Anda di halaman 1dari 105

Kejang dan Status Epileptikus

Dr. Alifiani Hikmah Putranti, Sp.A(K)


PENDAHULUAN

◼ Kejang merupakan petunjuk adanya gangguan fungsi sel


sel saraf
◼ Status epileptikus merupakan kegawatan neurologi
◼ Insidensi 10-60 per 100.000 per tahun
◼ Dapat menimbulkan kelainan neurologi yang permanen
◼ Morbiditas dan mortalitas tergantung pada penyakit yang
mendasari pengelolaannya serta lamanya status
epileptikus
◼ Angka mortalitasnya 20%
KEJANG
◼ Kejang (konvulsi):
 kontraksi otot yang bersifat involunter dan
berulang
◼ Status Epileptikus:
 keadaan epileptik yang berlangsung lebih dari
30 menit atau lebih dan menyebabkan berbagai
gejala klinik
◼ Status Konvulsivus:
 kejang > 30 menit atau kejang berulang dimana
di antara dua serangan kejang tidak ada
pemulihan kesadaran
4
Klasifikasi Status Epileptikus
◼ Umum
Konvulsif status epileptikus
( tonik-klonik, tonik, klonik dan mioklonik )
Non konvulsif status epileptikus
( absans ).
◼ Partial
Sederhana
Komplek
Gangguan membran Gangguan Gangguan
sel keseimbangan ion pompa Na - K

Depolarisasi

Potensial aksi

Pelepasan neurotransmiter
di ujung akson

Reseptor GABA & As.glutamat


di pre sinap

Eksitasi > Inhibisi

Depolarisasi post sinap KEJANG


6
Patofisiologi kejang
KEJANG

Kardiovaskuler Respirasi Metabolisme


( 30 menit )
Hipertensi
Takikardi Suplai O2 ↓ Konsumsi O2 ↑
Glukosa uptake ↑
Kardiak output ↑
Hipoksia
ATP ↓
CBF ↑
( 30 – 60 menit )

- Autoregulasi rusak Asam laktat ↑ TIK ↑


- Hipotensi Edema serebri Hipertermi
- CPP ↓ Glutamat ekstra sel ↑ Kejang
- CBF ↓ Sintesa makromolekul, lipid ↓ Radikal bebas

8 Sel mati
Tipe Kejang

Anak Tonik
Klonik
Tonik – klonik
Mioklonik
Neonatus Subtle
Klonik fokal / multi fokal
Tonik
Mioklonik
9
Etiologi Kejang
Tetanus KD Simpleks
Non Cerebral Keracunan
(selama kejang
botulismus Ekstrakranial
sadar)

Infeksi KD Kompleks
Intrakranial
Gg.metabolik
KEJANG
Gg.elektrolit
Akut Gg.kardiovaskuler
sesaat Keganasan
Malformasi
Cerebral Keracunan bahan toksik
(selama kejang Withdrawl obat
tak sadar)
Epilepsi :
- umum / general
Kronik
- partial
berulang
10 - tak terklasifikasi
Manifestasi klinis Status epileptikus
1. Pre status
fase sebelum status ditandai dengan meningkatnya
jumlah kejang
2. Early status (30 menit pertama)
kejang berlangsung terus menerus.Ditemukan
gangguan metabolik yang merupakan mekanisme
kompensasi.
3. Established status ( 30-60 menit )
kejang yang berlangsung selama 30-60 menit terjadi
kegagalan mekanisme homeostatik sehingga timbul
perubahan fungsi vital tubuh
4. Refractorystatus, kejang berlangsung lebih dari 1 jam,
menetap dan sult diobati

5 Subtle status muncul jika serangan berlangsung selama


berjam-jam.
Pengelolaan
◼ Tujuan:
1. mengakhiri kejang sesegera mungkin
2. mempertahankan oksigenasi otak yang adekuat
3. mencegah kejang berulang
4. cari dan obati faktor penyebab
5. koreksi kelainan elektrolit dan metabolik
6. cegah komplikasi sistemik
7. obati penyebab status epileptikus

13
Prinsip memotong kejang

◼ 1. Memakai 2 panduan obat yang bersifat


◼ Short acting : memotong kejang
◼ Long acting : pengobatan rumat agar
kejang tidak berulang
◼ 2. Obat diberikan secara intra vena/ rectal
◼ 3. Monitor efek samping obat
◼ 4. EEG monitor
Catatan
◼ Dalam mengatasi kejang tidak ada keseragaman/ada
beberapa perbedaan dari masing-masing
ahli.Tergantung juga pada ketersediaan obat di
masing masing RS.
Refrakter Status Epileptikus

Midazolam 0.2 mg/kg IV bolus, dilanjutkan dengan 0.02-0.4 mg/kg/jam, atau


Propofol 1-3 mg/kg bolus, infus 2-10 mg/kg/jam, atau
Pentobarbital 5-15 mg/kg bolus, infus 0.5-5 mg/kg/jam

Catatan:
Diazepam rektal: 5 mg untuk BB<12 kg, 10 mg untuk BB >12 kg.
Midazolam bukal:
2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
5 mg (usia 1 – 5 tahun
7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
10 mg (usia ≥ 10 tahun)
Midazolam tapp off: bila kejang (-) 24 jam, dan stop bila kejang 48 (-).
Keterangan:

◼ Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam


spuit, kecepatan 2 mg/menit.
 Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu
dihabiskan.
◼ Midazolam buccal:
 midazolam sediaan IV/IM, menggunakan spuit 1 cc teteskan
pada buccal kanan, selama 1 menit.
 Dosis midazolam buccal berdasarkan kelompok usia;
◼ 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
◼ 5 mg (usia 1 – 5 tahun
◼ 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
◼ 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
ALUR PENGELOLAAN KEJANG PADA NEONATUS

Phenobarbital 20mg/kgbb IM/IV


Kejang Periksa GDS, elektrolit
Kejang berhenti 30 mnt
Phenobarbital 10mg/kgbb IV
Kejang
Kejang berhenti 30 mnt
Phenobarbital 10 mg/kgBB IV

Phenobarbital 3-5 Kejang


mg/kgBB/hr im/po
Phenitoin 15-20mg/kgbb IV

Kejang berhenti
Kejang
Pindah NICU
Phenitoin 3-4 mg/kg BB /hr IV

Midazolam 0, 2 mg/kgBB IV
IDAI (UKK perinatologi) ,
Bk panduan manajemen masalah BBLuntuk
dokter,bidan, perawat RS Midazolam 0,1 -0,4 mg/kgBB /jam IV
Volpe JJ19
Neurology of the NewBorn 2008
Pilihan obat anti kejang pada
neonatus

▪ Terapi Standart
1. Lini pertama : Phenobarbital
2. Lini kedua : Phenitoin
3. Lini ketiga : Midazolam

▪ Jika ada indikasi


▪ Glukosa, Calsium Glukonas, Piridoksin ( Vit B6)

Riviello JJ , neuroview 2004


Volpe JJ,Neurology of the newborn,2008

20
PENGELOLAAN STATUS EPILEPTIKUS
stage Tindakan Terapi
premonitory Nilai fungsi kardiorespirasi Diazepam iv,pr
Bebaskan jalan nafas Midazolam Iv,im
Beri oksigen
Early SE Pasang monitor Diazepam iv
Atasi asidosis Lorazepam iv
Pindah PICU Phenitoin iv
Establised Tentukan etiologi Phenobarbitone iv,drip
Identifikasi & atasi komplikasi Phenitoin iv,drip
Vasopressor bila diperlukan Diazepam drip
Midazolam drip
Refractory EEG monitor General anestesi
Monitor kejang dan fungsi otak
Monitor tekanan intra kranial
OBAT-OBAT ANTI EPILEPTIK
Nama obat Rute Dosis Efek simpang

Diazepam Iv 0,2 -0,3 mg/kg Depresi pernafasan


Drip 5mg/kg/hr (kontroversi) dan hipotensi
pr 0,5-0,75mg/kg

Lorazepam iv 0,05-0,2 mg/kg Depresi pernafasan


dan hipotensi

Midazolam Im 0,1-0,5 mg/kg Depresi pernafasan


dan hipotensi
Iv 0,1-0,5 mg/kg
drip 2 mcg/kg/menit

Phenobarbital Iv 20-30 mg/kg Depresi pernafasan


dan hipotensi
Drip 10-15mg/kg/24jam

Phenytoin iv 10 -18 mg/kg Iritasi,plebitis


PROGNOSIS

◼ Kejang lebih dari 20 menit akan mengakibatkan


kerusakan sel otak.
◼ Angka kematian akibat kejang yang berlangsung lebih
dari 30 menit 0.35%. Kejang yang berlangsung lebih dari
1 jam mortalitasnya meningkat menjadi 10%. Angka
kematian akibat status konvulsivus pada anak dibawah 1
tahun 25%
◼ Pada penderita yang sembuh 20% mempunyai defisit
neurologis berupa kelumpuhan, gerakan ekstra
piramidal,retardasi mental,gangguan bicaradll
Trauma Kepala pada
Anak
Divisi Neurologi
Ilmu Kesehatan Anak
FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi
Pendahuluan

 Trauma kepala merupakan salah satu penyebab tersering


anak dibawa ke dokter atau unit gawat darurat.
 Sebagian kecil yang mengalami trauma kepala mengalami
cedera pada otak → dapat menyebabkan kematian atau
gangguan fungsi kognitif dan motorik yang menetap.
 Penyebab tersering adalah jatuh dan kecelakaan lalu lintas.
 Sekitar 75-80% trauma kepala hanya merupakan benturan
ringan
- 30% akibat kecelakaan
- 10% darinya berakibat fatal
Definisi

 Trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung


maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik temporer maupun permanen

GedeitR. PediatrRev 2001;22:118-24.


Patofisiologi
 Kranium merupakan kerangkan kaku yang berisi tiga
komponen yaitu otak, cairan darah dan CSS
 Tentorium serebri yang kaku memisahkan otak (serebrum)
kiri dan kanan, serta memisahkan serebrum dan serebelum

 Getaran otak
 Deformasi tulang tengkorak
 Pergeseran otak
Schutzman SA, Schunk JE.2012. Pediatric Head Injury. Pediatrics in Review, vol 33 no 9, pp
398-414
GedeitR. PediatrRev 2001;22:118-24.
SchutzmanSA, SchunkJE. Pediatin Rev. 2012:33(9); 398-411.
Skull fracture

SchutzmanSA, SchunkJE. Pediatin Rev. 2012:33(9); 398-411.


Klasifikasi

 Trauma kepala dibagi berdasarkan skor pada Skala


Koma Glasgow Pediatrik.
 Skor 13-15 digolongkan sebagai trauma kepala ringan,
 skor 9-12 sebagai trauma kepala sedang dan
 skor 3-8 sebagai trauma kepala berat.

 Makin rendah skor pada Skala Koma Glasgow


menunjukkan makin beratnya cedera otak dan makin
buruknya prognosis.
PERDOSSI. KonsensusNasionalPenangananTrauma KapitisdanTrauma Spinal. 2006
 Trauma kepala pada anak juga dibagi berdasarkan umur,
yaitu :
 Anak usia kurang dari atau sama dengan 2 tahun dan
 anak usia lebih dari 2 tahun.

 Pembagian ini perlu karena trauma pada anak usia 2 tahun


atau kurang mempunyai karakteristik:
 a) pemeriksaan klinis lebih sulit,
 b) kerusakan intrakranial umumnya asimtomatik,
 c) sering terjadi keretakan tulang kepala akibat trauma kepala
ringan,
 d) sering terjadi kerusakan otak.

Schutzman SA, Bernes Patrick, et al 2001.Evaluation and Management of Children Younger Than Two Years Old
With Apparantly Minor Head Trauma : Proposed Guidelines Pediatrics, Vol 107, pp 883-890
Manifestasi Klinis

 Pada kulit kepala sering terjadi laserasi dan juga


perdarahan akibat robeknya kulit kepala

 Subgaleal hematom, sedangkan perdarahan dibawah


periosteum akan menyebabkan sefal hematom

 Fraktur tulang kepala, biasanya berbentuk linear yang


terjadi  90% dari kasus, jika lokasinya di temporal,
dapat merobek a.meningea media

 Fraktur tulang basis kepala, insiden 6-14% terbanyak


pada anak yang kebentur belakang kepalanay
Guideline close head injury.AAP.PEDIATRICS Vol.104. No.6. December 1999. p 1407-15
Manifestasi klinis
 Intrakranial
Benturan pada organ intrakranial dapat berupa :
✓ Perdarahan subdural
✓ Perdarahan epidural
✓ Perdarahan subarachnoid
✓ Perdarahan intraventrikuler
✓ Perdarahan intra parenkimal
✓ Komosio / kontusio serebri
✓ Diffuse axonal injury
Guideline close head injury.AAP.PEDIATRICS Vol.104. No.6. December 1999. p 1407-15
Objektif yang diharapkan
seorang Dokter

 Initial assesment

 Diagnosis

➢ Anamnesis

➢ Pemeriksaan fisik dan neurologi

 Mampu mengiterprestasi klinis untuk menentukan


tatalaksana
Survei Primer/
Initial Assesment
 Pada semua kasus trauma kepala pada anak, lakukan terlebih
dahulu survei primer dengan prinsip berikut:
A. Penilaian terhadap jalan nafas dan imobilisasi pada trauma leher.
B. Penilaian jalan nafas, pemberian oksigen apabila dibutuhkan.
C. Penilaian sirkulasi, pemasangan jalur intravena dan resusitasi
cairan apabila dibutuhkan.
D. Penilaian derajat kesadaran anak menggunakan Skala Koma
Glasgow Pediatrik.
E. Penilaian kadar glukosa darah.

 Evaluasi diagnosis dilakukan secara simultan atau segera setelah


survei primer untuk menentukan tatalaksana pada pasien.
Diagnosis
Anamnesis
 Tanyakan secara rinci mekanisme trauma pada anak,
seperti:
 ketinggian jatuh,
 apakah kepala membentur sesuatu.
 Jika kecelakaan lalu lintas tanyakan mekanisme kecelakaan,
 apakah anak memakai helm pelindung,
 apakah anak terlempar,
 posisi jatuh, terbentur atau tidak.
 Bagian tubuh mana yang mengalami trauma, apakah terdapat
trauma multipel.
 Apakah anak menangis setelah trauma, apakah terdapat
penurunan kesadaran, berapa lama terjadi penurunan
kesadaran.
 Adakah kehilangan ingatan (amnesia), sampai berapa lama
penderita tidak dapat mengingat kejadian.
 Apakah ada sakit kepala, muntah-muntah, kejang,
perdarahan/keluar cairan dari hidung, telinga atau mulut.
 Adakah benjolan kepala setelah jatuh, adakah tanda tulang yang
retak.
 Apakah terdapat patah tulang leher, bahu maupun ekstremitas.
 Apakah sudah terdapat gangguan neurologis sebelum trauma.
 Apakah terdapat gangguan perdarahan.
 Apakah terdapat penyalahgunaan obat atau alkohol (pada anak
remaja)
 Pada bayi dan anak, jika terdapat inkonsistensi antara riwayat
traumadengan kondisi anak pikirkan kemungkinan child abuse.
Pemeriksaan Fisik dan
Neurologis
 Nilai kesadaran anak dengan Skala Koma Glasgow
Pediatrik.

 Pemeriksaan fisik (terutama kepala dan leher) :


 Kepala : hematoma, laserasi, penumpukan cairan,
depresi tulang
 Fraktur tengkorak : adakah otorea, hemotimpanum,
rinorea, raccoon eyes, battle sign
 Leher : adakah deformitas, kekakuan atau nyeri
 Jejas trauma di bagian tubuh lain : dada, abdomen dan
ekstremitas
 Status mental : sadar penuh, orientasi, confusion/bingung,
gaduh-gelisah, tidak responsif
 • Saraf kranial :
 Refleks pupil (N.II, N.III), Doll’s eye response
(N.III,N.IV,N.VI), respons okulomotor kalorik
(N.III,N.IV,N.VI,N.VIII), refleks kornea dan seringai wajah
(N.V, N.VII), refleks muntah (N.IX,N.X)

 • Pemeriksaan sensorimotor
 Asimetri, gerakan (spontan/menuruti perintah), tonus otot,
koordinasi (jika memungkinkan), reaksi terhadap nyeri
(menarik/withdrawl, deserebrasi, dekortikasi, tidak ada
respons)

 • Pemeriksaan refleks fisiologis, patologis, klonus.


Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan darah tepi lengkap

 Pemeriksaan protein S 100 B (bila tersedia fasilitas


pemeriksaan), bertujuan untuk menilai adakah indikasi
pemeriksaan CT-scan dan untuk menentukan
prognosis.

 Pemeriksaan CT scan kepala (lihat algoritme)


 Keterangan*
 Risiko terjadi cedera otak traumatik

 Keterangan**
 Untuk kondisi di atas dapat dipertimbangkan langsung
melakukan CT scan kepala atau observasi terlebih dahulu
tergantung dari :
 1 Apakah hanya satu atau lebih dari kondisi-kondisi di atas
yang ditemukan.
 2 Saat diobservasi di ruang emerjensi nampak perburukan
(perubahan kesadaran, sakit kepala, muntah).
 3 Pengalaman dokter yang merawat.
 4 Permintaan orang tua.
 5 Usia kurang dari tiga bulan
 Keterangan***
 Observasi
 Untuk semua anak, apabila diputuskan akan
diobservasi terlebih dahulu, dapat dipilih untuk
diobservasi di rumah (rawat jalan) atau di rumah sakit,
tergantung apakah dokter yakin bahwa orang tua
cukup kompeten untuk mengobservasi anak di rumah.
 • Lama observasi minimal adalah 24 jam.
 • Perhatikan apakah ada gejala/tanda gangguan
intrakranial. Apabila ditemukan harus segera konsultasi
dengan spesialis yang sesuai, CT scan kepala segera dan
rujuk ke pusat kesehatan dengan fasilitas bedah syaraf.
 Dalam praktek sehari-hari trauma kepala ringan
adalah yang terbanyak.

 Berikut ini adalah algoritme evaluasi trauma kepala


ringan pada anak
Tata Laksana

 Apabila terdapat kondisi di bawah ini, maka harus


diberikan tatalaksana sesuai dengan kondisi masing-
masing secara lebih spesifik pada pusat layanan
kesehatan yang sesuai:
 • Ada trauma multipel.
 • Dicurigai atau diketahui adanya trauma servikal.
 • Adanya gangguan neurologis sebelumnya.
 • Adanya diatesis hemoragik.
 • Trauma kepala yang disengaja.
 • Adanya kendala bahasa antara pasien/orang tua
dengan dokter
 • Penyalahgunaan obat atau alkohol.
 Apabila tidak ada kondisi di atas, nilai apakah
penderita:
 • Terdapat kelainan pada tulang tengkorak.
 • Terdapat kelainan pada pemeriksaan mata.
 • Terdapat kelainan pada pemeriksaan neurologis

 Apabila ditemukan harus segera dilakukan konsultasi


dengan spesialis yang sesuai, →
 pemeriksaan CT scan kepala segera dan rujuk ke pusat
kesehatan dengan fasilitas bedah syaraf.
 Selanjutnya pertimbangan melakukan CT scan atau
observasi terlebih dahulu dapat dilihat dari algoritma di
atas.
Medikamentosa
 Dapat diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri
 Tatalaksana peningkatan tekanan intrakranial dan kejang (jika ada
kejang)
 Bila terdapat peningkatan tekanan intrakranial → diberikan obat
penurun tekanan intrakranial seperti Manitol 20% 0,5-1 gram/kg
tiap 8 jam atau NaCl 3% dengan dosis inisial 2-6 ml/kgBB
dilanjutkan dengan infus kontinyu 0.1-1 ml.kgBB/jam dengan
monitoring tekanan intrakranial. NaCl 3% dapat juga diberikan
dengan dosis inisial 5 ml/kgBB dilanjutkan dengan dosis 2
ml/kgBB tiap 6 jam. Pemantauan kadar elektrolit dan diuresis
diperlukan jika pasien diberikan cairan hipertonis. Hindari /
seminimal mungkin tindakan invasif dan hal-hal yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
 • Lakukan pemantauan klinis yang ketat selama 12-48 jam.
 • Tatalaksana demam.
Prognosis

 Sakit kepala pusing, kelelahan, lekas marahkesulitan


konsentrasi dan melakukan tugas-tugas mental,
gangguan memori insomnia, toleransi kurang terhadap
stress, kegembiraan emosional, atau alkohol

 Perubahan kognitif, afektif dan perilaku terjadi selama


pasca trauma subakut dan kronis

 Konstelasi fisik persisten, kognitif, gejala emosional


dan tidur
Nasehat untuk Orang Tua

 Orang tua sering menanyakan apa yang perlu diperhatikan


jika anaknya mengalami trauma kepala, berikut ini
beberapa tips yang dapat diberikan:
 Trauma kepala ringan tanpa penurunan kesadaran dapat
dirawat di rumah.
 Tirah baring selama 3 hari.
 Selama observasi di rumah sebaiknya anak tidak minum
obat anti muntah, karena dapat menutupi gejala perburukan
yaitu muntah. Analgetik diberikan jika perlu.
 Pengawasan dilakukan dengan memeriksa anak tiap 2-3 jam
sampai 72 jam setelah trauma.
 Anak segera di bawa ke rumah sakit apabila selama
observasi didapatkan:
 -- Anak tampak tidur terus atau tidak sadar.
 -- Anak menjadi gelisah, bingung atau delirium.
 -- Kejang pada wajah atau ekstremitas.
 -- Anak mengeluh sakit kepala yang menetap dan
bertambah berat, atau adanya tanda kekakuan di leher.
 -- Muntah yang menetap terutama di pagi hari.
 -- Keluar cairan/darah dari lubang telinga atau hidung.
 -- Ubun-ubun besar yang membonjol.
 -- Terdapat gangguan gerak ekstremitas.
60

PENINGKATAN TEKANAN
INTRA KRANIAL
TUN PAKSI SAREHARTO
Definisi
61

 Tekanan Intra Kranial (TIK)


 Normal : 0-10 mmHg atau 0-136 mmH2O.
 Bayi N: 3,0-7,5 mmHg (40-100 mmH2O).
 Fluktuasi: sesuai dengan denyut nadi dan siklus
pernapasan.
 N: TIK rata2 < 10 mmHg. > 15 mmHg → cari
sebab, observasi.
 > 20 mmHg → diatasi.
Peningkatan TIK
62

 TIK 20-40 mmHg : TIK yang meningkat,


 >= 40 mmHg : hipertensi intrakranial berat.
 TIK > 25 mmHg → perlu tindakan segera.
Hukum Monro-Kellie
63

 Perubahan volume salah satu komponen intrakranial


akan menyebabkan perubahan kompensatorik
volume komponen intrakranial lainnya

 Ruang tengkorak:
 Jaringan otak
 LCS (Liquor Cerebro Spinalis)

 Darah beserta pembuluh darah


LCS
64

 Produksi:
 Pleksus choroid (70% LCS)
 Ependim ventrikuler, aqueductus Silvii, sub arachnoid space,
endotel kapiler
 Ventrikel
 Resorbsi:
 Vili arachnoid, vena, limfatik.

 Produksi LCS relatif konstan.


 Tekanan LCS  → prod sedikit berkurang.
 Absorbsi LCS   pe tekanan LCS sp 70 mmH2O.
 Tek LCS  sp 200 mmH2O → absorbsi LCS 3x > prod.
Penyebab
65

 Gangguan dinamika LCS


 Peningkatan volume otak
 Peningkatan volume darah serebral
 Proses desak ruang
Gangguan dinamika LCS
66

 Obstruksi aliran LCS di luar sistem ventrikel


 Trauma, infeksi, kelainan kongenital, perdarahan sub
araknoid.
 Obstruksi aliran LCS di dalam ventrikel
 Kelainan kongenital, perdarahan intraventrikel.
 Kelainan pada pleksus koroid
 Gangguan absorbsi LCS
Peningkatan volume otak
67

 Edema menyeluruh
 Trauma,toksin, gangguan metabolik: hipoksia, infeksi,
pseudotumor serebri.
 Edema setempat
 Trauma setempat, edema sekitar tumor serebri.
Peningkatan volume darah serebral
68

 Obstruksi aliran vena


 Sindroma vena kava superior, trombosis sistem sinus.
 Kelainan metabolik
 Hipoksia, hiperkarbia.
 Hipertensi
 Hipervolemia
 Kegagalan respons autoregulasi
 Trauma, tumor, iskemia otak, hipertensi berat, hipotensi.
 Inhalasi gas anestetik
Proses desak ruang
69

 Tumor, abses, hematoma, malformasi arteriovena.


 Pe TIK krn:
 Fisik
menempati ruang intrakranial.
 Menimbulkan edema serebri.

 Membendung sirkulasi & absorbsi LCS.

 Me aliran darah otak.

 Menyumbat vena.
Patologi
70

 Edema serebri.
 1. edema vasogenik
 2. edema sitotoksik

 3. edema interstitial

 Proses desak ruang.


Edema vasogenik
71

 Pe permeabilitas vaskular → cairan intravaskular


merembes ke ekstrasel (terutama subst.alba).
 Tumor, abses, infark, trauma, perdarahan otak.
 Th/:
 Kortikosteroid

 Osmoterapi→ tidak berefek, tetapi dapat me TIK


dengan mengurangi vol otak di bag yg normal.
◼ Osmoterapi → pemberian larutan hipertonik.
◼ Manitol, Gliserol.
Edema sitotoksik
72

 Akibat gangguan permeabilitas membran sel →


penumpukan cairan dalam neuron, glia, endotel →
pembengkakan sel. Terjadi di dalam subst.alba
maupun grisea.
 Hipoksia, iskemia, infeksi.
 Th/:
 Osmoterapi.
Edema interstitial
73

 Pemindahan cairan secara transependimal dari


sist.ventrikel ke jaringan otak.
 Pada keadaan pe tek.hidrostatik intraventrikel
karena gangguan sirkulasi LCS.
 Cairan terutama didapatkan di daerah subst.alba
periventrikuler.
 Th/:
 Me prod LCS: asetazolamid.
 Furosemid.
Manifestasi klinis
74

 Nyeri kepala
 Karena distorsi duramater dan pembuluh darah otak.
 Anak kecil: iritable, anoreksia.
 Bertambah saat bangun pagi, makin hebat oleh kegiatan (batuk, bersin,
mengejan, perubahan posisi kepala tiba-tiba).
 Progresif dan frekuen sesuai peningkatannya.
 Muntah
 Karena distorsi pembuluh darah dan batang otak.
 Tanpa mual.
 Saat bangun pagi – setiap waktu.
 Sering pada tumor infratentorial.
 Perubahan kebiasaan atau kepribadian
 Iritable, apatis, depresi, letargi, lesu, mengantuk berlebihan, pelupa.
Manifestasi klinis...(2)
75

 Pembesaran kepala, Fontanel anterior membonjol.


 Diplopia, Papil edema, Dilatasi pupil.
 Penurunan kesadaran.
 Perubahan tekanan nadi dan perubahan pernapasan.
 Perburukan st.neurologis tiba-tiba, penurunan
kesadaran, dilatasi pupil unilateral, peningkatan
tekanan darah, bradikardia, pernapasan ireguler →
fenomena Cushing.
 Herniasi.
Lingkar kepala
76

 Pertumbuhan normal lingkar kepala:


 BCB = 2 cm/bl utk 3 bl I, 1 cm/bl utk 3 bl II, ½ cm/bl
utk 6 bl berikutnya.
 Peningkatan TIK → pembesaran kepala berlebihan
sampai usia 3 th.
Pustaka
77

 Peninggian tekanan intrakranial, Sofyan Ismael.


Dalam: Buku ajar Neurologi anak, editor: Taslim S
Soetomenggolo, Sofyan Ismael. BP IDAI Jakarta
1999. 60-77.
Penurunan/Gangguan
Kesadaran
KESADARAN :
→Kondisi waspada dengan kesiagaan yang terus
menerus terhadap keadaan lingkungan
→Mampu memberikan respon penuh terhadap
rangsang

Perilaku dan pembicaraan sesuai


keinginan pemeriksa
Proses Kesadaran

 Interaksi yang sangat kompleks dan terus-menerus


secara efektif antara hemisfer otak, formatio retikularis
serta semua rangsang sensorik yang masuk

 Jaras kesadaran berlangsung secara multi sinaptik


dan akan menggalakkan inti (neuron di formatio
retikularis) untuk selanjutnya mengirimkan impuls ke
seluruh korteks secara difus dan bilateral
ARAS
(Ascending Reticular Activating System)

 Merupakan suatu rangkaian atau network sistem dari


serabut-serabut aferen dalam formatio retikularis (dari
kaudal berasal dari medula spinalis menuju rostral
yaitu diensefalon melalui brain stem)

ARAS

cerebellum
pons

Medula spinalis
ARAS
(Ascending Reticular Activating System)

Cortex cerebral

Thalamus

Brain stem reticular


activating system
Pemeriksaan tingkat kesadaran

Kesadaran:
 Kuantitatif : jumlah “input” susunan saraf pusat
menentukan derajat kesadaran.Pemeriksaan
dengan penilaian GCS
 Kualitatif : cara pengolahan “input” itu sehingga
menghasilkan pola-pola “output” susunan saraf
pusat menentukan kualitas kesadaran, contoh:
tingkah laku, perasaan hati, orientasi, jalan
pikiran, kecerdasan, daya ingat kejadian
Tingkat kesadaran

1. Sadar(compos mentis): respon yang baik/penuh


terhadap rangsangan dari dalam maupun dari
luar
2. Somnolen: keadaan mengantuk, kesadaran
dapat pulih penuh bila dirangsang
3. Stupor(sopor):kantuk yang dalam, dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat,
namun kesadarannya segera menurun lagi
4. Coma: tidak sadar sepenuhnya dan tidak
berreaksi terhadap rangsang internal maupun
external
Skala koma Glasgow
Eye Membuka mata spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap rangsang nyeri 2
Menutup mata terhadap semua rangsangan 1

Orientasi baik 5
Verbal
Bingung 4
Bisa membentuk kata tetapi tdk mampu ucapkan kalimat 3
Mengeluarkan suara yang tidak berarti 2
Tidak ada suara 1

Menurut perintah 6
Motorik
Dapat melokalisir rangsang setempat 5
Menolak rangsang nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsang nyeri (fleksi) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan samasekali 1
Tingkat kesadaran

 Derajad kesadaran ditentukan oleh banyaknya neuron


pengerak atau neuron pengemban kewaspadaan
yang aktif

 Tinggi atau rendah tingkat kesadaran bergantung


pada seberapa banyak jumlah neuron yang aktif dan
didukung oleh proses biokimia utnuk menjaga
kelangsungan kehidupan neuron tersebut.
Gangguan kesadaran

Dapat dibagi menjadi 2, yaitu:


1.Gangguan pada ARAS dan kedua hemisfer
cerebri (somnolen, stupor, coma)
2.Gangguan pada pusat kognitif, dimana
gangguan ini lebih mempengaruhi fungsi
mental, ekspresi, psikologis, melibatkan
sensasi, emosi dan proses berpikir
(confusion, delirium, ilusi, halusinasi)
Klasifikasi gangguan kesadaran

1. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal


atau lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk
(gangguan metabolik, intoksikasi, infeksi sitemis, hipertermia,
epilepsi)

2. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal


atau lateralisasi disertai dengan kakuk kuduk
(perdarahan subarahnoid, meningitis, ensefalitis)

3. Gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal


(tumor otak, perdarahan intraserebral, infark serebri, abses
serebri)
COMA
 Suatu keadaan tidak bisa dibangunkan yang
sifatnya tidak berespon (Plum & Poner, 1996)
 Penurunan kesadaran yang paling berat,
ditandai dengan kondisi penurunan kesadaran
yang tidak menghasilkan reaksi sama sekali
terhadap rangsangan dari luar.
 Secara medis mencakup seluruh aspek gejala2
Neurologis dan tanda-tanda EEG
Patofisiologi
 Disfungsi otak difus : merupakan proses
metabolik atau submikroskopik yang menekan
aktivitas neuronal (ggn metabolik, toksik, kejang,
meningitis, viral encephalitis, hipoksia dll)
 Efek langsung pada batang otak : stroke batang
otak, trauma
 Efek kompresi pada batang otak : tumor, abses,
perdarahan intraserebral, subdural maupun
epidural
Patofisiologi Penurunan Kesadaran:

Gangguan Korteks Serebri


Atau
Sistem aktivasi
lesi
Retikuler ascending
Serabut penghubung

Perubahan kesadaran global


Penurunan kesadaran terjadi akibat dari:

1. Lesi supratentorial, infeksi mening atau


perdarahan subarahnoid yang menghasilkan
peningkatan tekanan intrakranial (prosesnya
melalui brainstem)
2. Lesi pada fossa posterior brainstem, yang
mengakibatkan penekanan pada brainstem
3. Metabolik, endokrin atau ensefalopati anoksia
dengan keterlibatan hemisfer serebri yang difus
4. Bangkitan General tonic clonic
Penyebab penurunan kesadaran

Intrakranial

1. Traumatik: epidural hemorrhage, subdural,


intracranial hemorrhage

2. Infeksi: subdural empyema, brain abscess,


meningitis bakterial dan fungal, viral encephalitis

3. Neoplasma: primer, metasstase

4. Vaskular: infark, intracerebral hemorrhage


Penyebab penurunan kesadaran

Metabolik
1. Gangguan asam-basa dan elektrolit: hyper/hyponatremia,
hyper/hypokalemia, hypermagnesia, hyperkalsemia
2. Penyakit endokrin: DM, hyperosmolar ninketotik, chusing’s
syndrome
3. Koma hepatikum
4. Koma uremikum
5. Ensefalopati anoksia: obstruksi jalan nafas, cardiac arrest,
pulmonary disfunction
6. Defisiensi vitamin: thiamine, niasin
7. Racun dan Intoksikasi: alkohol, heroin, barbiturat, organic
solvent
Diagnosis kesadaran menurun

 Anamnesis

 Pemeriksaan fisik umum

 Pemeriksaan Neurologis

 Pemeriksaan penunjang (Laboratorium, head CT


Scan, MRI)
Pemeriksaan fisik umum

1. Tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, respirasi (tipe


pernafasannya), ada tidaknya aritmia

2. Bau nafas

3. Kulit

4. Kepala

5. Leher

6. Toraks/ abdomen dan ekstremitas


Pemeriksaan Neurologis

1. Derajat kesadaran: secara kuantitatif dinilai dengan


GCS
2. Pemeriksaan brainstem reflex: perhatikan posisi bola
mata, refleks pupil, refleks kornea, refleks gerak bola
mata. Bila ditemukan refleks cahaya pupil anisokor
besar kemungkinan etiologi struktural
3. Pemeriksaan refleks motoriknya: adakah
kelumpuhan sesisi/ hemiparesis, refleks patologis,
refleks fisiologis, refleks movement spt deserebrasi /
dekortikasi
Pupil 1
Mid-Brain not working
Doll’s head and caloric
induced eye movement 2
Mid-Brain and Pons
not working
Corneal reflex 3
Pons not working

Gag and tracheal reflex 4 Medulla not working

Motor responses in cranial


nerve territory on painful Mid-Brain,pons and
stimulation of the limbs 5 medulla not working

No respiratory movements when


pCO2 rises above 6,65 kPa 6 Medulla not working

Brainstem Reflexes for Coma


Cranial Nerves in Coma
 pupils: CN II (afferent), sympathetics and
parasympathetics (CNIII, autonomic portion)
 Oculocephalic maneuver: CNs III, IV and VI, and
integrity of MLF
 corneal reflex and nasal tickle: CN V (afferent) and
CN VII
 cold water calorics: CN VIII (afferent) and MLF + CN
III, IV and VI (*** response to sound also checks CN
VIII)
 gag reflex: CN IX (afferent), CN X efferent
 spontaneous respiratory pattern: relies on many
levels of brainstem/diencephalon (see diagram)
Pola nafas

Nafas cepat dan dalam ada periode apneu


Respon motorik terhadap rangsangan nyeri (penekanan daerah
supraorbital)

A. Hemisfer kanan

B. Diensefalon

C. Midbrain/ Pons
Penatalaksanaan

Setiap pasien koma dikelola menurut pedoman:


 Airways : bebaskan jalan nafas → cek saturasi
oksigen
 Breathing : beri bantuan nafas
 Circulation : menjaga tekanan darah
 Hentikan kejang jika terjadi kejang
 Periksa keseimbangan cairan→ pasang kateter
 Pemasangan pipa NGT (nasogastric tube)
Komplikasi dan Prognosis

 Komplikasi : hipoksia, edema otak, herniasi


tentorial, sepsis, septic shock, bronchopneuminia,
stress ulcer

 Koma yang bersifat struktural → prognosis


bersifat ad malam, begitu juga dengan insufisiensi
batang otak

 Tanda-tanda prognosis buruk: tidak ada refleks


pupil dan gerak bola mata, tidak ada refleks
kornea, atonia anggota gerak, tidak ada refleks
visual, auditori dan somatosensorik

Anda mungkin juga menyukai