PENDAHULUAN
Jumlah kasus Kematian Ibu di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2015
sebanyak 619 kasus (111,16 per 100.000 kelahiran hidup), mengalami penurunan
dibandingkan jumlah kasus kematian ibu tahun 2014 yang mencapai 711 kasus
(126,55 per 100.000 kelahiran hidup), untuk penurunan AKI dari tahun 2014
sampai tahun 2015 sebanyak 92 kasus. Penyebab Kematian ibu Di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2015 yaitu perdarahan sebanyak 21,14%, hipertensi sebanyak
26,34%, infeksi sebanyak 2,76%, gangguan sistem peredaran darah sebanyak
9,27%, dan lain-lain sebanyak 40,49% (Dinkes Jateng, 2015:16).
1
Berdasarkan Data kasus kegawatdaruratan Di rumah sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang pada tahun 2016 yaitu kasus oligohidramnion
sebanyak 20 kasus, polihidramnion sebanyak 1 kasus, anemia sebanyak 15
kasus, Mola sebanyak 5 kasus, Abortus sebanyak 190 kasus, Preeklamsia
sebanyak 58 kasus, CPD (Cephalo Pelvic Disporpotion) sebanyak 49 kasus,
Ketuban Pecah dini (KPD) sebanyak 80 kasus, Solusio plasenta sebanyak 3
kasus, Sunsang sebanyak 5 kasus, Perdarahan sebanyak 2 kasus, Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET) sebanyak 6 kasus, sedangkan kasus pada bulan
januari sampai juni 2017 yaitu KET sebanyak 1 kasus, Mola sebanyak 2
kasus, Abortus 94 kasus, preeklamsia sebanyak 28 kasus, CPD sebanyak 23
kasus, Oligohidramnion sebanyak 5 kasus, perdarahan sebanyak 1 kasus,
sunsang sebanyak 1 kasus, dan KPD sebanyak 35 kasus. Insiden kasus
oligohidramnion terbanyak dirumah sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang pada Primigravida dan sebanyak 30% diakhiri persalinan spontan
dengan vacum dan 70% diakhiri dengan operasi caesar (RS Roemani
muhammadiyah semarang).
Kasus kegawatdaruratan maternal dan noenatal salah satunya
oligohidramnion. Oligohidramnion merupakan suatu keadaan dimana air
ketuban kurang dari normal yaitu 500 ml yang mempunyai resiko terjadinya
gawat janin maupun infeksi (Marmi, dkk,2011:111).
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Gambar 1. Oligohidraminion
3
Merupakan lapisan reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan
mucus. Mempunyai kemampuan bergeser dan meregang. Merupakan
lapisan “stress absorber” yang terdiri kolagen tipe III. Walaupun
lapisan amnion lebih tipis dbanding lapisan korion, lapisan tersebut
lebih elastis.
8. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang
berasal dari mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag
yang sering terlibat dalam proses penipisan selaput ketuban.
9. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung
kolagen interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama
dengan membran basal merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh.
10. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan
fibroblast kompleks dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan
epithelial dengan jaringan selaput ketuban lainnya. Didapatkan sel
Hofbauer. Sangat kaya serabut kolagen tipe III dan IV.
11. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban.
Terdiri dari selapis sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari
sel ini ditutupi oleh mikrovili. Antar sel dihubungkan dengan
desmosom. Embriologis berasal dari ektoderm. Pada lapisan ini
disekresi kolagen tipe III, IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin,
nidogen, fibronektin) yang membentuk membran basal
4
5
2.1.2 Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal yaitu kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan
oligohidramnion bila pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan AFI
(Amnion Fluid Index) 5 cm atau kurang.5 Sedangkan menurut Norwitz (2001)
mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan ultrasonografi
diketahui total volume cairan amnion <300 mL, hilangnya kantong vertikel
tunggal yang berukuran 2 cm, atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau <5th
persentil sesuai usia kehamilan.2
Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena
VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah
AFI yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil
cukup bulan).
2.1.3 Etiologi
Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas
wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab
5
6
oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.
Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami
cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin
yang diproduksi janin berkurang.
6
7
1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
7
8
7. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.
2.1.5 PATOFISIOLOGI
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion .
Namun, karena cairan ketuban terutama adalah urine janin di paruh kedua
kehamilan , tidak adanya produksi urin janin atau penyumbatan pada saluran
kemih janin dapat juga menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan
cairan amnion , yang terjadi secara fisiologis , juga mengurangi jumlah cairan.1
Pada insufisiensi plasenta dapat terjadi hipoksia janin. Hipoksia janin yng
berlangsung kronis akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu
dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin
berkurang, dan terjadilah oligohidramnion.
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan
dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter
dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan
gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban
yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru
lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
8
9
9
10
PATWAY
Oligohidramnion
Indikasi SC
Ansietas
10
11
11
12
Amnionic fluid index (AFI) diukur pertama dengan membagi uterus menjadi
empat kuadran dengan menggunakan linea nigra sebagai divisi kanan dan kiri,
umbilikus untuk kuadran atas dan bawah. Diameter maksimum vertikal kantong
amnion di setiap kuadran yang tidak mengandung tali pusat atau ekstremitas
janin diukur dalam sentimeter; jumlah pengukuran ini adalah AFI. Sebuah AFI
normal adalah 5,1-25 cm, dengan oligohidramnion didefinisikan sebagai kurang
dari 5,0 cm dan polihidramnion karena lebih dari 25 cm.8
Moderate 5.1-
Oligohydramnion 8.0
12
13
Normal 8.1-
24.0
Polyhydramnion >24
13
14
14
15
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
15
16
d. Eliminasi
1) Enuresisi, enkopresis.
2) Infeksi saluran kemih yang berulang
3) Perubahan tonus sfingter.
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
Diagnosa 3 : Ansietas
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan 1. Jelaskan pada pasien 1. Pasien dapat memahami
intervensi ...x24 jam tentang proses penyakit. penyakit yang dialaminya.
diharapkan takut 2. Orientasikan klien dan 2. Membantu klien dan
pasien berkurang atau pasangan pada lingkungan orang terdekat merasa
teratasi, dengan persalinan. mudah dan lebih nyaman
kriteria hasil: pada sekitar mereka.
Memiliki 3. Anjurkan penggunaan 3. Memungkinkan klien
informasi untuk teknik relaksasi. mendapatka keuntungan
mengurangi takut maksimum dari periode
Menggunakan istirrahat, mencegah
teknik relaksasi kelelahan otot dan
Mempertahankan memperbaiki aliran darah
hubungan sosial uterus
dan fungsi peran 4. Anjurkan pengungkapan 4. Dapat membantu
24
25
25
26
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc (Manuaba, 2007). Indeks cairan amnion 5 cm
atau kurang dari 12% dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu
atau lebih. (Dexa Media no.3 tahun 2007)
Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena
VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah
AFI yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil
cukup bulan).
4.2 saran
Perawat lebih banyak menghabiskan waktu nya bersama pasien yang
mengalami nyeri dibandingkan tenaga professional perawatan kesehatan
lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan
nyeri dan efeknya yang membahayakan .peran pemberi perawatan primer
adalah untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab pnemonia dan
meresepkan obat – obatan untuk mengurangi penyakit akibat bakteri.perawat
tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga professional kesehatan lainnya tetapi
juga memberikan intervensi tentang cara mencegah penyakitnya.
26
27
DAFTAR PUSTAKA
Wikojosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Ke2 Cetakan Ke4. Jakarta:
YBB- SP.
( ) ( )
27
28
28