Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan angka kematian ibu (AKI) tidak terlepas dari tingginya

angka kehamilan yang tidak diinginkan yaitu mencapai 16,8% yang berkaitan

dengan tingginya angka aborsi. Aborsi di sisi lain masih banyak ditemukan

kehamilan yang tidak ideal (terlalu banyak, terlalu muda, terlalu tua dan

terlalu dekat jarak kelahiran), yang sangat membahayakan bagi kesehatan ibu.

Program Keluarga Berencana (KB) sejak tahun 1970-an telah menekan angka

kelahiran per wanita usia subur (Total Fertility Rate/TFR) sebesar 50% dari

sekitar 5,6 anak menjadi sekitar 2,2 anak per wanita usia subur saat ini. Selain

itu program KB juga berperan besar untuk mencapai pengurangan AKI

melalui perencanaan keluarga dengan mengatur kehamilan yang aman, sehat

dan diinginkan (Budijanto, 2013).

Millenium Development Goals (MGDs) 2015 target 5b (Akses

Universal terhadap Kesehatan Reproduksi), mengenai wanita menikah usia

15-49 yang menggunakan alat KB, tingkat kelahiran usia muda (per 1000

perempuan usia 15-19), setidaknya satu kali atau empat kali berkunjung ke

fasilitas kesehatan dan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (Stalker, 2008).

Dalam MGDs tersebut terdapat tiga indikator tambahan yang berkaitan

dengan Keluarga Berencana (KB). Tiga indikator tersebut adalah Age

Specific Fertility Rate (ASFR), Contraceptive Prevalence Rate (CPR), dan

unmet need. Diharapkan tiga indikator tersebut akan memberikan kontribusi

1
2

dalam upaya peningkatan kesehatan ibu (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2013).

Keluarga Berencana (KB) digunakan sebagai salah satu cara untuk

menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu

dan anak. Program KB memiliki makna yang strategis, komprehensif dan

fundamental dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan sejahtera.

UU no 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah

upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang

sehat, dan keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak

dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi,

perlindungan, bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga

berkualitas. Pengaturan kehamilan dan program KB dilakukan dengan

menggunakan alat kontrasepsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2013).

Kontrasepsi menjadi suatu upaya KB untuk mencegah terjadinya

kehamilan. Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel

sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi

di dinding rahim. Dalam kontrasepsi terdapat beberapa metode, adapun

metode dalam kontrasepsi tersebut tidak ada satupun yang efektif secara

menyeluruh. Meskipun begitu, beberapa metode dapat lebih efektif

dibandingkan metode lainnya (Nugroho & Utama, 2014).


3

Efektifitas metode kontrasepsi yang digunakan bergantung pada

kesesuaian pengguna dengan instruksi. Perbedaan keberhasilan juga

tergantung pada tipikal penggunaan (yang terkadang tidak konsisten) dan

penggunaan sempurna yang mengikuti semua instruksi dengan benar dan

tepat (Nugroho & Utama, 2014). Seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan, saat ini telah tersedia berbagai macam metode-metode

pengendalian kesuburan, namun tidak ada satu pun metode kontrasepsi yang

benar-benar aman dan efektif. Hal ini disebabkan masing-masing metode

kontrasepsi mempunyai kesesuaian dan kecocokan yang berbeda dari setiap

individu (BKKBN, 2012).

Penelitian yang dilakukan Dwi, A (2012) di BP/RB Amalia Bantul

dengan judul “Pengaruh Konseling Terhadap Rencana Pemilihan Metode

Kontrasepsi Efektif Terpilih Pada Ibu Hamil Trimester III ”. Besarnya sampel

penelitian berjumlah 30 responden (15 ibu hamil sebagai kelompok

eksperimen dan 15 ibu hamil sebagai kelompok kontrol) dengan

menggunakan metode penelitian eksperimen dan desain static group

comparison. Di dalam penelitian ini, didapatkan hasil ada pengaruh

pemberian konseling terhadap pemilihan metode kontrasepsi efektif terpilih

pada ibu hamil trimester III di BPRB Amalia Bantul dengan nilai p kurang

dari 0,050.

Perbedaan efektifitas antara penggunaan tipikal dan penggunaan

sempurna menjadi sangat bervariasi antara suatu metode kontrasepsi dengan

metode kontrasepsi yang lain. Seseorang cenderung menggunakan suatu


4

metode kontrasepsi secara tepat ketika semakin terbiasa dengan metode

kontrasepsi tersebut. Hasilnya, perbedaan efektifitas antara penggunaan yang

tipikal dengan penggunaan sempurna semakin berkurang seiring dengan

berjalannya waktu (Nugroho & Utama, 2014).

Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi serta pelayanan kesehatan

seksual diselenggarakan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif yang dilaksanakan secara menyeluruh terpadu dan

berkesinambungan. Kegiatan pelayanan yang diberikan bisa berupa

konsultasi kesehatan. Konsultasi kesehatan yang diberikan berupa pemberian

komunikasi, informasi, dan edukasi melalui ceramah tanya jawab, kelompok

diskusi terarah, dan diskusi interaktif dengan menggunakan sarana dan media

komunikasi, informasi dan edukasi (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).

Menurut Kementerian kesehatan Republik Indonesia (2018), Data

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional tahun 2018 terdapat

844.310 PUS (Pasangan usia Subur). Jumlah peserta KB baru yaitu 119.951

(14,21%) dan jumlah peserta KB aktif 641.553 (75,99%). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Mulyani, H (2018) tentang pengaruh

konseling kontrasepsi terhadap minat pemilihan MKJP IUD di Puskesmas

Gamping I Sleman didapatkan hasil bahwa konseling yang diberikan pada

responden dapat meningkatkan minat pemilihan MKJP IUD. Hasil penelitian

ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Basri (2009) dan

Ruslinawati (2014) yang menyebutkan bahwa pemberian konseling dapat

meningkatkan pengetahuan ibu. Perubahan peningkatan minat pemilihan


5

MKJP IUD tersebut dapat terjadi karena pemberian konseling dengan baik

dan penyampaian informasi secara jelas dan benar.

B. Rumusan Masalah

Banyak perempuan mengalami kesulitan di dalam menentukan pilihan

jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang

tersedia, tetapi juga oleh karena ketidaktahuan mereka tentang jenis-jenis

kontrasepsi dan kontrasepsi apa yang lebih efektif. Pusat data dan informasi,

kementerian kesehatan RI dalam buletin jendela data & informasi kesehatan

mengatakan bahwa suntik dan pil adalah cara KB modern yang paling

diketahui oleh masyarakat di semua golongan usia, termasuk pada usia risiko

tinggi di atas 35 tahun sedangkan untuk kontrasepsi lainnya yang bahkan

lebih efektif kurang diketahui diakibatkan karena kurangnya pengetahuan dan

rendahnya pendidikan masyarakat, oleh karena itu konseling merupakan

bagian integral yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana.

Dalam melakukan pemilihan alat kontrasepsi, akseptor sering kali

tidak melalui proses konseling, sehingga pemilihan yang dilakukan bukan

didasari oleh pengetahuan dan kesesuaian kebutuhan (menunda kehamilan,

mengatur usia anak atau mengakhiri masa reproduksi). Kurangnya konseling

menyebabkan akseptor tidak mengetahui konsekuensi dari penggunaan alat

kontrasepsi yang dipilih, misalnnya efek samping pada akseptor.

Interaksi atau konseling yang berkualitas antara klien dan provider

(tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi
6

keberhasilan program keluarga berencana (KB). Konseling sendiri memiliki 2

metode yang berbeda yaitu konseling yang difokuskan untuk individu dan

juga kelompok. Untuk tempat konseling juga dibagi menjadi 2 tempat ada

Klinik dan ada juga Non Klinik. Untuk keefektifan metode konseling itu

sendiri tergantung dengan responden yang menerimanya.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Beberapa Metode Konseling Terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi

Efektif di Puskesmas Sukakarya Kota Sabang”.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Gambaran Beberapa Metode Konseling Terhadap

Pemilihan Alat Kontrasepsi Efektif di Puskesmas Sukakarya Kota Sabang.

D. Manfaat Penelitian

1. Pengembangan ilmu pengetahuan

Dapat menjadi bahan informasi terkait dengan metode kontrasepsi

sehingga dapat menjadi acuan bagi para tim medis untuk memberikan

pendidikan kesehatan dan konseling kepada masyarakat sehingga

masyarakat mampu dan mau ikut serta dalam kegiatan KB dan mampu

memilih jenis KB yang tepat.

2. Pemecahan masalah-masalah praktik kesehatan di lapangan


7

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan evidence base practice

dalam menyelesaikan masalah-masalah praktik keperawatan khususnya

tentang metode konseling efektif dalam pemilihan kontrasepsi.

3. Perkembangan metodelogi kesehatan

Dapat menjadi bahan referensi pendukung untuk melakukan

penelitian tentang KB serta dapat menjadi bahan pertimbangan untuk

mengembangkan penelitian lanjutan yang lebih spesifik tentang kualitas

pelayanan konseling KB yang diberikan oleh Konselor di Puskesmas atau

Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai