Proposal Putra
Proposal Putra
Oleh :
PUTRA ALASTA
130206137
Proposal ini dibimbing dan diperiksa oleh kedua pembimbing dan layak untuk
dipersentasikan di dalam sidang skripsi
Disetujui Oleh:
Program Studi Ners
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
Ketua
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap Kualitas Tidur Klien Dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di Poli Paru RSU Sari Mutiara Medan
Tahun 2017”. Proposal ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar S1 Keperawatan di Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan Tahun 2017.
Penyusunan sekripsi ini tidak terlepas bantuan dan bimbingan semua pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
peneliti mengucapkan terimakasih Kepada Bapak/Ibu :
1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M. Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia Medan.
3. Dr. Tuahman Fr. Purba, M.Kes, Sp.AN, selaku Direktur RSU Sari Mutiara
Medan yang telah membantu dan mengijinkan melaksanakan penelitian demi
kelancaran penyusunan skripsi ini.
4. Taruli Rohana Sinaga, SKM, MKM, Selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
5. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
6. Ns. Henny Syapitri, S.Kep, M.Kep, selaku pembimbing I yang bersedia
memberikan masukan yang berupa saran dan kritik penulis dalam menyusun
skripsi ini.
7. Ns. Bunga Theresia Purba, S.Kep M.Kep, selaku pembimbing II yang
bersedia memberikan masukan yang berupa saran dan kritik penelitiidalam
menyusun skripsi ini.
8. Seluruh staf dosen pengajar yang telah banyak memberikan dukungan di
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
9. Kedua orang tua dan saudara yang telah memberikan dukungan baik secara
materi, motivasi, dan doa Kepada Tuhan dalam penyusunan skripsi ini.
i
10. Rekan-rekan mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Medan yang telah memberikan dukungan dan partisipasi selama penyusunan
skripsi.
( Putra Alasta )
DAFTAR ISI
Hal
PERNYATAAN PERSETUJUAN
ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ v
DAFTAR SKEMA.......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian....................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 5
iii
A. Desain Penelitian....................................................................... 36
B. Populasi dan Sampel................................................................. 36
1. Populasi.............................................................................. 36
2. Sampel................................................................................ 37
C. Tempat dan Lokasi Penelitiann................................................. 39
D. Waktu Penelitian....................................................................... 39
E. Definisi Operasional.................................................................. 39
F. Aspek pengukuran..................................................................... 40
G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data...................................... 43
1. Alat Pengumpulan Data..................................................... 43
2. Prosedur Pengumupulan Data............................................ 43
H. Etika Penelitian......................................................................... 45
I. Pengolahan dan analisa data...................................................... 46
1. Pengolahan Data................................................................ 46
2. Analisis Data...................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Hal
v
DAFTAR SKEMA
Hal
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit infeksi
kronis dan salah satu penyebab kematian utama di dunia. Pasien PPOK akan
mengalami gangguan fisik dan psikologis sehingga akan mempengaruhi
kualitas hidup. PPOK adalah penyakit kronis, semakin lama pasien menderita
PPOK, beresiko akan mempengaruhi kualitas hidupnya (Ritianingsih, 2017).
1
2
Data yang di laporkan oleh Klink et al., 34% klien PPOK dengan batuk atau
sesak napas di malam hari mengalami kesulitan untuk memulai atau
mempertahan kantidur, 53% klien dengan batuk dan sesak napas sekaligus di
malam hari mengalami kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur,
dan 13% klien mengalami kelebihan tidur di siang hari (Klink et al. dalam
Mc Nicholaset al., 2013).
Latihan fisik bagi klien PPOK dapat dilakukan di dua tempat yaitu di rumah
dan rumah sakit. Bentuk latihan fisik yang dilakukan di rumah yaitu berjalan
dalam waktu tertentu seperti therapeutic exercise walking, lari (jogging), dan
3
Hasil Survey awal yang dilakukan di RSU Sari Mutiara Medan pada bulan
Januari - Febuari tahun 2017, didapatkan jumlah penderita PPOK sebanyak
202 orang. berdasarkan hasil wawancara dengan 9 pasien yang mengalami
PPOK, 5 pasien mengatakan susah tidur karena sesak napas, terbangun 3-4
kali saat tidur pada malam hari. dan 4 pasien mengatakan susah tidur karena
batuk, susah untuk memulai tidur, terbangun >5 kali dan tidak pernah puas
dengan tidurnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah apakah
ada pengaruh therapeutic exercise walking terhadap kualitas tidur klien
dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) di Poli Paru RSU Sari
Mutiara Medan tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengindentifikasi pengaruh therapeutic exercise walking terhadap
kualitas tidur pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
di Poli Paru RSU Sari Mutiara Medan tahun 2017?
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik klien PPOK meliputi usia, jenis
kelamin, pendidikan, riwayat pekerjaan, dan riwayat menderita
PPOK di Poli Paru RSU Sari Mutiara Medan tahun 2017
5
D. Manfaat Penelitian
1. Bagian pasien
Diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang
pengaruh therapeutic exercise walking sebagai salah satu cara yang
dapat meningkatkan kualitas tidur
2. Etiologi
Ada hubungan etiologi dan sekunsial antara bronkitis kronik dan
emfisema. Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang
ditandai oleh dengan pembentukan mukus yang berlebihan dalam
bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan
sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
dalam dua tahun berturut-turut. Emfisema merupakan suatu perubahan
anotimis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan
7
ductus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi dinding alveolaris
yang tidak normal, serta destruksi dinding alveolar (Price & Wilson,
2013).
3. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang
dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host. Beberapa
faktor paparan lingkungan antara lain adalah:
a. Merokok
Pengaruh rokok sangat besar dalam meningkatkan risiko PPOK,
dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOK (Junaidi, 2010).
Merokok merupakan faktor risiko nomor satu penyebab PPOK.
Perokok memiliki prevalensi lebih tinggi mengidap penyakit
pernafasan dan kelainan fungsi paru. Beragam jenis dari tembakau
misalnya pipa, cerutu, pipe air dan ganja dapat meningkatkan faktor
risiko untuk PPOK. Paparan pasif asap rokok (juga dikenal sebagai
lingkungan asap tembakau) juga berkontribusi menimbulkan
penyakit pernafasan dan PPOK (GOLD, 2016).
b. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan
keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu
katun dan debu gandum, toluene diisosianat, dn asbes, mempunyai
risiko yang lebih besar daripada yang bekerja di tempat selain yang
disebutkan di atas (Ikawati, 2014). Paparan debu silika intens
menyebabkan silikosis, penyakit paru restriktif berbeda dari PPOK.
Efek polutan kerja pada paru-paru secara substansial tampaknya
36
9
c. Polusi udara
Tingginya tingkat pencemaran udara perkotaan berbahaya bagi
individu dengan penyakit jantung ataupun paru-paru. Hingga saat
ini, peran polusi udara dalam menyebabkan PPOK belum terlihat
jelas, tetapi polusi udara sama seperti asap rokok yang dapat
menyebabkan penyakit pernafasan. Contoh dari polusi udara adalah
pembakaran bahan bakar fosil, seperti polusi emisi kendaraan
bermotor (GOLD, 2016).
d. Infeksi
Kolonisasi bakteri yang terdapat pada saluran pernafasan secara
kronis merupakan suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran
nafas, terlepas dari paparan rokok. Adanya kolonisasi bakteri
menyebabkan peningkatan kejadian inflamasi yang dapat diukur dari
peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi, dan
percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini meningkatkan
risiko kejadian PPOK (Ikawati, 2014). Sedangkan faktor risiko yang
berasal dari host/pasiennya antara lain adalah:
a. Usia
Semakin bertambah usia, semakin besar risiko menderita PPOK.
Pada pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun,
kemungkinan besar dia menderita gangguan genetik berupa
defiensi al-antitripsin. Namun kejadian ini hanya dialami <1%
pasien PPOK (Ikawati, 2014).
b. Jenis kelamin
Pada waktu yang lalu tampak prevalensi PPOK lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Penelitian di
negara maju menunjukkan bahwa ternyata saat ini insidensi
antara pria dan wanita hampir sama, dan terdapat beberapa studi
yang mengatakan bahwa ternyata wanita lebih rentan untuk
10
4. Patofisiologi
Hambatan jalan napas dan air trapping pada penderita PPOK terjadi
karena luasnya inflamasi, fibrosis dan eksudat di lumen saluran napas
kecil berhubungan dengan penurunan VEP1 dan VEP1/KVP. Hambatan
aliran udara ekspirasi disertai kolapsnya jalan napas kecil menyebabkan
penderita melakukan ekspirasi cepat dan paksa. Penurunan VEP1ditandai
sebagai karakteristik PPOK serta obstruksi saluran napas perifer yang
progresif menyebabkan udara terperangkap saat ekspirasi. Volume udara
dalam paru saat akhir ekspirasi paksa meningkat dan merupakan
kelanjutan variabel dinamis PPOK. Selama latihan, kecepatan bernapas
meningkat dan waktu ekspirasi berkurang sehingga terjadi hiperinflasi
dinamik paru lebih lanjut akibat air trappingyang memperburuk keluhan
sesak. Hiperinflasi dapat mengurangi Kapasitas Inspirasi dan juga
menyebabkan peningkatan Kapasitas Residu Fungsional. Kondisi
11
5. Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), PPOK dapat
diklasifikan menjadi (PDPI, 2011):
Pertama PPOK ringan, 1) dengan atau tanpa batuk, 2) dengan atau tanpa
produksi sputum, 3) sesak napas derajat sesak 0 sampai 1, 4) FEV1 ≥
80% dan 5) FEV1/FVC < 70%.
Kedua PPOK sedang, 1)dengan atau tanpa batuk, 2) dengan atau tanpa
produksi sputum, 3) sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat
aktivitas), 3) 50%<FEV1<80% prediksi dan 5) FEV1/FVC < 70%
Ketiga PPOK berat, 1) sesak napas derajat sesak 3 dan 4 gagal napas
kronik, 2) Eksaserbasi lebih sering terjadi, 3) Disertai komplikasi kor
pulmonal atau gagal jantung kanan, 4) FEV1/FVC<70%, 5) FEV1 <30%
prediksi dan 5) FEV1>30% dengan gagal ginjal kronik
7. Diagnosis PPOK
Diagnosis PPOK dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mendapatkan data dasar dan mendukung
ke arah diagnosis PPOK. Anamnesis pada PPOK meliputi riwayat
merokok penderita, riwayat terpapar zat iritan yang bermakna di
tempat kerja atau lingkungantempat tinggal penderita, infeksi saluran
nafas yang berulang, batuk yang berulang dengan atau tanpadahak
dan sesak dengan atau tanpa bunyi mengi (Rosdiana, 2010)
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada diagnosis PPOK meliputi: 1)Inspeksi: pada
saat inspeksi dapat dilihat adanya pursed-lips breathing yaitu mulut
setengah terkatup, bentuk dada barrel chest akibat adanya udara
yang terperangkap, penggunaan otot bantu napas, pelebaran sel iga,
dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai, 2) palpasi: Pada saat palpasi,
ekpansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun, 3)
perkusi:pada saat perkusi terdengar suara hipersonordan 4)
13
c. Pemeriksaan Panunjang
Pemeriksaan penunjang diagnosis PPOK meliputi: 1) pemeriksaan
faal paru: pemeriksaan faal paru pada klien PPOK dapat dilakukan
dengan menggunakan spirometri apabila tidak tersedia dapat
menggunakan peak flow meter, 2)Cek darah lengkap: Cek darah
yaitu Hb, Ht, dan leukosit, dan 3)Radiologi: foto toraks Patologi
Anatomi (PA) dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. PPOK biasanya akan terlihat keabnormalan pada bentuk
paru yaitu hiperinflasi atau hiperlusen, ruang retrosternal melebar,
diafragma mendatar, gambaran bronkovaskuler bertambah pada 21%
kasus bronkitis kronik, dan jantung menggantung atau jantung
pendulum (PDPI, 2011).
8. Penatalaksanaan PPOK
Penatalaksanaan PPOK mencakup penghentian merokok, imunisasi
terhadap influenza, vaksin pneumokokus, pemberian obat-obatan dan
antibiotik (beberapa negara bahkan sebagai profilaksis), bronkodilator,
dan kortikosteroid, terapi oksigen serta latihan dan rehabilitasi yang
berupa latihan fisik, latihan napas khusus dan bantuan psikis
(Djojodibroto, 2012).
a. Berhenti merokok
Menghentikan kebiasaan merokok saat penyumbatan aliran udara
masih tergolong ringan atau sedang, akan memperlambat timbulnya
sesak napas. Selain itu penderita harus menghindari pemaparan
14
b. Imunisasi
Vaksin influenza terbukti dapat mengurangi gangguan serius dan
kematian akibat PPOK sampai 50%. Vaksin influenza
direkomendasikan bagi pasien PPOK usia lanjut karena cukup
efektif dalam mencegah eksaserbasi akut PPOK. Pasien PPOK
sebaiknya menerima satu atau dua kali vaksin pneumococcal dan
vaksinasi influenza pertahun untuk mengurangi insiden pneumonia
(Ikawati, 2014).
d. Bronkodilator
Bronkodilator merupakan pengobatan simtomatik utama pada
PPOK. Obat ini bisa digunakan sesuai kebutuhan untuk
melonggarkan jalan nafas ketika terjadi serangan, atau secara regular
untuk mencegah kekambuhan atau mengurangi gejala (Ikawati,
2014). Bronkodilator memiliki kegunaan sesuai dengan jenis yang
diberikan seperti golongan antikolinergik sebagai bronkodilator dan
mengurangi sekresi lendir, golongan agonis beta-2 digunakan untuk
mengatasi sesak, serta golongan xantin dapat digunakan untuk
mengatasi terjadinya ekserbasi akut (PDPI, 2011).
15
e. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid pada pasien PPOK yang stabil dinilai
kontroversial. Untuk penderita yang mempunyai saluran pernapasan
reaktif dan pada PPOK derajat menengah atau berat, pemberian
kortikosteroid memberikan perbaikan yang signifikan dan
mengurangi frekuensi terjadinya eksaserbasi. Pemberian
kortikosteroidpada kasus ini harus secara sistemik dan bukan per
inhalasi (Djojodibroto, 2012).
f. Terapi oksigen
Saat ini pemberian suplementasi terapi oksigen-jangka panjang telah
menunjukkan penurunan gejala dan memperbaiki daya tahan hidup
pada penderita PPOK yang mengalami hipoksemia kronis.
Kebutuhan akan O2 memerlukan pengukuran PaO2 atau saturasi
oksigen (SaO2) pada saat stabil. Penderita dengan PaO2 ≤ 55 mmHg
atau SaO2 ≤ 88% sebaiknya mendapat O2 untuk menaikkan Sao2
sampai ≥ 90%. O2 juga diindikasikan utuk penderita dengan Pao2 56-
59 mmHg atau Sao2 ≤ 89% jika berkaitan dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala hipertensi pulmonal atau kor pulmonale (Harrison,
2013).
Pada penderita PPOK berat dan penderita dengan kadar oksigen
darah yang sangat rendah, oksigen diberikan 12 jam perhari. Hal ini
akan mengurangi kelebihan sel darah merah yang terjadi akibat
menurunnya kadar oksigen dalam darah, memperbaiki fungsi mental,
dan memperbaiki gagal jantung akibat PPOk. Terapi oksigen juga
dapat memperbaiki sesak nafas saat beraktivitas (Junaidi, 2010).
g. Rehabilitasi
Rehabilitasi dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki efisiensi
dan kapasitas sistem transportasi oksigen serta untuk
meningkatkan kemampuan otot pernapasan (PDPI, 2011).
16
9. Prognosis PPOK
Sejumlah 30% penderita PPOK dengan sumbatan yang berat akan
meninggal dalam kurun waktu 1 tahun, dan 95% meninggal dalam kurun
waktu 10 tahun. Kematian bisa terjadi akibat kegagalan pernapasan,
pneumonia, pneumotoraks (masuknya udara ke dalam rongga paru),
aritmia jantung, atau emboli paru (penyumbatan arteri yang mengarah ke
paru-paru). Penderita PPOK juga berisiko tinggi terserang kanker paru
(Junaidi, 2010).
B. Konsep Tidur
1. Definisi Konsep Tidur
Tidur adalah kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua
orang .dengan tidur yang cukup, tubuh akan dapat berpungsi secara
optimal. Tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap
individu. Secara umum, Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika
persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun ( Mubarok &
Chayantin, 2007)
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan
tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan
masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang
berbeda (Tarwoto & Wartonah, 2010).
2. Fisiologi Tidur
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf
ferifer, endokrin, kardioveskular, refirasi dan muskuloskeletal. Tiap
kejadian tersebut dapat diidenfikasikan atau direkam dengan
elektroensefalongram (EEG) untuk aktivitas listik otak, pengukuran
tonus otot dengan menggunakan elektromiongram (EMG) dan
elektrookulongram (EOG) untuk menggukur perngerakan mata.
Pengaturan dan kontrol tidur terngantung dari hubungan antara dua
mekanisme serebral yang secara berngantian mengaktifkan dan menekat
pusat otot untuk tidur dan bangun. Reticuler activating sistem (RAS) di
batang otak bangian atas di yakini mempunyai sel-sel khusus dalam
17
3. Tahapan Tidur
Tidur memiliki fase yang terbagi menjadi dua, yaitu: nonrapid eye
movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Fase NREM
dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam.
Tahap awal tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat
tahap, yaitu tidur tahap satu, tidur tahap dua, tidur tahap tiga dan tidur
tahap empat, kemudian dilanjutkan pada fase REM (Siregar, 2016).
a. Fase NREM
Fase NREM merupakan fase tidur dengan gelombang otak yang
bergerak lebih lambat, sehingga pada fase ini disebut tidur
gelombang lambat (Hidayat& Uliyah, 2012). Pada fase ini
terdapat keadaan yang tenang, terjadi penurunan tonus otot
pembuluh darah perifer, dan penurunan fungsi tubuh lain seperti
penurunan tekanan darah, frekuensi pernapasan, serta
berkurangnya kecepatan metabolisme sekitar 10-30 persen . Fase
tidur NREM dibagi menjadi 4 tahapan tidur yaitu NREM tahap
1, NREM tahap 2, NREM tahap 3, dan NREM tahap 4 (Potter &
Perry, 2006)
1) NREM Tahap 1
NREM tahap 1 merupakan periode awal tidur yang membuat
18
3) NREM tahap 3
NREM tahap 3 merupakan awal tahap tidur yang nyenyak,
sulit dibangunkan, relaksasi otot menyeluruh, tekanan darah
menurun, dan berlangsung selama 15-30 menit (siregar 2016).
4) NREM tahap 4
NREM tahap 4 merupakan periode tidur yang paling dalam
dari sebelumnya. Pada tahap ini terjadi penurunan tanda-
tanda vital, tidur sambil berjalan, enuresis, dan sulit untuk
dibangunkan.Tahap ini berlangsung selama kurang lebih 15
hingga 30 menit. NREM tahap 3 dan 4 merupakan tahapan tidur
yang dalam. Hal tersebut dikarenakan kedua tahap tersebut
bersifat restorative yaitu keadaan yang diperlukan untuk
merasa cukup istirahat dan energik saat terbangun. Fase tidur
NREM 4 biasanya berlangsung sekitar selama 70 menit
hingga 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM (Siregar,
2016).
b. Fase REM
19
Fase tidur REM merupakan fase pada akhir tiap siklus tidur 90
menit. Konsilidasi memori dan pemulihan psikologis terjadi pada
waktu ini (Potter & Perry, 2005). Fase ini biasanya terjadi setiap 90
menit dan berlangsung selama 5 hingga 30 menit (Siregar,
2016).Tidur pada fase REM penting untuk keseimbangan mental,
emosi, juga berperan dalam proses belajar, memori, dan ataptasi
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
4. Fungsi Tidur
Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin. Selama
tidur gelombang-gelombang rendah yang dalam (NREM tahap 4), tubuh
melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan
memperbaharui sel epitel dan khusus seperti sel otak (Potter & Perry,
2006).
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tidur
Ada suatu mekanisme dalam tubuh kita yang mengatur kualitas tidur kita
yang ditentukan oleh seberapa lelap dan seberapa lama kita tidur. Ada 7
variabel utama yang mempengaruhi tidur, yaitu:
a. Circian Rhythm (Irama Sirkadian)
Bagian pertama dan terpenting dari sleep clock adalah circadian
rhythm. Circadian rhythm adalah ritme suhu tubuh. Suhu tubuh kita
sebenarnya tidak konstan 370C, melainkan naik turun seiring jam
bertambah dalam satu hari. Perbedaan suhu tubuh yang terjadi
sekitar 20C. Saat suhu tubuh naik, kita menjadi lebih terjaga dan
energik, sedangkan saat suhu tubuh turun kita menjadi lebih lelah
dan merasa mengantuk dan terbangun pada jam yang sama setiap
hari (Siregar, 2011).
b. Gaya hidup
Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur. Individu yang
bekerja bergantian berputar (misalnya 2 minggu siang diikuti oleh 1
minggu malam) seringkali mempunyai kesulitan menyesuaikan
perubahan jadwal tidur. Jam internal tubuh diatur pukul 22, tetapi
sebaliknya jadwal kerja memaksa untuk tidur pada pukul 9 pagi.
20
d. Penyakit Fisik
Seseorang mengalami sakit memerlukan tidur lebih nyenyak dari
orang normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien
kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan
gangguan pernapasan (Tarwoto & Wartonah, 2010).
e. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemudian terjadi perubahan suasa seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang tenang. Ukuran,
21
f. Alkohol
Beberapa peminum terlihat lebih lelap tertidur, namun konsumsi
alkohol yang berlebihan tetap akan membuat tidur tidak sehat karena
akan membuat tidur lebih panjang. (Siregar, 2011). Alkohol menekan
REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol dapat
mengakibatkan insomnia dan lekas marah (Tarwoto & Wartonah,
2010).
g. Obat-obatan
Obat juga sangat mempengaruhi terjadinya gangguan tidur. Ada
beberapa obat yang dalam menimbulkan gangguan tidur yang mana
dapat menyebabkan kegelisahan atau rasa khawatir terhadap
pengaruh obat yang dikonsumsi (Siregar, 2011). Beberapa jenis obat
yang dapat menimbulkan gangguan tidur yaitu diuretik yang dapat
menyebabkan insomnia, antidepresan yang menyupresi REM, kafein
meningkatkan saraf simpatis, beta-bloker menimbulkan insomnia,
dan narkotika yang dapat menyupresi REM (Tarwoto & Wartonah,
2010).
6. Gangguan Tidur
Beberapa penyakit gangguan tidur yang dapat mempengaruhi kualitas
tidur seseorang yaitu sebagai berikut:
a. Insomnia
Insomnia adalah tidak mampuan memperoleh secara cukup kualitas
dan kuantitas tidur. Tiga macam insomna, yaitu: insomnia inisial
(initial insomnia) adalah ketidakmampuan untuk tidur, insomnia
intermiten (intermitent insomnia) merupakan tidakmampuan untuk
22
c. Hipersomnia
Hipersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur
berlebihan pada umumnya lebih dari sembilan jam pada malam hari
(Hidayat & Uliyah, 2006). Hipersomnia biasanya disebabkan oleh
depresi, kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit ginjal, liver, dan
metabolisme (Tartowo & Wartonah, 2010).
e. Apnea tidur
Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya
aliran udara melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau
lebih pada saat tidur. Ada tiga jenis apnea: apnea sentral, obstruktif,
dan campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan
obstruktif (Potter & Perry, 2006).
23
g. Parasomnia
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi pada
anak-anak daripada orang dewasa. Sindrom kematian bayi mendadak
(sudden infant death syndrome, SIDS) dihipotesis berkaitan dengan
apnea, hipoksia, dan aritmia jantung yang disebabkan oleh
abnormalitas dalam sistem saraf otonom yang dimanifestasikan
selama tidur (Potter & Perry, 2006).
b. Tanda psikologis
Tanda psikologis yang muncul, yaitu menarik diri, apatis dan
respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara,
daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi
penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan
pertimbangan atau keputusan menurun (Siregar, 2016).
24
7. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah perasaan segar dan siap menghadapi hidup baru
setelah bangun tidur yang meliputi beberapa karakteristik seperti
waktu yang diperlukan untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada
malam hari, lama tidur, kedalaman tidur dan ketenangan. Durasi dan
kualitas tidur beragam diantara orang-orang dari semua kelompok
usia. Seseorang mungkin merasa cukup beristirahat dengan 4 jam tidur
sementara yang lain membutuhkan 10 jam (Siregar, 2016).
Kualitas tidur yang baik bagi individu merupakan hal yang penting
dalam upaya peningkatan kesehatan dan pemulihan individu yang sakit.
Sebaliknya, kurang tidur selama periode yang lama dapat
menyebabkan penyakit lain atau memperburuk penyakit yang ada seperti
PPOK. Menurunnya kualitas tidur seseorang akan berdampak buruk
terhadap kesehatan. Hal tersebut dikarenakan dapat menyebabkan
kerentanan terhadap penyakit, stres, bingung, disorientasi, gangguan
mood, kurang semangat, menurunnya kemampuan konsentrasi, dan
menurunnya kemampuan membuat keputusan. Kualitas tidur seseorang
dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kurang tidur dan
tidak mengalami masalah dalam tidurnya (Siregar, 2016).
memberikan kudapan seperti susu atau coklat hangat sebelum tidur, dan
melakukan pendekatan farmakologis dengan pasien untuk meningkatkan
kualitas tidur (Potter & Perry, 2006).
b. Memperkuat jantung
Therapeutic exercise walking telah terbukti mengurangi risiko
penyakit jantung dan stroke. Aktifitas ini dapat menurunkan kadar
LDL (kolesterol jahat) sekaligus meningkatkan kadar HDL
(kolesterol baik), serta menjaga tekanan darah normal. Aktifitas yang
meningkatkan denyut jantung dan memompa darah juga melatih
jantung dan sistem peredaran darah kita. Menurut Asosiasi Stroke,
berjalan cepat selama 30 menit dapat membantu mencegah dan
mengontrol tekanan darah tinggi penyebab stroke dapat mengurangi
risiko stroke hingga 27 persen (Kuntaraf, 2010).
g. Mencegah osteoporosis
Berjalan dianggap sebagai kegiatan menahan beban, yang
merangsang dan memperkuat tulang dengan meningkatkan
29
h. Membentuk bahu
Kecepatan saat berjalan tergantung dari gerakan ayunan tangan.
Tahan tangan pada tingkat yang nyaman, menekuk siku, dan
ayunkan kebelakang dan ke depan saat melakukan therapeutic
exercise walking. Semakin cepat ayunan, maka secara otomatis
mempercepat jalan kaki. Semua gerakan ini akan mengangkat
lengan, bahu dan punggung bagian atas (Kuntaraf, 2010).
i. Memberikan energi lebih
Therapeutic exercise walking adalah salah satu penghasil energi
alami terbaik. Hal ini karena akan meningkatkan sirkulasi dan
meningkatkan suplai oksigen ke setiap sel dalam tubuh. therapeutic
exercise walking akan menghilangkan sendi yang terasa kaku dan
meredakan ketegangan otot(Oppezzo & Schawrtz, 2014).
b. Tahap kerja
Langkah-langkah pada tahap kerja yaitu pertama, sebelum latihan
dilakukan pemanasan seperti peregangan otot kepala, tangan, dan
kaki selama 5 menit. Kedua, latihan dimulai dengan target frekuensi
nadi yang rendah, dimulai dari 50% dari frekuensi nadi maksimal
dan ditingkatkan setiap setelah 4 kali latihan sampai tercapai 80%
dari frekuensi nadi maksimal. Lama latihan dimulai dari 5 menit dan
ditingkatkan setiap setelah 4 kali latihan sebesar 5 menit. Program
latihan akan dilakukan sebanyak 12 kali dengan frekuensi latihan 5
kali dalam satu minggu.Ketiga, latihan dilakukan dengan berjalan
kaki di jalan sepanjang 10 meter bolak-balik dan jalan mendatar.
Keempat, pasien harus dapat mengatur sendiri kecepatan jalannya
agar nyaman dan tidak cepat lelah atau sesak.Kelima, latihan dapat
dihentikan apabila terdapat salah satu hal yang terjadi pada pasien
yaitu: kesulitan berbicara atau frekuensi napas > 30 x/ menit,
frekuensi nadi melebihi THRR, terdapat usaha napas yang
berlebihan, penggunaan otot bantu napas, pernapasan cuping hidung,
kedalaman pernapasan, latihan dapat dilanjutkan kembali setelah
klien istirahat dan sudah tenang.
Gangguan aliran udara pada saluran pernafasan akibat adanya obstruksi jalan
nafas pada klien PPOK akan memicu terjadinya sesak napas dan merangsang
individu untuk bangun dari tidurnya. Hal tersebut akan menyebabkan waktu
normal tidur pada klien tersebut berkurang dan klien dapat mengalami
gangguan tidur. Gangguan tidur dapat menyebabkan rangsangan pada sistem
31
Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah sistem
aktivasi retikular (SAR) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang
terletak pada batang otak (Potter & Perry, 2005). SAR terletak pada batang
otak teratas yang berperan pada keadaan terjaga dan waspada. Dalam keadaan
sadar, SAR akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin (Potter &
Perry, 2005).
Selama latihan fisik, jumlah oksigen yang memasuki aliran darah paru akan
meningkat karena adanya kenaikan jumlah oksigen yang ditambahkan pada
tiap satuan darah dan bertambahnya aliran darah paru per menit (Ganong,
2008). Therapeutic Exercise Walking merupakan salah satu bentuk latihan
fisik yang juga merupakan olahraga. Hal tersebut dikarenakan therapeutic
exercise walking memiliki serangkaian gerak yang dilakukan secara
sistematis dan fungsional dalam bentuk latihan low impact. Therapeutic
Exercise Walking dapat dikelompokkan dalam jenis olahraga aerobik yaitu
jenis olahraga yang dilakukan dan memerlukan oksigen sebagai sumber
energinya (Hasibuan, 2010). Latihan fisik dapat dilakukan untuk
meningkatkan perasaan tentram, rileks, kebugaran tubuh dan membantu
istirahat tidur lebih baik (Santoso, 2009 dalam Rahmawati, 2013).
32
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka
dimana penelitian ini tentang therapeutic exercise walking terhadap Kualitas
tidur klien dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) Di Rsu Sari
Mutiara Meadan 2017. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka hubungan antar
33
E. Hipotesis
Ha : Ada pengaruh therapeutic exercise walking terhadap Kualitas tidur
klien denganpenyakit paru obstruksi kronik (PPOK) di Poli Paru RSU
Sari Mutiara Medan 2017
Ho : Tidak ada pengaruh therapeutic exercise walking terhadap Kualitas
tidur klien dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) di Poli Paru
RSU Sari Mutiara Medan 2017
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pre experimental design atau quasi experiment
yaitu jenis penelitian eskperimen yang tidak perlu memenuhi persyaratan
seperti penelitian eksperimen sebenarnya yang dikatakan ilmiah mengikuti
peraturan-peraturan tertentu (Arikunto, 2014). Pada penelitian ini digunakan
desain pre-test and post-test group dimana observasi atau pengukuran kualitas
tidur dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah pemberian
therapeutic exercise walking. Observasi sebelum eksperimen (P1) disebut pre-
test, dan observasi sesudah eksperimen (P2)disebut post-test. Perbedaan antara
P1 dan P2 yakni P2-P1 diasumsikan merupakan efek dari pemberian therapeutic
exercise walking (Arikunto, 2014).
Operatif di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi.
P1 X P2
Keterangan :
P1 : Sebelum Intervensi
X : Intervensi
P2 : Sesudah Intervensi
34
35
Medan tahun 2017 yang berjumlah 202 pada bulan Januari – Februari
2017
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap dapat mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini diambil
menggunakan teknik purposive sampling. Yang metode penetapan
sampel dengan memeilih beberapa sampel tertentu yang dinilai sesuai
dengan tujuan penelitian dalam sebuah populasi. (Arikunto, 2014).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan rumus sampel tunggal untuk
perkiraan rerata (sastroasmoro 2006).
Keterangan :
n : Besar sampel
Za : Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 90% = 1,28)
S : Simpang baku nilai rerata dalam populasi, s (dari pustaka)
d : Tingkat ketepatan absolut yang diinginkan : 10% (0,10), 5%
(0,05) atau 1% (0,01)
36
Kriteria sampel penelitian ini terdiri dari kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel penelitian
(Notoatmodjo, 2012).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Klien PPOK yang menjalani rawat jalan di Poli Spesialis paru
rsu sari mutiara medan
2) PPOK dengan klasifikasi ringan dan sedang
3) Dapat berjalan mandiri tanpa bantuan,
4) klien tidak merokok atau klien yang sudah berhenti merokok
saat dilakukan screening
5) Bersedia menjadi responden dan mengikuti penelitian sampai
dengan Selesai
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria anggota populasi yang tidak
dapat diambil sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2012).
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Mempunyai penyakit kelainan dan gangguan jantung,
2) Mempunyai asma,
3) Sindroma Obstruksi Post TB (SOPT),
4) Mempunyai penyakit sendi,
5) Menderita gangguan neurologik (stroke) dan saraf perifer lain,
6) Klien mengikuti terapi nonfarmakologi PPOK lain,
sebanyak 25% agar besar sampel tetap terpenuhi. Untuk ini tersedia
formula sederhana untuk penambahan subjek sebgai berikut
(Sastroasmoro, 2010).
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai April 2017.
E. Definisi Operasional
Tabel Definisi Operasional
Dependen
Kualitas tidur Perasaan segar dan Pittsburgh ordinal Baik ≤ 5
Aspek-aspek kualitas
Buruk > 5
siap menjalani hidup Sleep Quality
tidur:
baru setelah bangun Index (PSQI)
lama waktu tidur,
tidur yang meliputi
gangguan tidur, masa
beberapa hal seperti
laten tidur, disfungsi
waktu untuk memulai
tidur, efisiensi tidur
tidur, lama tidur,
dan penggunaan
frekuensi terbangun
obat tidur
pada malam hari
kedalaman tidur dan
ketenangan
F. Aspek pengukuran
Aspek pengukuran pengaruh therapuetic exercise walking terhadap kualitas
tidur pasien dengan penyakit paru obstruksi (PPOK) di RSU sari mutiara
adalah kuesioner. Kuesioner adalah beberapa pertanyaan tertulis yang
digunakan oleh peneliti untuk memperoleh informasi dari responden
(Arikunto, 2010). Alat ini digunakan untuk memperoleh jawaban yang akurat
dari responden (Notoatmodjo, 2012).
2. Setelah diberi izin oleh Ketua Komite Diklit RSU Sari Mutiara
Medan, penulis menjumpai Bagian Rekam Medik RSU Sari
Mutiara Medan serta menjelaskan tujuan dari penelitian.
b. Tahap pelaksanaan
1) Penulis memberikan penjelasan kepada responden tentang
maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta
menyerahkan lembar persetujuan (informed consent) yang
didalamnya berisi persetujuan menjadi responden penelitian
yang dilakukan di tempat tinggal masing-masing responden.
2) Penulis memberikan lembar kuesioner yang berisi tentang
karakteristik responden .
3) Penulis melakukan pengambilan data awal (pretest) sehari
sebelum dilaksanakan therapeutic exercise walking yaitu dengan
pengisian kuesioner kualitas tidur Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) di rumah masing-masing responden.
Pengukuran kualitas tidur responden dilakukan dengan cara
menyerahkan kuesioner kualitas tidur PSQI untuk diisi dengan
didampingi oleh penulis yang telah menjelaskan terkait isi
kuesioner kepada responden sebelumnya.
42
H. Etika Penelitian
resiko penelitian yang mungkin akan muncul pada responden dan peneliti
selama penelitian berlangsung yaitu ketidak setujuan responden menjadi
sampel karena takut menjelekkan nama baiknya, sehingga peneliti sulit
mencari responden yang setuju menjadi sampel penelitian, maka penelitian
mendapatkan pengantar dari program studi ners fakultas farmasi dan ilmu
kesehatan universitas sari mutiara Indonesia medan, untuk mendapatkan
persetujuan penelitian bagi pasien yang akan menjadi sampel. setelah
mendapatkan persetujuan, maka peneliti melakukan dengan menekankan
masalah etika meliputi :
1. Informent Concent
Sebelum penelitian dilakukan penulis memberikan penjelasan tentang
tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian. Setelah responden memahami
semua penjelasan penulis dan bersedia menjadi responden, selanjutnya
responden diminta menandatangani lembar persetujuan sebagai subjek
penelitian.
2. Non Maleficence
Prinsip ini peneliti tidak melakukan tindakan yang menimbulkan bahaya
bagi responden. Responden diusahakan bebas dari rasa tidak nyaman.
3. Autonomy
Penulis memberikan kebebasan bagi responden untuk menentukan
keputusan sendiri, maka tidak ada paksaan dari peneliti kepada
responden serta tetap menghormati dan menghargai keputusan, hak,
pilihan dan privacy responden.
4. Veracity
Penulis ini peneliti untuk menyampaikan informasi yang benar. Penulis
memberikan informasi mengenai tujuan, manfaat dan prosedur
penelitian.
5. Justice
Penulis tidak melakukan diskriminasi saat memilih responden penelitian.
Dalam hal ini peneliti tidak membedakan responden walaupun memiliki
44
keterbatasan
b). Coding
setelah kelengkapan data dilapangan dilakukan dan data sudah
lengkap, langkah selanjutnya semua data dilakukan pengkodean
seperti Jenis kelamin kode 1 = laki-laki, kode 2 = perempuan, Usia
kode 1 = 41-50 Tahun, kode 2 = 51-60 Tahun, kode 3 = >60
Tahun.Pendidikan kode 1 = Tidak sekolah, kode 2 = SD, kode 3 =
SMP, kode 4 = SMA, kode 5 = Perguruan tinggi, Pekerjaan kode 1 =
Tidak bekerja, kode 2 =PNS, kode 3 =Wiraswasta, Lama menderita
PPOK kode 1 = < 3 Tahun, kode 2 = 3 – 5 Tahun, kode 3 = > 5
Tahun, Riwayat Merokok kode 1 = merokok, kode 2= tidak
merokok,
c) Entry
Adalah menginput data hasil coding seperti usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, suku, status pernikahan dan pembiayaan
dalam bentuk tabel menggunakan program komputerisasi.
d). Tabulating
Adalah penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
45
2. Analisis Data
Analisa data dilakukan setelah semua data dikumpulkan oleh peneliti dan
diperiksa seluruh kelengkapannya. Setiap data dan pernyataan dalam
kuesioner diberi kode untuk mempermudah proses tabulasi dan analisa
data. Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Univariat
Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari
suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil
penelitian. Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik
univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik dari responden
penelitian meliputi jenis kelamin dan umur dalam bentuk nilai
distribusi dan frekuensi.
b. Bivariat
Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat perbedaan antara sebelum
dan sesudah mendapatkan perlakuan dengan menggunakan uji
walkicson test dengan nilai p < 0,005. Bila p < 0,1 berarti ada
pengaruh yang signifikan pengaruh therapeutic exercise walking
terhadap kualitas tidur klien dengan penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK) Di Poli Paru RSU Sari Mutiara Medan
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian mengenai pengaruh
theraupeutic exercise walking terhadap kualitas tidur klien dengan
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) di Poli Paru RSU Sari Mutiara
Medan Tahun 2017
2. Analisa Univariat
a. Karateristik Responden
Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,
Pendidikan, Pekerjaan, Lama Mengidap PPOK, dan Riwayat
Merokok.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase karateristik responden
berdasarkan jenis kelamin, usia di RSU Sari Mutiara Medan
47
48
Pekerjaan
TIDAK BEKERJA 1 8,3
PNS 1 8,3
WIRASWASTA 10 83,3
Total 12 100
Lama Mengidap PPOK
<3 tahun 0 0
3-5 tahun 6 50,0
>5 tahun 6 50,0
Total 12 100
Riwayat Merokok
Ada 12 100
Tidak Ada 0 0
Total 9 100
Lama Merokok
3-5 tahun 0 0
5-10 tahun 0 0
>10 tahun 12 100
Total 12 100
a. Kualiatas Tidur
Hasil distribusi frekuensi dan persentasekualitas tidur pasien PPOK di Poli Paru
RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2017 sebelum dilakukan intervensi (pretest) dan
50
setelah dilakukannya intervensi (postest) dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase kualitas tidur sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi (pretest-postest)responden di Poli Paru RSU
Sari Mutiara Medan Tahun 2017
Pretest Postest
No Karateristik
N % N %
1 Kualitas Tidur
Baik 0 0 8 66,7
Buruk 12 100 4 33,3
3. Analisa Bivariat
Kualitas Tidur
Baik Buruk P value Z
Responden
N % N % 0,005 -2.828
Sebelum 0 0 12 100
Setelah 8 66,7 4 33,3
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa setelah diberikan
traupeutik exercise walking terhadap kualitas tidur pada klien yang baik
51
A. Pembahasan
1. Interprestasi dan Diskusi Hasil
a. Kareterstik Responden
1) Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari 12 orang
responden mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 9
orang dan hanya 3 orang yang berjenis kelamin perempuan. Laki-laki
lebih banyak mengidap PPOK dikarenakan adanya gaya hidup dan
kebiasaan laki-laki yang cenderung memiliki kebiasaan merokok, dan
juga bekerja dilingkungan yang terpapar oleh polusi udara. Hal
tersebut berbeda dengan perempuan yang saat ini jumlah perokoknya
tidak begitu banyak jika dibandingkan dengan perokok laki-laki.
Pada waktu yang lalu tampak prevalensi PPOK lebih sering terjadi
pada pria dibandingkan dengan wanita. Penelitian di negara maju
menunjukkan bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria dan wanita
hampir sama, dan terdapat beberapa studi yang mengatakan bahwa
ternyata wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok
dibandingkan pria (Abidin, dkk, 2014).
2) Usia
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari 12 orang
responden mayoritas berusia antara 51 sampai 60 tahun yaitu
sebanyak 8 orang, berusia antara 41 sampai 50 tahun sebanyak 3
orang dan berusia diatas 60 tahun 1 orang . Usia senja merupakan usia
dimana ketahanan tubuh seseorang terhadap penyakit mulai menurun.
Kondisi fisik lansia lebih rentan dan sering terpapar penyakit
dibandingkan dengan remaja. Semakin tua seseorang maka
52
3) Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari 12 orang
responden mayoritas memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu
sebanyak 1 orang, tingkat pendidikan SD sebanyak 3 orang, tingkat
pendidikan SMP sebanyak 4 orang, tingkat pendidikan perguruan
tinggi sebanyak 1 orang, yang tidak bersekolah 3 orang,. Pendidikan
mempengaruhi pengetahuan dimana semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.
Pengetahuan tentang risiko merokok, paparan polusi udara, dan gaya
hidup yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko terkena penyakit
PPOK membuat seseorang lebih berhati-hati dalam beraktivitas.
Seseorang yang memiliki pengetahuan yang lebih baik akan lebih
mudah memperoleh pengaruh luar yang positif, objektif, dan terbuka
terhadap berbagai informasi tentang kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
4) Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari 12 orang
responden mayoritas memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta yaitu
sebanyak 10 orang, PNS sebanyak 1 orang, dan tidak bekerja
sebanyak 1 orang. Beberapa jenis pekerjaan sangat dekat dengan
paparan polusi udara seperti pekerjaan yang banyak dilakukan di luar
ruangan. Orang yang setiap harinya terkena paparan polusi udara
53
7) Kualitas Tidur
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa sebelum
dilakukannya theraupetic exercise walking mayoritas pasien PPOK
memiliki kualitas tidur dengan kategori buruk yaitu sebanyak 12
orang Kualitas Tidur pasien PPOK dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti circian rhythm(Irama Sirkadian), gaya hidup, melatonin dan
cahaya matahari, penyakit fisik, lingkungan, alkohol dan obat-obatan
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
55
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya mengenai pengaruh therapeutic exercise walking terhadap kualitas
tidur klien dengan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) di RSU sari mutiara
medan tahun 2017 dengan jumlah responden 12 orang, maka diperoleh suatu
kesimpulan yaitu:
1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSU sari mutiara medan
dapat dilihat bahwa sebelum melakukan therapeutic exercise walking
mayoritas pasien PPOK memiliki kualitas tidur buruk.
2. Setelah melakukan therapeutic exercise walkingdiketahui bahwa mayoritas
pasien PPOK memiliki kualitas tidur baik. Dapat dilihat peningkatan
kualitas tidur sesudah dilakukannya therapeutic exercise walking.
Penelitian terhadap 12 responden PPOK di RSU sari mutiara medan
tahun 2017 menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan
therapeutic exercise walking dengan kualitas tidur pada pasien PPOK di
RSU sari mutiara medan tahun 2017 dengan uji wilcoxon dengan nilai p
value = 0,003 (p <0,1).
B. Saran
2. Bagi Responden
59
60
3. Penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini hendaknya digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian
selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh therapeutic exercise
walkingterhadap kualitas tidur. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya memiliki
bagian kelompok kontrol dan jumlah sampel yang lebih banyak agar hasilnya
lebih representatif, tetapi tetap memperhatikan jumlah responden efektif untuk
dilakukan therapeutic exercise walking. Waktu penelitian diperpanjang agar
lebih akurat lagi dalam meneliti subjek penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood dan Mukty, Abdul, 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru,
Surabaya: Airlangga Universiti Press.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2016. Global Streategy
for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. GOLD.
Khomarun,Yatun Umi, Widayati Nur, 2013. Pengaruh Aktivitas Fisik Jalan Pagi
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi
Stadium I di Posyandu Lansia Desa Makam Haji. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan.
Oppezzo, Marily dan Schwartz, Daniel, 2014. Give Your Ideas Some Legs: The
Positive Effect of Walking Exercise on Creative Thingking. Journal of
Experimental Psychology.
Potter, Patricia A dan Perry, Anne Griffin, 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Rosdiana, Ika, 2010. Hubungan Tingkat Obstruksi Paru Dengan VO2maks Pada
Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Menggunakan Uji Jalan 6
Menit. Joural Obstruktif Paru pada PPOK.
Rita ningsih, nurhayati, 2017. Lama sakit berhubungan dengan kualitas hidup
pasien penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK). Jurnal kesehatan bakti
tunas husada 2017.
Siregar, Hanum, 2011. Tidur Sehat Kunci Hidup Sehat. Jakarta Selatan:
Flashbooks.
Yatun, Riska Umi, jemadi, 2016. Hubungan Nilai Aliran Puncak Eskpirasi (APE)
dengan Kualitas Tidur pada Pasien PPOK di Poli Spesialis Paru B
Rumah Sakit Jember. e-Journal Pustaka Kesehatan.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas
Nama : Putra Alasta
Nim : 13.02.06.137
Tempat/Tanggal Lahir : Belang Rongka, 23 November 1994
Agama : Islam
Anak Ke : Tiga Dari Empat Bersaudara
Status Perkawinan : Belum Menikah
Email : Putraalasta23@Gmail.Com
Nomorhp : 081262545623
Nama Ayah : Jailani
Nama Ibu : Sumarni
Alamat Rumah : Belang Rongka, Kecamatan Timang Gajah,
Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh
PERNYATAAN
PUTRA ALASTA
Putra Alasta
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
( ) ( )
INFORMAD CONCENT
Medan, 2017
Wasalam,
( )
keterangan:
a. 4 kali latihan pertama: durasi 5 menit, intensitas latihan 50–60 % dari
frekuensi nadi maksimal.
b. 4 kali latihan kedua : durasi 10 menit, intensitas latihan 60-70 % dari
frekuensi nadi maksimal
c. 4 kali latihan ketiga : durasi 15 menit, intensitas latihan 70-80 % dari
frekuensi nadi maksimal.
d. latihan akan dilakukan 5 kali/minggu sehingga setiap klien memiliki 2
kali libur yang dapat disesuaikan dengan kondisi klien masing – masing.
e. klien yang tidak mengikuti program 5x/minggu atau mengundurkan diri,
maka klien akan di droup out.
Pertayaan:
1. Selama 3 minggu terakhir, jam berapa biasanya anda pergi tidur di malam
hari?
........................................................................................................................
2. Selama 3 minggu terakhir, berapa menit biasa yang anda butuhkan untuk
mulai tertidur setiap malamnya?
........................................................................................................................
3. Selama 3 minggu terakhir, jam berapa biasanya anda bangun tidur di pagi
hari?
........................................................................................................................
4. Selama 3 minggu terakhir, berapa jam anda tidur di malam hari?
........................................................................................................................
Untuk setiap pertanyaan no. 5-8 di bawah ini, berilah tanda (√) pada salah satu
jawaban yang paling sesuai deangan jawaban anda.
5. Selama 3 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalami masalah dalam
tidur karena anda ...
LEMBAR KONSULTASI
Tanda
No Hari/Tanggal Materi yang di Konsulkan Hasil Konsul
Tangan
1. Selasa, 28 Bab I, II Perbaikan
Februari 2017 - Judul
- Latar belakang
- Rumusan masalah
- Tujuan khusus
- Manfaat penelitian
- Kerangka konsep
2. Jumat, 10 BAB I, II, & III Perbaikan
Maret 2017 - Manfaat penelitian
- Cara menyusun materi
tinjauan pustaka
- Desain penelitian
- Cara mengambil sampel
- Defenisi operasional
- Aspek pengukuran
3. Sabtu, 18 BAB I, II, & III Perbaikan
Maret 2017 - Cara pengambilan sampel
- Defenisi operasional
- Aspek pengukuran
- Alat dan prosedur
pengumpulan data
- Etika penelitian
- Analisa data
- Penulisan
4. BAB III Perbaikan
- Cara pengambilan sampel
- Aspek pengukuran
-
5. Selasa, 4 ACC Proposal ACC Untuk
April 2017 diseminarkan
THERAPEUTIC EXERCISE WALKING