Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2015 Angka
Kematian Ibu (AKI) di dunia khususnya bagian ASEAN yaitu 923 per 100.000
kelahiran hidup. Loas yaitu 197 per 100.000 kelahiran hidup, Myanmar yaitu 178
per 100.000 kelahiran hidup, Kamboja yaitu 161 per 100.000 kelahiran hidup,
Indonesia yaitu 126 per 100.000 kelahiran hidup, Pilipina yaitu 114 per 100.000
kelahiran hidup, Vietnam yaitu 54 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia yaitu 40
per 100.000 kelahiran hidup, Brunei yaitu 23 per 100.000 kelahiran hidup,
Thailand yaitu 20 per 100.000 kelahiran hidup, Singapura yaitu 10 per 100.000
kelahiran hidup (WHO, 2015).
AKI (Angka Kematian Ibu) merupakan salah satu indikator yang peka terhadap
kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Menunjukkan


AKI yang sangat signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup. AKI kembali menunjukan penurunan menjadi 305 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Diskes RI, 2016:104).

Jumlah kasus Kematian Ibu di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2015
sebanyak 619 kasus (111,16 per 100.000 kelahiran hidup), mengalami penurunan
dibandingkan jumlah kasus kematian ibu tahun 2014 yang mencapai 711 kasus
(126,55 per 100.000 kelahiran hidup), untuk penurunan AKI dari tahun 2014
sampai tahun 2015 sebanyak 92 kasus. Penyebab Kematian ibu Di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2015 yaitu perdarahan sebanyak 21,14%, hipertensi sebanyak
26,34%, infeksi sebanyak 2,76%, gangguan sistem peredaran darah sebanyak
9,27%, dan lain-lain sebanyak 40,49% (Dinkes Jateng, 2015:16).

Kegawatdaruratan merupakan kejadian tidak terduga yang memerlukan


tindakan segera. Kegawatdaruratan dapat terjadi baik pada penanganan
obstetrik maupun neonatal. Penatalaksanaan kegawatdaruratan meliputi
pengenalan segera kondisi gawatdarurat, stabilisasi keadaan penderita,
pemberian oksigen, infus, terapi cairan, transfusi darah dan pemberian
medikamentosa maupun upaya rujukan lanjutan (Maryunani dan Puspita,
2013:1).

1
Berdasarkan Data kasus kegawatdaruratan Di rumah sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang pada tahun 2016 yaitu kasus oligohidramnion
sebanyak 20 kasus, polihidramnion sebanyak 1 kasus, anemia sebanyak 15
kasus, Mola sebanyak 5 kasus, Abortus sebanyak 190 kasus, Preeklamsia
sebanyak 58 kasus, CPD (Cephalo Pelvic Disporpotion) sebanyak 49 kasus,
Ketuban Pecah dini (KPD) sebanyak 80 kasus, Solusio plasenta sebanyak 3
kasus, Sunsang sebanyak 5 kasus, Perdarahan sebanyak 2 kasus, Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET) sebanyak 6 kasus, sedangkan kasus pada bulan
januari sampai juni 2017 yaitu KET sebanyak 1 kasus, Mola sebanyak 2
kasus, Abortus 94 kasus, preeklamsia sebanyak 28 kasus, CPD sebanyak 23
kasus, Oligohidramnion sebanyak 5 kasus, perdarahan sebanyak 1 kasus,
sunsang sebanyak 1 kasus, dan KPD sebanyak 35 kasus. Insiden kasus
oligohidramnion terbanyak dirumah sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang pada Primigravida dan sebanyak 30% diakhiri persalinan spontan
dengan vacum dan 70% diakhiri dengan operasi caesar (RS Roemani
muhammadiyah semarang).
Kasus kegawatdaruratan maternal dan noenatal salah satunya
oligohidramnion. Oligohidramnion merupakan suatu keadaan dimana air
ketuban kurang dari normal yaitu 500 ml yang mempunyai resiko terjadinya
gawat janin maupun infeksi (Marmi, dkk,2011:111).

Penyebab terbanyak oligohidramnion adalah idiopatik 42%. Kedua


terbanyak didapatkan pada kelompok dengan hipertensi dalam kehamilan
35%. Adanya hubungan peningkatan seksio sesarea pada oligohidramnion
dengan NST non-reaktif 36%. Penyebab terbanyak seksio sesarea adalah
gawat janin (39,62%) Lumentut A dan H. M. M. Tendean

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalahnya yaitu:
1) Mengetahui definisi tentang oligohidramnion ?
2) Mengetahui anatomi fisiologi oligohidramnion ?
3) Mengetahui etiologi oligohidramnion ?
4) Mengetahui patofisiologi oligohidramnion ?
5) Mengetahui Pemeriksaan fisik oligohidramnion ?
6) Mengetahui pemeriksaan penunjang oligohidramnion ?
7) Mengetahui penatalaksanaan oligohidramnion ?
8) Mengetahui asuhan keperawatan oligohidramnion ?

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dasar


2.1.1 Anatomi

Gambar 1. Oligohidraminion

Secara mikroskopis, selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis lapis


yang didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel. Jaringan-
jaringan penyangga terdiri dari substrat matriks ekstraseluler kolagen dan non
kolagen, seperti fibronectin, integrin, febrilin, laminin dan proteoglican.
Dibawah ini digambarkan struktur selaput ketuban yang membentuk kantong
kehamilan, yaitu:
1. Lapisan khorion, merupakan lapisan yang terluar berhubungan langsung
dengan jaringan desidua maternal. Berfungsi sebagai kerangka dari
selaput. Terdiri 4 lapisan :
2. Lapisan Trophoblas. Lapisan ini melekat dengan lapisan sel desidua
maternal, terdiri dari 2–10 sel tropoblas dan akan mengalami penipisan
sesuai dengan usia kehamilan.
3. Lapisan Pseudobasement membrane.Lapisan tipis jaringan retikulin
yang berada antara trophoblas dengan lapisan reticular.
4. Lapisan Reticular. Lapisan jaringan retikulin ini merupakan bagian
utama dari membrane khorion yang terdiri dari sel-sel fibroblast dan sel
Hofbauer yang bertugas dalam proses transport metabolit aktif dan
sebagai makrofag.
5. Lapisan Celular. Merupakan lapisan paling dalam dari membran
khorion, berbatasan dan melekat langsung dengan lapisan amnion.
6. Lapisan amnion, merupakan lapisan bagian dalam selaput ketuban serta
paling elastis dibandingkan Lapisan khorion.
7. Spongy layer. Lapisan yang berbatasan langsung dengan khorion.

3
Merupakan lapisan reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan
mucus. Mempunyai kemampuan bergeser dan meregang. Merupakan
lapisan “stress absorber” yang terdiri kolagen tipe III. Walaupun
lapisan amnion lebih tipis dbanding lapisan korion, lapisan tersebut
lebih elastis.
8. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang
berasal dari mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag
yang sering terlibat dalam proses penipisan selaput ketuban.
9. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung
kolagen interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama
dengan membran basal merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh.
10. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan
fibroblast kompleks dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan
epithelial dengan jaringan selaput ketuban lainnya. Didapatkan sel
Hofbauer. Sangat kaya serabut kolagen tipe III dan IV.
11. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban.
Terdiri dari selapis sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari
sel ini ditutupi oleh mikrovili. Antar sel dihubungkan dengan
desmosom. Embriologis berasal dari ektoderm. Pada lapisan ini
disekresi kolagen tipe III, IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin,
nidogen, fibronektin) yang membentuk membran basal

4
5

2.1.2 Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal yaitu kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan
oligohidramnion bila pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan AFI
(Amnion Fluid Index) 5 cm atau kurang.5 Sedangkan menurut Norwitz (2001)
mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan ultrasonografi
diketahui total volume cairan amnion <300 mL, hilangnya kantong vertikel
tunggal yang berukuran 2 cm, atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau <5th
persentil sesuai usia kehamilan.2

Volume cairan amnion5

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari


normal, yaitu kurang dari 500 cc (Manuaba, 2007). Indeks cairan amnion 5 cm
atau kurang dari 12% dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu
atau lebih. (Dexa Media no.3 tahun 2007)

Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena
VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah
AFI yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil
cukup bulan).

2.1.3 Etiologi
Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas
wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab

5
6

oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.
Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami
cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin
yang diproduksi janin berkurang.

Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan


oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada
plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan
darah tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme
inhibitor (mis captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan
oligohydramnion parah dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit
tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu
dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan
bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka
lalui adalah aman selama kehamilan mereka.
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Namun,
oligohidramnion bisa terjadi karena peningkatan absorpsi/kehilangan cairan
(seperti pada: ketuban pecah dini) dan penurunan produksi dari cairan amnion
(seperti pada : kelainan ginjal kongenital, ACE inhibitor, obstruksi uretra,
insufisiensi uteroplasenta, infeksi kongenital, NSAIDs). Sejumlah faktor
predisposisi telah dikaitkan dengan berkurangnya cairan amnionik , dan
lainnya

Beberapa keadaan yang berhubungan dengan oligohidramnion, antaranya:

1. Pada janin : kelainan kromosom, hambatan pertumbuhan, kematian,


kehamilan postterm.

2. Pada placenta : solusio plasenta

3. Pada ibu : hipertensi, preeklamsi, diabetes dalam kehamilan

4. Pengaruh obat : NSAIDs, ACE inhibitor

6
7

Keadaan yang berkaitan dengan Oligohidramnion4

2.1.4 Tanda dan gejala


Tanda dan gejala klinis oligohidramnion adalah, pada saat inspeksi uterus
terlihat lebih kecil dan tidak sesuai dengan usia kehamilan yang seharusnya.
Ibu yang sebelumnya pernah hamil dan normal, akan mengeluhkan adanya
penurunan gerakan janin. Saat dilakukan palpasi abdomen, uterus akan teraba
lebih kecil dari ukuran normal dan bagian-bagian janin mudah diraba.
Presentasi bokong dapat terjadi. Pemeriksaan auskultasi normal, denyut
jantung janin sudah terdengar lebih dini dan lebih jelas, ibu merasa nyeri di
perut pada setiap gerakan anak, persalinan lebih lama dari biasanya, sewaktu
his/mules akan terasa sakit sekali, bila ketuban pecah, air ketuban akan sedikit
sekali bahkan tidak ada yang keluar.

1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.

2. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

3. Sering berakhir dengan partus prematurus.

4. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan


terdengar lebih jelas.

7
8

5. Persalinan lebih lama dari biasanya.

6. Sewaktu his akan sakit sekali.

7. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.

2.1.5 PATOFISIOLOGI
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion .
Namun, karena cairan ketuban terutama adalah urine janin di paruh kedua
kehamilan , tidak adanya produksi urin janin atau penyumbatan pada saluran
kemih janin dapat juga menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan
cairan amnion , yang terjadi secara fisiologis , juga mengurangi jumlah cairan.1

Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan


selaput. Pada perokok dan saat terjadi infeksi terjadi perlemahan pada
ketahanan selaput hingga pecah. Pada kehamilan normal hanya ada sedikit
makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke dalam cairan amnion
sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normal tidak ada IL-1B,
tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini berkaitan dengan
terjadinya infeksi.

Pada insufisiensi plasenta dapat terjadi hipoksia janin. Hipoksia janin yng
berlangsung kronis akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu
dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin
berkurang, dan terjadilah oligohidramnion.
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan
dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter
dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan
gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban
yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru
lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion

8
9

menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan


dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter).
Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh
menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi
abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal
ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal
bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal
gagal berfungsi.

Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air


kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari
sindroma Potter.

9
10

PATWAY

Oligohidramnion

Air ketuban <500cc

Bayi susah untuk Air ketuban terlalu Bayi tidak memiliki


bergerak sedikit bantalan terhadap dinding
rahim

Indikasi SC

Ansietas

Nyeri akut pada Resiko cidera


ibu (pergerakan (pada bayi)
bayi)

10
11

2.1.6 Pemeriksaan Fisik


Aktifitas / istirahat
Kemampuan untuk mengikuti aktivitas hidup yang diperlukan/diinginkan
(kerja dan kesenangan) dan untuk dapat tidur/istirahat.
Sirkulasi
Kemampuan untuk mentranspor oksigen dan nutrien yang perlu untuk
memenuhi kebutuhan seluler.
Integritas Ego
Kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan keterampilan dan
perilaku untuk mengintegrasikan dan mengatur pengalaman hidup.
Eliminasi
Kemampuan untuk mengeluarkan produk sisa.
Makanan/Cairan
Kemampuan untuk mempertahankan masukan dan penggunakan nutrien
dan cairan untuk memenuhi kebutuhan fisiologi.
Hygiene
Kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Neurosensori
Kemampuan untuk menerima, menggabungkan, dan berespon terhadap
isyarat internal dan eksternal.
Nyeri/Ketidaknyamanan
Kemampuan untuk mengontrol lingkungan internal/eksternal untuk
mempertahankan kenyamanan.
Pernapasan
Kemampuan untuk memberikan dan menggunakan oksigen untuk
memenuhi kebutuhan fisiologi.
Keamanan
Kemampuan untuk memberikan lingkungan yang meningkatkan
pertumbuhan, aman.
Seksualitas

11
12

Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan/karakteristik peran pria atau peran


wanita.
Interaksi Sosial
Kemampuan untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan.
Belajar/Mengajar
Kemampuan untuk menghubungkan dan menggunakan informasi untuk
mencapai gaya hidup yang sehat/kesejahteraan optimal.

2.1.6.1 pemeriksaan penunjang


Wanita hamil yang dicurigai mengalami oligohidramnion, harus dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan jumlah cairan amnion, dan
memastikan diagnosis oligohidramnion.5 Oligohidramnion dapat dicurigai bila
terdapat kantong amnion yang kurang dari 2x2 cm, atau indeks cairan pada 4
kuadran kurang dari 5 cm. setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi
pada postterm oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila
bercampur mekonium.3

Amnionic fluid index (AFI) diukur pertama dengan membagi uterus menjadi
empat kuadran dengan menggunakan linea nigra sebagai divisi kanan dan kiri,
umbilikus untuk kuadran atas dan bawah. Diameter maksimum vertikal kantong
amnion di setiap kuadran yang tidak mengandung tali pusat atau ekstremitas
janin diukur dalam sentimeter; jumlah pengukuran ini adalah AFI. Sebuah AFI
normal adalah 5,1-25 cm, dengan oligohidramnion didefinisikan sebagai kurang
dari 5,0 cm dan polihidramnion karena lebih dari 25 cm.8

Kategori Diagnostik Amnionic Fluid Index (AFI)

Volume Cairan Amnion Nilai AFI (cm)


Severe Oligohydramnion ≤5

Moderate 5.1-
Oligohydramnion 8.0

12
13

Normal 8.1-
24.0
Polyhydramnion >24

Penilaian jumlah cairan amnion melalui pemeriksaan ultrasonografi dapat


dilakukan dengan cara subjektif ataupun semikuantitatif.3

2.2 penatalaksanaan medis


Pertimbangkan untuk hospitalisasi pada kasus yang didiagnosa setelah usia
kehamilan 26-33 minggu. Jika fetus tidak memiliki anomali, persalinan
sebaiknya dilakukan.1 Ibu disarankan untuk tirah baring dan hidrasi guna
meningkatkan produksi cairan ketuban dengan meningkatkan ruang
intravaskular ibu . Studi menunjukkan bahwa dengan minum 2 liter air , dapat
meningkatkan AFI sebesar 30 % .1 Jika anomali janin tidak dianggap
mematikan atau penyebab oligohidramnion tidak diketahui, amnioinfusion
profilaktik dengan normal salin, ringer laktat, atau glukosa 5% dapat dilakukan
untuk mencegah deformitas kompresi dan penyakit paru hipoplastik, dan juga
untuk memperpanjang usia kehamilan.5

Amnioinfusion adalah pemberian infuse normal salin 0,9% ke dalam uterus


selama persalinan untuk menghindari kompresi pada tali pusat atau untuk
melarutkan mekonium yang bercampur dengan cairan amnion. Studi
menunjukkan bahwa normal salin tidak akan mempengaruhi keseimbangan
elektrolit fetus. Pada kehamilan preterm direkomendasikan menggunakan
cairan hangat, sedangkan untuk kehamilan aterm dianjurkan cairan pada suhu
ruangan. Aminoinfusion dilakukan dengan menggunakan intrauterine pressure
catheter (IUPC). Prosedur melakukannya yakni .

1. Menghubungkan kantong cairan infuse ke IV tubing

2. Flush tubing, untuk menghindari masuknya udara ke dalam uterus

13
14

3. Menjelaskan kepada pasien bahwa prosedur infuse tidak akan


menyakitkan. Insersi IUPC mungkin akan tidak nyaman

4. Menyiapkan sarung tangan steril, lubrikan, IUPC, dan kabel

5. Atur IUPC pada tekanan nol atmosfer

6. Setelah IUPC dimasukkan, nilai tonus uterus saat pasien istirahat


pada sisi kiri, kanan, dan punggung, lalu rekam.

7. Pasang IV tubing pada AMNIO port di IUPC.

8. Bolus dengan 250-600 ml, 250 ml akan menghasilkan 6cm kantung


cairan amnion;

9. Gunakan infuse pump setelah bolus, maintenance cairan 150-180ml


per jam, yang paling sering digunakan adalah 180 ml per jam.

Interpretasinya dikatakan hasilnya positif jika didapati penurunan


keparahan deselerasi, mekonium berkurang viskositasnya dan warnanya lebih
cerah. Sedangkan dikatakan negatif jika terjadi peningkatan tonus uterus saat
istirahat dan tidak ada peningkatan pada pola DJJ. Kontraindikasi dari
amnioinfusion seperti plasenta previa, korioamnionitis, fetal anomali,
malpresentasi janin, impending delivery, kehamilan multipel, kelainan uterus,
serviks yang tidak berdilatasi, perdarahan pada trimester III yang tidak
terdiagnosa. Adapun komplikasi dari tindakan ini yaitu hidramnion, prolaps
tali pusat, tekanan intra uterus yang tinggi, abruptio plasenta, infeksi uterus,
maternal chilling (karena cairan terlalu dingin), fetal bradikardi (karena cairan
terlalu dingin), fetal takikardi (karena cairan terlalu panas).

14
15

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Menurut Doenges et.al (2012) pengkajian pada klien yang mengalami
oligohidramnion antara lain :
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien dengan
menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.
a. Biodata Klien
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena
biasanya laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat
kecelakaan bermotor, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor
medrek dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.
b. Aktivitas atau istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau tidur
berlebihan, mimpi burukm, berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing,
keletihan.
c. Integritas Ego
1) Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/meminta ampun karena
tindakannya terhadap orang tua.
2) Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan seksual yang selamat).
3) Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau tidak
berdaya.
4) Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanisme
pertahanan yang paling dominan/menonjol).
5) Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap
menunduk, takut (terutama jika ada pelaku).

15
16

6) Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja, perubahan


finansial, pola hidup, perselisihan dalam pernikahan).
7) Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada orang lain.

d. Eliminasi
1) Enuresisi, enkopresis.
2) Infeksi saluran kemih yang berulang
3) Perubahan tonus sfingter.

e. Makan dan minum : Muntah sering, perubahan selera makan (anoreksia),


makan berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan memperoleh berat
badan yang sesuai.
f. Higiene
1) Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca
(penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan.
2) Mandi berlebihan/ansietas (penganiayaan seksual), penampilan
kotor/tidak terpelihara.
g. Neurosensori
1) Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat amuk
atau pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia.
2) Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia, lap[oran adanya
pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan
konsentrasi/membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin sangat
waspada, cemas dan depresi.
3) Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
4) Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk, ketrampilan
koping terbatas, kurang empati terhadap orang lain.
5) Membantung. Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain : gelisah
(korban selamat).

16
17

6) Manifestasi psikiatrik (misal : fenomena disosiatif meliputi kepribadian


ganda (penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (koeban
inses dewasa).
7) Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa tanda-tanda cedera
eksternal.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual. Berbagai keluhan somatik
(misalnya nyeri perut, nyeri panggul kronis, spastik kolon, sakit kepala).
h. Keamanan
1) Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran air panas,
rokok) ada bagian botak di kepala, laserasi, perdarahan yang tidak wajar,
ruam/gatal di area genital, fisura anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan
parut, perubahan tonus sfingter.
2) Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera internal.
3) Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam aktivitas
dengan risiko tinggi.
4) Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang dapat
menghindari bahaya di dalam rumah.
i. Seksualitas
1) Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual, meliputi masturbasi
kompulsif, permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan
mengulang atau melakukan kembali pengalaman inses. Kecurigaan yang
berlebihan tentang seks, secara seksual menganiaya anak lain.
2) Perdarahan vagina , laserasi himen linier, bagian mukosa berlendir.
3) Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada
anak).
j. Interaksi sosial
Merikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal kurang
responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan kritik,
penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri. Pencapaian
restasi dis ekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun

17
18

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa 1 : Nyeri akut
2.1.1 Definisi :
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
2.1.2 Batasan karakteristik
 Perubahan selera makan
 Perubahan tekanan darah
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan frekuensi pernafasan
 Perilaku distraksi
 Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis)
 Sikap melindungi area nyeri
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
 Dilatasi pupil
 Gangguan tidur
 Melaporkan nyeri secara verbal
2.1.3 Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab cedera ; biologis, kimia, fisik dan psikologis
Diagnosa 2 : Resiko cedera
2.1.4 Definisi :
Dalam risiko cedera sebagai hasil dari interaksi kondisi lingkungan
dengan respon adaptif indifidu dan sumber pertahanan.
2.1.5 Faktor Resiko
Eksternal
 Mode transpor atau cara perpindahan

18
19

 Manusia atau penyedia pelayanan kesehatan (contoh : agen


nosokomial)
 Pola kepegawaian : kognitif, afektif, dan faktor psikomotor
 Fisik (contoh : rancangan struktur dan arahan masyarakat,
bangunan dan atau perlengkapan)
 Nutrisi (contoh : vitamin dan tipe makanan)
 Biologikal (contoh : tingkat imunisasi dalam masyarakat,
mikroorganisme)
 Kimia (polutan, racun, obat, agen farmasi, alkohol, kafein
nikotin, bahan pengawet, kosmetik, celupan (zat warna kain))
Internal
 Psikolgik (orientasi afektif)
 Mal nutrisi
 Bentuk darah abnormal, contoh : leukositosis/leukopenia,
perubahan faktor pembekuan, trombositopeni, sickle cell,
thalassemia, penurunan Hb, Imun-autoimum tidak berfungsi.
 Biokimia, fungsi regulasi (contoh : tidak berfungsinya sensoris)
 Disfugsi gabungan
 Disfungsi efektor
 Hipoksia jaringan
 Perkembangan usia (fisiologik, psikososial)
 Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh, berhubungan dengan
mobilitas)
Diagnosa 3 : Ansietas
2.1.6 Definisi :
Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau ketakutan
yang disertai respon autonom (sumner tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu); perasaan keprihatinan disebabkan dari
antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini merupakan peringatan adanya

19
20

ancaman yang akan datang dan memungkinkan individu untuk


mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan.
2.1.7 Batasan karakteristik
Perilaku
 Agitasi
 Gelisah
 Gerakan ekstra
 Insomnia
 Kontak mata yang buruk
 Tampak waspada
Afektif
 Berfokus pada diri sendiri
 Distres
 Gelisah
 Gugup
 Ketakutan
Fisiologis
 Gemetar
 Peningkatan keringat
 Tremor
 Wajah tegang
2.1.8 Faktor Yang Berhubungan
 Faktor yang berHubungan keluarga/hereditas
 Transmisi dan penularan interpersonal
 Krisis situasi dan maturasi
 Stress
 Penyalahgunaan zat
 Ancaman kematian
 Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran,
lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi

20
21

 Ancaman terhadap konsep diri


 Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang
esensial
 Kebutuhan yang tidak terpenuhi

3.2.1 Nursing care planning

Diagnosa 1 : Nyeri akut


NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan Pain management Pain management:
intervensi ...x jam 1. Kaji secara komprehensip 1. Untuk mengetahui tingkat
diharapkan nyeri yang terhadap nyeri termasuk nyeri pasien.
dirasakan klien lokasi, karakteristik,
berkurang dengan durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil : intensitas nyeri dan faktor
Pain control presipitasi. .
 Klien melaporkan 2. Observasi reaksi 2. Untuk mengetahui tingkat
nyeri berkurang ketidaknyaman secara ketidaknyamanan
 Klien dapat nonverbal. dirasakan oleh pasien.
mengenal lamanya 3. Gunakan strategi 3. Untuk mengalihkan
(onset) nyeri komunikasi terapeutik perhatian pasien dari rasa
 Klien dapat untuk mengungkapkan nyeri.
menggambarkan pengalaman nyeri dan
faktor penyebab penerimaan klien terhadap

 Klien dapat respon nyeri.

menggunakan 4. Tentukan pengaruh 4. Untuk mengetahui apakah

teknik non pengalaman nyeri nyeri yang dirasakan klien

farmakologis terhadap kualitas hidup( berpengaruh terhadap

 Klien napsu makan, tidur, yang lainnya.

menggunakan aktivitas,mood, hubungan


sosial).

21
22

analgesik sesuai 5. Tentukan faktor yang 5. Untuk mengurangi factor


instruksi dapat memperburuk nyeri. yang dapat memperburuk
nyeri yang dirasakan
klien.
6. Berikan informasi tentang 6. Pemberian “health
nyeri termasuk penyebab education” dapat
nyeri, berapa lama nyeri mengurangi tingkat
akan hilang, antisipasi kecemasan dan membantu
terhadap ketidaknyamanan klien dalam membentuk
dari prosedur. mekanisme koping
terhadap rasa nyeri.
7. Control lingkungan yang 7. Untuk mengurangi tingkat
dapat mempengaruhi ketidaknyamanan yang
respon ketidaknyamanan dirasakan klien.
klien( suhu ruangan,
cahaya dan suara).
8. Hilangkan faktor 8. Agar nyeri yang dirasakan
presipitasi yang dapat klien tidak bertambah.
meningkatkan pengalaman
nyeri klien( ketakutan,
kurang pengetahuan).
9. Ajarkan cara penggunaan
terapi non farmakologi 9. Agar klien mampu
(distraksi, guide menggunakan teknik
imagery,relaksasi). nonfarmakologi dalam
memanagement nyeri
10. Kolaborasi pemberian yang dirasakan.
analgesic 10. Pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri
pasien

22
23

Diagnosa 2: resiko cidera


NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan 1. Lakukan tes nitrazin. 1. Memeriksa pecah ketuban
intervensi ...x jam 2. Kaji kondisi ibu yang yang menunjukkan
diharapkan resiko dapat dikontraindikasikan peningkatan resiko inseksi
Cedera Pada janin pada terapi steroid. serta mempengaruhu
tidak terjadi. dengan 3. Kaji DJJ; catat adanya pilihan intervensi dan
kriteria hasil : aktifitas uterus atau waktu kelahiran.
 Mempertahankan dilatasi serviks. 2. Pada hipertensi karena
kehamilan sampai 4. Tekankan perlunya kehamilan dan
kelangsungan perawatan tindak lanjut karioamnionitis, terapi
hidup janin bila pulang tanpa steroid dapat
tercapai. kelahiran. memperberat hipertensi
dan menutupi tanda
infeksi. Steroid dapat
meningkatkan kadar
glukosa darah pada klien
dengan diabetes.
3. Tokolitik dapat
meningkatkan DJJ.
Kelahiran dapat sangat
cepat dengan bayi kecil
jika kontraksi uterus tetap
tidak berespon terhadap
tokolitik, atau jika
perubahan serviks
kontinu.
4. Bila janin tidak dilahirkan
dalam tujuh hari
pemberian steroid, dosis
harus diulang.

23
24

Diagnosa 3 : Ansietas
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan 1. Jelaskan pada pasien 1. Pasien dapat memahami
intervensi ...x24 jam tentang proses penyakit. penyakit yang dialaminya.
diharapkan takut 2. Orientasikan klien dan 2. Membantu klien dan
pasien berkurang atau pasangan pada lingkungan orang terdekat merasa
teratasi, dengan persalinan. mudah dan lebih nyaman
kriteria hasil: pada sekitar mereka.
 Memiliki 3. Anjurkan penggunaan 3. Memungkinkan klien
informasi untuk teknik relaksasi. mendapatka keuntungan
mengurangi takut maksimum dari periode
 Menggunakan istirrahat, mencegah
teknik relaksasi kelelahan otot dan
 Mempertahankan memperbaiki aliran darah
hubungan sosial uterus
dan fungsi peran 4. Anjurkan pengungkapan 4. Dapat membantu

 Mengontrol rasa rasa takuk dan menurunkan ansietas dan

respon takut masalah. merangsang identifikasi


perilaku koping.
5. Berikan sedatif bila 5. Memberikan efek
tindakan lain tidak menenangkan.
berhasil.

24
25

3.1 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik, tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu, rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien ( Nursalam, 2011 ).
Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung
jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat dalam standar praktik
keperawatan yaitu :
1. Independe
2. Interdependen
3. Dependen

3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan dan untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan
dengan mengadakan hubungan dengan klien.

25
26

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc (Manuaba, 2007). Indeks cairan amnion 5 cm
atau kurang dari 12% dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu
atau lebih. (Dexa Media no.3 tahun 2007)

Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena
VAK tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah
AFI yang kurang dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil
cukup bulan).
4.2 saran
Perawat lebih banyak menghabiskan waktu nya bersama pasien yang
mengalami nyeri dibandingkan tenaga professional perawatan kesehatan
lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan
nyeri dan efeknya yang membahayakan .peran pemberi perawatan primer
adalah untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab pnemonia dan
meresepkan obat – obatan untuk mengurangi penyakit akibat bakteri.perawat
tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga professional kesehatan lainnya tetapi
juga memberikan intervensi tentang cara mencegah penyakitnya.

26
27

DAFTAR PUSTAKA

Nanda NIC- NOC . (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid II. Jakarta: EGC.

Manuaba. (2008). Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Prawirohardjo, Sarwono. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta; Tridasa Printer

Rustam, mochtar. (2005) . Sinopsis Obstetri; obstetri fisiologi, obstetri patologi.


Jakarta: EGC.

Wikojosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Ke2 Cetakan Ke4. Jakarta:
YBB- SP.

Praseptor akademik praseptor klinik

( ) ( )

27
28

28

Anda mungkin juga menyukai