablak, Magelang.
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Masuk rumah sakit : 11 November 2018
B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Pusing berputar sejak + 1 jam yang lalu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan pusing
berputar sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut
disertai dengan mual dan muntah sebanyak 3x. Pasien juga merasakan
adanya nyeri pada bagian ulu hatinya. Pasien mengaku saat merasa
pusing, baik dirinya maupun lingkungan sekitarnya terasa berputar,
keluhannya ini timbul saat pasien bangun dari tempat tidur. Menurut
pasien, keluhannya ini berlangsung selama kurang lebih 1 jam. Keluhan
dirasakan lebih parah saat pasien melihat sinar dan saat pasien merubah
posisinya, terutama saat bangun dari tidur dan saat membungkuk.
Keluhan berkurang saat memejamkan mata, duduk, dan istirahat. Pasien
menagatakan bahwa ia merasa lebih nyaman saat memejamkan mata
dikarenakan akan melihat benda disekitarnya menjadi berbayang ketika
pasien membuka mataya. Pasien tidak mengalami nyeri kepala ataupun
pingsan.
3
Pasien muntah sebanyak 3 kali, sekitar 1 gelas aqua, setiap kali
muntah dan berisi makanan. Pasien mengaku tidak pernah mengalami
trauma pada kepalannya. Pasien juga mengaku tidak sedang ataupun
pernah mengalami sakit pada telinganya dan tidak sedak menderita
batuk dan pilek. Namun, pasien mengeluhkan adanya rasa berdengung
pada telinga kanan pasien. Pasien tidak dapat mengingat dengan pasti
kapan keluhan ini muncul, tetapi menurutnya keluhan ini bersifat hilang
timbul dengan durasi yang tidak menentu setiap harinya. Menurut
pasien, dengungan yang dirasakan berada dibelakang kepala dan
menjalar ke telinga kanan dengan suara seperti raungan harimau.Pasien
juga mengaku tidak mengalami gangguan pengelihatan, hanya saja
pasien biasanya menggunakan kacamata silinder.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat vertigo sejak usia + 17 tahun namun
jarang mengalami serangan. Pasien mengatakan serangan vertigonya
hanya berlangsung 1-2x dalam setahun dengan serangan terakhir yakni
pada tahun lalu. Namun, serangan-serangan sebelumnya belum pernah
sampai menyebabkan pasien harus mondok di rumah sakit. Riwayat
hipertensi disangkal. Riwayat penyakit DM disangkal. Riwayat jatuh
dan trauma kepala disangkal. Riwayat stroke disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat asma atau alergi disangkal
Riwayat kejang disangkal
5. Riwayat Personal dan Sosial
Pasien tinggal bersama dengan suami dan kedua anaknya
Aktivitas sehari-hari pasien bekerja sebagai wiraswasta
Pasien tidak merokok dan tidk mengkonsumsi alkohol
Pasien dirawat di rumah sakit dengan menggunakan BPJS non-PBI
4
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Internus
Kesan Umum Baik
Kesadaran Komposmentis (GCS E4V5M6)
Vital Signs / Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Tanda-Tanda Nadi : 84 x/menit
Vital Respirasi : 20 x/menit
Kepala dan Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
deviasi trakea (-), Mukosa bibir kering
Palpasi Pembesaran KGB (-), trakea teraba di garis tengah,
Jvp 5+2
Pulmo
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk, tidak terdapat deformitas
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus
tidak ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ (positif di lapang
paru kanan dan kiri)
Suara ronkhi: -/-
Wheezing : -/-
Cor
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi Batas kanan atas : SIC III linea sternalis dextra
Batas kiri atas : SIC III linea sternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC V linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi Bunyi jantung I dan II intensitas normal, regular,
bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi DP=DD, tidak ada kelainan bentuk abdomen, jejas
(-), distended(-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Timpani pada semua kuadran abdomen, area traube
5
timpani
Palpasi Defens muskular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba
Ekstremitas
Inspeksi Edema (-)
Palpasi Pitting edema (-), akral hangat
2. Status Psikis
Cara berpikir dan tingkah laku : baik
Kecierdasan, perasaan hati dan ingatan : tidak menunjukan adanya
kelainan psikologis
3. Status Neurologi
Kesadaran
Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri
Olfaktorius (I)
Subjektif (+) (+)
Optikus (II)
Daya Penglihatan (Subjektif) (+) (+)
Lapangan pandang (+) (+)
Melihat warna (+) (+)
Funduskopi Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Okulomotorius (III)
Pergerakan mata kearah
superior, medial, inferior, torsi (+) (+)
inferior
Strabismus (-) (-)
Nystagmus (-) (-)
Exoptalmus (-) (-)
Refleks pupil terhadap sinar (+) (+)
Melihat kembar (-) (-)
Pupil besarnya 3 mm 3 mm
Troklearis (IV)
Pergerakan mata (ke bawah- (+) (+)
keluar)
Trigeminus (V)
6
Membuka mulut (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Pengecapan 2/3 anterior lidah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Abdusens (VI)
Pergerakan mata ke lateral (+) (+)
Fasialis (VII)
Mengerutkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Vestibulokoklearis (VIII)
Suara berbisik (+) (+)
Tes Arloji (+) (+)
Tes Rinne (+) (-)
Tes Weber Tidak ada Tidak ada
lateralisasi lateralisasi
Tes schwabach memendek normal
Glossofaringeus (IX)
Suara sengau (-) (-)
Vagus (X)
Bicara (+) (+)
Menelan (+) (+)
Assesorius (XI)
Mengangkat bahu (+) (+)
Memalingkan kepala (+) (+)
Hipoglossus (XII)
Pergerakan lidah (+) (+)
Artikulasi (+) (+)
Meningeal sign
- Kaku kuduk: negatif
- Lasegue sign: negatif
- Kernig sign: negatif
- Brudzinski I: negatif
- Brudzinski II: negatif
- Brudzinski III: negatif
- Brudzinski IV: negatif
7
4. Badan dan Anggota Gerak
Anggota Gerak Atas
Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan (+) (+)
Kekuatan 5/5/5/5 5/5/5/5
Tonus N N
Sensibilitas
Taktil (+) (+)
Nyeri (+) (+)
Gerakan Involunteer
Tremor (-) (-)
Atetosis (-) (-)
Chorea (-) (-)
Tics (-) (-)
Refleks fisiologis
Biseps (++) (++)
Triseps (++) (++)
Refleks patologis
Tromner (-) (-)
Hoffman (-) (-)
8
5. Pemeriksaan Koordinasi Keseimbangan :
Romberg: pasien hampir terjatuh saat menutup mata
Tendem walking: berjalan sempoyongan saat menutup mata
Uji Unterberger: tidak ada perubahan posisi yang menyimpang
Past pointing test (Uji tunjuk Barany): tidak ada penyimpangan lengan
kearah lesi
Uji Babinsky-wail: : tidak ada perubahan posisi yang menyimpang
Uji dix Halpike: tidak ada nistagmus
Tes tunjuk hidung (Finger to Finger, Finger to nose): dapat melakukan
dengan baik
Tes lutut tumit (heel to knee to toe): dapat melakukan dengan baik
Disdiadokokinesis : dapat melakukan dengan baik
Rebound test: dapat melakukan dengan baik
6. Alat vegetatif :
Mictio : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
9
Hitung Jenis
Eosinophil 2,3 1–6 %
Basophil 0,3 0–1 %
Limfosit 27,1 20 – 45 %
Monosit 3,0 2–8 %
Neutrofil 67,3 40 – 75 %
Kimia
GDS 79 < 140 mg/dL
Ureum 37 10 – 50 mg/dL
Creatinin 0,9 1,0 – 1,3 mg/dL
Cholestrol Total 177 <200 mg/dL
Trigliserida 73 <150 mg/dL
HDL Cholesterol 60 >45 mg/dL
LDL Cholesterol 104 <100 mg/dL
L:3,4-7,0, mg/dL
Asam Urat 4,5
W:2,4-5,7
SGOT 44 < 37 U/L
SGPT 57 < 42 U/L
Electrolytes
Natrium 137 135-155
Kalium 3,7 3,6-5,5 mml/e
Chlorida 104 95-108 mmol/l
Kalium 8,9 8,4-10,5 mg/%
Magnesium 1,8 1,9-2,5 /mg/dl
E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Pusing berputar
Diagnosis topis : Aparatus vestibular pada auricula interna
Diagnosis etiologik : Vertigo perifer et causa Meniere disease
10
F. PENATALAKSANAAN
Di IGD (11 November 2018)
11
Di Bangsal (13 November 2018)
12
Di Bangsal (15 November 2018)
G. PROGNOSIS
Vitam : Bonam
Fungsionam : Bonam
Sanationam : Bonam
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh yaitu : sistem
vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus
vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os
temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat
keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang berisi
endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi
kimia berbeda dan tidak saling berhubungan. 4
Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang
kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus dan
utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan atau
makula sebagai mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel
penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe,
sedang duktus semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga
duktus semisirkularis terletak saling tegak lurus. 4
14
Gambar 1. Organ pendengaran dan keseimbangan 4
15
Gambar 2. Krista ampularis
Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi kepala terhadap
ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus otot.
Implus yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung refleks yang
berfungsi untuk mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga
keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan kepala. 4
Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor
vestibuler visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang
16
punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual
dan yang paling kecil konstibusinya adalah propioseptik. 2
Arus informasi berlangusng intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan
dari kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di
labirin dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut (hair cells) akan menekuk. Tekukan
bulu menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium menerobos
masuk kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan
juga merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya
akan meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat
alatkeseimbangan tubuh di otak. 4
Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis menerima
impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain merupakan
pusat integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang
berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan
yang pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum,
informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri. 2
2.2 Definisi
Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar - merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. 3
2.3 Epidemiologi
17
Frekuensi
Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap tahunnya. Dari
stroke yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5% diantaranya terjadi di
serebelum. Rasio stroke iskemik serebelum dibandingkan dengan stroke perdarahan
serebelum adalah 3-5:1. Sebanyak 10% dari pasien infark serebelum, hanya memiliki
gejala vertigo dan ketidakseimbangan. Insidens sklerosis multiple berkisar diantara 10-
80/ 100.000 per tahun. Sekitar 3000 kasus neuroma akustik didiagnosis setiap tahun di
Amerika Serikat. 7
Jenis kelamin
Insidens penyakit cerebrovaskular sedikit lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita.
Dalam satu seri pasien dengan infark serebelum, rasio antara penderita pria
dibandingkan wanita adalah 2:1. Sklerosis multiple dua kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria. 2
Usia
Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya faktor resiko
yang berkaitan, diantaranya hipetensi, diabetes melitus, atherosclerosis, dan stroke. Rata-rata
pasien dengan infark serebelum berusia 65 tahun, dengan setengah dari kasus terjadi pada
mereka yang berusia 60-80 tahun. Dalam satu seri, pasien dengan hematoma serebelum rata-
rata berusia 70 tahun. 5
Morbiditas/ Mortalitas
Dalam satu seri, infark serebelum memiliki tingkat kematian sebesar 7% dan
17% dengan distribusi arteri superior serebelar dan arteri posterior inferior serebelar.
Infark di daerah yang disuplai oleh arteri posterior inferior serebelar sering terkait dengan
efek massa dan penekanan batang otak dan ventrikel ke empat, oleh karena itu,
membutuhkan manajemen medis dan bedah saraf yang agresif. Dalam satu rangkaian
94 pasien, 20 diantaranya datang dengan Glasgow Coma Scale (GCS) 8 yang
mengindikasikan adanya penurunan kesadaran yang signifikan. Tingkat kematian pasien
lainnya, yaitu yang GCSnya lebih dari 8, adalah 20%.
18
Neuroma akustik memiliki tingkat kematian yang rendah jika dapat didiagnosis
dengan cepat. Tumor dapat diangkat tanpa mengganggu N VII, namun gangguan
pendengaran unilateral dapat terjadi. 6
2.4 Etiologi
19
7. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran
darah ke salah satu bagian otak (transient ischemic attack) pada arteri vertebral dan
arteri basiler.
VERTIGO PERIFER
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai ke inti
nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai ke korteks.Berbagai
penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab vertigo serta lokasi lesi : 7
VERTIGO SENTRAL
1. Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
2. Infratentorial
- Insufisiensi vertebrobasiler
3. Obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan
hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop,
20
antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung
platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin;
sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid,
asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan
karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa
adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang
yang dapat dikacaukan dengan vertigo.7
2.5 Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular).
Vertigo fisiologik adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi dari
sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan somatosensorik berfungsi
baik. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :
Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual surround)
berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk gerakan akan sangat
bila sekitar individu bergerak searah dengan gerakan badan. Keadaan yang
memperovokasi antara lain duduk di jok belakang mobil, atau membaca waktu mobil
bergerak.
Mabuk ruang angkasa adalah fungsi dari keadaan tanpa berat (weightlessness).
Pada keadaan ini terdapat suatu gangguan dari keseimbangan antara kanalis
semisirkularis dan otolit.
21
2. Patologik :
- sentral
- perifer 7
Vertigo Perifer
Terdapat tiga jenis vertigo perifer yang paling sering dialami yaitu :
2. Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan
pendengaran.11 Gangguan pendengaran berupa tinnitus, dan tuli sensoris pada
fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga. 10 Ménière’s disease
terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik. Ménière’s disease merupakan
akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane
labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan peningkatan
volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus
8
atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.
22
3. Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini
berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik. 11
Vertigo Sentral
1. Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang sering dilaporkan
pada 27-33% pasien dengan migraine. Sebelumnya telah dikenal sebagai bagian dari
aura (selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar migraine dimana
juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah. Vertigo pada migraine lebih lama
dibandingkan aura lainnya, dan seringkali membaik dengan terapi yang digunakan
untuk migraine. 10
2. Vertebrobasilar insufficiency
3. Tumor Intrakranial
23
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Perifer Dan Vertigo Sentral 7
2.6 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa
yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting
dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus
menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah
sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N.III,IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang
berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan
proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari
50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik. 9
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya
terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau
24
berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala
vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak
adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness,
ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya. 10
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan
tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang
dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat
dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan,
timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut
dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur
tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
25
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala primer,
sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh gangguan pada
sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia, ataxia, gejala pendengaran.
Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputa. Vertigo dapat horizontal, vertical atau rotasi.
Vertigo horizontal merupa tipe yang paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari
telinga dalam. Jika bersamaan dengan nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi
pergerakan dari sisi yang berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang
terjadi, jika sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya
berasal dari sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas.
Vertigo rotasi merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika sementara biasanya
disebabakan BPPV namun jika menetap disebabakan oleh sentral dan biasanya disertai
dengan rotator nistagmus. 12
26
gangguan. Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada pasien
dengan vertigo otologik dan sentral. Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus,
pengurangan pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga. Gejala sekunder
meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan sensivitas visual. Gejala
nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak terlalu memiliki
makna pada penggunaan biasanya. Jarang dignkan pada pasien dengan disfungsi telinga
namun sering digunakan pada pasien vertigo yang berhubungan dengan problem medic.
12
Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat digunakan untuk
membedakan perifer atau sentral meliputi: 2
Karekteristk dizziness
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi berputar,
atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness, atau hanya suatu
perasaan yang berbeda (kebingungan)
Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute vestibular
neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam beberapa hari kedepan.
Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian
berkurang setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan
konstan mungkin memilki penyebab psikologis. 3
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin lama
durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral menjadi lebih besar. Vertigo
perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo sentral kecuali pada
cerebrovascular attack. Perbedaan onset dan durasi maisng-masing penyebab vertigo
dapat dilihat pada table 4. 2
Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo sentral yang
berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya menyebabkan tanda neurologis
tambahan selain vertigonya, menyebabkan ketidakseimbnagan yang parah, nystagmus murni
vertical, horizontal atau torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada
objek.
27
Tabel 2. Perbedaan Durasi gejala untuk berbagai Penyebab vertigo 2
Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala (+) (-)
Gejala otonom (++) (-)
Gangguan pendengaran (+) (-)
Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan
nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya involunter, bolak balik,
ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan bentuk reaksi dari refleks
vestibulo oculer terhadap aksi tertentu. Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau patologis dan
manifes secara spontan atau dengan rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung
berputar, kursi berputar, kedudukan bola mata posisi netral atau menyimpang atau test
posisional atau gerakan kepala. 7
28
Tabel 4. Membedakan nystagmus sentral dan perifer adalah sebagai berikut : 7
Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual, muntah dan gejala
neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo. Kebanyakan
penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada
penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior
cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga
tengah, penyakit invasive pada tulang temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering
bersamaan dengan muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere
disease yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis berupa
kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran, parestesia, penurunan
kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris lebih
mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral misalnya penyakit cererovascular, neoplasma,
atau multiple sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala lain yang
berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal (throbbing, unilateral,
kadnag disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. 21-35 persen pasien dengan
migraine mengeluhkan vertigo.3
2.8 Diagnosis
29
Tabel 5. Berdasarkan komplek gejala vertigo perifer dan vertigo sentral 11
a. ANAMNESIS
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang,
berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga
keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan
tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil wakti, apakah timbulnya akut atau
perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronikm progresif atau membaik.
30
b. PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan
sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa
pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan
vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat kelainan sentral
yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat (korteks serebrum,
serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik, selain
itu harus dipertimbangkan pula faktor psiikologik/psikiatrik yang dapat
mendasari keluhan vertigo tersebut.3,4
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung,
hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam
menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya.
Pemeriksaan Kepala dan Leher
31
Jika ada sakade setelahnya maka mengindikasikan bahwa terdapat lesi
pada vestibular perifer pada siis itu. 5
c. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS1,2
a. Romberg test
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan
namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki
instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun
Romberg’s sign konsisten dengan masalah vestibular atau propioseptif, hal ini
tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya
19% sensitive untuk gangguan vestibular dan tidak berhubungan dengan
penyebab yang lebih serius dari dizziness (tidak hanya erbatas pada vertigo)
misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular
event3.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama
20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan
posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan
penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
32
Gambar 3. Uji Romberg
b. Tendem gait
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan
vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebelum
penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Pasien disuruh untuk berjalan spot dengan mata tertutup – jika pasien
berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki lesi labirin pada sisi tersebut) .
2
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan
gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah
lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.
33
Gambar 4. Uji Unterberger
34
d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany). (Gb. 7)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang
dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike (Gb. 9)
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri.
35
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis
horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini
dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang
dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes
diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral, tidak ada periode laten,
nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang
reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing
36
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut
(normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif.
FUNGSI PENDENGARAN
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan
tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada
37
tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan
schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test,
SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain
meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah,
pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan
ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor,
gangguan cara berjalan)
2.11 Terapi
Medikasi
Antihistamin
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin yang
dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin.
Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas antikholinergik di
susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan
kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang
positif.
- Betahistin
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di telinga
dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah
gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.
38
Betahistin Mesylate
- Dimenhidrinat
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg – 50 mg
(1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
- Difhenhidramin Hcl
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) –
50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan parenteral. Efek
samping mengantuk.
Antagonis Kalsium
- Cinnarizine
39
Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun tidak
semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine
(Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun
kurang berkhasiat terhadap vertigo.
- Promethazine
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo. Lama aktivitas
obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg – 25 mg (1 draze), 4 kali
sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping
yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping ekstrapiramidal
lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine lainnya.
- Khlorpromazine
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut. Obat ini
dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Dosis
yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah
sedasi (mengantuk).
Obat Simpatomimetik
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari. Khasiat
obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek
samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah – gugup.
40
Obat Penenang Minor
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang diderita
yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut kering dan penglihatan
menjadi kabur.
- Lorazepam
- Diazepam
- Skopolamin
Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan mempunyai
khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.
Terapi fisik
41
Terapi Fisik Brand-Darrof
Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor
semisirkularis.
Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, lalu tutup kedua
mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian
duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain,
tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang (lima
kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi. Latihan lain
yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular, berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah
kiri dan kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat, kemudian diikuti
dengan gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin lama
makin cepat. Terapi kausal tergantung pada penyebab yang ditemukan.
1. BPPV
Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi obat-obatan. Vertigo dapat membaik
dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan memindahkan deposit kalsium yang bebas
ke belakang vestibule,. Manuver ini meliputi reposisi kanalit berupa maneuver epley,
modifikasi maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi
kanalit utnuk mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis semisirkularis,
42
2. Vestibular neuronitis dan Labirynthis
3. Meniere disease
Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet rendah garam dan
diuretic seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang efektif dalam mengobati ketulian
dan tinnitus.
Pada kasus yang jarang intervensi bedah seperti dekompresi dengan shunt
endolimfatik atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika penyakit ini resisten terhadap
pengobatan diuretic dan diet.
4. Iskemik Vascular
Terap TIA dan stroke meliputi mencegah terjadinya ulangan kejadian melalui control
tekanan darah, menurunkan level kolesterol, mengurangi merokok, menginhibisi fungsi
platelet (misalnya aspirin, clopidogrel) dan terkadang antikoagulasi (warfarin).
Vertigo akut yang disebabkan oleh stroke pada batang otak atau cerebellum diobati
dengan obat-oabat yang mensupresi vestibular dan meminimalisrir pergerakan kepala pada
hari pertama. Sesegera mungkin jika keluhan dapat ditoleransi obat-obatan harus di
tapper off dan latihan rehabilitasi vestibular harus segera dimulai.
Perdarahan pada cerebellum dan batang otak member risiko kompresi sehingga
diperlukan dekompresi mellau neurosurgery.
43
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis vertigo dibuat atas dasar keluhan pasien merupakan keluhan pusing
berputar yang kemudian dilanjutkan dengan anamnesa dan pemeriksaan berikutnya.
Vertigo yang dialami pasien merupakan vertigo perifer karena keluhan muncul secara
tiba-tiba, dipengaruhi oleh posisi, terdapat mual muntah, terdapat tinitus, tetapi pasien
masih dapat jalan dan beraktivitas. Etiologi dari vertigo yang dialami pasien adalah
Meniere diseases karena dari gejala yang dialami pasien sudah mucul ketiga triasnya
yaitu vertigo, tinitus dan SNHL. Adanya keluhan dan gangguan pendengaran inilah
yang kemudian dapat menyingkirkan kecenderungan vertigo yang dialami pasien
dikarenakan oleh BPPV.
Mual muntah yang dirasakan pasien dapat disebabkan oleh gangguan motion
sickness karena pusing berputar yang dirasakan pasien. Akan tetapi, hal ini dapat juga
menimbulkan kecurigaan terhadap neuritis vestibularis, yaitu keluhan vertigo yang
disertai dengan mual muntah yang biasanya didahului oleh suatu infeksi virus pada
sistem pernapasan atas. Pada pasien tidak terdapat gejala batuk atau pilek. Pasien juga
memiliki gejala telinga berdengung, sedangkan vestibular neuritis tidak terdapat
gangguan pendengaran. Pasien juga masih dapat berjalan dengan baik, pada neuritis
vestibuler pasien cenderung tidak dapat berjalan dengan baik.
Kecenderungan terhadap Meniere diseases didapatkan dari pemeriksaan-
pemeriksaan yang dilakukan. Dari anamnesis, pasien mengaku saat merasa pusing, baik
dirinya maupun lingkungan sekitarnya terasa berputar, keluhannya ini timbul saat
pasien bangun dari tempat tidur. Menurut pasien, keluhannya ini berlangsung selama
kurang lebih 1 jam. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa berdengung pada telinga
kanannya. Pasien tidak dapat mengingat dengan pasti kapan keluhan ini muncul, tetapi
menurutnya keluhan ini bersifat hilang timbul dengan durasi yang tidak menentu setiap
harinya, dari keluhan ini dapat kita ketahui bahwa gangguan pendengaran pasien ini
bersifat progressive. Menurut pasien, dengungan yang dirasakan berada dibelakang
kepala dan menjalar ke telinga kanan dengan suara seperti raungan harimau dimana
suara tersebut masuk dalam kategri tinnitus dengan nada rendah.
44
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan umum dan neurologic.
Pemeriksaan fisik umum memberikan hasil dalam batas normal. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan terdiri dari pemeriksaan motorik, reflex fisiologis dan patologis, serta
pemeriksaan nervus cranialis, rangsang meningeal, dan pemeriksaan keseimbangan.
Pada pemeriksaan fisik motoric dan reflex fisiologis, didapatkan kekuatan otot serta
reflex yang normal, serta tidak didapatkan adanya reflex patologis. Pada pemeriksaan
fisik keseimbangan didapatkan hasil pasien hampir terjatuh saat menutup mata saat
pemeriksaan romberg. Pasien berjalan sempoyongan saat menutup mata pada saat
pemeriksaan tendem walking dan tidak terdapat nistagmus saat dilakukan dix-halpike
maneuver. Hal ini memperkuat pernyataan bahwa vertigo yang dialami pasien adalah
vertigo perifer. Pasien juga tidak mengalami perubahan posisi saat melakukan tes
unterberger dan babibski-wail. Pasien dapat melakukan pemeriksan tes tunjuk hidung
(Finger to Finger, Finger to nose), tes lutut tumit (heel to knee to toe), serta
disdiadokokinesis dengan baik.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa citicolin, ondansentron, Ranitidine,
ketorolac, ericaf, betahistin dan flunarizin. Citicoline adalah cytidine diphosphocholine,
CDP-choline merupakan nutrisi baru dengan spektrum yang luas dari manfaat untuk
kondisi yang berhubungan dengan gejala disfungsi neurologis. Citicoline menyediakan
otak untuk sumber cholin dan cytidine, yang efisien digunakan dalam siklus
Kennedy untuk menghasilkan fosfolipid yang mengarah kepada perbaikan dan
regenerasi akson dan sinapsis. Betahistine merupakan golongan antihistaminik yang
digunakan sebagai obat anti-vertigo, dosis yang biasa digunakan adalah 3 x 6-12 mg
per hari. Sedangkan flunarizine merupakan derivat cinnarizine yang memiliki efek
antihistamin dan penghambat ion kalsium yang bekerja secara selektif. Flunarizin
diabsorpsi baik di usus, dan mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 2-4 jam
setelah pemberian oral. Pada kasus ini pasien diberikan pengobatan pada
tanggal 9/10/17 dengan pemberian ericaf 2 x 1 sebagai pereda serangan migren akut
namun penggunaannya harus pada dosis yang sesuai karena dapat menyebabkan efek
samping mual, muntah dan GI serta ganguan otot.
Ondansetron adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati
mual dan muntah. Mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang
bernama serotonin. Serotonin akan bereaksi terhadap reseptor 5HT3 yang berada di usus
kecil dan otak, dan membuat kita merasa mual. Ondansetron akan menghambat
serotonin bereaksi pada receptor 5HT3 sehingga membuat kita tidak mual dan berhenti
45
muntah. Ranitidine pada pasien diberikan untuk proteksi lambung sehingga tidak terjadi
iritasi lambung. Dosis yang biasa digunakan adalah 3-4 x 50 mg per hari dengan
injeksi. Sedangkan ketorolac diberikan sebagai antinyeri karena diindikasikan untuk
penatalaksanaan jangka pendek (2 hari atau kurang) terhadap nyeri akut derajat sedang.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care,
BJMP 2010;3(4):a351
3. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family
5. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2011. Diunduh
clinical#a0217
Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254 (1732): 19-23.
10. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with
11. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 10 September 2009.
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104
47