Anda di halaman 1dari 47

PRESENTASI KASUS

Vertigo Perifer et causa Meniere disease


Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Saraf RSUD Kota Salatiga

Disusun oleh :

Nadya Ratu Aziza Fuady

1413010031

Pembimbing: dr. Gama Sita Setya Pratiwi, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU SARAF

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2018
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul
Vertigo Perifer et causa Meniere disease

Disusun Oleh:
Nama : Nadya Ratu Aziza Fuady
NIM : 1413010031

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Kamis, 21 November 2018

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Gama Sita Setya Pratiwi, Sp.S

2
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Ny N
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ngablak, Magelang.
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Masuk rumah sakit : 11 November 2018

B. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Pusing berputar sejak + 1 jam yang lalu
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan pusing
berputar sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut
disertai dengan mual dan muntah sebanyak 3x. Pasien juga merasakan
adanya nyeri pada bagian ulu hatinya. Pasien mengaku saat merasa
pusing, baik dirinya maupun lingkungan sekitarnya terasa berputar,
keluhannya ini timbul saat pasien bangun dari tempat tidur. Menurut
pasien, keluhannya ini berlangsung selama kurang lebih 1 jam. Keluhan
dirasakan lebih parah saat pasien melihat sinar dan saat pasien merubah
posisinya, terutama saat bangun dari tidur dan saat membungkuk.
Keluhan berkurang saat memejamkan mata, duduk, dan istirahat. Pasien
menagatakan bahwa ia merasa lebih nyaman saat memejamkan mata
dikarenakan akan melihat benda disekitarnya menjadi berbayang ketika
pasien membuka mataya. Pasien tidak mengalami nyeri kepala ataupun
pingsan.

3
Pasien muntah sebanyak 3 kali, sekitar 1 gelas aqua, setiap kali
muntah dan berisi makanan. Pasien mengaku tidak pernah mengalami
trauma pada kepalannya. Pasien juga mengaku tidak sedang ataupun
pernah mengalami sakit pada telinganya dan tidak sedak menderita
batuk dan pilek. Namun, pasien mengeluhkan adanya rasa berdengung
pada telinga kanan pasien. Pasien tidak dapat mengingat dengan pasti
kapan keluhan ini muncul, tetapi menurutnya keluhan ini bersifat hilang
timbul dengan durasi yang tidak menentu setiap harinya. Menurut
pasien, dengungan yang dirasakan berada dibelakang kepala dan
menjalar ke telinga kanan dengan suara seperti raungan harimau.Pasien
juga mengaku tidak mengalami gangguan pengelihatan, hanya saja
pasien biasanya menggunakan kacamata silinder.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat vertigo sejak usia + 17 tahun namun
jarang mengalami serangan. Pasien mengatakan serangan vertigonya
hanya berlangsung 1-2x dalam setahun dengan serangan terakhir yakni
pada tahun lalu. Namun, serangan-serangan sebelumnya belum pernah
sampai menyebabkan pasien harus mondok di rumah sakit. Riwayat
hipertensi disangkal. Riwayat penyakit DM disangkal. Riwayat jatuh
dan trauma kepala disangkal. Riwayat stroke disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal
 Riwayat asma atau alergi disangkal
 Riwayat kejang disangkal
5. Riwayat Personal dan Sosial
 Pasien tinggal bersama dengan suami dan kedua anaknya
 Aktivitas sehari-hari pasien bekerja sebagai wiraswasta
 Pasien tidak merokok dan tidk mengkonsumsi alkohol
 Pasien dirawat di rumah sakit dengan menggunakan BPJS non-PBI

4
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Internus
Kesan Umum Baik
Kesadaran Komposmentis (GCS E4V5M6)
Vital Signs / Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Tanda-Tanda Nadi : 84 x/menit
Vital Respirasi : 20 x/menit
Kepala dan Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
deviasi trakea (-), Mukosa bibir kering
Palpasi Pembesaran KGB (-), trakea teraba di garis tengah,
Jvp 5+2
Pulmo
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk, tidak terdapat deformitas
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus
tidak ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ (positif di lapang
paru kanan dan kiri)
Suara ronkhi: -/-
Wheezing : -/-
Cor
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi Batas kanan atas : SIC III linea sternalis dextra
Batas kiri atas : SIC III linea sternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC V linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi Bunyi jantung I dan II intensitas normal, regular,
bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi DP=DD, tidak ada kelainan bentuk abdomen, jejas
(-), distended(-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Timpani pada semua kuadran abdomen, area traube

5
timpani
Palpasi Defens muskular (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba
Ekstremitas
Inspeksi Edema (-)
Palpasi Pitting edema (-), akral hangat

2. Status Psikis
 Cara berpikir dan tingkah laku : baik
 Kecierdasan, perasaan hati dan ingatan : tidak menunjukan adanya
kelainan psikologis

3. Status Neurologi
 Kesadaran
Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)
 Pemeriksaan Saraf Kranialis
Pemeriksaan Saraf Kranialis Kanan Kiri
Olfaktorius (I)
 Subjektif (+) (+)
Optikus (II)
 Daya Penglihatan (Subjektif) (+) (+)
 Lapangan pandang (+) (+)
 Melihat warna (+) (+)
 Funduskopi Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Okulomotorius (III)
 Pergerakan mata kearah
superior, medial, inferior, torsi (+) (+)
inferior
 Strabismus (-) (-)
 Nystagmus (-) (-)
 Exoptalmus (-) (-)
 Refleks pupil terhadap sinar (+) (+)
 Melihat kembar (-) (-)
 Pupil besarnya 3 mm 3 mm
Troklearis (IV)
 Pergerakan mata (ke bawah- (+) (+)
keluar)
Trigeminus (V)

6
 Membuka mulut (+) (+)
 Mengunyah (+) (+)
 Menggigit (+) (+)
 Pengecapan 2/3 anterior lidah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Abdusens (VI)
 Pergerakan mata ke lateral (+) (+)
Fasialis (VII)
 Mengerutkan dahi (+) (+)
 Menutup mata (+) (+)
 Memperlihatkan gigi (+) (+)
Vestibulokoklearis (VIII)
 Suara berbisik (+) (+)
 Tes Arloji (+) (+)
 Tes Rinne (+) (-)
 Tes Weber Tidak ada Tidak ada
lateralisasi lateralisasi
 Tes schwabach memendek normal

Glossofaringeus (IX)
 Suara sengau (-) (-)
Vagus (X)
 Bicara (+) (+)
 Menelan (+) (+)
Assesorius (XI)
 Mengangkat bahu (+) (+)
 Memalingkan kepala (+) (+)
Hipoglossus (XII)
 Pergerakan lidah (+) (+)
 Artikulasi (+) (+)

 Meningeal sign
- Kaku kuduk: negatif
- Lasegue sign: negatif
- Kernig sign: negatif
- Brudzinski I: negatif
- Brudzinski II: negatif
- Brudzinski III: negatif
- Brudzinski IV: negatif

7
4. Badan dan Anggota Gerak
 Anggota Gerak Atas
Kanan Kiri
Motorik
 Pergerakan (+) (+)
 Kekuatan 5/5/5/5 5/5/5/5
 Tonus N N
Sensibilitas
 Taktil (+) (+)
 Nyeri (+) (+)
Gerakan Involunteer
 Tremor (-) (-)
 Atetosis (-) (-)
 Chorea (-) (-)
 Tics (-) (-)
Refleks fisiologis
 Biseps (++) (++)
 Triseps (++) (++)
Refleks patologis
 Tromner (-) (-)
 Hoffman (-) (-)

 Anggota Gerak Bawah


Kanan Kiri
Motorik
 Pergerakan (+) (+)
 Kekuatan 5/5/5 5/5/5
 Tonus Normal Normal
Sensibilitas
 Taktil (raba) (+) (+)
 Nyeri (+) (+)
Refleks fisiologis
 Patella (++) (++)
 Achilles (++) (++)
Refleks patologis
 Babinski (-) (-)
 Chaddock (-) (-)
 Schaefer (-) (-)
 Oppenheim (-) (-)
 Rossolimo (-) (-)
 Mendel-Bechterew (-) (-)
 Bing (-) (-)
 Gordon (-) (-)

8
5. Pemeriksaan Koordinasi Keseimbangan :
 Romberg: pasien hampir terjatuh saat menutup mata
 Tendem walking: berjalan sempoyongan saat menutup mata
 Uji Unterberger: tidak ada perubahan posisi yang menyimpang
 Past pointing test (Uji tunjuk Barany): tidak ada penyimpangan lengan
kearah lesi
 Uji Babinsky-wail: : tidak ada perubahan posisi yang menyimpang
 Uji dix Halpike: tidak ada nistagmus
 Tes tunjuk hidung (Finger to Finger, Finger to nose): dapat melakukan
dengan baik
 Tes lutut tumit (heel to knee to toe): dapat melakukan dengan baik
 Disdiadokokinesis : dapat melakukan dengan baik
 Rebound test: dapat melakukan dengan baik
6. Alat vegetatif :
 Mictio : dalam batas normal
 Defekasi : dalam batas normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (12 november 2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Leukosit 8,85 4,5 – 11 ribu/ul
Eritrosit 4,70 4,5 – 6,5 juta/ul
Hemoglobin 13,1 13 – 18 gr/dL
Hematokrit 40,1 40 – 54 vol%
MCV 85,4 85 – 100 Fl
MCH 27,9 28 – 31 Pg
MCHC 32,6 30 – 35 gr/dL
Trombosit 205 150 – 450 ribu/ul
Golongan darah A

9
Hitung Jenis
Eosinophil 2,3 1–6 %
Basophil 0,3 0–1 %
Limfosit 27,1 20 – 45 %
Monosit 3,0 2–8 %
Neutrofil 67,3 40 – 75 %
Kimia
GDS 79 < 140 mg/dL
Ureum 37 10 – 50 mg/dL
Creatinin 0,9 1,0 – 1,3 mg/dL
Cholestrol Total 177 <200 mg/dL
Trigliserida 73 <150 mg/dL
HDL Cholesterol 60 >45 mg/dL
LDL Cholesterol 104 <100 mg/dL
L:3,4-7,0, mg/dL
Asam Urat 4,5
W:2,4-5,7
SGOT 44 < 37 U/L
SGPT 57 < 42 U/L
Electrolytes
Natrium 137 135-155
Kalium 3,7 3,6-5,5 mml/e
Chlorida 104 95-108 mmol/l
Kalium 8,9 8,4-10,5 mg/%
Magnesium 1,8 1,9-2,5 /mg/dl

E. DIAGNOSIS
 Diagnosis klinis : Pusing berputar
 Diagnosis topis : Aparatus vestibular pada auricula interna
 Diagnosis etiologik : Vertigo perifer et causa Meniere disease

10
F. PENATALAKSANAAN
Di IGD (11 November 2018)

 Infus Kaen 3B (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Ondansetron 3x1 4mg
 Inj. Ranitidin 2x1 25mg
o Betahistin 3x1 tab 6mg
o Flunarizin 3x1 tab 5mg

Di Bangsal (12 November 2018)

 Infus Asering (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Ondansetron 3x1 4mg
 Inj. Ranitidin 2x1 25mg
 Inj. Omeprazol 2x1 40mg
 Inj. Ketorolac 2x1 30mg
o Ericaf 2x1 tab 2mg (1-0-1)
o Betahistin 3x1 tab 6mg
o Flunarizin 3x1 tab 5mg
 Diet nasi
 Minim activitas

11
Di Bangsal (13 November 2018)

 Infus Asering (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Ondansetron 3x1 4mg
 Inj. Omeprazol 2x1 40mg
 Inj. Ketorolac 2x1 30mg
o Ericaf 2x1 tab 2mg (1-0-1)
o Betahistin 3x1 tab 6mg
o Flunarizin 3x1 tab 5mg
 Diet nasi
 Minim activitas

Di Bangsal (14 November 2018)

 Infus Asering (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Omeprazol 2x1 40mg
o Ericaf 2x1 tab 2mg (1-0-1)
o Betahistin 3x1 tab 6mg
o Flunarizin 3x1 tab 5mg
 Diet nasi
 Minim activitas

12
Di Bangsal (15 November 2018)

 Infus Asering (20 tpm)


 Inj. Citicolin 2x500mg
 Inj. Omeprazol 2x1 40mg
o Ericaf 2x1 tab 2mg (1-0-1)
o Betahistin 3x1 tab 6mg
o Flunarizin 3x1 tab 5mg
 Diet nasi
 Minim activitas
 BLPL

G. PROGNOSIS
 Vitam : Bonam
 Fungsionam : Bonam
 Sanationam : Bonam

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh

2.1.1 Anatomi Alat Keseimbangan Tubuh

Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan tubuh yaitu : sistem
vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik. Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus
vestibularis), nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os
temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus vestibularis (alat
keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran, terdiri atas labirin membran yang berisi
endolimfe dan labirin tulang berisi perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi
kimia berbeda dan tidak saling berhubungan. 4

Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan tiga pasang
kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong yang disebut sakulus dan
utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing mempunyai suatu penebalan atau
makula sebagai mekanoreseptor khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel
penyokong. Kanalis semisirkularis adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe,
sedang duktus semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe. Ketiga
duktus semisirkularis terletak saling tegak lurus. 4

14
Gambar 1. Organ pendengaran dan keseimbangan 4

Tiga kanalis semisirkularis terletak di bidang yang berbeda. Kanalis


semisirkularis lateral terletak di bidang horizontal, dan dua kanalis semisirkularis
lainnya tegak lurus dengannya dan satu sama lain. Kanalis semisirkularis posterior
sejajar dengan aksis os petrosus, sedangkan kanalis semisirkularis anterior tegak lurus
dengannya. Karena aksis os petrosus terletak pada sudut 450 terhadap garis tengah,
kanalis semisirkularis anterior satu telinga pararel dengan kanalis semisirkularis posterior
telinga sisi lainnya, dan kebalikannya. Kedua kanalis semisirkularis lateralis terletak di
bidang yang sama (bidang horizontal). 5

Masing-masing dari ketiga kanalis semisirkularis berhubungan dengan utrikulus.


Setiap kanalis semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya untuk membentuk
ampula, yang berisi organ reseptor sistem vestibular, krista ampularis. Rambut-rambut
sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yangmemanjang yang disebut
kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan endolimf di kanalis semisirkularis
menstimulasi rambut-rambut sensorik krista, yang dengan demikian, merupakan reseptor
kinetik (reseptor pergerakan). 5

15
Gambar 2. Krista ampularis

Utrikulus dan sakulus mengandung organ resptor lainnya, makula utrikularis


dan makula sakularis. Makula utrikulus terletak di dasar utrikulus paralel dengan dasar
tengkorak, dan makula sakularis terletak secara vertikal di dinding medial sakulus. Sel-
sel rambut makula tertanam di membrana gelatinosa yang mengandung kristal kalsium
karbonat, disebut statolit. Kristal tersebut ditopang oleh sel-sel penunjang. 4

Reseptor ini menghantarkan implus statik, yang menunjukkan posisi kepala terhadap
ruangan, ke batang otak. Struktur ini juga memberikan pengaruh pada tonus otot.
Implus yang berasal dari reseptor labirin membentuk bagian aferen lengkung refleks yang
berfungsi untuk mengkoordinasikan otot ekstraokular, leher, dan tubuh sehingga
keseimbangan tetap terjaga pada setiap posisi dan setiap jenis pergerakan kepala. 4

Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah nervus


vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus; mengandung
sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel resptor di organ vestibular,
dan yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan
nervus kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menmbus ruang
subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.
Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak di
dasar ventrikel keempat. 4

2.1.2 Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh

Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor
vestibuler visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang

16
punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual
dan yang paling kecil konstibusinya adalah propioseptik. 2

Arus informasi berlangusng intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan
dari kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di
labirin dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut (hair cells) akan menekuk. Tekukan
bulu menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium menerobos
masuk kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan
juga merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya
akan meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat
alatkeseimbangan tubuh di otak. 4

Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis menerima
impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain merupakan
pusat integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang
berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan
yang pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum,
informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri. 2

2.2 Definisi

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar


mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Vertigo
tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang
dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.
Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh
berkurangnya perfusi cerebral), light-headness, disequilibrium (perasaan goyang atau
tidak seimbang ketika berdiri). 1

Vertigo - berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar - merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. 3

2.3 Epidemiologi

Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan


prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki epidemiologi
dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah ditemukan
menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari
populasi umum. 2

17
Frekuensi

Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap tahunnya. Dari
stroke yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5% diantaranya terjadi di
serebelum. Rasio stroke iskemik serebelum dibandingkan dengan stroke perdarahan
serebelum adalah 3-5:1. Sebanyak 10% dari pasien infark serebelum, hanya memiliki
gejala vertigo dan ketidakseimbangan. Insidens sklerosis multiple berkisar diantara 10-
80/ 100.000 per tahun. Sekitar 3000 kasus neuroma akustik didiagnosis setiap tahun di
Amerika Serikat. 7

Jenis kelamin

Insidens penyakit cerebrovaskular sedikit lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita.
Dalam satu seri pasien dengan infark serebelum, rasio antara penderita pria
dibandingkan wanita adalah 2:1. Sklerosis multiple dua kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria. 2

Usia

Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya faktor resiko
yang berkaitan, diantaranya hipetensi, diabetes melitus, atherosclerosis, dan stroke. Rata-rata
pasien dengan infark serebelum berusia 65 tahun, dengan setengah dari kasus terjadi pada
mereka yang berusia 60-80 tahun. Dalam satu seri, pasien dengan hematoma serebelum rata-
rata berusia 70 tahun. 5

Morbiditas/ Mortalitas

Cedera vaskular dan infark di sirkulasi posterior dapat menyebabkan kerusakan


yang permanen dan kecacatan. Pemulihan seperti yang terjadi pada vertigo perifer akut tidak
dapat diharapkan pada vertigo sentral.

Dalam satu seri, infark serebelum memiliki tingkat kematian sebesar 7% dan
17% dengan distribusi arteri superior serebelar dan arteri posterior inferior serebelar.
Infark di daerah yang disuplai oleh arteri posterior inferior serebelar sering terkait dengan
efek massa dan penekanan batang otak dan ventrikel ke empat, oleh karena itu,
membutuhkan manajemen medis dan bedah saraf yang agresif. Dalam satu rangkaian
94 pasien, 20 diantaranya datang dengan Glasgow Coma Scale (GCS) 8 yang
mengindikasikan adanya penurunan kesadaran yang signifikan. Tingkat kematian pasien
lainnya, yaitu yang GCSnya lebih dari 8, adalah 20%.

18
Neuroma akustik memiliki tingkat kematian yang rendah jika dapat didiagnosis
dengan cepat. Tumor dapat diangkat tanpa mengganggu N VII, namun gangguan
pendengaran unilateral dapat terjadi. 6

2.4 Etiologi

Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat


kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau
banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan
keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini
memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh
kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di
dalam otaknya sendiri. 5
Trauma tumpul kepala dan leher disebabkan oleh berbagai macam mekanisme dan
dapat mencederai bagian manapun dari sistem vestibular. Sistem vestibular perifer maupun
sentral sangat rentan dan dapat mengalami gangguan meskipun hasil pemeriksaan pencitraan
(CT scan atau MRI) tidak menunjukkan perubahan anatomi yang patologis. Daerah yang
harus dievaluasi pada pencitraan vertigo pasca trauma adalah intrakranial, basis kranium dan
sambungan kranioservikal.
Disfungsi kanalis semisirkularis horisontal terjadi pada 32%-71% pasien vertigo
pasca trauma. Benturan kepala akan menyebabkan keluarnya otokonia dari membran otolitik
utrikulus. Partikel otokonia tersebut bersifat free floating didalam cairan endolimfatik kanalis
semisirkularis (kanalitiasis). Benturan berulang pada kepala yang diam menyebabkan
kerusakan dinding utrikulus dan sakulus serta perubahan degeneratif pada makula sakular.
Akselerasi dan deselerasi linear kepala akibat trauma merusak organ otolith yang berfungsi
sebagai indera akselerasi linear.
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi
tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab umum dari vertigo: 6

1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.


2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
3. Trauma
4. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere
5. Peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
6. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis
multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya atau
keduanya.

19
7. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran
darah ke salah satu bagian otak (transient ischemic attack) pada arteri vertebral dan
arteri basiler.

VERTIGO PERIFER

Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai ke inti
nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai ke korteks.Berbagai
penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab vertigo serta lokasi lesi : 7

1. Labirin, telinga dalam


- vertigo posisional paroksisimal benigna
- pasca trauma
- penyakit menierre
- labirinitis (viral, bakteri)
- toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
- oklusi peredaran darah di labirin
- fistula labirin
2. Saraf otak ke VIII
- neuritis iskemik (misalnya pada DM)
- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
- neuritis vestibular
- neuroma akustikus
- tumor lain di sudut serebelo-pontin
3. Telinga luar dan tengah
- Otitis media
- Tumor

VERTIGO SENTRAL

1. Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
2. Infratentorial
- Insufisiensi vertebrobasiler
3. Obat

Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan
hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop,

20
antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung
platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin;
sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid,
asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan
karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa
adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang
yang dapat dikacaukan dengan vertigo.7

2.5 Klasifikasi

Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular).

1. Fisiologik : ketinggian, mabuk udara.

Vertigo fisiologik adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi dari
sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan somatosensorik berfungsi
baik. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :

- Mabuk gerakan (motion sickness)

Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual surround)
berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk gerakan akan sangat
bila sekitar individu bergerak searah dengan gerakan badan. Keadaan yang
memperovokasi antara lain duduk di jok belakang mobil, atau membaca waktu mobil
bergerak.

- Mabuk ruang angkasa (space sickness)

Mabuk ruang angkasa adalah fungsi dari keadaan tanpa berat (weightlessness).
Pada keadaan ini terdapat suatu gangguan dari keseimbangan antara kanalis
semisirkularis dan otolit.

- Vertigo ketinggian (height vertigo)

Adalah suatu instabilitas subjektif dari keseimbangan postural dan


lokomotor oleh karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh, dan gejala-gejala
vegetatif.

21
2. Patologik :
- sentral
- perifer 7

Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang otak atau cerebellum


b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vestibulocochlear (N. VIII).2

Vertigo Perifer

Terdapat tiga jenis vertigo perifer yang paling sering dialami yaitu :

1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama vertigo.


Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.5 Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan kanalis
semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior
dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior dan
horizontal. Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari
utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan
menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.9

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat


juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular
sebelumnya, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak
terjadi bertahun-tahun setelah episode. 8

2. Ménière’s disease

Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan
pendengaran.11 Gangguan pendengaran berupa tinnitus, dan tuli sensoris pada
fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga. 10 Ménière’s disease
terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik. Ménière’s disease merupakan
akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane
labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan peningkatan
volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus
8
atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.

22
3. Vestibular Neuritis

Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini
berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik. 11

Vertigo Sentral

Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan vertigo sentral :

1. Migraine

Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang sering dilaporkan
pada 27-33% pasien dengan migraine. Sebelumnya telah dikenal sebagai bagian dari
aura (selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar migraine dimana
juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah. Vertigo pada migraine lebih lama
dibandingkan aura lainnya, dan seringkali membaik dengan terapi yang digunakan
untuk migraine. 10

2. Vertebrobasilar insufficiency

Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren dari suatu


vertigo dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien terjadi beberapa
detik sampai beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien yang memiliki
factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan dengan gejala visual
meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah. Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal.
9

3. Tumor Intrakranial

Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik vertigo dikarenakan


kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga ada waktu untuk kompensasi sentral.
Gejala yang lebih sering adalah penurunan pendengaran atau gejala neurologis .
Tumor pada fossa posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau Chiari malformation
sering tidak terdeteksi di CT scan dan butuh MRI untuk diagnosis. Multipel
sklerosis pada batang otak akan ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun
biasanya didaptkan riwayat gejala neurologia yang lain dan jarang vertigo tanpa gejala
neurologia lainnya. 8

23
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Perifer Dan Vertigo Sentral 7

Ciri-ciri Vertigo Perifer Vertigo Sentral


Lesi Sistem vestibular (telinga Sistem vertebrobasiler dan
dalam, saraf perifer) gangguan vaskular (otak,
batang otak, serebelum)
Penyebab Vertigo posisional iskemik batang otak,
paroksismal vertebrobasiler
jinak (BPPV), penyakit insufisiensi, neoplasma,
maniere, migren basiler
neuronitis vestibuler,
labirintis,
neuroma akustik, trauma
Gejala gangguan SSP Tidak ada Diantaranya :diplopia,
parestesi,
gangguan sensibilitas dan
fungsi
motorik, disartria, gangguan
serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Intensitas vertigo Berat Ringan
Telinga berdenging dan Kadang-kadang Tidak ada
atau tuli
Nistagmus spontan + -

2.6 Patofisiologi

Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa
yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting
dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus
menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah
sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N.III,IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang
berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan
proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari
50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik. 9
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri
akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya
terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau

24
berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala
vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak
adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness,
ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya. 10

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan
tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang
dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat
dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan,
timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut
dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur
tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

25
5. Teori neurohumoral

Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.

6. Teori sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan


perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat.
Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya
aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang
sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas
simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

2.7 Gejala Klinis

Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala primer,
sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh gangguan pada
sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia, ataxia, gejala pendengaran.
Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputa. Vertigo dapat horizontal, vertical atau rotasi.
Vertigo horizontal merupa tipe yang paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari
telinga dalam. Jika bersamaan dengan nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi
pergerakan dari sisi yang berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang
terjadi, jika sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya
berasal dari sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas.
Vertigo rotasi merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika sementara biasanya
disebabakan BPPV namun jika menetap disebabakan oleh sentral dan biasanya disertai
dengan rotator nistagmus. 12

Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan sebagai sensasi


didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi disfungsi apparatus otolitik pada
telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit. Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang
dirovokasi dengan pergerakan kepala. Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut
untuk membuka kedua matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan
mengeluh dunia seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami

26
gangguan. Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada pasien
dengan vertigo otologik dan sentral. Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus,
pengurangan pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga. Gejala sekunder
meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan sensivitas visual. Gejala
nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak terlalu memiliki
makna pada penggunaan biasanya. Jarang dignkan pada pasien dengan disfungsi telinga
namun sering digunakan pada pasien vertigo yang berhubungan dengan problem medic.
12

Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat digunakan untuk
membedakan perifer atau sentral meliputi: 2

 Karekteristk dizziness

Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi berputar,
atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness, atau hanya suatu
perasaan yang berbeda (kebingungan)

 Keparahan

Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute vestibular
neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam beberapa hari kedepan.
Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian
berkurang setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan
konstan mungkin memilki penyebab psikologis. 3

 Onset dan durasi vertigo

Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin lama
durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral menjadi lebih besar. Vertigo
perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo sentral kecuali pada
cerebrovascular attack. Perbedaan onset dan durasi maisng-masing penyebab vertigo
dapat dilihat pada table 4. 2

Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo sentral yang
berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya menyebabkan tanda neurologis
tambahan selain vertigonya, menyebabkan ketidakseimbnagan yang parah, nystagmus murni
vertical, horizontal atau torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada
objek.

27
Tabel 2. Perbedaan Durasi gejala untuk berbagai Penyebab vertigo 2

Durasi episode Kemungkinan diagnosis


Beberapa detik Peripheral cause: unilateral loss of vestibular
function; late stages of acute vestibular
neuronitis
Detik sampai menit Benign paroxysmal positional vertigo;
perilymphatic fistula
Beberapa menit sampai satu Posterior transient ischemic attack;
jam perilymphatic fistula
Beberapa jam Ménière’s disease; perilymphatic fistula from
trauma or surgery; migraine; acoustic
neuroma
Beberapa hari Early acute vestibular neuronitis*; stroke;
migraine; multiple sclerosis
Beberapa minggu Psychogenic

Tabel 3. Klinis vertigo vestibular, perifer dan sentral 9

Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala (+) (-)
Gejala otonom (++) (-)
Gangguan pendengaran (+) (-)

Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan
nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya involunter, bolak balik,
ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan bentuk reaksi dari refleks
vestibulo oculer terhadap aksi tertentu. Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau patologis dan
manifes secara spontan atau dengan rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung
berputar, kursi berputar, kedudukan bola mata posisi netral atau menyimpang atau test
posisional atau gerakan kepala. 7

28
Tabel 4. Membedakan nystagmus sentral dan perifer adalah sebagai berikut : 7

No Nystagmus Vertigo sentral Vertigo perifer


1. Arah Berubah-ubah Horizontal/horizontal
rotatoar
2. Sifat Unilateral/bilateral Bilateral
3. Test posisional
- Latensi Singkat Lebih lama
- Durasi Lama Singkat
- Intensitas Sedang Larut/sedang
- Sifat Susah ditimbulkan Mudah ditimbulkan
4. Test dengan rangsang (kursi Dominasi arah jarang Sering ditemukan
putar, irigasi telinga) ditemukan
5. Fiksasi mata Tidak pengaruh Terhambat

 Gejala Penyerta

Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual, muntah dan gejala
neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo. Kebanyakan
penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada
penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior
cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga
tengah, penyakit invasive pada tulang temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering
bersamaan dengan muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere
disease yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis berupa
kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran, parestesia, penurunan
kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris lebih
mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral misalnya penyakit cererovascular, neoplasma,
atau multiple sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala lain yang
berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal (throbbing, unilateral,
kadnag disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. 21-35 persen pasien dengan
migraine mengeluhkan vertigo.3

2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20


sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada pasien
(tabel 5)

29
Tabel 5. Berdasarkan komplek gejala vertigo perifer dan vertigo sentral 11

a. ANAMNESIS
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang,
berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga
keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan
tubuh, keletihan dan ketegangan. Profil wakti, apakah timbulnya akut atau
perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronikm progresif atau membaik.

30
b. PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan
sistemik, otologik atau neurologik-vestibuler atau serebeler, dapat berupa
pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola
mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan
vertigo adalah untuk menentukan penyebab, apakah akibat kelainan sentral
yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat (korteks serebrum,
serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik, selain
itu harus dipertimbangkan pula faktor psiikologik/psikiatrik yang dapat
mendasari keluhan vertigo tersebut.3,4

Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung,
hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam
menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya.
Pemeriksaan Kepala dan Leher

Pemeriksaan kepala dan leher meliputi :

o Pemeriksaan membrane timpani untuk menemukan vesikel


(misalnya herpes zoster auticus (Ramsay Hunt Syndrome)) atau
kolesteaatoma (Sura et Newell, 2010).
o Hennebert sign (vertigo atau nistagmus yang terjadi ketika
mendorong tragus dan meatus akustikus eksternus pada siis yang
bermasalah) mengindikasikan fistula perikimfatik. 2
o Valsava maneuver (exhalasi dengan mulut dan hidung ditutup
untuk meningkat tekanan melawan tuba eusthacius dan telinga dalam)
dapat menyebabkan vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik atau
dehiscence kanalis semisirkularis anterior. Namun nilai diagnostic
berdasarkan klinis ini masih terbatas. 3
o Head impulses test
Pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada objek sejauh 3 m dan
diinstruksikan untuk tetap melihat objek ketika pemeriksa menolehkan
kepala pasien. Dimulai denganpemeriksa menolehkan kepala pasien
ke salah satu sisi pelan-pelan setelah itu pemeriksa menolehkan kepala
pasien sisi lainnya horizontal 20odengan cepat. Pada orang yang normal
tidak ada saccades mengindikasikan pandangan mereka terfiksasi di objek.

31
Jika ada sakade setelahnya maka mengindikasikan bahwa terdapat lesi
pada vestibular perifer pada siis itu. 5

Gambar 3. Head impulses test 5

c. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS1,2

Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada


fungsi vestibuler/serebeler

a. Romberg test
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan
namun masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki
instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun
Romberg’s sign konsisten dengan masalah vestibular atau propioseptif, hal ini
tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya
19% sensitive untuk gangguan vestibular dan tidak berhubungan dengan
penyebab yang lebih serius dari dizziness (tidak hanya erbatas pada vertigo)
misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular
event3.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama
20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan
posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan
penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

32
Gambar 3. Uji Romberg
b. Tendem gait
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan
vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebelum
penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger
Pasien disuruh untuk berjalan spot dengan mata tertutup – jika pasien
berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki lesi labirin pada sisi tersebut) .
2
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan
gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah
lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.

33
Gambar 4. Uji Unterberger

34
d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany). (Gb. 7)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang
dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

e. Uji Babinsky-Weil (Gb. 8)

Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke


depan dan lima langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk
bintang.

perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita akan


cenderung jatuh.

4. PEMERIKSAAN KHUSUS OTO-NEUROLOGI1,4,7

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral


atau perifer.

 Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike (Gb. 9)
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri.

35
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis
horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini
dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang
dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes
diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral, tidak ada periode laten,
nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang
reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing

36
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut
(normal 90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.

c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif.

 FUNGSI PENDENGARAN
a. Tes Garpu Tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan
tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada

37
tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan
schwabach memendek.

b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test,
SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain
meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah,
pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan
ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor,
gangguan cara berjalan)

2.11 Terapi

2.11.1 Prinsip umum terapi Vertigo

 Medikasi

Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat


terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan
simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat
dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan :

Antihistamin

Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin yang
dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin.
Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas antikholinergik di
susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya dengan
kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi
(mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping ini memberikan dampak yang
positif.

- Betahistin

Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di telinga
dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah
gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.

38
 Betahistin Mesylate

Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.

 Betahistin di Hcl (Betaserc)

Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi dalam


beberapa dosis.

- Dimenhidrinat

Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg – 50 mg
(1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.

- Difhenhidramin Hcl

Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) –
50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan parenteral. Efek
samping mengantuk.

Antagonis Kalsium

Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium


Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan
obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak
terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain
seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan
dalam mengatasi vertigo belum diketahui.

- Cinnarizine

Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons


terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali
sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa
cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.

39
Fenotiazine

Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun tidak
semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine
(Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun
kurang berkhasiat terhadap vertigo.

- Promethazine

Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo. Lama aktivitas
obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg – 25 mg (1 draze), 4 kali
sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping
yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping ekstrapiramidal
lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine lainnya.

- Khlorpromazine

Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut. Obat ini
dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Dosis
yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah
sedasi (mengantuk).

Obat Simpatomimetik

Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat


simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.

- Efedrin

Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari. Khasiat
obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek
samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah – gugup.

40
Obat Penenang Minor

Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang diderita
yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut kering dan penglihatan
menjadi kabur.

- Lorazepam

Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg

- Diazepam

Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

Obat Anti Kholinergik

Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem


vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.

- Skopolamin

Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan mempunyai
khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.

 Terapi fisik

Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan


keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita yang kemampuan
adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan
lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual atau
proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik
vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan.

41
Terapi Fisik Brand-Darrof

Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor
semisirkularis.

Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, lalu tutup kedua
mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian
duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain,
tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang (lima
kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi. Latihan lain
yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular, berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah
kiri dan kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat, kemudian diikuti
dengan gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin lama
makin cepat. Terapi kausal tergantung pada penyebab yang ditemukan.

2.11.2 Terapi Spesifik

1. BPPV

Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi obat-obatan. Vertigo dapat membaik
dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan memindahkan deposit kalsium yang bebas
ke belakang vestibule,. Manuver ini meliputi reposisi kanalit berupa maneuver epley,
modifikasi maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi
kanalit utnuk mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis semisirkularis,

42
2. Vestibular neuronitis dan Labirynthis

Terapi focus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang mensipresi


vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular. Kompensasi vestibular terjasi lebih
cepat dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali sehari latihan vestibular sesegera
mungkin setelah vertigo berkurang dengan obat-obatan.

3. Meniere disease

Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet rendah garam dan
diuretic seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang efektif dalam mengobati ketulian
dan tinnitus.

Pada kasus yang jarang intervensi bedah seperti dekompresi dengan shunt
endolimfatik atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika penyakit ini resisten terhadap
pengobatan diuretic dan diet.

4. Iskemik Vascular

Terap TIA dan stroke meliputi mencegah terjadinya ulangan kejadian melalui control
tekanan darah, menurunkan level kolesterol, mengurangi merokok, menginhibisi fungsi
platelet (misalnya aspirin, clopidogrel) dan terkadang antikoagulasi (warfarin).

Vertigo akut yang disebabkan oleh stroke pada batang otak atau cerebellum diobati
dengan obat-oabat yang mensupresi vestibular dan meminimalisrir pergerakan kepala pada
hari pertama. Sesegera mungkin jika keluhan dapat ditoleransi obat-obatan harus di
tapper off dan latihan rehabilitasi vestibular harus segera dimulai.

Penempatan stent vertebrobasilar diperlukan pada pasien dengan stenosis arteri


vertebralis dan refrakter terhadap penaganan medis.

Perdarahan pada cerebellum dan batang otak member risiko kompresi sehingga
diperlukan dekompresi mellau neurosurgery.

43
BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis vertigo dibuat atas dasar keluhan pasien merupakan keluhan pusing
berputar yang kemudian dilanjutkan dengan anamnesa dan pemeriksaan berikutnya.
Vertigo yang dialami pasien merupakan vertigo perifer karena keluhan muncul secara
tiba-tiba, dipengaruhi oleh posisi, terdapat mual muntah, terdapat tinitus, tetapi pasien
masih dapat jalan dan beraktivitas. Etiologi dari vertigo yang dialami pasien adalah
Meniere diseases karena dari gejala yang dialami pasien sudah mucul ketiga triasnya
yaitu vertigo, tinitus dan SNHL. Adanya keluhan dan gangguan pendengaran inilah
yang kemudian dapat menyingkirkan kecenderungan vertigo yang dialami pasien
dikarenakan oleh BPPV.
Mual muntah yang dirasakan pasien dapat disebabkan oleh gangguan motion
sickness karena pusing berputar yang dirasakan pasien. Akan tetapi, hal ini dapat juga
menimbulkan kecurigaan terhadap neuritis vestibularis, yaitu keluhan vertigo yang
disertai dengan mual muntah yang biasanya didahului oleh suatu infeksi virus pada
sistem pernapasan atas. Pada pasien tidak terdapat gejala batuk atau pilek. Pasien juga
memiliki gejala telinga berdengung, sedangkan vestibular neuritis tidak terdapat
gangguan pendengaran. Pasien juga masih dapat berjalan dengan baik, pada neuritis
vestibuler pasien cenderung tidak dapat berjalan dengan baik.
Kecenderungan terhadap Meniere diseases didapatkan dari pemeriksaan-
pemeriksaan yang dilakukan. Dari anamnesis, pasien mengaku saat merasa pusing, baik
dirinya maupun lingkungan sekitarnya terasa berputar, keluhannya ini timbul saat
pasien bangun dari tempat tidur. Menurut pasien, keluhannya ini berlangsung selama
kurang lebih 1 jam. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa berdengung pada telinga
kanannya. Pasien tidak dapat mengingat dengan pasti kapan keluhan ini muncul, tetapi
menurutnya keluhan ini bersifat hilang timbul dengan durasi yang tidak menentu setiap
harinya, dari keluhan ini dapat kita ketahui bahwa gangguan pendengaran pasien ini
bersifat progressive. Menurut pasien, dengungan yang dirasakan berada dibelakang
kepala dan menjalar ke telinga kanan dengan suara seperti raungan harimau dimana
suara tersebut masuk dalam kategri tinnitus dengan nada rendah.

44
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan umum dan neurologic.
Pemeriksaan fisik umum memberikan hasil dalam batas normal. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan terdiri dari pemeriksaan motorik, reflex fisiologis dan patologis, serta
pemeriksaan nervus cranialis, rangsang meningeal, dan pemeriksaan keseimbangan.
Pada pemeriksaan fisik motoric dan reflex fisiologis, didapatkan kekuatan otot serta
reflex yang normal, serta tidak didapatkan adanya reflex patologis. Pada pemeriksaan
fisik keseimbangan didapatkan hasil pasien hampir terjatuh saat menutup mata saat
pemeriksaan romberg. Pasien berjalan sempoyongan saat menutup mata pada saat
pemeriksaan tendem walking dan tidak terdapat nistagmus saat dilakukan dix-halpike
maneuver. Hal ini memperkuat pernyataan bahwa vertigo yang dialami pasien adalah
vertigo perifer. Pasien juga tidak mengalami perubahan posisi saat melakukan tes
unterberger dan babibski-wail. Pasien dapat melakukan pemeriksan tes tunjuk hidung
(Finger to Finger, Finger to nose), tes lutut tumit (heel to knee to toe), serta
disdiadokokinesis dengan baik.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa citicolin, ondansentron, Ranitidine,
ketorolac, ericaf, betahistin dan flunarizin. Citicoline adalah cytidine diphosphocholine,
CDP-choline merupakan nutrisi baru dengan spektrum yang luas dari manfaat untuk
kondisi yang berhubungan dengan gejala disfungsi neurologis. Citicoline menyediakan
otak untuk sumber cholin dan cytidine, yang efisien digunakan dalam siklus
Kennedy untuk menghasilkan fosfolipid yang mengarah kepada perbaikan dan
regenerasi akson dan sinapsis. Betahistine merupakan golongan antihistaminik yang
digunakan sebagai obat anti-vertigo, dosis yang biasa digunakan adalah 3 x 6-12 mg
per hari. Sedangkan flunarizine merupakan derivat cinnarizine yang memiliki efek
antihistamin dan penghambat ion kalsium yang bekerja secara selektif. Flunarizin
diabsorpsi baik di usus, dan mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 2-4 jam
setelah pemberian oral. Pada kasus ini pasien diberikan pengobatan pada
tanggal 9/10/17 dengan pemberian ericaf 2 x 1 sebagai pereda serangan migren akut
namun penggunaannya harus pada dosis yang sesuai karena dapat menyebabkan efek
samping mual, muntah dan GI serta ganguan otot.
Ondansetron adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati
mual dan muntah. Mual dan muntah disebabkan oleh senyawa alami tubuh yang
bernama serotonin. Serotonin akan bereaksi terhadap reseptor 5HT3 yang berada di usus
kecil dan otak, dan membuat kita merasa mual. Ondansetron akan menghambat
serotonin bereaksi pada receptor 5HT3 sehingga membuat kita tidak mual dan berhenti

45
muntah. Ranitidine pada pasien diberikan untuk proteksi lambung sehingga tidak terjadi
iritasi lambung. Dosis yang biasa digunakan adalah 3-4 x 50 mg per hari dengan
injeksi. Sedangkan ketorolac diberikan sebagai antinyeri karena diindikasikan untuk
penatalaksanaan jangka pendek (2 hari atau kurang) terhadap nyeri akut derajat sedang.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care,

BJMP 2010;3(4):a351

2. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular

migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338

3. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family

Physician January 15, 2006. Volume 73, Number 2

4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008

5. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2011. Diunduh

tanggal 8 April 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/794789-

clinical#a0217

6. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that

Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254 (1732): 19-23.

7. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and

Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6

8. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign Paroxysmal

Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing. December:2006

9. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family

Physician March 15,2005:71:6.

10. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with

Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)

11. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 10 September 2009.

Diunduh tanggal 8 April 2011. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104

47

Anda mungkin juga menyukai