1 Askep Close Fraktur Adeiwan Gabungan PDF
1 Askep Close Fraktur Adeiwan Gabungan PDF
A
DENGAN DIAGNOSA MEDIS: CLOSE FRAKTUR DEXTRA
TIBIAL PLATEU DI RUANG KEMUNING 5B RSUP. HASAN
SADIKIN BANDUNG
Dosen :
Dosen :
Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., Ph.D
Bambang Aditya, S.Kep., Ners., M.Kep
Ners., M.Kep
Hesty Platini, S.Kep.,Ners, M.Kep
Sri Hartati, S.Kep., Ners., M.Kep
Disusun oleh
A. Identitas
Tanggal Pengkajian : Kamis, 14 November 2019
Tanggal masuk : Sabtu, 9 November 2019
Ruang/Kelas : Kemuning 5B
No. Register : 0001800720
Diagnosa Medis : Close fraktur dextra Tibial Plateu
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A (L)
Tanggal lahir : 17 Januari 1988
Umur : 31 Tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Suku / bangsa : Sunda / WNI
Alamat : Kp. Rajamandala Kec. Pinang Kota Tangerang
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. G (L)
Umur : 40 Tahun
Hub. dgn klien : Kakak Klien
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri kaki fraktur sebelah kanan
2. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan 3 jam SMRS pada saat sedang mengendarai motor
beserta teman-teman kompoinya, pasien tertabrak sebuah truk yang
mengambil arah yang berlawanan, sehingga mengakibatkan kecelakaan
beruntun, kemudian klien jatuh dari motor dengan posisi lutut kanan
tertimpa motor. Kemudian klien dibawa ke RSHS bandung untuk
29
mendapatkan pengobatan dan perawatan lebih lanjut. Setelah dilakukan
tindakan x-ray thorax AP+Pelpis AP+Femur sebelah kanan dengan hasil
positif fraktur intraartikular, maka pasien harus menjalani rawat inap dan
menunggu untuk jadwal operasi di ruang kemuning 5.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 13 November 2019 pukul 12.00
WIB. Klien saat ini mengeluh nyeri kaki sebelah kanan, nyeri bertambah
pada saat klien bergerak dan berkurang pada saat klien merasa relaks, nyeri
seperti di tusuk-tusuk, skala 5 (0-10), nyeri dirasakan menetap secara terus
menerus. Ekspresi wajah meringis, pasien tidak dapat istirahat/tidur,
pasien juga cemas menunggu penjadwalan operasi yang menurutnya
terlalu lama karna sudah 5 hari setelah masuk RS penjadwalan operasi
belum ada kepastian. Klien ingin menjalani operasi lebih cepat agar bisa
cepat sembuh.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Klien tidak pernah mengalami patah tulang, klien juga tidak mempunyai
riwayat alergi makanan maupun obat, dan sering memeriksakan keadaanya
ke pelayanan kesehatan terdekat jika merasa sakit.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Menurut keterangan klien, didalam anggota keluarganya tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung
atau penyakit lainya.
5. Riwayat psikososial dan spiritual
a. Riwayat psikososial
1) Pola konsep diri
Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan
berkumpul dengan keluarga besarnya
Identitas diri : Klien adalah seorang ayah dari istri dan ke dua
anaknya
Harga diri : Klien merasa pasrah dengan keadanya
Gambaran diri : Klien mengatakan keadaan yang dideritanya
saat ini ialah cobaan dari Allah dan yakin akan diberi
kesembuhan atau kesehatan kembali
2) Pola koping : Klien nampak menerima dan pasrah dengan
keadaanya
3) Pola kognitif : Daya pikir dan daya ingat klien baik, klien
memahami keadaanya
4) Pola interaksi : Selama interaksi klien menunjukkan sikap
kooperatif dan perilaku bersahabat baik dengan perawat ataupun
orang sekitar yang ada diruangan
b. Riwayat spiritual
Klien beragama islam, meskipun adanya keterbatasan gerak, selama
dirawat klien masih bisa menjalankan ibadah seperti bisanya.
6. Riwayat ADL
Activity daily living
No Jenis Kegiatan Sebelum sakit Saat sakit
1. Pola Nutrisi dan
Cairan
Makan
Jenis Lauk-pauk-sayur Bubur sumsum
Frekuensi 3 x sehari 3 x 1 hari
Pantangan porsi habis Tidak ada
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Minum
Jenis Air putih Air putih
Jumlah cairan ±10 gelas/hari 4-5 gelas/hari
Tidak ada Tidak ada
Keluhan
2. Pola Eliminasi
BAK
Frekuensi 5-7 x sehari 3-4 x sehai
Warna Kuning jernih Kuning jernih
BAB
Frekuensi
2 x sehari 1 x sehari
Warna Kuninga
Konsistensi Kuning
Lembek Lembek
3. Pola istirahat tidur
Siang
No Jenis Kegiatan Sebelum sakit Saat sakit
Kuantitas Jarang tidur siang Tidak teratur
Kualitas Nyenyak Kurang nyenyak
Malam
Kuantitas Teratur Tidak teratur
Kualitas Baik Kurang baik
4. Personal Hygiene
Kebersihan
Kulit Bersih tidak ada Ada fraktur bagian
lesi ekstremitas bawah
kanan
Gigi 2x/hari Menyikat gigi 2 x
sehari
Rambut Keramas tiap hari Keramas setiap
Bersih 2x/hari
Kuku Bersih kuku sedikit panjang
dan kotor
Activity Daily Living klien selama di rs dengan tingkat ketergantungan
sebagian (Skor 98) sesuai tabel dibawah ini:
No Kriteria Dengan Mandiri
bantuan
1. Makan 5 10
2. Minum 5 10
3. Berpindah dari kursi roda ke 5-10 10
tempat
tidur dan sebaliknya
4. Personal toilet ( cuci muka, 5 10
menyisir
rambut, gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet ( mencuci 5 5
pakaian, menyeka tubuh,
menyiram)
6. Mandi 5 5
7. Jalan dipermukaan datar 5 10
8. Naik turun tangga 5 5
9. Mengenakan pakaian 5 10
10. Kontrol BAB 5 10
11. Kontrol BAK 5 5
12. Olah raga/latihan 5 5
13. Rekreasi/pemanfaatan waktu 5 5
luang
Keterangan:
Skor 130 : Mandiri
Skor 65-125 : Ketergantungan sebagian
Skor 60 : Ketergantungan Total
C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4 V5 M6)
Tanda – tanda vital : T : 120/90 mmHg
P : 90 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,7º C
2. Review of system
a. System respirasi
Inspeksi : Hidung tampak bersih, tidak ada secret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, pergerakan dada
simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada
batuk, tidak ada sesak nafas, frekuensi nafas 20
x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada benjolan
hidung & dada
Perkusi : Bunyi paru resonan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
b. System cardiovaskuler
Inspeksi : Konjungtiva merah muda, tidak sianosis, dan tidak
ada peningkatan vena jugularis
Palpasi : CRT < 2 detik, Frekuensi Nadi 90x/ menit, irama
nadi reguler
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung normal, tidak ada bunyi tambahan
seperti gallop dan murmur, TD 120/90 mmHg
c. System gastrointestinal
Inspeksi : Keadaan mulut bersih, mukosa bibir lembab, gigi
lengkap, reflek mengunyah dan menelan dan
mengunyah baik, abdomen datar, tidak ada lesi atau
pun benjolan
Auskultasi : Bising usus 8x/ menit
Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : Suara abdomen tympani
d. System muskuloskeletal
Inspeksi : Ke-dua ekstremitas simetris, terdapat close fraktur
tibial dextra, tangan terpasang infus Nacl 20 tpm di
tangan sebelah kanan, kuku panjang, kekuatan otot
5 5
3 5
Palpasi : ada lesi dan fraktur di kaki kanan
e. System urinaria
Inspeksi : Klien tidak terpasang, tidak ada pembesaran
kandung kemih,
Palpasi : Tidak ada distensi kandung kemih dan tidak ada
nyeri tekan pada kandung kemih
f. System Integumen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak ada ikterik, kulit
kepala tampak bersih, distribusi rambut merata,
warna rambut hitam dan tidak ada benjolan, adanya
edema di kaki dan abdomen
Palpasi : Akral hangat, tidak ada nyeri tekan, turgor kulit < 2
detik, suhu 36,7º C
g. System Neurologi
Inspeksi : GCS 15 (E4 V5 M6), pupil isokor, reflek cahaya
positif
Palpasi : Reflek patella, bicep & tricep normal
D. Pemeriksaan penunjang
Minggu, 09 November 2019
Pukul 14.04 WIB
Thorax AP Femur kanan AP/LAT
Kesan : Kesan :
- Tidak tampak traumatic wet lung - Foto femur saat ini tidak jelas tanda-
/contusion paru tanda fraktur
- Tidak tampak fraktur os clavicula
- Tidak tampak cardiomegaly
Kesan : Kesan :
- Foto pelvis saat ini tidak jelas tanda- - Cruris, genu kanan AP/LAT
tanda fraktur - Fraktur condyles lateral sampai
tibia plateu (fraktur intraartikular os
tibia kanan
E. Terapi
Nama Terapi Aturan pakai Cara pemberian
Ringer laktat 20 tpm Intravena
Ketorolak 2x1 Intravena
Omeprazole 2x1 Intravena
F. Analisa data
DO :
Tanda-tanda vital
TD : 120/90 mmHg
P : 90 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,7º C
Wajah meringis
Fraktur tibia dextra
2. DS : Diskontinuitas tulang Gangguan
Klien mengatakan susah mobilitas
untuk mengubah posisi Perubahan jaringan sekitar fisik
karena nyeri
Klien mengatakan hanya
bisa beraktivitas ditempat Pergeseran fragmen tulang
tidur
Klien mengatakan Deformitas
aktivitasnya dibantu
keluarganya Ggg fungsi ekstremitas
DO :
Hasil x-ray : Fraktur Kerusakan mobilitas fisik
condyles lateral sampai
tibia plateu (fraktur
intraartikular os tibia
kanan
Pasien terbaring di
tempat tidur
No Data Etiologi Masalah
Terlihat pasien bergerak
pelan-pelan pada saat
merubah posisi
Kaki kanan terpasang
spalk dan balutan perban
elastis
ADL : Tingkat
ketergantungan skor 98
Kekuatan otot
5 5
3 5
3. DS : Pergeseran fragmen tulang Kecemasan
Pasien sering menayakan
kondisi nya Nyeri akut
Pasien sering bertanya
jadwal oprasi Kecemasan
DO :
Tanda-tanda vital
TD : 120/90 mmHg
P : 90 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,7º C
Terlihat gelisah
Wajah tegang
4. DS : Pergeseran fragmen tulang Gangguan
Pasien mengatakan susah pola tidur
tidur karena merasakan Nyeri akut
nyeri
Kecemasan
DO :
Terlihat adanya kantung
mata Gangguan pola tidur
gelisah
G. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik/kerusakan jaringan muskuloskeletal
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan kerangka muskuloskeletal
3. Ansietas b.d adanya perubahan status kesehatan
4. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyamanan fisik : nyeri
H. Perencanaan keperawatan
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan Pain management
injuri fisik/ keperawatan selama 3 x 1. Lakukan pengkajian nyeri
kerusakan jaringan 24 jam klien mampu secara komprehensif (P, Q, R,
muskuloskeletal beradaptasi dengan nyeri S, T)
yang dialami 2. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
Dengan kriteria hasil :
Mampu mengontrol 3. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
nyeri (tahu penyebab
menemukan dukungan
nyeri, mampu
4. Kaji tipe dan sumber nyeri
menggunakan tehnik
untuk menentukan intervensi
nonfarmakologi)
5. Ajarkan tentang teknik non
Melaporkan bahwa
farmakologi: napas dalam,
nyeri berkurang (skala
relaksasi
5 ke 3
6. Tingkatkan istirahat
Mampu mengenali
7. Berikan informasi tentang
nyeri
nyeri seperti penyebab nyeri,
Menyatakan rasa
berapa lama nyeri akan
nyaman setelah nyeri
berkurang dan antisipasi
berkurang
ketidaknyamanan dari
TD dan HR dalam
prosedur
batas normal
8. Kolaborasi dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyei
tidak behasil
Analgesic administration
9. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan derajat nyeri
10. Cek riwayat alergi obat
11. Pilih rute pemberian secara IV.
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
12. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Exercise therapy : ambulation
mobilitas fisik b.d keperawatan selama 3 x 1. Kaji kemampuan pasien
kerusakan 24 jam klien mampu dalam mobilisasi
kerangka menunjukan tingkat 2. Latih pasien dalam
muskuloskeletal mobilitas optimal pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
Dengan kriteria hasil :
kemampuan
Klien mampu
melakukan
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
keperawatan
pergerakan dan 3. Dampingi dan bantu pasien
perpindahan, saat mobilisasi dan bantu
mempertahankan penuhi kebutuhan ADLs ps.
mobilitas optimal 4. Ajarkan pasien bagaimana
Tidak terjadi merubah posisi dan berikan
kontraktur bantuan jika diperlukan
3. Kecemasan b.d Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction (penurunan
adanya perubahan keperawatan selama 1 x kecemasan)
status kesehatan 24 jam tingkat 1. Gunakan pendekatan yang
kecemasan menurun menenangkan
2. Jelaskan semua prosedur dan
Dengan kriteria hasil :
apa yang dirasakan selama
Klien mampu
prosedur
mengidentifikasi dan
3. Berikan informasi faktual
mengungkapkan
mengenai diagnosis, tindakan
gejala cemas
prognosis
Mengidentifikasi,
4. Libatkan keluarga untuk
mengungkapkan dan
mendampingi klien
menunjukkan tehnik
5. Instruksikan pada pasien
untuk mengontol
untuk menggunakan tehnik
cemas
relaksasi
Vital sign dalam batas
6. Identifikasi tingkat
normal
kecemasan
Postur tubuh, ekspresi
7. Bantu pasien mengenal situasi
wajah, bahasa tubuh
yang menimbulkan
dan tingkat aktivitas
kecemasan
menunjukkan
8. Dorong pasien untuk
berkurangnya
mengungkapkan perasaan,
kecemasan
ketakutan, persepsi
4. Gangguan pola Setelah dilakukan asuhan Sleep Enhancement
tidur b.d keperawatan selama 1 x 1. Determinasi efek-efek
ketidaknyamanan 24 jam Gangguan pola medikasi terhadap pola tidur
fisik : nyeri tidur pasien terpenuhi 2. Jelaskan pentingnya tidur
yang adekuat
Dengan kriteria hasil :
3. Ciptakan lingkungan yang
Jumlah jam tidur
nyaman
dalam batas normal 6-
8jam/hari
Pola tidur, kualitas
dalam batas normal
Perasaan fresh
sesudah tidur/istirahat
Mampu
mengidentifikasi hal-
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
keperawatan
hal yang
meningkatkan tidur
I. Implementasi keperawatan
No. Waktu
Implementasi Respon Paraf
Dx Tgl/jam
1. Kamis, 14 Pain management
November 1. Melakukan pengkajian nyeri 1. Skala nyeri 5 (0-10), Ade
2019 secara komprehensif (P, Q, R, menetap secara terus
(Shift S, T) menerus
Siang) 2. Mengobservasi reaksi 2. Wajah meringis
16.00 nonverbal dari
WIB ketidaknyamanan
3. Mengajarkan tentang teknik 3. Pasien dapat
non farmakologi: napas melakukan teknik
dalam, relaksasi relaksasi saat nyeri
timbul
4. Meningkatkan istirahat 4. Pasien terbaing di
5. Memberikan informasi tempat tidur
tentang nyeri seperti 5. Pasien mengetahui
penyebab nyeri, berapa lama penyebab nyeri dan
nyeri akan berkurang dan cara mengatasinya
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
6. Berkolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan 6. Nyeri belum
nyei tidak behasil berkurang
Analgesic administration
7. Mengecek riwayat alergi obat 7. Tidak ada rw alergi
thdp obat
8. Memilih rute pemberian 8. Terapi pemberian
secara IV. IM untuk ketorolac melalui IV
pengobatan nyeri secara
teratur
2. Kamis, 14 Exercise therapy : ambulation
November 1. Mengkaji kemampuan pasien 1. Pasien sakit pada saat Ade
2019 dalam mobilisasi berpindah posisi
(Shift 2. Melatih pasien dalam 2. Aktivitas pasien
Siang) pemenuhan kebutuhan ADLs sebagian dibantu oleh
16.30 secara mandiri sesuai keluarga
WIB kemampuan
No. Waktu
Implementasi Respon Paraf
Dx Tgl/jam
3. Mendampingi dan Bantu 3. Aktivitas dibantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
4. Mengajarkan pasien 4. Pasien mengetahui
bagaimana merubah posisi cara merubah posisi
dan berikan bantuan jika
diperlukan
3. Kamis, 14 Anxiety Reduction
November 1. Menggunakan pendekatan 1. Komunikasi terpeutik Ade
2019 yang menenangkan dengan pasien
(Shift 2. Menjelaskan semua prosedur 2. Pasien sudah
Siang) dan apa yang dirasakan mengetahui prosedur
16.40 selama prosedur yang akan diberikan
WIB 3. Mengidentifikasi tingkat 3. Pasien cemas
kecemasan menunggu jadwal
oprasi yang tidak tentu
4. Mendorong pasien untuk 4. Pasien ingin segera
mengungkapkan perasaan, dilakukan oprasi pada
ketakutan, persepsi kakinya
4. Kamis, 14 Sleep Enhancement
November 1. Mendeterminasi efek-efek 1. Tidak ada efek obat Ade
2019 medikasi terhadap pola tidur thdp pola tidur
(Shift 2. Menjelaskan pentingnya tidur 2. Pasien mengetahui
Siang) yang adekuat pentingnya tidur
16.50 3. Menciptakan lingkungan 3. Pasien merasa tenang
WIB yang nyaman
L. Pembahasan
Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan
tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun
2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur. Menurut DEPKES
RI tahun 2011 di Indonesia sendiri juga banyak yang mengalami fraktur,
fraktur di Indonesia terdapat 45.987 orang yang mengalami fraktur, prevalensi
kejadian fraktur yang paling tinggi adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729
orang yang mengalami fraktur, sedangkan ada 14.037 orang yang mengalami
fraktur cluris dan terdapat 3.776 orang mengalami fraktur tibia.
Fraktur yang terjadi pada Tn. AS (31 Th) disebabkan oleh adanya
benturan trauma secara langsung yang diakibatkan dari terjadinya kecelakaan
lalu lintas. Hasil pemeriksaaan rontgen Tn. AS di diagnosis close fraktur dextra
tibial flateu. Permasalahan prioritas yang termasuk dalam fraktur yaitu nyeri
akut, kerusakan mobilitas fisik, kecemasan serta mengakibatkan terganggunya
pola tidur pasien.
Saat ini kondisi pasien sedang menunggu penjadwalan operasi, Pasien
masih dalam kondisi bedrest dengan keterbatasan mobilitas akibat kondisi
fraktur dan nyeri. Untuk mengatasi nyeri perawat memberikan intervensi
secara komprehensif dalam management pain dan kolaborasi pemberian
analgesik, pasien juga diajarkan tehnik management pain non-farmakologis
dengan relaksasi nafas dalam.
Masalah keperawatan Gangguan mobilitas fisik yang harus ditangani
oleh perawat adalah dengan cara mengkaji kemampuan mobilitas pasien dan
melatih pasien dalam pemenuhan kebuuhan ADL secar amandiris sesuai
kebutuhan. Pasien tampak cemas sehingga perawat memberikan informasi
terkait kondisi kesehatannya dan membuat pasien lebih tenang. Perawat
memberikan edukasi tentang makanan yang berprotein tinggi untuk
meningkatkan percepatan penyembuhan luka. Sementara sehingga tindakan
latihan melatih kemampuan otot belum bisa dilakukan.
M. Referensi
Aji, S. B., Armiyati, Y., & Sn, S. A. (2015). Efektifitas Antara Relaksasi
Autogenik dan Slow Deep Breathing Relaxation Terhadap Penurunan
Nyeri pada RSUD Ambarawa. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan, 002.
Judge, N. (2007). Neurovascular assessment. Nursing Standart, 21(45), 39–
44.
Meilissa, G. (2007) Pola Penggunaan Analgesik pada Pasien Closed dan
Opened Fraktur yang Menjalani Bedah Ortopedi dan Rawat Inap di
Rumah Sakit Pertamina Balikpapan Periode Januari 2006-Januari 2007
Nanda (2015). Diagnosis Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015 -2017.
EGC. Jakarta.
p39-44w45 13/7/07 10:44 am Page 39
&
art & science clinical skills: 8
Neurovascular assessment
Judge NL (2007) Neurovascular assessment. Nursing Standard. 21, 45, 39-44.
Date of acceptance: April 20 2007.
&
art & science clinical skills: 8 affected muscles and touch (Duckworth 1995,
Goldie 1998, Middleton 2003, Lucas and
Davis 2005). There is much controversy
about the management of pain in patients at risk
of the limb and evidence of swelling. Box 1 of developing compartment syndrome
demonstrates a step-by-step guide to (Whitesides 2001). Patients who have undergone
undertaking neurovascular observations. orthopaedic surgery should be given pain relief
Pain Pain considered out of proportion to the for their own welfare and comfort as well as to
injury is usually the earliest and most important prevent other physiological mechanisms being
presenting symptom of compartment syndrome affected, for example, the maintenance of
(Duckworth 1995, Lucas and Davis 2005). respiratory rate, pulse rate and blood pressure
However, it is frequently overlooked because to within normal limits. However, there are
nurses are unable to differentiate between poorly concerns that the use of analgesia to alleviate
controlled post-operative pain and pain that may pain may mask the symptoms of compartment
indicate something more serious (Crowther syndrome (Middleton 2003).
1999). Pain associated with compartment Nurses should ensure that patients at risk of
syndrome tends to be poorly localised, persistent, developing compartment syndrome receive
progressive, often not relieved by analgesia and appropriate pain management. It is also
often enhanced on passive extension of the important that nursing staff are able to identify
BOX 1 unusual patterns of pain (Middleton 2003). The
first part of neurovascular observation should
Step-by-step guide to neurovascular observations involve a thorough assessment of the patient’s
Preparation level of pain. However, research has highlighted
inconsistencies in the way that these assessments
1. Explain the procedure to the patient and gain his or her consent.
are made (Harrison 1991, Scott 1992, Closs et al
2. Ensure the patient’s privacy and dignity are maintained. 1993, Woodward 1995, Colley and Crouch
3. Ensure that your hands are clean and dry. 2000, Pasero and McCaffery 2005).
Pain assessment tools should be used to obtain
Procedure accurate pain scores, which can then be used as
1. Assess the patient’s level of pain using an appropriate pain scale; consider a direct measure of the patient’s condition
the location, radiation and characteristics of the pain. (Colley and Crouch 2000). A variety of pain
2. Palpate the peripheral pulse distal to the injury and/or restriction on the assessment tools are available, each with their
unaffected side, repeat on the affected side and note the presence of the own advantages and disadvantages, the
pulse and any inconsistencies between sides in rate and quality of the pulse. discussion of which is beyond the scope of this
article. It is, however, important that the same
3. If the pulse is inaccessible or cannot be felt, perform a capillary refill test
and note the speed of return in seconds on the chart.
pain assessment tool is used by all members of
the nursing team treating the patient. This will
4. An assessment of sensation should be made by first asking the patient if improve the reliability of the results and
he or she feels any altered sensation on the affected limb – consider any decrease the subjectivity of the assessment. The
nerve blocks or epidurals. Using touch, assess sensation in each of the
numerical rating scale where the patient is asked
areas of the foot or hand ensuring all nerve distribution areas are
covered. Note any altered sensation on the chart.
to rate the severity of pain from one to ten is
useful. The nurse should suspect that a problem
5. Ask the patient to flex and extend each toe and/or finger and the ankle such as compartment syndrome is developing if
and/or wrist, where possible. If the patient is unable to move actively, the pain experienced is disproportionate to the
perform a passive movement. Note any pain reported by the patient
injury or increasing in severity despite the
either on movement or at rest.
administration of analgesia. In addition to the
6. Observe the colour of the limb in comparison with the affected side score, attention should be paid to the location,
noting any pale, cyanotic or mottled appearance. radiation and characteristics of the pain (Dykes
7. Feel the warmth of the limb above and below the site of injury using the 1993). Non-verbal cues of pain such as
back of the hand and compare with the other side. Note any excess guarding, grimacing and sweating are
warmth, coldness or coolness of the limb. particularly important in patients who are
8. Inspect the limb for swelling and compare with the unaffected side. Note unable to verbalise pain severity.
whether swelling is moderate or marked, particularly noting any increase Paralysis (movement) Neurovascular deficit
since the last set of observations was taken. can cause muscles in the affected compartment
to become paralysed as a result of nerve damage
Post-procedure
or necrosis. Therefore, the nurse should
1. Ensure that all documentation is complete including any actions taken. undertake an active or passive range of
Where deficit is suspected, report to a member of the medical team. movement of both limbs, first the unaffected and
2. Ensure that the patient is left comfortable. then the affected side, noting any reduced range
of movement, while taking into consideration
the extent of the injury and/or surgery. Ischaemic be asked to report any changes in sensation to
muscles are sensitive to stretching and therefore the affected limb, which may result from
extension of the joint(s) may result in extreme pressure on the relevant nerve(s) (Mourad
pain in the forearm or calf (Duckworth 1995, 1995). Reported changes may include
Middleton 2003, Solomon et al 2005). The decreased sensation, hypersensation, tingling,
patient may experience pain on movement as a ‘pins and needles’, numbness or loss of
result of the injury or surgery. If this pain sensation (Lucas and Davis 2005). Findings
remains once the fingers or toes are held in should be compared bilaterally.
extension and the movement has stopped, the Because a number of different nerves serve the
nurse should be alerted (Goldie 1998). limb all areas of the limb should be assessed,
Paraesthesia (sensation) Paraesthesia of an including between web spaces (Nicol et al 2002).
area supplied by a specific nerve is a reliable Documentation should note where the patient
finding in the patient who is awake and able to reports altered sensation and what this
co-operate (Crowther 1999). The nurse should alteration is so that medical staff can identify
lightly touch the skin both proximally and which nerve is affected (Goldie 1998). If the
distally to the affected site. The patient should patient has had a nerve block, spinal anaesthesia
FIGURE 1
Location of peripheral pulses
Temporal
Carotid
Radial
Brachial
Posterior tibial
Femoral
Popliteal
Dorsalis
pedis
&
art & science clinical skills: 8 impaired limb will be pale or dusky in
appearance (Mourad 1995, Middleton 2003).
The limb also tends to have a glossy exterior as a
result of swelling (McRae 1999). Temperature of
or an epidural, findings must be considered in the limb proximally and distally to the injury
relation to the normal effects of such should be assessed using the back of the hand
procedures. (Dykes 1993, Judge 2004). Any alterations in
Pulses and/or capillary refill An absence of pulse temperature and colour should be noted. A cold
may indicate a lack of arterial flow (Mourad and pale limb below the level of injury and/or
1995). Pulses should be assessed distal to the restriction may indicate arterial insufficiency. A
injury and/or cast to assess whether blood flow is warm limb with a bluish tinge could indicate
reaching past the area of injury/surgery and venous stasis (Dykes 1993, Crowther 1999,
perfusing the remaining limb effectively. On the Lucas and Davis 2005). It is important that
lower limb the dorsalis pedis pulse is usually nursing staff always check findings against the
assessed and on the upper limb the radial pulse unaffected limb.
(Figure 1). If possible, pulses should be assessed Swelling Swelling of the affected limb is not
as soon as the patient is admitted so that a necessarily a feature of neurovascular
baseline can be established. This is particularly impairment (Duckworth 1995). It is important
important with lower limb injuries because the to remember that the limb, having undergone
dorsalis pedis pulse is congenitally absent in up to trauma, is likely to be swollen as part of its
12% of the population (Barnhurst and Barner natural physiology (Mourad 1995).
1968, Dykes 1993). If the dorsalis pedis pulse is The presence of casts or bandages may also cause
not felt then the posterior tibial pulse should be the limb to swell, resulting in altered sensation.
palpated (Morison et al 1997). Thus, by releasing the constriction through
Any differences in rate and quality of loosening bandages or splitting casts, swelling
palpating pulses with the other limb should be and subsequent altered sensation and pain may
noted (Dykes 1993). The absence of a pulse is diminish (Hughes and Porter 1997).
rarely noted as an early symptom of Before surgery or following injury, consideration
compartment syndrome (Edwards 2004) and should also be given to any tight-fitting jewellery
often pulses are still present because swelling (Lucas and Davis 2005). Although swelling
may not necessarily affect the major vessels is not necessarily characteristic of neurovascular
(Goldie 1998, Crowther 1999, Middleton 2003). deficit, any notable increase should still be
A clinical diagnosis should not be based on the documented and reported.
absence or presence of a pulse (Duckworth 1995,
Solomon et al 2005).
Nursing actions and documentation
Assessment of peripheral pulses remains
subjective and should therefore be considered in Documentation of neurovascular observations is
combination with other findings such as pain, important to identify symptom patterns.
pallor, swelling, paralysis, temperature and A neurovascular chart should be used to assess
altered sensation (Morison et al 1997). every patient and results should be documented
Documentation must note which pulses have along with any action taken by the nurse.
been assessed so that consistency can be Figure 2 illustrates an example of a chart that can
maintained between nursing staff. Nurses may be used to document findings. As with any
find it helpful to mark the pulse area once found nursing procedure, neurovascular observations
on the patient’s limb. should be documented when they are conducted.
Documentation must be clear as to whether a If a problem arises and documentation has not
pulse is accessible but not palpable or whether taken place, it will be assumed that the
the pulse cannot be accessed because of casts or observations were not acted on.
bandages (Nicol et al 2002). Capillary refill If a neurovascular deficit is suspected the
should be used to measure arterial perfusion in nurse should report it to a member of the medical
patients who present with an inaccessible pulse team as a matter of urgency so that it can be
as a result of restriction from a plaster cast or reviewed. The instigation of ice and elevation in
bandage. Normal capillary refill of two seconds the post-operative period is helpful to reduce
indicates good perfusion. However, as with the swelling. However, elevation should be reduced
presence or absence of pedal pulses, a delayed to below heart level and ice removed if a deficit is
capillary refill can also be a late sign. Gradual suspected so as not to impede circulation further
slowing may be seen as the pressure increases. (Love 1998, Bongiovanni et al 2005). Any
Capillary refill that slows to more than four constricting bandages should be loosened and
seconds must be reported (Mourad 1995). casts bi-valved to decrease constriction of the
Pallor and temperature A neurovascularly limb (Lucas and Davis 2005).
FIGURE 2
Neurovascular chart
Name: Ward: Hospital no:
Consultant: Procedure/injury:
Area for observation: Frequency of observations:
Date
Time
Pain score (1-10)
Colour Normal
Pale*
Cyanotic*
Mottled*
Warmth Hot*
Warm
Cold*
Cool*
Pulses Name of pulse:
Strong
Weak*
Absent*
Capillary refill greater than two seconds (yes/no)
Movement
Dorsi No movement*
Flexion Movement no pain
Movement with pain*
Plantar No movement*
Flexion Movement no pain
Movement with pain*
Toe No movement*
Extension Movement no pain
Movement with pain*
Toe flexion No movement*
Movement no pain
Movement with pain*
Sensation
Web space No sensation*
First and second toe Tingling/numbness*
Full sensation
Web space No sensation*
Third and fourth toe Tingling/numbness*
Full sensation
Sole of foot/toes No sensation*
Tingling/numbness*
Full sensation
Arch of foot (medial) No sensation*
Tingling/numbness*
Full sensation
Initials
Always compare with the unaffected limb. If both limbs are affected use a separate chart for each limb.
*These may be signs of abnormalities, take appropriate action, document and inform a member of the medical team.
Document all actions taken in the space below.
&
art & science clinical skills: 8 Edwards 2004). Early detection of any
neurovascular deficit is vital to avoid long-term
disability (Middleton 2003). Nursing staff
should be aware that it is not only patients who
have sustained high impact trauma who are at
Conclusion
risk of developing a neurovascular deficit, but
Compartment syndrome can be devastating for also those who have undergone routine elective
patients because of the symptoms experienced surgery, have a cast in situ or bandaging.
and loss in functional ability, whether The ‘five Ps’ approach to neurovascular
temporary or permanent. Length of stay in observations should enable nursing staff to
hospital will be increased and any decrease in carry out efficient assessments, noting any
functional ability may affect patients’ ability to deterioration and taking appropriate action
continue in their employment (Dandy and where necessary NS
References
Barnhurst DA, Barner HB (1968) Goldie BS (1998) Orthopaedic Diagnosis syndrome: the importance of early
Prevalence of congenitally absent pedal and Management, a Guide to the Care of diagnosis. Nursing Times. 99, 21, 30-32.
pulses. New England Journal of Medicine. Orthopaedic Patients. Second edition.
Morison M, Moffatt C, Bridel-Nixon J,
278, 5, 264-265. ISIS Medical Media, Oxford.
Bale S (1997) A Colour Guide to the
Bongiovanni MS, Bradley SL, Harrison A (1991) Assessing patients’ Nursing Management of Chronic Wounds.
Kelley DM (2005) Orthopedic trauma: pain: identifying reasons for error. Journal Second edition. Mosby, London.
critical care nursing issues. Critical Care of Advanced Nursing. 16, 9, 1018-1025.
Mourad L (1995) Orthopaedic Nursing.
Nursing Quarterly. 28, 1, 60-71. Hughes SPF, Porter RW (1997) Delmar, London.
Brinker M, Miller M (1999) Textbook of Orthopaedics and Fractures. Nicol M, Bavin C, Bedford-Turner S,
Fundamentals of Orthopaedics. WB Arnold, London. Cronin P, Rawlings-Anderson K (2002)
Saunders, Philadelphia PA. Judge N (2004) Examination of the Essential Nursing Skills. Second edition.
Closs SJ, Fairtlough HL, Tierney AJ, musculoskeletal system. In Cox C (Ed) Mosby, Edinburgh.
Currie CT (1993) Pain in elderly Physical Assessment for Nurses. Pasero C, McCaffery M (2005) No
orthopaedic patients. Journal of Clinical Blackwell, Oxford, 153-178. self-report means no pain-intensity rating.
Nursing. 2, 1, 41-45. Judge N (2005) Patients requiring American Journal of Nursing. 105, 10,
orthopaedic surgery. In Pudner R (Ed) 50-53.
Colley R, Crouch R (2000) Pain
assessment tools. Emergency Nurse. 8, 6, Nursing the Surgical Patient. Second Schoen DC (2000) Adult Orthopaedic
16-21. edition. Elsevier, Edinburgh, 467-495. Nursing. Lippincott, Philadelphia PA.
Crowther CL (1999) Primary Love C (1998) A discussion and analysis Scott I (1992) Nurses’ attitudes to pain
Orthopaedic Care. Mosby, St Louis MO. of nurse-led pain assessment for the early control and the use of pain assessment
detection of compartment syndrome. scales. British Journal of Nursing. 2, 1,
Dandy DJ, Edwards DJ (2004) Essential Journal of Orthopaedic Nursing. 2, 3, 11-16.
Orthopaedics and Trauma. Fourth edition. 160-167.
Churchill Livingstone, Edinburgh. Solomon L, Warwick D, Nayagam S
Lucas B, Davis P (2005) Why restricting (2005) Apley’s Concise System of
Duckworth T (1995) Lecture Notes on movement is important. In Kneale J, Davis Orthopaedics and Fractures. Third edition.
Orthopaedics and Fractures. Third edition. P (Eds) Orthopaedic and Trauma Nursing. Hodder Arnold, London.
Blackwell Science, Oxford. Second edition. Churchill Livingstone,
Whitesides TE Jr (2001) Pain: friend or
Edinburgh, 105-139.
Dykes PC (1993) Minding the five Ps of foe? Journal of Bone and Joint Surgery.
neurovascular assessment. American McRae R (1999) Pocketbook of American Volume. 83-A, 9, 1424-1425.
Journal of Nursing. 93, 6, 38-39. Orthopaedics and Fractures. Churchill
Woodward S (1995) Nurse and patient
Livingstone, Edinburgh.
Edwards S (2004) Acute compartment perceptions of pain. Professional Nurse.
syndrome. Emergency Nurse. 12, 3, 32-38. Middleton C (2003) Compartment 10, 7, 415-416.
ABSTRAK
Fraktur adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang bisa diatasi dengan
pembedahan ORIF. Nyeri merupakan suatu keluhan yang sering dialami oleh pasien setelah
pembedahan ORIF. Dampak nyeri dapat mengganggu proses fisiologis, himodinamis, menimbulkan
stresor, cemas, mengganggu istirahat dan proses penyembuhan penyakit. Nyeri post ORIF dapat
diatasi perawat dengan metode non farmakologi misalnya terapi relaksasi autogenik dan slow deep
breating relaxaion. Tujuan penelitian untuk menganalisa perbedaan efektifitas antara relaksasi
autogenik dan slow deep breathing relaxation terhadap penurunan nyeri pada pasien post ORIF di
RSUD Ambarawa. Desain penelitian menggunakan pre test and post test nonequivalent control group
dengan jumlah sampel sebanyak 22 responden dengan teknik kuota sampling. Hasil penelitian
menunjukan penurunan intensitas nyeri responden pada kelompok terapi relaksasi autogenik sebanyak
2,83 sedangkan penurunan intensitas nyeri pada kelompok slow deep breathing relaxation sebanyak
1,65. Hasil uji Mann Whitney Test menunjukan p value 0,002 (p<0,05), relaksasi autogenik lebih
efektifitas dibandingkan slow deep breathing relaxation terhadap penurunan nyeri pada pasien post
ORIF di RSUD Ambarawa. Hasil penelitian ini merekomendasikan relaksasi autogenik dan slow deep
breathing relaxation dapat dijadikan tindakan mandiri keperawatan non farmakologi yang dilakukan
perawat untuk menurunkan nyeri post ORIF.
Kata kunci: fraktur, ORIF, nyeri, relaksasi autogenik, slow deep breathing relaxation.
ABSTRACT
Fracture is a condition where the bone tissue continuity is broken, which can be overcome by ORIF
surgery. Pain is the complaint most patients encounter with after the ORIF surgery. The pain effect can
interfere the physiological process, hemodynamic, trigger stressor, anxiety, distract the rest, and
recovery process. Post ORIF pain can be handled by the nurse by non-pharmacological method for
example autogenic relaxation, and Slow Deep Breathing Relaxation. The objective of this study is to
analyze the difference of the effectiveness of the autogenic relaxation and Slow Deep Breathing
Relaxation to the Post ORIF pain decrease at the District General Hospital of Ambarawa. The design
of this study was using pre test and post test nonequivalent control group with 22 respondents as the
samples with quota sampling technique. The result of the study is showing that there is a respondents’
decrease of pain intensity at autogenic relaxation group as much as 2,83. While the decrease of pain
intensity at slow deep breathing relaxation group is as much as 1,65. The Mann Whitney Testshows p
value 0,002 (p<0,05), the autogenic relaxation is more effective than slow deep breathing relaxation to
ward the pain decrease of post ORIF patients at the District General Hospital of Ambarawa. The result
of this study recommends that the autogenic relaxation and slow deep breathing relaxation can be
Efektivitas antara relaksasi autogenik dan slow deep breathing....... (S. B. AJI, 2015) 1
referred as a non-pharmacological self-care nursing action that is carried out by nurses to reduce post
ORIF pain.
Keywords: Fracture, post ORIF, pain, autogenic relaxation, slow deep breathing relaxation
Efektivitas antara relaksasi autogenik dan slow deep breathing....... (S. B. AJI, 2015) 3
pekerjaan paling banyak adalah katagero Tabel 3
bekerja yaitu 16 orang (72,7%). Pada Distribusi frekuensi responden berdasarkan
tingkat pendidikan paling banyak adalah tingkat nyeri post ORIF sebelum dan sesudah
SMA yaitu 13 (59,1%), untuk usia paling perlakuan teknik relaksasi nafas dalam.
Kemampuan Sebelum Sesudah
banyak responden usua dewasa awal
mengontrol f % f %
berjumlah 12 orang (54,5%). Tidak nyeri 0 0 0 0
Nyeri ringan 3 27,3 8 72,7
2. Gambara skala nyeri post ORIF sedelum Nyeri sedang 8 72,7 3 27,3
dan sesudah intervensi relaksasi Nyeri berat 0 0 0 0
autogenik dan relaksasi nafas dalam. Nyeri berat tidak 0 0 0 0
a. Gambaran nyeri post ORIF sebelum terkontrol
Total 11 100 11 100
dan sesudah intervensi relaksasi
autogenik.
Berdasarkan hasil tabel 3 diketahui bahwa
Tabel 2
sebelum diberikan perlakuan teknik relaksasi
Distribusi frekuensi responden berdasarkan
nafas dalam responden sebagian besar
tingkat nyeri post ORIF sebelum dan
mengalami nyeri sedang sebanyak 8 (72,7%)
sesudah pemberian teknik
orang. Setelah perlakuan teknik relaksasi nafas
relaksasi autogenik
sebagian besar responden yang mengalami
Kemampuan Sebelum Sesudah nyeri ringan sebanyak 8 (72,7%) orang.
mengontrol f % f % Gambaran katagorik kelompok relaksasi nafas
Tidak nyeri 0 0 0 0 dalam didapakan nilai mean sebelum sebesar
Nyeri ringan 2 18,2 10 90,9 4,54 dan standar deviasi 1,21. Mean sesudah
Nyeri sedang 9 81,8 1 9,1
Nyeri berat 0 0 0 0 intervensi relaksasi nafas dalam sebesar 2,90
Nyeri berat 0 0 0 0 dan setandar deviasi 0,94.
tidak
terkontrol
c. Gambaran penurunan skala nyeri sebelum
Total 11 100 11 100
dan sesudah diberikan intervensi.
Tabel 4
Berdasarkan hasil tabel 2 diketahui bahwa
sebelum diberikan perlakuan teknik relaksasi Gambaran responden berdasarkan
autogenik sebagian besar mengalami nyeri penurunan skala nyeri intervensi
sedang sebanyak 9 (81,8%) orang. Setelah pada pasien post ORIF di
diberikan intervensi teknik relaksasi autogenik RSUD Ambarawa
sebagian besar responden mengalami nyeri Relaksasi Relaksasi
ringan sebanyak 10 (90,9%) orang. Gambaran Variabel autogenik nafas dalam
̅ ± SD ̅ ± SD
kelompok intervensi relaksasi autogenik
didapakan nilai mean sebelum intervensi penurunan
2,81 ± 0,75 1,63 ± 0,67
sebesar 4,63 dan standar deviasi 1,12. skala nyeri
Efektivitas antara relaksasi autogenik dan slow deep breathing....... (S. B. AJI, 2015) 5
dipakai, peralatan kerja, proses produksi, memberi respon yang lebih rasional terhadap
dan cara kerja (Buchari. 2007. hlm.8). informasi yang datang dan akan berfikir
sejauh mana keuntungan yang mungkin
Bentuk tubuh serta tenaga yang dimiliki mereka peroleh dari gagasan tersebut.
seseorang dipengaruhi oleh aktifitas atau Semakin tinggi tingkat pendidikan membuat
pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. pemikiran seseorang menjadi rasional dalam
Pekerjaan yang menggunakan fisik dan non mengatasi nyeri. Penelitian ini didukung
fisik dapat membentuk masa otot dan dapat oleh penelitian Oktavia, (2014), tentang
mempengaruhi sensasi nyeri. Pekerjaan pengaruh latihan teknik relaksai nafas dalam
yang sifatnya fisik membiasakan otot-otot menggunakan aromaterapi lavender dan
tubuh menjadi kencang dan kurang peka relaksasi nafas dalam terhadap intensitas
terhadap intensitas nyeri yang dirasakan, nyeri pada pasien post operasi mayor
sedangkan pekerjaan yang sifatnya non abdomen di RSUD Salatiga dengan tingkat
fisik lebih peka terhadap nyeri yang pendidikan SMA paling tinggi mencapai 7
dirasakan (Christie, 2009, hlm.9). responden (41,2%).
Efektivitas antara relaksasi autogenik dan slow deep breathing....... (S. B. AJI, 2015) 7
ORIF menjadi nyeri ringan dan sedang. Terjadi signifikan dengan nilai p value= 0,000
penurunan intensitas nyeri setelah intervensi (p<0,05) dan nilai t= 12,45 yang
rata-rata menjadi nyeri ringan dan sedang, menunjukan bahwa ada perbedaan nyeri post
dengan penurunan selisih mean 1,65 dari ORIF sebelum dan sesudah intervensi
sebelum ke sesudah dilakukan terapi relaksasi relaksasi autogenik. Relaksasi autogenik
napas dalam. didapatkan mean rerate sebesar 2,83.
Berdasarkan hasil uji paired t test didapatkan p Hasil penelitian efektifitas sebelum relaksasi
value 0,000 (<0,05) artinya ada perbedaan nafas dalam didapatkan mean 4,54,
yang signifikan intensitas nyeri sebelum dan sedangkan sesudah dilakukan relaksasi nafas
sesudah intervensi relaksasi nafas dalam pada dalam didapatkan mean 2,91. Hasil
pasien post ORIF. Terapi relaksasi nafas dalam signifikan dengan nilai p value= 0,000
efektif terhadap penurunan nyeri post ORIF. (p<0,05) dan nilai t= 8,05 yang menunjukan
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian bahwa ada perbedaan nyeri post ORIF
yang dilakukan oleh Arfa, (2013) diperoleh sebelum dan sesudah intervensi relaksasi
bahwa p value = 0,000 dengan taraf nafas dalam. Relaksasi nafas dalam
signifikansi (< 0,05), yang berarti terdapat didapakan mean rerate sebesar 1,63.
perbedaan yang signifikan antara intensitas
nyeri sebelum dan setelah perlakuan teknik 4. Efektifitas pemberian teknik relaksasi
relaksasi nafas dalam. autogenik dan relaksasi nafas dalam pada
pasien post ORIF
Hal ini menunjukan bahwa relaksasi nafas
dalam dapat digunakan untuk menurunkan Hasil penelitian menunjukan mean
tingkat nyeri dengan cara menarik nafas penurunan skala nyeri setelah intervensi
melalui hidung dan dikeluarkan secara pada kelompok intevensi relaksasi autogenik
perlahan melalui mulut dengan irama yang adalah 2,81, sedangkan pada kelompok
berlahan sehingga merangsang otak dan relaksasi nafas dalam adalah 1,63 skor
sumsum tulang belakang untuk memproduksi penurunan intensitas nyeri relaksasi nafas
endorphin (substasi seperti morfin yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan
diproduksi tubuh untuk menghambat transmisi relaksasi autogenik. Berdasarkan hasil uji
inpuls nyeri). Pelepasan endorphin ini mann-whitney didapatkan data p value 0,002
menghambat transmisi neurotransmitter (p value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan
tertentu (substansi P) sehingga terjadi bahwa ada perbedaan yang signifikan rerate
penurunan intensitas nyeri (Perry & Potter, intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi
2006 hlm. 1529). Efek relaksasi nafas dalam antara kelompok relaksasi autogenik dan
pada nyeri memberikan efek rileks dengan cara relaksasi nafas dalam di RSUD Ambarawa.
menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri
akan berkurang (Tamsuri, 2007, hlm.11). Penelitian menggunakan prosedur relaksasi
autogenik menurut Mariyam (2011 hlm 82-
3. Perbedaan tingkat nyeri pada pasien post 83) dengan alokasi waktu 15 menit dan
ORIF sebelum dan sesudah pemberian prosedur relaksasi nafas dalam menurut
teknik relaksasi autogenik dan relaksasi Ayudianningsih (2012) dengan alokasi
nafas dalam. waktu yang sama 15 menit. Penelitian
melakukan intervensi 6 jam setelah
Hasil penelitian efektifitas sebelum pemberian analgesik ketorolac atau 2 jam
relaksasi autogenik didapatkan mean 4,64, sebelum pemberian analgesik ketorolac
sedangkan sesudah dilakukan relaksasi berikutnya, pada hari ke 2 dan ke 3 setelah
autogenik didapatkan mean 1,81. Hasil operasi post ORIF. Analgesik ketorolac
Efektivitas antara relaksasi autogenik dan slow deep breathing....... (S. B. AJI, 2015) 9
4. Relaksasi autogenik lebih efektif dalam kebutuhan dasar klien. Jakarta:Salemba
menurunkan nyeri post ORIF dibandingkan medika
dengan terapi relaksasi nafas dalam dari Athba. 3013. Pekerjaan yang sangat beresiko.
hasil uji Mann-Whitney yaitu p value 0,002. http://www.athba.net/2013/08/jenis-
Saran pekerjaan-yang-sangat-beresiko.html
1. Bagi layanan kesehatan diperoleh Selasa 12 mei 2015
Diharapkan hasil penelitian ini pemilihan Ayudianningsih. (2012).Pengaruh teknik
relaksasi autogenik sebagai sebuah metode relaksasi nafas dalam terhadap penurunan
terapi non farmakologi dalam intervensi tingkat nyeri pada pasien pasca operasi
mandiri keperawatan untuk mengatasi nyeri fraktur femur di Rumah Sakit Karima Utama
paska post operasi atau dalam managemen Surakarta.
nyeri dan menjadi salah satu standart http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/1234
prosedur operasional (SPO) dalam 56789/3607 Diperoleh sabtu 6 desember
keperawatan paska post ORIF. 2014
2. Bagi institusi pendidikan Buchari. (2007). Penyakit akibat kerja dan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat penyakit terkait kerja.
menjadi intervensi dan tambahan sebagai http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456
bahan masukan ilmiah dan teoritis untuk 789/1432/1/07002746.pdf diperoleh Rabu
kepentingan pendidikan khususnya asuhan 13 Mei 2015
keperawatan dalam managemen nyeri post Brunelli. C, Zaecca. E, Martint. C, Campa. T,
ORIF. Fagnoni. E, Bangnasco. M, Lanata. L,
3. Bagi peneliti selanjutnya Caraceni, A. (2010). Comparation of
Peneliti selanjutnya yang akan melakukan numerical and verbal rithing scale to
penelitian sejenis diharapkan dapat measure pain. Biomet sentral, 42, 1-8.
mengendalikan karakteristik responden http://www.nebi.nim.nih.gov/pubmed/20412
yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri 579. diperoleh Rabu 18 februari 2015
meliputi: lokasi dan konfigurasi fraktur, Christie. P., Y. (2009). Pengaruh teknik
pengalaman nyeri sebelumnya, makna hipnosis terhadap penurunan intensitas
nyeri, kecemasan dan faktor pendukung. nyeri pada pasien post operasi fraktur di
Rumah Sakit Polpus R.S Sukanto dan
DAFTAR PUSTAKA RSPAD Gatot Soebroto. Jakarta:UPN
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan proses Veteran Jakarta.
keperawatan nyeri. Yogyakarta:Ar-Ruzz http://www.library.upnvj.ac.id/pdf,
Anonim. (2013). Ketorolac. diperoleh tanggal 21 Juni 2015
http://www.hexpharmjaya.com/page/Profil- Dahlan. M., S. (2009). Statistik untuk
Pabrik.aspx#/pics/Pabrik/plant.jpg keperawatan dan kesehatan. Edisi. 4.
diperoleh pada Selasa 12 Mei 2015. Jakarta: Salemba Medika.
Arfa, M. (2013). Pengaruh teknik relaksasi Dharma. K., K., (2011). Metodologi penelitian
nafas dalam terhadap penurunan nyeri keperawatan panduan melaksanakan dan
pada pasien post operasi appendisitis di menerapkan hasil penelitian. Jakarta:TIM
Ruangan Bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Dinkes.(2013). Profil kesehatan indonesia
Saboe Kota Gorontalo 2013.
http://eprints.ung.ac.id/1927/2/2012-2- dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/SDK/
14201-841408019-abstraksi- Mibangkes/profil2012/BAB_I-
26012013065623.pdf diperoleh pada VI_2012_fix.pdf diperoleh pada, Selasa 09
Selasa 12 Mei 2015. Desember 2014
Asmadi. (2008). Teknik prosedural Frada, R., A (2011). Pengaruh teknik relaksasi
keperawatan: konsep dan aplikasi autogenik terhadap tingkat kecemasan pada
Efektivitas antara relaksasi autogenik dan slow deep breathing....... (S. B. AJI, 2015) 11
(2010). Fundemental of nursing posyandu lansia desa, Rempoah, Kecamatan
fundemental keperawatan. Edisi 7. Baturraden, Kabupaten Banyumas.
Jakarta:Salemba Medika http://digilib.shb.ac.id/gdl.php?mod=browse
Prasetyo, S., N. (2010). Konsep dan proses &op=read&id=shb--supinahnim-145.
keperawatan nyeri. Yogyakarta:Graha Ilmu diperoleh Selasa, 27 Januari 2015
Risqi. Y., A (2010). Pengaruh hipnoterapi Suseno. Y., A. (2014). Pengaruh teknik
terhadap penurunan nyeri pada post relaksasi nafas dalam dan counter pressure
operasi fraktur diruang rawat inap bedah terhadap penurunan nyeri kala I fase aktif
RS. Ortopedi Surakarta. pada ibu persalinan normal di RSUD
http://www.publikasiIlmiah.UMS.ac.id/ban Ungaran Semarang
dle/23456789/3643. diperoleh Sabtu 23 mei Suyanto dan Salamah, U. (2009). Riset
2015 kebidanan metodologi dan aplikasi.
Riyanto, A (2011). Aplikasi metodelogi Yogyakarta: Mitra Cendikia
penelitian kesehatan dilengkapi contoh Stevans. P, Schade. A., Chalk.B.,& Slevin. O.
koesioner dan laporan penelitian. (2005). Pengantar riset pendekatan ilmiah
Yogyakarta: Nuha Medika untuk provesi kesehatan. Alih bahasa: Palupi
Saragih, S., D. (2010). Efektivitas terapi music Widyastuti, SKM Jakarta: EGC
terhadap intensitas nyeri pada pasien Tajuddin, I. (2011). Pelatihan relaksasi
kanker nyeri kronis di RSUP H. Adam autogenik untuk menurunkan tingkat stres
Malik Medan. http://respiratory.usu.id/.pdf. pada penderita hipertensi.
Diperoleh Selasa 12 mei 2015. http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=peneliti
Saryono. (2009). Metodologi penelitian an_detail&sub=PenelitianDetail&act=view
kesehatan penuntun praktis bagi pemula. &typ=html&buku_id=51796. diperoleh
Yogyakarta:Mitra Cendikia Press Selasa, 27 Januari 2015
Setiawan, A & Saryono (2011). Metodologi Tamsuri, A. (2007). Konsep dan
penelitian kebidanan DIII, DIV, S1 dan S2. penatalaksanaan nyeri. Jakarta:EGC
Yogyakarta:Moha Medika Tiana, Y. ( 2014). Pengaruh intervensi
Setyoadi & Kushariayadi. (2011). Terapi keperawatan teknik relaksasi autogenik
modalitas keperawatan pada klien terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre
psikogeriatrik. Jakarta:Salemba Medika operasi di RSUD Ungaran.
Sjamsuhidajat, R & Jong. D., W. (2005). Buku http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/docum
ajar ilmu bedah. Jakarta:EGC ents/3831.pdf diperoleh Selasa, 27 Januari
Sjamsuhidajat, R. Karnadihardja, W. 2015
Prasetyono. T., O., H. Rudiman. R. (2011). Wahid. A. (2013). Asuhan keperawatan dengan
Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta:EGC gangguan sistem muskuloskeletal.
Smeltzer, S., C., J & Bare, B., G. (2008) . Buku Jakarta:CV Sagung Seto
ajar keperawatan medikal bedah. Alih Wasis. (2008). Pedoman riset praktis untuk
bahasa: Agung Waluyo. Jakarta:EGC profesi perawat. Jakarta
(2013) . Buku ajar keperawatan medikal EGC.https://books.google.co.id/books?id=u
bedah. Alih bahasa: Agung Waluyo. Vol 1. VQetJXybEYC&pg=PA94&dq=kegunaan+r
Edisi 8. Jakarta:EGC elaksasi+autogenik&hl=id&sa=X&ei=OTjH
Sugiyono. (2012). Setatistik untuk penelitian. VKb2O4KhmgWiu4LoBA&redir_esc=y#v=
Bandung:Alfabeta onepage&q=kegunaan%20relaksasi%20auto
Sukmadinata. (2013). Landasan pendidikan. genik&f=false. diperoleh Selasa, 27
Jakarta:Raja Grafindo Persada Januari 2015
Supina. (2013). Pengaruh terapi relaksasi
autogenik terhadap perubahan nyeri
rheumatoid arthritir pada lansia di
ix
analgesik yang bekerja di sentral dan di perifer (kombinasi) yaitu NSAID +
Opioid.
Lama perawatan/pengobatan pada pasien sebelum dan sesudah menjalani
ORIF dan manjalani rawat inap yang paling banyak adalah 1-5 hari sebanyak 44
pasien (73,33%). Yaitu hampir sebagian besar pasien.
Berdasarkan pengamatan secara umum, rute pemberian yang paling banyak
diberikan baik pada premedikasi (sebelum operasi) maupun setelah menjalani
ORIF adalah intravena dengan bentuk sediaan injeksi.
Jenis kelamin yang paling banyak menjalani ORIF adalah laki-laki yaitu
sebanyak 40 pasien (66,67%) sedangkan perempuan sebanyak 20 pasien
(33,33%).
ORIF sering dilakukan pada Close Fraktur yaitu sebanyak 45 pasien (75%)
sedangkan Open Fraktur sebanyak 15 pasien (25%).
Secara keseluruhan, kelompok usia yang paling banyak menjalani ORIF
baik untuk Closed maupun Opened Fraktur adalah kelompok dewasa dengan usia
>18-65 tahun sebayak 39 pasien (65%).
Pemberian analgesik berdasarkan dari pengalaman dokter dan tingkat
nyeri yang dialami pasien. Pemberian analgesik tunggal berupa NSAID post
operasi seperti Parasetamol kurang tepat, karena tidak mampu mengatasi nyeri
yang muncul post operasi dimana nyeri yang muncul adalah sedang sampai berat.
Kecuali NSAID generasi terbaru, seperti Keterolac Tromethamin yang memiliki
efek analgesik yang hampir sama dengan Opioid. Namun, analgesik (NSAID)
yang diberikan tetap mengacu pada tingkat nyeri yang dialami pasien.