Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEREKONOMIAN INDONESIA

”KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN”

Dosen : Ratno, SE., MM

Disusun Oleh :
APRIANI NURJANAH NIM : S1-0216.025
HERIYANI NIM : S1-0216.038
RAMDHAN ARDHANI NIM : S1-0216.058
RACHMA DINI NIM : SI-0216.044
Semester IV

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BINANIAGA BOGOR

Jalan Raya Pajajaran No. 100 Bogor 16153


Tlpn. (0251) 8360688 Fax. (0251) 8354558
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Perekonomian Indonesia.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Kemiskinan dan Kesenjangan
Pendapatan ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
kk

Bogor, 21 Oktober 2017

Penyusun

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 2


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah..........................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan........................................................3
2.2 Penemuan Empiris Indonesia........................................................................................6
2.3 Kebijakan Anti - Kemiskinan........................................................................................9

BAB III. PENUTUP


5.1 Kesimpulan....................................................................................................................11
5.2 Saran..............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................12

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 3


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia dikenal sebagai Negara agraris, atau yang biasa dikenal sebagai
Negara yang sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang pertanian. Dalam
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan pemerintah Indonesia agar memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun dalam kenyataannya
pemerintah tidak mempunyai kepekaan yang serius terhadap kaum miskin.
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang mendunia dan hingga kini
masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual,
kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh negara-negara
berkembang melainkan juga negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Jika kita lihat dari dampak yang ditimbulkan oleh korupsi ini, hampir semua lapisan
masyarakat merasakannya. Bagi kalangan pengusaha korupsi menyebabkan persaingan yang
tidak kompetitif antar pengusaha karena semua proses harus melalui uang pelicin dan
memerlukan waktu yang lama. Bagi masyarakat bawah korupsi justru menimbulkan biaya
hidup yang lebih tinggi, harga-harga menjadi mahal akhirnya muncul banyak pengemis.
Pengangguran, pemerasan, hingga pembunuhan yang sumber utamanya adalah uang, hanya
dengan satu alasan untuk hidup dan munculnya Undang-Undang Korupsi dan Undang-
Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bisa dijalankan dengan baik. Namun pada
kenyataannya kinerja KPK ini belum memuaskan hati publik, karena banyak kasus korupsi
yang penanganannya belum tuntas. Diantaranya kasus korupsi pajak dan kasus yang dialami
dari beberapa anggota Partai Demokrat belakangan ini.
Pada hal ini penyusun mencoba memaparkan kemiskinan di Negara Indonesia.
Kemiskinan merupakan hal yang kompleks kerana menyangkut berbagai macam aspek
seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya.
Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama dari
pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan lintas sektor yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan,
pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi
lingkungan.
Bila kita melihat sebenarnya kesejahteraan itu milik pemerintah, atau para pegawai
negeri. Dan orang – orang yang bergerak dalam organisasi pemerintah tingkat atas. Dan

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 1


sebagian besar juga bagi para pengusaha – pengusaha yang ruang lingkupnya besar.
Golongan orang-orang kelas atas inilah yang akan selalu menjadi penguasa, dan monopoli
terhadap golongan kelas menengah ke bawah.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat di buat beberapa rumusan masalah yaitu antara lain :
a. Apa yang menjadi masalah dasar dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia ?
b. Apa yang menjadi penyebab dari kemiskinan dan kesenjangan pendapatan?
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
a. Menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia yang mampu dalam hal materi agar ikut
berperan serta untuk mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di Indonesia.
b. Memberikan informasi kepada masyarkat Indonesia untuk menghadapi kemiskinan dan
kesenjangan pendapatan yang merupakan tantangan global dunia ketiga.
c. Untuk mengetahui sejauh mana upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mengentaskan
kemiskinan.

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN


a. Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi
pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan
stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok
pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the Generalized Entropy (GE),
ukuran Atkinson dan koefisien gini. Rumus dari GE dapat diuraikan sebagai berikut.
¿ ^y
n
1
|( ) |
2
GE( ) = (1/(α -α)
α
n
∑ y i /¿ ¿ α −1
¿ i =1

Dimana n adalah jumlah individu (orang) dalam sampel, yi adalah pendapatan


individu (i=1,2,…n), dan Y^ = (1/n) ∑ yi adalah ukuran rata-rata pendapatan.
Nilai GE terletak 0 sampai ∞. Nilai GE 0 berarti distribusi pendapatan merata
(pendapatan dari semua individu di dalam sample sama), dan 4 berarti kesenjangan
yang sangat besar.
Parameter α mengukur besarnya perbedaan – perbedaan antara pendapatan –
pendapatan dari kelompok – kelompok yang berbeda didalam distribusi tersebut, dan
mempunyai nilai riil.
Dari rumus diatas, didapat cara mengukur ketimpangan dari Atkinson sebagai
berikut.
^y
yi
/¿ ¿

¿
1
A= 1-
¿❑ 1−ϵ
n
1
()
∑¿
n i=1
¿
Dimana ϵ adalah parameter ketimpangan, 0<ϵ<1: semakin tinggi nilai ϵ, semakin tidak
seimbang pembagian pendapatan. Nilai A mencakup dari 0 sampai 1, dengan nilai 0
berarti tidak ada kepincangan dalam distribusi pendapatan.
Alat ukur ketiga dari pendekatan aksioma ini yang selalu digunakan di dalam
setiap studi-studi empiris mengenai kesenjangan dalam pembagian pendapatan adalah
koefisien atau rasio Gini, yang formulanya sebagai berikut.

n n
Gini = (1/2n2- ^y ¿ ∑ ∑ ¿ y i− y j ∨¿
i=1 j=1

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 3


Nilai koefisien Gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 :
kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan
bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan, artinya satu
pendapatan negara tersebut.

Ide dasar dari perhitungan koefisien Gini berasal dari kurva Lorenz. Koefisien
Gini adalah rasio : (a) daerah di dalam grafik tersebut yang terletak di antara kurva
Lorenz dan garis kemerataan sempurna (yang membentuk sudut 45º dari titik 0 dari
sumbu y dan x) terhadap (b) daerah segitiga antara garis kemerataan tersebut dan
sumbu y dan x. Semakin tinggi nlai rasio Gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh
kurva Lorenz dari garis 45º tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi
pendapatan.

Kurva
Lorenz

Komulatif % Jumlah Penduduk

Selain tiga alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum d igunakan,
terutama oleh Bank Dunia, adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan
menjadi tiga grup: 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan
pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah
penduduk. Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan
yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria
Bank Dunia,tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi,
apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil
dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok
tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan; sedangkan
ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17%
dari jumlah pendapatan.

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 4


b. Indikator Kemiskinan
Batas garis kemisinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda – beda.
Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan
Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang
dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimun makanan dan
bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minuman makanan digunakan
patokan 2.100 kalori perhari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minuman bukan
makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan
jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan head count index.
Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam
metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan head count index merupakan ukuran yang
menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk
yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai
rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis
kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan
garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh
Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the
incidence of proverty : persentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan
pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut
rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan
disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal
dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak / perbedaaan rata –
rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis
tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula berikut.

Pa = (1/n) ∑ [ ( z− y j )/ z ] a
untuk semua yi <z
i

Indeks Pa ini sensitive terhadap distribusi jika a>1. Bagian [(z− y j )/z ] adalah
perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok ke i
keluarga miskin (yi) dalam bentuk persentase eksponen dari besarnya pendapatan

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 5


yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah
populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa.

Ketiga, the severity of proverty yang diukur dengan indeks keparahan


kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK. Namun, selain
mengukur jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga
mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran di
antara penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut Distributionally Sensitive
Indeks dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.

Adanya dua indikator tersebut (selain rasio H) adalah untuk mengkompensasi


kelemahan dari rasio H yang tidak bisa menjelaskan tingkat keparahan kemiskinan
disuatu negara. Selain itu, para peneliti kemiskinan sudah lama tertarik pada dua
faktor lain, yaitu rata – rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin dan
besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antarorang miskin. Dengan
asumsi bahwa faktor – faktor lain tetap tidak berubah, tambah tinggi rata – rata
besarnya kekurangan pendapatan orang miskin, tambah besar gap pendapatan
antarorang miskin, dan kemiskinan akan tambah besar.
Dari dasar pemikiran diatas, muncul indeks kemiskinan Sen, yang
memasukkan dua faktor tersebut, yakni koefisien Gini dan rasio H.

S = H [I + (1-I)Gini]

Dimana I adalah jumlah rata-rata defisit pendapatan dari orang miskin sebagai
suatu presentase dari garis kemiskinan, dan koefisien Gini yang mengukur
ketimpangan antara orang miskin. Apabila salah satu dari faktor-faktor tersebut naik,
tingkat kemiskinan bertambah besar (yang diukur dengan S).

2.2 PENEMUAN EMPIRIS


1. Distribusi Pendapatan
Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya
menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga dari Survey
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Data pengeluaran konsumsi dipakai sebagai
suatu pendekatan (proksi) untuk mengatur distribusi pendapatan masyarakat.
Walaupun diakui bahwa cara ini sebenarnya mempunyai suatu kelemahan yang
serius: data pengeluaran konsumsi bisa memberikan informasi yang tidak tepat
mengenai pendapatan, atau tidak mencerminkan tingkat pendapatan yang sebenarnya.

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 6


Jumlah pengeluaran konsumsi seseorang tidak harus selalu sama dengan jumlah
pendapatan yang diterimanya, bisa lebih besar atau lebih kecil. Misalnya,
pendapatannya lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsinya juga besar,
karena ada tabungan. Sedangkan, jika jumlah pendapatannya rendah tidak selalu
berarti jumlah konsumsinya juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit bank
untuk membiayai pengeluaran konsumsi tertentu, misalnya untuk beli rumah dan
mobil, dan untuk membiayai sekolah anak atau bahkan untuk liburan.
Demikian pula pengertian pendapatan, yang artinya pembayaran yang didapat
karena bekerja atau menjual jasa, tidak sama dengan pengertian kekayaan. Kekayaan
seseorang bisa jauh lebih besar daripada pendapatannya. Atau, seseorang bisa saja
tidak punya pekerjaan (pendapatan) tetapi ia sangat kaya karena ada warisan keluarga.
Banyak pengusaha-pengusaha muda di Indonesia kalau diukur dari tingkat
pendapatan mereka tidak terlalu berlebihan, tapi mereka sangat kaya karena
perusahaan dimana mereka bekerja adalah milik mereka (atau orang tua mereka).
Akan tetapi, karena pengumpulan data pendapatan di Indonesia seperti di
banya LDCS lainnya masih relatif sulit, salah satunya karena banyak rumah tangga
atau individu yang mempunyai pekerjaan disektor infomal atau tidak menentu, maka
penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga dianggap sebagai salah satu
alternatif.
Kalau dilihat pada tingkat agregat dengan memperhatikan perkembangan
sejumlah variabel-variabel ekonomi makro selama orde Baru hingga krisis ekonomi
terjadi, misalnya laju pertumbuhan PDB rata-rata pertahun, peningkatan PN
perkapita, diversifikasi ekonomi, dan pangsa X nonmigas, diakui ada keberhasilan
dari pembangunan ekonomi selama periode tersebut. Akan tetapi, keberhasilan suatu
pembangunan ekonomi tidak dapat hanya diukur dari laju pertumbuhan output atau
peningkatan pendapatan secara agregat atau per kapita. Namun, bahkan lebih penting,
harus dilihat juga dari pola distribusi peningkatan pendapatan tersebut.
2. Kemiskinan
Kemiskinan bukan hanya masalah Indonesia, tetapi merupakan masalah dunia.
Laporan dari Bank Dunia menunjukkan bahwa tahun 1998 terdapat 1,2 miliar orang
miskin dari sekitar 5 miliar lebih jumlah penduduk di dunia. Sebagian besar dari
jumlah tersebut terdapat di Asia Selatan (43,5%) yang terkonsentrasi di India,
Bangladesh, Nepal, Sri Lanka, dan Pakistan. Afrika Sub-Sahara merupakan wilayah
kedua di dunia yang padat orang miskin (24,3%). Kemiskinan di wilayah ini terutama
disebabkan oleh iklim dan kondsi tanah yang tidak mendukung kegiatan pertanian

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 7


(kekeringan dan gersang), pertikaian yang tidak henti-hentinya antarsuku, manajemen
ekonomi makro yang buruk dan pemerintah yang bobrok. Wilayah ketiga yang
terdapat banyak orang miskin adalah Asia Tenggara dan Pasifik (23,2%). Kemiskinan
di Asia Tenggara terutama terdapat di Cina, Laos, Indonesia, Vietnam, Thailand, da
Kamboja. Sisanya terdapat di Amerika Latin dan negara-negara Karibia (6,5%),
Eropa dan Asia Tengah (2,0%), serta Timur Tengah dan Afrika Utara (0,5%)
Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian
(1995) yang dilakukan pada tujuh belas provinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa
ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu:
a. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya
tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan,
kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan
besarnya jumlah anggota keluarga.

b. Rendahnya sumber daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan
aset produksi serta modal kerja.
c. Rendahnya penerapan teknologi, ditandai oleh rendahnya penggunaan input
mekanisasi pertanian.
d. Rendahnya potensi wilayah yang ditandai dengan oleh rendahnya potensi fisik dan
infrastruktur wilayah.
e. Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dikukan oleh pemerintah dalam investasi
dalam rangka pengentasan kemiskinan.
f. Kurangnya peranan kelembagaan yang ada.
Menurut Ginanjar (1996) ada 4 faktor penyebab kemiskinan, faktor-faktor tersebut
antara lain:
 Rendahnya taraf pendidikan
 Rendahnya taraf kesehatan.
 Terbatasnya lapangan kerja.
 Kondisi keterisolasian.
Kemiskinan melekat pada diri penduduk miskin, mereka miskin karena tidak
memiliki aset produksi dan kemampuan untuk meningkatkan produktivitas. Mereka
tidak memiliki aset produksi karena mereka miskin, akibatnya mereka terjerat dalam
lingkungan kemiskinan tanpa ujung dan pangkal.
Pendapat Ginanjar (1996) bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 8


a. Sumber daya alam yang rendah.
b. Teknologi dan unsur penduduknya yang rendah.
c. Sumber daya manusia yang rendah.
d. Saran dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik.
2.3 KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN
Untuk mengetahui kenapa diperlukan kebijakan antikemiskinan dan distribusi
pendapatan, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana hubungan alamiah antara
pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan, dan penurunan kemiskinan. Hubungan
antara pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan dan penurunan kemiskinan
disajikan dan gambar berikut ini.

Kebijakan Pertumbuhan
Prokemiskinan
Pertumbuhan
Ekonomi Pertumbuhan
kemiskinan
Pertumbuhan
Kelembagaan Propemerataan

Kebijakan lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dsb.

World bank (1990) lewat laporannya World Development Report on Proverty


mendeklarasikan bahwa suatu peperangan melawan kemiskinan perlu dilakuan secara
serentak pada tiga front, yatitu melalui:

a. Pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya menciptakan kesempatan kerja dan
pendapatan bagi kelompok miskin.
b. Pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka
kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang
diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi.
c. Membuat suatu jaringan pengaman sosial bagi penduduk miskin yang tidak mampu
memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja serta
pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat fisik dan mental, bencana alam, konflik
social atau wilayah yang terisolasi.

World bank (2000) memberikan resep baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar:

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 9


a. Pemberdayaan yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk
mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka,
dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses politik dan pengambilan
keputusan tingkat lokal.
b. Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan,
melalui manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makro dan
jaringan pengaman yang lebih komprehensif.
c. Kesempatan yaitu proses peningkatan akses dari kaum miskin terhadap modal fisik
dan modal manusia (SDM) dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset
tersebut.

ADB (1999) menyatakan ada 3 pilar untuk mengentaskan kemiskinan:

a. Pertumbuhan berkelanjutan yang prokemiskinan


b. Pengembangan sosial yang mencakup: pengembangan SDM, modal sosial, perbaikan
status perempuan, dan perlindungan sosial
c. Manajemen ekonomi makro dan pemerintahan yang baik, yang dibutuhkan untuk
mencapai keberhasilan dari dua pilar pertama.
d. Factor tambahan:
 Pembersihan polusi udara dan air kota-kota besar
 Reboisasi hutan, penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah

Strategi oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan:

a. Jangka pendek yaitu membangun sektor pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan.
b. Jangka menengah dan panjang mencakup:
 Pembangunan dan penguatan sektor swasta
 Kerjasama regional
 Manajemen APBN dan administrasi
 Desentralisasi
 Pendidikan dan kesehatan
 Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
 Pembagian tanah pertanian yang merata

BAB III

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 10


PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Masalah kemiskinan di Indonesia memang sangat rumit untuk dipecahkan. Dan tidak
hanya di Indonesia saja sebenarnya yang mengalami jerat kemiskinan, tetapi banyak negara
di dunia yang mengalami permasalahan ini.
Upaya penurunan tingkat kemiskinan sangat bergantung pada pelaksanaan dan
pencapaian pembangunan di berbagai bidang. Oleh karena itu, agar pengurangan angka
kemiskinan dapat tercapai, dibutuhkan sinergi dan koordinasi program – program
pembangunan di berbagai sektor, terutama program yang menyumbang langsung penurunan
kemiskinan.
Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus mampu meningkatkan
standar hidup penduduk negaranya, yang diukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita.
Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan diantaranya
merupakan produsen barang primer, memiliki masalah tekanan penduduk, kurang optimalnya
sumber daya alam yang diolah, produktivitas penduduk yang rendah karena keterbelakangan
pendidikan, kurangnya modal pembangunan, dan orientasi ekspor barang primer karena
ketidakmampuan dalam mengolah barang – barang tersebut menjadi lebih berguna.
3.2 SARAN
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha – usaha yang lebih
kreatif, inovatif dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka mata bagi pegawai
pemerintah maupun calon pegawai pemerintah agar berani mengambil sikap yang lebih tegas
sesuai dengan visi dan misi bangsa Indonesia (tidak memperkaya diri sendiri dan
kelompoknya). Dan mengedepankan partisipasi masyarakat Indonesia untuk lebih eksploratif.
Di dalam menghadapi zaman globalisasi kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill,
mentalitas dan moralitas yang standarnya adalah standar global.

DAFTAR PUSTAKA

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 11


Tulus T.H Tambunan 2003, Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting
http://catatankuliahfethamrin.blogspot.co.id/2013/01/makalah-tentang-kemiskinan-dan.html?
m=1
http://kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19598/4-
KEMISKINAN+DAN+KESENJANGAN.doc.

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan 12

Anda mungkin juga menyukai